Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

NEFROTIK SINDROME

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu sindroma (kumpulan gejala-gejala) yang terjadi
akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal dan menyebabkan proteinuria (protein
di dalam air kemih), menurunnya kadar albumin dalam darah, penimbunan garam dan
air yang berlebihan, dan meningkatnya kadar lemak dalam darah. Penyakit ini terjadi
tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna
gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat (Mansjoer,2007).
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suryadi, 2006).
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari glomerulonefritis
(GN) ditandai dengan gejala edema, proteinuria masif > 3,5 g/hari, hipoalbuminemia
<3,5 g/dl, lipiduria dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. Sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada
anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2. (Nurarif, 2015).

B. Etiologi
Berdasarkan etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Primer
a. Banyak terjadi pada usia sekolah (74% pada usia 2 7 tahun)
b. Pria dan wanita 2 : 1
c. Diawali dengan infeksi virus pada saluran nafas atas.
d. Terjadi glomerulonefritis primer, GN membranosa, GN proliferatife, GN
membranoproliferatif
2. Sekunder
a. Disebabkan oleh kerusakan glomerulus (akut/kronik) karena penyakit tertentu,
seperti infeksi HIV, TB, hepatitis B dan C, sifilis, malaria dan lepra
b. Karena keganasan, seperti adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma
hodgkin, myeloma multiple dan karsinoma ginjal. Dikaitkan dengan respon
imun (abnormal immunoglobulin).
c. Penyakit jaringan penghubung, seperti lupus eritematosus sistemmik, arthritis
rheumatoid, dan mixed connective tissue diases.
d. Efek obat dan toksin, seperti obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas,
penisilinamin, probenesid, air aksa, kaptopril, heroin. Dan lain-lain, seperti
diabetes melitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik dan sengatan
lebah.
3. Kongenital
a. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b. Herediter resisten gen
c. Tidak resisten terhadap terapi malalui transplantasi ginjal.
(Ngastiyah, 2005)

C. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular (kebocoran
glomerulus) akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan
terjadi proteinuria. Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika
laju sintesis hepar dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi
hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air. Menurunnya tekanan
osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem
vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih
lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Menurunnya respon
imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia,
hyperlipidemia atau defisiensi seng.
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau
sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini
dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang
dewasa termasuk lansia.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini
disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang
sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative glikoprotein
dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran
albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama
terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema
muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema
belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan
tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus
keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan
keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan.
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan
penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi
ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan
konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor
volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang
reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic
yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan
peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air
yang direabsorbsi akan memperberat edema.
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid,
dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak
yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma (Husein, 2002).
D. Pathway

Virus, bakteri, protozoa inflamasi Perubahan permeabilitas Kebocoran molekul Ig G dan Ig A


glomerulus. membrane glomerulus
Diabetes mellitus peningkatan
viskositas darah. Kegagalan dalam
SLE regulasi kekebalan terganggu, proses filtrasi
poliferasi abnormal leukosit

Gangguan
Hipoalbuminemia Proteinuria
imunitas

Resiko
Sindrome Nefrotik Infeksi

Penumukan cairan ke Asites Volume intravaskuler


ruang instestnum menurun
Menekan diafragma
Kelebihan Edema Tekanan abdomen meningkat
Volume
Cairan Penyempitan pembuluh darah Otot pernafasan tidak optimal Gangguan
Nutrisi dan pemenuhan nutrisi
O2 menurun Nafas tidak adekuat
Anoreksia, nausea, vomitus

