Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS

SINDROM NEFROTIK PADA TN. D DI RUANG MARWAH

RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH PANGKAL PINANG

TAHUN 2022/2023

Disusun Oleh:

Novitri

22300024

Preseptor Akademik: Preseptor Klinik:

Ns. Maryana, M.Kep Ns. Yulizar, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN 2022/2023
A. Tinjauan Teoritis Sindrom Nefrotik
1. Definisi

Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari glomerulusnefritis


ditandai dengan gejala edema, proteinurea pasif >35g/hari, hipoalbuminemia
<3,5/dl, lipidolia dan hiper kolesterolimia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif dan Kusuma, 2015,:17)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminea dan hiperkolesterolemia. (Ngastiyah, 2014:306).
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia.Kadang-kadang
disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya ecepatan filtrasi glomerulus.Sebab
pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Sindrom nefrotik
paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien
wanita dan pria 1:2. (Sundoyo dalam Nurarif dan Kusuma, 2015, p. 17).

2. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh gromelunefritis (GN) primer dan
sekunder akibat infeksi keganansan penyakit jaringan penghubung obat atau toksin
dan akibat penyakit sistemik (GN) primer atau idopatik merupakan penyebab
sidrom nefrotik yang paling sering dalam kelompok GN primer GN lesi minimal
glomerulosklerosis fokal segmental, GN membranosa dan GN membraproliveratif
merupakan kelainan sistopalogi yang sering ditemukan (Sudoyo dkk, 2010).
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada GN
pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat
antiinflamasi non-steroid atau preparat emas organik, dan akibat penyakit siskemik
misalnya pada lupus erimatosus sistemik dan diabtes militus. (Sudoyo dkk, 2010)`

3. Manifestasi Klinik
 Edema
 Oliguria
 Tekanan darah normal
 Proteinuria sedang sampai barat
 Hipoprotenemia dengan rasio albumin:globulin terbaik
 Hiperkoesterolemia
 Ureum/kreatinin darah normal atau meninggi
 Beta 1C globulin (C3) normal (Nurarif dan Kusuma, 2015: 17-18)

4. Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada


hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria akan dapat mengakibatkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah
albumin, terjadilah penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler
akan berpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan volume
cairan intravaskuler berkurang dan terjadilah kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi
hipovolemik ini jika tidak segera diatasi akan berdampak pada hipotensi. Rendahnya
volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi aliran darah ke renal, ginjal
akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan
peningkatan sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang
mengakibatkan retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada edema.
Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika tidak
segera diatasi pasien dengan Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti
peritonitis dan selulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan kolesterol dan
trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi lipoprotein karena penurunan
plasma albumin dan penurunan onkotik plasma. Selain itu, peningkatan produksi
lipoprotein didalam hepar akibat kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan
terjadinya hiperlipidemia, dan akan ditemukan lemak didalam urine atau lipiduria.
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma nefrotik atau
keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang sekresi hormon renin yang
berperan penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya renin mengubah
angiotensin yang disekresi hati menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos
sekeliling arteriola.Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami tekanan darah
tinggi. Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium akibat konsumsi natrium yang
terlalu sedikit akan mengakibatkan anak mengalami hipotensi (Suriadi & Yuliani,
2010).

5. Pathways
renin angiotensin tubuler kolektifus

Kontriksi pembuluh Reabsorbsi Na Reabsorbsi


darah air oliguri

hipertesi Retensi cairan


diseluruh tubuh

Edema immobilitas
anasarka
Penekanan lama
bedrest Sulit bergerak Perubahan pada tubuh
penampilan
Gg. Integritas
Intoleransi Gg. Body kulit
aktivitas image

Paru-paru Abdomen Edema disaluran


pencernaan
Ekspansi dada Menekan
dan paru gaster
usus

Ventilasi tidak
adekuat Mual, muntah Absorbsi tidak
adekuat
anoreksia
Sesak nafas Perubahan nutrisi
Perubahan kurang dari Gg. Pola eliminasi
pola nafas kebutuhan diare
6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada sindrom nefrotik yaitu :

1. Keseimbangan Nitrogen Negatif

Proteinuria masif akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatif, yang


secara klinis dapat diukur dengan kadar albumin plasma. Diet tinggi protein tidak
terbukti memperbaiki metabolisme albumin karena respon hemodinamik terhadap
asupan yang meningkat adalah meningkatnya tekanan glomerulus yang
menyebabkan kehilangan protein dalam urin yang semakin banyak. Diet rendah
protein akan mengurangi proteinuria namun juga menurunkan kecepatan sintesis
albumin dan dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko memburuknya
keseimbangan nitrogen negatif.

2. Hiperkoagulasi

Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada sindrom nefrotik akibat


peningkatan koagulasi intravaskular. Kadar berbagai protein yang terlibat dalam
kaskade koagulasi terganggu pada sindrom nefrotik serta agregasi paltelet ikut
meningkat. Gangguan koaglasi yang terjadi disebabkan oleh peningkatan sisntesis
protein oleh hati dan kehilangan protein melalui urin.

3. Hiperlidemia dan lipiduria


Merupakan keadaan yang serig menyertai sindrom nefrotik. Respon hiperlipidemik
sebagian dicetuskan oleh menurunnya tekanan onkotik plasma, serta derajat
hiperlipidemia berbanding terbalik dan berhubungan erat dengan menurunnya
tekanan onkotik. Kondisi hiperlipidemia dapat reversibel seiring dengan resolusi
dari sindronefrotik yang terjadi baik secara spontan maupun diinduksi dengan obat.
4. Gangguan metabolisme kalsium dan tulang
Vitamin D yang terikat protein maka akan diekskresikan melalui uring sehingga
terjadi penurunan kadar plasma. Kadar 25(OH)D dan 1,25 (OH)2D plasma juga
ikut menurunan sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalamu gangguan.
5. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab tersering terjadinya kematian pada sindrom nefrotik
terutama oleh organisme berkapsul. Infeksi pada sindrom nefrotik terjadi akibat
defek imunitas humoral, seluler dan gangguan sistema komplemen. (PAPDI, 2014)

7. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Urine

Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine
kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin,
mioglobin, porfirin.

b. Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan
dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat.
Albumin < 2,5 g / dl, kolesterol dan trigliserid meningkst.

2. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

8. Penatalaksanan
1. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan
tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk
mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan
yang cepat.

2. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/
hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis
dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan
protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen
yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit
harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang
mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang
adekuat.

3. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.


Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau
verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus
diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum
harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan
menggosok kulit.

4. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.

5. Kemoterapi:

• Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang


mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga
dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis
umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10
minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi
meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters
mellitus, konvulsi dan hipertensi.

• Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk


mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan
sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada
dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti
6-merkaptopurin dan siklofosfamid.

1. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan


mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
2. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan
hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
3. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
4. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu
dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang
penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan
masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus
diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumah sakit.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
 Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
 Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya
peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
 Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan,
edema, bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat
bangun pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan abdomen (asites),
kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada
urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
 Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah
merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio,
kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.
2) Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.
4) Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasive.
5) Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan.
6) Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.
7) Gangguan body image b.d. perubahan penampilan.
8) Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan


Dx Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

4. Evaluasi dan Hasil


Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih bahasa:
Monica Ester. Jakarta : EGC.

Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih bahasa:
Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan:

Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa.
Jakarta: EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta:
EGC.
Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.


Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.

Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai