Anda di halaman 1dari 21

Makalah Keperawatan Dewasa Sistem Respirasi

“PNEUMONIA “

Disusun oleh kelompok 7 kelas PED 17B


1. Septiyana Indah Praptiwi
2. Anita Herlina
3. Vina Lestiani

PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
2022
KONSEP DASAR PENYAKIT PNEUMONIA

1. Definisi/Pengertian
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen
infeksisus (Smeltzer & Bare, 2001: 571). Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, virus, maupun jamur (Medicastore).

Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematian. Pneumonia


adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-kantong udara dalam paru yang
disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi
kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Karena inilah, selain
penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal.

2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus tipe 8 menyebabkan
pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan
9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan
meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus dan
ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronchopneumonia lebih sering
dijumpai pada anak kecil dan bayi.

Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab
kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol
beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali
merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.
Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan WHO,
sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan
UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita tertinggi,
melebihi penyakit penyakit lain seperti campak, malaria, serta AIDS.
3. Etiologi
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia dan
penyakit ini baru akan timbul apabila ada faktor- faktor prsesipitasi, namun pneumonia juga
sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi
di bawah ini :

 Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia adalah: Diplococus pneumonia,
Pneumococcus, Streptococcus Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus
friendlander (Klebsial pneumonia), Mycobacterium tuberculosis. Bakteri gram positif yang
menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia, streptococcus aureus dan
streptococcus pyogenis

 Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum disebabkan oleh virus
influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus merupakan penyebab
utama pneumonia virus. Virus lain yang dapat menyebabkan pneumonia adalah
Respiratory syntical virus dan virus stinomegalik.

 Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung. Jamur yang
dapat menyebabkan pneumonia adalah : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas,
Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans,
Mycoplasma Pneumonia.

 Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita
AIDS.

 Faktor lain yang mempengaruhi


Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan
antibiotik yang tidak sempurna.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia

• Umur dibawah 2 bulan

• Tingkat sosio ekonomi rendah

• Gizi kurang

• Berat badan lahir rendah

• Tingkat pendidikan rendah

• Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah

• Kepadatan tempat tinggal

• Imunisasi yang tidak memadai

• Menderita penyakit kronis

4. Patofisiologi
Pneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh bakteri yang
masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan paru. Bakteri pneumokok ini dapat
masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokkan, menembus jaringan mukosa lalu
masuk ke pembuluh darah mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru dan selaput otak.
Akibatnya timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak. Inflamasi bronkus ditandai
adanya penumpukan sekret sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan
napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga
pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari
pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas, hipoksemia, asidosis
respiratorik, sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas.
Pathway terlampir.
5. Klasifikasi
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2003 menyebutkan tiga
klasifikasi pneumonia, yaitu:
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
 Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
 Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia)
 Pneumonia aspirasi
 Pneumonia pada penderita immunocompromised.
Berdasarkan bakteri penyebab:
 Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia
akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka
yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakangan mental, pasien
pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah
yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap
penyakit itu. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut,
dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-
paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru
kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling
umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Biasanya pneumonia bakteri itu
didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya,
karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan
pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat
terisap masuk ke dalam paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada
penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella,
dan chalamydia.
 Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri
hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan
pneumonia juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza,
yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36
jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas
tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi
pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu
tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau
atau merah tua.
 Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan
lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
 Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon
bronkus) baik kanan maupun kiri.
 Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada
berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan
sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-
paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu
menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu.
Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya
menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika
demikian keadaannya, tentu tambah sulit penyembuhannya. Penyebab penyakit pada
kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.
6. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak, adanya PCH, Adanya
takipnea sangat jelas (25-45 kali/menit), pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot
aksesori pernafasan, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen, sputum purulen,
berbusa, bersemu darah, batuk : Non produktif – produktif, demam menggigil, faringitis.
 Palpasi
Denyut nadi meningkat dan bersambungan (bounding), nadi biasanya meningkat sekitar 10
kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat celcius, turgor kulit menurun, peningkatan
taktil fremitus di sisi yang sakit, hati mungkin membesar.
 Perkusi
Perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
 Auslkutasi
Terdengar stridor, bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik
yang terauskultasi), bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding
dada), ronchii pada lapang paru. Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih
baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) daripada melalui jaringan normal.

