PNEUMONIA
Disusun Oleh :
PNEUMONIA
A. DEFINISI
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas
tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan
aliran darah disekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal.
(Soemantri, 2010 :74)
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme termasuk bacteria, mikobakteria, jamur, dan virus. Pneumonia
diklasifikasikan sebagai pneumonia didapat di komunitas, pneumonia didapat
dirumah sakit, pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia
aspirasi. (Brunner & Suddarth, 2014 :457)
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan kadang non infeksi. ( Astuti & Rahmat, 2010 :109)
B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab dari pneumonia yaitu:
1. Bakteri : streptococus pneumoniae, staphylococus aureus.
2. Virus : Influenza, parainfluenza, adenovirus.
3. Jamur : Candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidioido mycosis,
ryptococosis, pneumocytis carini.
4. Aspirasi : Makanan, cairan, lambung.
5. Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas.
Pneumonia virus bisa disebabkan oleh : Virus sinsisial pernafasan, Hantavirus, Virus
influenza, Virus parainfluenza, Adenovirus, Rhinovirus, Virus herpes simpleks,
Micoplasma (pada anak yang relatif besar). Pada bayi dan anak-anak penyebab yang
paling sering adalah :
D. KLASIFIKASI
E. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel
infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel
bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel
tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme
imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki
antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari
pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun
didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami
aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak
tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru
melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling
sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat
menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme
pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas
bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke
orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia
bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr,
virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber
terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut
yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear
di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam
saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi dan terdiri dari:
1. Susunan anatomis rongga hidung
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret fiat yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut.
4. Refleks batuk
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau
tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun, misalnya
akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti
trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan antibiotika yang tidak
sempurna (Ngastiyah, 2015).
F. PATHWAY
NYERI
GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN
NAPAS
KETIDAKEFEKTIFAN
PERFUSI JARINGAN
KELETIHAN
INTOLERANSI AKTIVITAS
HIPERTEMI
A
G. MANIFESTASI KLINIS
Pneumonia pada pasien lansia dapat mucul sebagai diagnosis primer atau
sebagai komplikasi dari penyakit kronis. Infeksi primer pada lansia seringkali sulit di
obati dan menyebabkan angka mortalitas yang tinggi pada individu yang lebih muda.
Perburukan umum, kelemahan, gejala abdomen, anoreksia, konfulsi, takikardi, dan
takipnea dapat menandai awitan pneumonia. Diagnosis pneumonia mungkin
terabaikan karena gejala klasik seperti batuk, nyeri dada, produksi sputum, dan
demam mungkin tidak ada atau tersamarkan pada pasien lansia. Selain itu, munculnya
sejumlah gejala juga dapat menyesatkan. Bunyi nafas abnormal, misalnya, mungkin
disebabkan oleh mikroatelektasis yang terjadi akibat penurunan mobilitas, penurunan
volume paru, atau perubahan fungsi pernafasan lain. Foto ronsen dada mungkin
diperlukan untuk membedakan gagal jantung kronis dan pneumonia sebagai penyebab
atau tanda gejala klinis (Brunner & Suddarth, 2014 :458).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan Pemeriksaan
Penunjang.
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil.
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes
sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus.
b. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat
oleh benda padat (Sandra M. Nettina, 2012).
I. KOMPLIKASI
1. Atelektasis : pengembangan paru yang tidak sempurna.
2. Emfisema : terdapatnya pus pada rongga pleura.
3. Abses paru : pengumpulan pus pada jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sistomik
5. Endokarditis : peradangan pada endokardium
6. Meningitis : peradangan pada selaput otak.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
2. Terapi oksigen (O2)
3. Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian bronkodilator.
4. Istirahat yang cukup
5. Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500 mg/
hari atau tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari
6. Bantuan pernafasan mencakup konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi, intubasi
endotrakea, dan ventilasi mekanis.
7. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal nafas, atau superinfeksi dilakukan,
jika perlu.
8. Untuk kelompok yang beresiko tinggi mengalami CAP, disarankan untuk
melakukan vaksinasi pneumokokus (Brunner & Suddarth, 2014 :459).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer :
a. Airway
1) Apakah ada peningkatan sekret ?
2) Adakah suara nafas : krekels ?
b. Breathing
1) Adakah distress pernafasan ?
2) Adakah hipoksemia berat ?
3) Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
4) Apakah ada bunyi whezing ?
c. Circulation
1) Bagaimana perubahan tingkat kesadaran ?
2) Apakah ada takikardi ?
3) Apakah ada takipnoe ?
4) Apakah haluaran urin menurun ?
5) Apakah terjadi penurunan TD ?
6) Bagaimana kapilery refill ?
7) Apakah ada sianosis ?
2. Pengkajian sekunder
a. Riwayat penyakit
1) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
2) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi
3) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
b. Kondisi psikososial
1) Pengkajian fisik
a) Aktivitas : kelelahan umum
b) Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak
teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun
berat.
c) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak,marah, gelisah, menangis.
d) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban
kulit.
e) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi, perubahan pupil.
f) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau
tidak dengan obat antiangina, gelisah
g) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada
gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;
hemoptisis.
h) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema,
edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
i) Sistem Integumen : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
j) Sistem Pulmonal : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
k) Sistem Cardiovaskuler : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun
l) Sistem Neurosensori : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
m) Sistem Musculoskeletal : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
n) Sistem genitourinaria : produksi urine menurun/normal,
o) Sistem digestif : konsistensi feses normal/diare
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen
darah, gangguan pengiriman oksigen
2. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
peningkatan produksi sputum
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap ditandai
dengan: Nyeri dada, sakit kepala, gelisah
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi
C. INTERVENSI
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen
darah, gangguan pengiriman oksigen, ditandai dengan: Dispnea, sianosis,
takikardia, gelisah/perubahan mental, hipoksia
Tujuan : gangguan gas teratasi
Kriteria hasil :
Tidak nampak sianosis
Nafas normal
Tidak terjadi sesak
Tidak terjadi hipoksia
Klien tampak tenang
PCO2 normal
Tidak ada bunyi nafas tambahan
Intervensi
Observasion :
Nursing treatement
d. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan
batuk efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat
pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
Education
Collaboration
f. Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master,
master venturi.
Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan
metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pernapasan.
2. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
peningkatan produksi sputum, ditandai dengan: Perubahan frekuensi, kedalaman
pernafasan, Bunyi nafas tak normal, dispnea, sianosis, batuk efektif atau tidak
efektif dengan/tanpa produksi sputum.
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
Batuk teratasi
Nafas normal
Bunyi nafas bersih
Tidak terjadi Sianosis
Intervensi:
Observation
a. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris
sering terjadi karena ketidaknyamanan.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan
bunyi nafas.
Rasional: Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan.
Nursing treatment
c. Berikan cairan sesuai kebetuhan.
Rasional: Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan secret
Education
d. Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional : Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk
mempertahankan jalan nafas paten.
Collaboration
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik.
Rasional: Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi
sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan
Astuti & Rahmat. (2010). Asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta : CV
Brunner & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan. Sistem