Hipoksia jaringan Metabolisme Ketidakefektifan Pola Nafas Ketidakseimbangan


anaerob Nutrisi Kurang Dari
Iskemia Kebutuhan Tubuh
Produksi asam laktat
Nekrosis menumpuk di otot
Tekanan arteri menurun
Kelemahan, keletihan, Intoleransi aktifitas
Ketidakefektifan mudah capek Sekresi rennin (angiotensin
Perfusi Jaringan menjadi angiotensin I & II)
Perifer
Tekanan darah meningkat Merangsang reabsorbsi Na+ dan air Peningkatan aldosteron
Penurunan
Curah
Jantung Beban kerja jantung meningkat
(Nurarif, 2015)
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
1. Edema umum (anasarka), terutama jelas pada wajah dan jaringan periorbital.
2. Proteinuria dan hipoalbuminemia.
3. Hiperlipidemia
4. Oliguria
5. Hipokolesterolemia
6. Urine gelap, berbusa
7. Mual, anoreksia, nausea.
8. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, pucat dan keletihan

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Terapeutik
a. Diit tinggi protein
b. Pembatasan sodium jika anak hipertensi
c. Antibiotic untuk mencegah infeksi
d. Terapi deuritik sesuai program
e. Terapi albumin jika intake oral dan output urine kurang
f. Terapi predinson dengan dosis 2 mg/kg/per hari sesuai program (Suryadi,2006)
2. Penatalaksanaan medis untuk sindroma nefrotik mencakup komponen perawatan
a. Pemberian kortikosteroid (prednison).
b. Penggantian protein (dari makanan atau 25 % albumin).
c. Pengurangan edema : diuretic dan restriksi natrium (diuretika hendaknya digunakan
secara cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler,
pembentukan trombus dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit).
d. Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin (menurunkan banyaknya proteinuria pada
glomerulonefritis membranosa).
e. Klorambusil dan siklofosfamid (untuk sindroma nefrotik tergantung steroid dan pasien
yang sering mengalami kekambuhan).
f. Obat nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan berhubungan dengan edema dan terapi
infasive.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa
harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.
Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan
menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit
(bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan
lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
b. Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara
cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan
harian.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma
terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus
dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus
dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
f. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami
infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang
menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
g. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan
harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
h. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga
dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini
harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami
relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Identitas klien
1) Nama klien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan, agama, kultur budaya,
suku bangsa dan alamat.
2) Tanggal klien masuk, nomor Rekam Medis, dan diagnosa medis.
2. Identitas keluarga
a. Nama orang tua, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama :
Biasanya pasien datang dengan bengkak disebagian atau seluruh tubuh, urine
lebih sedikit, urine berwarana hitam, berat badan meningkat, wajah mengembang
sekitar mata, terutama meningkat di pagi hari, tekanan darah normal, anoreksia, mudah
lelah, malnutrisi, asites (perut bengkak), diare, muntah dan kesukaran bernapas.
b. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pasien dikaji lamanya keluhan yang dirasakan dan sudah dibawa berobat
kemana mana, mendapat terapi apa dan bagaimana reaksi tubuh atas penyakitnya
terhadap pengobatan yang telah dilakukan.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Ada kemungkinan anak yang telah mengalami penyakit/gejala sindrom
nefrotik, tetapi penyakit ini tak ada hubungan dengan penyakit yang pernah diderita
dahulu.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit sindrom nefrotik dapat diperparah dengan infeksi bakteri misalnya
keluarga ada yang menderita TBC, keluarga memiliki riwayat hipertensi atau memiliki
riwayat penyakit yang sama dengan pasien karena sindrom nefrotik bisa diturunkan
sebagai resesif autosomal.
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat tinggal yang kotor (banyak bakteri), perlu dikaji juga
daerah tempat tinggal dekat dengan sumber polusi atau tidak.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital, biasanya akan mengalami peningkatan terutama tekanan darah yaitu
di atas 100/60 mmHg, nadi cepat atau lambat dan pernapasan menjadi cepat antara 30-
40 x/menit.
b. Wajah biasanya membengkak (moon face)
c. Mata biasanya mengalami edema pada palpebra, konjungtiva anemis
d. Abdomen, pada saat dilakukan inpeksi terlihat adanya pembesaran abdomen karena
adanya penumpukan cairan. Palpasi akan ditemukan hasil tes ballotemen positif yang
menandakan adanya asites.
e. Scrotum akan membesar/edema karena adanya penumpukan cairan.
f. Ekstremitas akan terjadi edema dan kelemahan akibat kondisi penyakit yang dialami
penderita.
5. Pola Aktivitas sehari-hari
a. Pola nutrisi akan mengalami gangguan, penderita akan menjadi malas makan dan
minum, mual dan muntah.
b. Pola eliminasi akan mengalami gangguan, terutama pada eliminasi buang air kecil,
penderita akan mengalami kesulitan atau penurunan volume urine. Kadang-kadang
bisa terjadi hematuria.
c. Pola istirahat dan tidur akan mengalami gangguan akibat adanya nyeri pada edema,
terutama scrotum.
d. Pola aktivitas menjadi terganggu, pasien menjadi malas beraktivtas
e. Personal hygiene menjadi tidak terurus akibat kelemahan fisik.
6. Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan antara lain
a. Urine
b. Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
c. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
d. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein /kreatini urin
pertama pagi hari
e. Pemeriksaan darah
1) Darah tepi (HB,Leukosit,hitung jenis,trombosit, hematokrit,LED )
2) Kadar albumin dan kolesterol plasma
3) Kadar ureum,kreatinin,serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan
rumus Schwartz
4) Titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persisten
5) Bila curiga lupus eritematosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan
pemeriksaan kadar komplemen C4,ANA (anti nuclear antibody),dan anti dsDNA.
6) Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru tidak maksimal ditandai
dengan asites, dyspnea.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam jaringan karena
retensi sodium, natrium dan air ditandai dengan edema.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tekanan
abdomen meningkat ditandai dengan anoreksia, nausea dan vomitus.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya suplai O 2 dan
nutrisi ditandai dengan nekrosis, pucat.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan meningkatnya produksi asam laktat menumpuk
di otot ditandai dengan kelemahan dan keletihan.
6. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload, kontraktilitas dan
frekuensi jantung.
7. Resiko infeksi berhubugan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi,
prosedur invasif.

C. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru tidak maksimal ditandai
dengan asites, dyspnea.
Tujuan:
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk
berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu pernafasan/pelebaran nasal.
Rasional: kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung
derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan
atau nyeri dada.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional: ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional: duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional: Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional: dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
f. Kolaborasi
1) Berikan oksigen tambahan
2) Berikan humidifikasi tambahan seperti nebulizer
Rasional: memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam jaringan karena
retensi sodium, natrium dan air ditandai dengan edema.
Tujuan: pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat dan seimbang dengan pemasukan.
Kriteria Hasil :
1. Hasil laboratorium mendekati normal
2. BB stabil
3. Tanda vital dalam batas normal
4. Tidak ada edema
Intervensi :
a. Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif (pemasukan melebihi
pengeluaran). Timbang berat badan tiap hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5
kg/hari
Rasional: Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan
cairan, dan respon terhadap terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat badan
sering menunjukkan retensi cairan lanjut. Catatan: penurunan volume sirkulasi
(perpindahan cairan) dapat mempengaruhi secara langsung fungsi/haluaran urine,
mengakibatkan sindrom hepatorenal
b. Awasi tekanan darah dan CVP. Catat JVD/Distensi vena
Rasional: Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume
cairan, mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi
juguler eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler.
c. Auskultasi paru, catat penurunan/tak adanya bunyi nafas dan terjadinya bunyi
tambahan (contoh krekels)
Rasional: Peningkatan kongesti pulmonal mengakibatkan konsolidasi, gangguan
pertukaran gas, dan komplikasi, (contoh edema paru)
d. Awasi disritmia jantung. Auskultasi bunyi jantung, catat terjadinya irama gallop S3/S4
Rasional: Mungkin disebabkan oleh GJK, penurunan perfusi arteri koroner, dan
ketidakseimbangan elektrolit.
e. Kaji derajat perifer/edema dependen
Rasional: Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air,
penurunan albumin, dan penurunan ADH
f. Ukur lingkar abdomen
Rasional: Menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein
plasma/cairan kedalam area peritoneal. Catatan: Akumulasi kelebihan cairan dapat
menurunkan volume sirkulasi menyebabkan defisit (tanda dehidrasi).
g. Dorong untuk istirahat baring bila ada asites
Rasional: Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis
h. Kolaborasi:
1) Awasi albumin serum dan elektrolit (khususnya natrium dan kalium)
Rasional: Penurunan albuminserum mempengaruhi tekanan osmotik koloid
plasma, mengakibatkan pembentukan edema. Penurunan aliran darah ginjal
menyertai peningkatan ADH dan kadar aldosteron dan penggunaan deuretik (untuk
menurunkan air total tubuh) dapat menyebabkan berbagai perpindahan atau
ketidakseimbangan elektrolit
2) Awasi seri foto dada
Rasional: Kongesti vaskuler, edema paru, dan efusi pleural sering terjadi.
3) Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi
Rasional: Natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam
area ekstra vaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk memperbaiki/mencegah
pengenceran hiponatremia
4) Berikan albumin bebas garam/plasma ekspander sesuai indikasi
Rasional: Albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan osmotik
koloid dalam kompartemen vaskuler (pengumpulan cairan dalam area vaskuler),
sehingga meningkatkan volume sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya asites.
i. Berikan obat sesuai indikasi :
1) Diuretik, contoh: spironolakton (Aldakton); furosemid (lasix)
Rasional: Digunakan dengan perhatian untuk mengontrol edema dan asites.
Menghambat efek aldosteron, meningkatkan ekskresi air sambil menghemat
kalium, bila terapi konservatif dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak
mengatasi.
2) Kalium