7. Pemeriksaan Diagnostik
 Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada
pneumonia mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.
 GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru
yang ada
 Pemeriksaan darah.
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah
netrofil) (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan pergeseran LED
meninggi.
 LED meningkat.
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan komplain
menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah, bilirubin meningkat, aspirasi biopsi
jaringan paru
 Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada. Foto thorax bronkopeumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.

 Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah


Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik, atau
biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri dan virus.
Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan
dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin
dilakukan karena sulit.
 Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas mungkin
meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi perembesan (hipokemia).
 Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
 Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV), karakteristik
sel raksasa (rubella).

8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dada dengan menggunakan stetoskop, akan
terdengar suara ronchi. Selain itu juga didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti: rontgen
dada, pembiakan dahak, hitung jenis darah, gas darah arteri.

9. Therapy
 Pemberian antibiotik per-oral/melalui infus.
 Pemberian oksigen tambahan
 Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
 Antibiotik sesuai dengan program
 Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
 Cairan, kalori dan elektrolit glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan KCl
10 mEq/500 ml cairan infuse.
 Obat-obatan :
- Antibiotika berdasarkan etiologi.
- Kortikosteroid bila banyak lender.
 Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg
sehari atau Tetrasiklin 3-4 hari mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan
mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat
sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti
polinosimle, poliudikocid pengobatan simptomatik seperti :
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di rumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.
10. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Komplikasi dari
pneumonia / bronchopneumonia adalah :

 Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah
dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan
timbul efusi.
 Efusi pleura
 Abses otak
 Endokarditis
 Osteomielitis
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat
di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik.
 Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
 Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
11. Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai
1%. Pasien dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan
mortalitas yang lebih tinggi (Q_key `0094`).
12. Pathways
Virus, bakteri, jamur, aspirasi

Terhirup Stimulasi Chemoreceptor Hipotalamus

Broncholus

infeksi alveolus

Proses Peradangan Respon Menggigil

Kerja sel Goblet Meningkat Eksudat & Serous konsentrasi

masuk dalam alveoli protein cairan alveoli Reaksi Peningkatan

Produksi Sputum Meningkat SDM dan Leukosit Suhu Tubuh

Akumulasi Sputum PMN mengisi Alveoli

Di Jalan Nafas Konsolidasi di Alveoli Tekanan Hidrostatik


Hipertermia
Compliance Paru Menurun Tekanan Osmotik

Rangsang Batuk Frekuensi nafas meningkat Difusi Evaporasi

Gangguan Ventilasi Cairan Tubuh


Kurang
Nyeri Pleurik pengetahuan Akumulasi Berkurang

Cairan Di Paru
Ketidakefektifan
Ketidakefektifan
pola nafas
bersihan jalan nafas
Deficit Volume
Gangguan
Cairan
Gangguan rasa Susah Tidur Pertukaran Gas
nyaman nyeri

Anoreksia Oksigen jaringan

Mual Muntah kelemahan


Gangguan pola
tidur

Ketidakseimbangan Intoleransi
nutrisi kurang dari Aktivitas
kebutuhan tubuh
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN PNEUMONIA

A. Pengkajian
 Data Subjektif
a) Klien mengatakan badan demam
b) Klien mengatakan merasa nyeri di daerah dada yang terasa tertusuk-tusuk, terutama
saat bernafas atau batuk
c) Klien mengatakan tenggorokan terasa sakit, sakit kepala, dan mialgia
d) Klien mengatakan sering mengeluarkan dahak yang kental, berbusa dan berwarna
kehijauan atau bercampur darah.
e) Klien mengatakan lebih merasakan nyaman saat duduk tegak di tempat tidur dengan
condong ke arah depan tanpa mencoba untuk batuk atau nafas dalam.
f) Klien mengatakan sering berkeringat banyak.
g) Klien mengatakan dada terasa sangat sesak dan sulit bernafas.
 Data Objektif
a) Suhu tubuh klien teraba panas, lebih dari 37,5 0C dan klien tampak menggigil.
b) Wajah klien tampak meringis.
c) Takipnea (25-45x/menit), dyspnea
d) Terdengar pernafasan mendengkur, rhonchi saat auskultasi.
e) Tampak penggunaan pernafasan cuping hidung atau otot-otot aksesori pernafasan.
f) Klien tampak lemah dan pucat.
g) Tampak area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru dalam hasil rontgen dada.
h) Terjadi peningkatan taktil fremitus saat dilakukan palpasi.
i) Suara pekak pada saat perkusi di daerah dada
j) Terdengar bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang
terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui
dinding dada).
k) Ditemukannya ketidaknormalan pada hasil AGD.
l) Terdapat perubahan pada frekuensi, ritme, dan kedalaman pernafasan.
m) Kesadaran dapat menurun akibat perluasan infeksi menjadi sepsis
B. Diagnosis Keperawatan
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat pada alveoli
akibat infeksi
 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-capiler
 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologikal
 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik.
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.
 Deficit volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh yang berlebih
 Kelemahan anggota tubuh berhubungan dengan proses penyakit
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anggota tubuh
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalize
 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terkait penyakit
C. Intervensi Keperawatan
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat pada alveoli
akibat infeksi
Tujuan:

Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali
efektif dengan kriteria hasil:

Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan napas)

- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation from


normal range)

- Irama pernapasn normal (skala 5 = no deviation from normal range)

- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)

- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5 = no deviation from


normal range)

- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)


Intervensi:

Respiratory monitoring

1) Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi

Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan
intervensi yang akan diberikan.

2) Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot
supraclavicular dan interkostal

Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan
intervensi yang akan diberikan.

3) Monitor suara napas tambahan

Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan
napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.

4) Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas


cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic

Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola
napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

Airway suctioning

5) Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction

Rasional: waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas pasien

6) Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction

Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas untuk
memenuhi O2 pasien

7) Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction

Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa


dilakukan tindakan suction
8) Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan

Rasional : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi dan
memberikan pasien safety

9) Gunakan alat disposible steril setiap melakukan tindakan suction trakea

Rasional: jalan nafas merupakn area steril sehingga alat digunkan juga steril untuk
mencegah penularan infeksi.

10) Pilihlah selang suction dengan ukuran setengah dari diameter endotrakeal,
trakheostomy, atau saluran nafas pasien

Rasional: penggunaan dimater yang lebih kecil agar tidak menyumbat jalan nafas dan
memberikan ruang agar pasien mampu melakukan respirasi

11) Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)

Rasional : aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas

12) Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP dan
irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction

Rasional : Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction bisa dihentikan.

13) Lakukan suction pada oropharing setelah selesai suction pada trakea

Rasional : melancarkan jalan nafas sehingga SaO2 menjadi optimal

 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam diharapkan pola napas klien efektif dengan
kriteria hasil:
Status pernapasan: ventilasi
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal range)
Tanda-tanda vital
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation from
normal range)
Intervensi :
Monitoring respirasi
a) Pantau RR, irama dan kedalaman pernapasan klien.
Rasional : Ketidakefektifan pola napas dapat dilihat dari peningkatan atau
penurunan RR, serta perubahan dalam irama dan kedalaman pernapasan
b) Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada pada
klien
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
menunjukkan terjadi gangguan ekspansi paru
Memfasilitasi ventilasi
a) Berikan posisi semifowler pada klien.
Rasional : Posisi semifowler dapat membantu meningkatkan toleransi tubuh untuk
inspirasi dan ekspirasi.
b) Pantau status pernapasan dan oksigen klien.
Rasional : Kelainan status pernapasan dan perubahan saturasi O2 dapat
menentukan indikasi terapi untuk klien
c) Berikan dan pertahankan masukan oksigen pada klien sesuai indikasi
Rasional : Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk mempertahankan
masukan O2 saat klien mengalami perubahan status respirasi.

 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-


capiler
Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan gangguan pertukaran
gas dapat diatasi dengan kriteria hasil:

- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat


- Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah)
- RR= 16-20 x/menit
- AGD klien dalam batas normal (Ph = 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 ; HCO3 = 22-26 ; BE
= -2 - +2 ; PO2 = 80-100 ; SaO2 = 95-100%)
Intervensi :

Airway Management

a) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
Rasional :Untuk memperlancar jalan napas klien.

b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.


Rasional : Memaksimalkan posisi untuk meningkatkan ventilasi klien.

c) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.


Rasional : Menghilangkan obstruksi jalan napas klien.

d) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.


Rasional : Memantau kondisi jalan napas klien.

Respiratory Monitoring

a) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.


Rasional : Mengetahui karakteristik napas klien.

b) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan perburukan kondisi klien.

c) Lakukan pemeriksaan AGD pada klien.


Rasional : Pemantauan AGD dapat menunjukkan status respirasi dan adanya
kerusakan ventilasi klien.

 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologikal


Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam diharapkan nyeri terkontrol
dengan kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri terkontrol
- Klien mampu mengenali onset nyeri
- Dapat mengggunakan tekni non analgesik untuk mengurangi nyeri

Intervensi :

Pain Management :
1. Kaji intervensi nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, onset,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
Rasional : Mengetahui karakteristik unutk menentukan intervensi yang sesuai.
2. Observasi ketidaknyamanan secara non verbal
Rasional : Mengetahui nyeri yang tidak dikeluhkan dan menentukan intervensi yang
sesuai.
3. Diskusikan dengan klien faktor-faktor yang dapat mengurangi nyeri klien.
Rasional : Membantu dalam mengurangi nyeri klien.
4. Kolaboratif pemberian analgetik
Rasional : Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien
Progressive Muscle Relaxation :
5. Setting tempat yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung terapi yang akan dilakukan
6. Bantu klien mencari posisi yang nyaman
Rasional : Meningkatkan efek relaksasi
7. Ajarkan gerakan relaksasi otot progresif
Rasional : Menyebabkan relaksasi pada otot-otot dan mengurangi nyeri yang dirasakan
8. Evaluasi respon relaksasi klien setelah diberikan terapi
Rasional : Mengetahui efektifitas terapi yang diberikan dalam mengurangi nyeri.
 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik.
Tujuan :

Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, klien diharapkan panas badan klien berkurang
dengan kriteria hasil:

- Suhu badan pasien normal


- Pasien tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/ diaphoresis
Rasional : Suhu 38,90 – 41,10 menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam dapat membantu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir lebih
dari 24 jam menunjukkan pneumonia pneumotokal, demam scarlet atau tifoid; demam
remiten menunjukkan infeksi paru; kurva intermiten atau demam yang kembali normal
sekali dalam periode 24 jam menunjukkan episode septic, endokarditis septic, atau TB.
Menggigil sering mendahului puncak suhu.

2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.

3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol


Rasional : Dapat membantu mengurangi demam.

4) Kolaborasi pemberian antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol).


Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotelamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi
pertumbuhan organism dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.

 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual muntah.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .... x ... jam diharapkan kebutuhan nutrisi
klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
a. Status nutrisi:
- Masukan nutrisi adekuat (skala 5 = no deviation from normal range)
- Masukan makanan dalam batas normal (skala 5 = no deviation from normal range)
b. Status nutrisi : masukan nutrisi:
- Masukan kalori dalam batas normal (skala 5 = totally adekuat)
- Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat,
vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium (skala 5 = totally adekuat)
c. Status nutrisi : hitung biokimia
- Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl) (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Berat badan dapat dipertahankan / Tidak terjadi penurunan berat badan (skala 5 =
no deviation from normal range)
Intervensi :
Nutrition therapy
a. Mengindikasikan pemberian terapi nutrisi parenteral (NGT).
Rasional : Membantu pemenuhan asupan nutrisi yang adekuat.
b. Monitor makanan/cairan yang dimakan dan hitung asupan kalori tiap hari dengan
tepat.
Rasional : Mengetahui perkembangan makan/minum klien sesuai kebutuhan.
c. Monitor ketepatan diet order yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi klien.
Rasional : Mencegah klien mendapat asupan yang tidak sesuai dengan prosedur.
d. Jaga kebersihan mulut.
Rasional : Menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan

e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional :Untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan klien
Fluid/ electrolyte management
a. Monitor abnormal serum elektrolit klien.
Rasional : Membantu memberikan terapi yang tepat sesuai kebutuhan.
b. Berikan intravenous infusion sesuai indikasi.
Rasional : Membantu menambah cairan/elektrolit tubuh bila asupan oral tidak
memenuhi kebutuhan.
Penanganan berat badan:
a. Timbang berat badan klien secara teratur.
Rasional : Dengan memantau berat badan klien dengan teratur dapat mengetahui
kenaikan ataupun penurunan status gizi.
b. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional : membantu mengetahui masukan kalori harian klien disesuaikan dengan
kebutuhan kalori sesuai usia.
c. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan elektrolit.
Rasional : kadar albumin dan elektrolit yang normal menunjukkan status nutrisi baik.
Sajikan makanan dengan menarik.

Anda mungkin juga menyukai