Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang
timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953). Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004) Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glumerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria, hipoalbumenemia, hiperlipidemia, dan edema (Betz, Cecily dan Sowden, Linda. 2002). DEFINISI Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia , hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah, 1997). Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002). ETIOLOGI Sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi : Sindrom nefrotik bawaan. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal, resisten terhadap semua pengobatan. Gejala : Edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik primer. Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Sindrom nefrotik sekunder. Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik sering dijumpai adalah: Penyakit kolagen seperti lupus eritemosus Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), racun serangga, bisa ular. INSIDEN Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun Angka mortalitas dari SN telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Patofisiologi Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma, yang menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial Patofisiologi Perpindahan cairan ke interstitial menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema. Patofisiologi Pada Sindroma Nefrotik terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak yang banyak dalam urin (lipiduria) menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbumin Patofisiologi Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein dihati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumindalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun Proteinuria sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular) Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin Patofisiologi Protein hilang lebih dari 2 gr/hr yang terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, Edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Edema terjadi karena penurunan tekanan osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833). Patofisiologi Akibat dari pergeseran cairan, volume plasma total dan volume darah arteri menurun, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Menurunnya tekanan perfusi ginjal mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium , merangsang peningkatan aldosteron, merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan ADH yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. (Husein A Latas, 2002: 383). patoifisiologi Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383). MANIFESTASI KLINIS 1. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital. 2. Proteinuria dan albuminuria. 3. Hipoproteinemia dan hipoalbuminemia. 4. Hiperlipidemia 6. Mual, anoreksia, diare. 7. Anemia, pasien mengalami edema paru. 8. Hipertensi PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC 1. Urine Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin. 2. Darah Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat PENATALAKSANAAN MEDIC Istirahat sampai edema berkurang. Batasi asupan natrium dan hindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari, Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. (Arif Mansjoer,2000) KOMPLIKASI Infeksi sekunder karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma. d.Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.(Rauf, .2002 : .27-28). PENGKAJIAN Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik : Penambahan berat badan Edema Wajah sembab : a)Khususnya di sekitar mata b)Timbul pada saat bangun pagi c)Berkurang di siang hari Pembengkakan abdomen (asites) Kesulitan pernafasan (efusi pleura) Edema mukosa usus yang menyebabkan : a)Diare b)Anoreksia c)Absorbsi usus buruk Kulit pucat Mudah lelah Letargi Tekanan darah normal atau sedikit menurun Kerentanan terhadap infeksi Perubahan urin : a)Penurunan volume b)Gelap Diagnosa Keperawatan Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasive. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas. Diagnosa keperawatan Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma Tujuan tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan output Intervensi Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan). Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema sekitar mata. Atur masukan cairan dengan cermat. Pantau infus intra vena Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan. Berikan diuretik bila diinstruksikan. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204) Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat, mempertahankan berat badan Intervensi: 1. tanyakan makanan kesukaan pasien 2. anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan 3. pantau adanya mual dan muntah 4. bantu pasien untuk makan 5. berikan makanan sedikit tapi sering 6. berikan informasi pada keluarga tentang diet klien Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999:204). Tujuan: tidak terjadi infeksi KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit dalam batas normal. Intervensi: 1. cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan 2. pantau adanya tanda-tanda infeksi 3. lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif 4. anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien 5. kolaborasi pemberian antibiotik SELAMAT BELAJAR