Rasional: Kalium serum dan seluler biasanya menurun karena penyakit hati sesuai
dengan kehilangan urine
3) Obat inotropik positif dan vasodilatasi arterial
Rasional: Diberikan untuk meningkatkan curah jantung/perbaikan aliran darah
ginjal dan fungsinya, sehingga menurunkan kelebihan cairan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tekanan
abdomen meningkat ditandai dengan anoreksia, nausea dan vomitus.
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi
klien terpenuhi secara adekuat dengan kriteria hasil :
a. Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
b. Klien mampu menghabiskan porsi makanan yang disediakan
c. Klien mengalami peningkatan nafsu makan.
Intervensi :
1) Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori
Rasional: Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi
2) Timbang sesuai indikasi. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan,
ukuran kulit trisep
Rasional: Mungkin sulit menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status
nutrisi karena ada gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji
perubahan massa otot dan simpanan lemak subkutan
3) Bantu dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alasan tipe diet. Beri makan pasien
bila pasien mudah lelah atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan
pemilihan makanan yang disukai.
Rasional: Diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih
baik bila keluarga terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin.
4) Dorong pasien untuk makan semua makanan/makanan tambahan
Rasional: Pasien mungkin hanya mencungkil atau hanya makan sedikit gigitan karena
kehilangan minat pada makanan dan mengalami mual, kelemahan umum, malaise.
5) Berikan makan sedikit tetapi sering
Rasional: Buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra-abdomen/asites.
6) Berikan tambahan garam bila diijinkan; hindari yang mengandung amonium
Rasional: Tambahan garam meningkatkan rasa makanan dan membantu meningkatkan
selera makan; amonia potensial resiko ensefalopati.
7) Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu dan terlalu
pedas atau terlalu dingin
Rasional: Membantu dalam menurunkan iritasi gaster/diare dan ketidaknyamanan
abdomen yang dapat mengganggu pemasukan oral/pencernaan.
8) Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
Rasional: Perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada serosis berat.
9) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan
Rasiona: Pasien cenderung mengalami luka dan/atau perdarahan gusi dan rasa tidak
enak pada mulut dimana menambah anoreksia
10) Awasi pemeriksaan laboratorium (contoh: glukosa serum, albumin, total protein,
amonia).
Rasional: Glukosa menurun karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan
glikogen atau masukan tak adekuat. Protein menurun karena gangguan metabolisme,
penurunan sistesis hepatik, atau kehilangan ke rongga peritoneal (asites). Peningkatan
kadar amonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.
11) Pertahankan status puasa bila diindikasikan
Rasional: Pada awalnya, pengistirahatan GI diperlukan untuk menurunkan kebutuhan
pada hati dan produksi amonia/urea GI.
12) Konsul dengan ahli diet untuk memberikan diet tinggi dalam kalori dan karbohidrat
sederhana, rendah lemak, dan tinggi protein sedang; batasi natrium dan cairan bila
perlu. Berikan tambahan cairan sesuai indikasi.
Rasional: Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang
pemasukannya dibatasi, karbohidrat memberikan energi siap pakai. Lemak diserap
dengan buruk karena disfungsi hati dan mungkin memperberat ketidaknyamanan
abdomen. Protein diperlukan pada perbaikan kadar protein serum untuk menurunkan
edema dan untuk meningkatkan regenerasi sel hati.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya suplai O 2 dan
nutrisi ditandai dengan nekrosis, pucat.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x24 jam) diharapkan tercapainya
keefektifan perfusi jaringan perifer dengan kriteria hasil :
a. Menunjukkan perfusi adekuat, pengisian kapiler baik (cafillary refill <2 detik),
haluaran urine adekuat
b. Ekstremitas hangat
c. RR dan denyut nadi klien dalam batas normal (RR = 20-35 x/menit, nadi = 80-
120 /menit, TD dalam batas normal 130/70 mmHg).
d. Kulit tidak pucat, membran mukosa lembab.
e. Edema ekstremitas tidak ada

Intervensi:
a. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa
Rasional: memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menetukan kebutuhan intervensi.
b. Tinggikan kepala pada tempat tidur sesuai toleransi
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler.
c. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
indikasi
Rasional: Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer. Kebutuhan rasa hangat harus
seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus
vasodilatasi.
d. Kaji respon verbal dan gangguan memori.
Rasional: dapat mengindikasikan gangguan serebral akibat hipoksia.
e. Kolaboratif: awasi pemeriksaan laboratorium misalnya Hb/Ht, GDA, eritrosit
Rasional: Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap
terapi.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan meningkatnya produksi asam laktat menumpuk
di otot ditandai dengan kelemahan dan keletihan.
Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi.
Kriteria hasil:
a. Klien mampu melakukan aktivitas secara perlahan
b. Mendemonstrasikan kemampuan beraktivitas.
Intervensi:
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan & perubahan tanda vital setelah aktivitas.
Rasional: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan dalam
menentukan pilihan intervensi keperawatan yang sesuai untuk pasien.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan stres dan rangsangan yang berlebihan, serta meningkatkan
istirahat pasien.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
Rasional: Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
4) Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur dikursi, atau menunduk.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
6. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload, kontraktilitas dan
frekuensi jantung.
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja jantung
mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan norma
dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.
Intervensi
a. Observasi tekanan darah
Rasional: perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional: Denyutan karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati/palpasi.
Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional: S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi
atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi,
adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap
terjadinya atau gagal jantung kronik.
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional: Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
e. Catat adanya demam umum/tertentu.
Rasional: Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.
f. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan lingkungan,
batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional: Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.
g. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek
tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.
h. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therapi anti hipertensi,deuritik.
Rasional: Menurunkan tekanan darah.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi,
prosedur invasif.
Tujuan: Daya imunitas tubuh normal, tidak terjadi tanda/ gejala infeksi
Kriteria hasil: Tidak mengalami tanda/gejala infeksi
a. Intervensi Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi.
Rasional: untuk meminimalkan pajanan pada organism infektif
b. Gunakan teknik mencuci tangan yang baik.
Rasional: untuk memutus mata rantai penyebaran infeksi
c. Jaga agar anak tetap hangat dan kering.
Rasional: karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan
d. Pantau suhu
Rasional: indikasi awal adanya tanda infeksi
e. Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional: memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
D. Implementasi
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota
tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif H. Kusuma H. 2015.Nanda NIC-NOC. Midaction: Yogyakarta.
Mansjoer A, Suprohaita, Wahyu IW, Wiwiek S, editor.2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga.
Media Aesculapius: Jakarta.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2006. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Sagung Seto:
Jakarta.
Wong, Donna L dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatric Vol 2. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai