DIBUAT OLEH :
NORJANNAH
1
Laporan Pendahuluan
Sindrome Nefrotik
I. Konsep Dasar
1. Pengertian
Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua
gejala ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN akan tetapi
pada SN berat yang disertai kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam
urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai
komplikasi yang terjadi pada SN.
2. Penyebab
2
b. Glomerulosklerosis fokal (GSF)
c. Edema anasarka
e. Lipiduria
4. Patofisiologi
3
dihubungkan dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding
kapiler.
4
Etiologi primer dan sekunder
Kerusakan glomerulus
Perubahan permeabilitas membran glomerulus
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Protein terfiltrasi
Edema Penurunan
volume intravaskuler
Hipovolemia
5
Nekrosi Kelemahan
Beban jantung meningkat
5. Komplikasi
6
gangguan system komplemen. Oleh itu bacteria yang tidak berkapsul
seperti Haemophilus influenzae and Streptococcus pneumonia boleh
menyebabkan terjadinya infeksi. Penurunan IgG, IgA dan gamma globulin
sering ditemukan pada pasien SN oleh kerana sintesis yang menurun atau
katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang
melalui urine.
Gagal ginjal akut disebabkan oleh hypovolemia. Oleh kerana cairan
berakumulasi di dalam jaringan tubuh, kurang sekali cairan di dalam
sirkulasi darah. Penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan ginjal tidak
dapat berfungsi dengan baik dan timbulnya nekrosis tubular akut.
6. Penatalaksanaan Medis
b. Diuretik
Diuretik misalnya furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) atau golongan
tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton) digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi.
Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari.
c. Diet.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus
diberikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan
penyakit ginjal tertentu, asupan yang rendah protein adalah aman, dapat
mengurangi proteinuria dan memperlambat hilangnya fungsi ginjal,
7
mungkin dengan menurunkan tekanan intraglomerulus. Derajat
pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien yang kekurangan
protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan asupan
protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan
vitamin D dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin
ini.
d. Terapiantikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi antikoagulan
dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk
mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin
meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin III. Setelah terapi
heparin intravena , antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai
sindrom nefrotik dapat diatasi.
e. TerapiObat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid
yaitu prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4 –
6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai dosis
maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan
dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan
penderita memburuk kembali (timbul edema, protenuri), diberikan kembali
full dose selama 4 minggu kemudian tapering off kembali. Obat
kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani sindroma nefrotik
(prednisone, metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion
(MGL), focal segmental glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus
glomerulonephritis. Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan
pada pasien dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal
untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini
menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus,
dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon,
8
kambuh yang berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat
diberikan siklofosfamid 1,5 mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan
statin seperti simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan
kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.
7. Pemeriksaan penunjang
1. Uji urine
. Uji darah
9
d. Laju endap darah (LED) – meningkat.
Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin.
8. Penatalaksanaan medis
Pengurangan edema
10
II. Menajemen Keperawatan/kebidanan
1. Pengkajian
Keadaan Umum :
1. Riwayat :
11
o Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya
hepatomegali / splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan
buang air besar.
o Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan
jumlahnya.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. Rasional :
Estimasi penurunan edema tubuh.
12
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan protein
bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah
bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.
3. Intervensi keperawatan
13
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan gangguan perfusi jaringan serebral
dengan kriteria hasil tekanan darah dalam batas normal, klien
menunjukan konsentrasi dan komunikasi jelas, nilai GCS dalam batas
normal yaitu E 4 V 5 M 6
14
3. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah. Rasional : menunjukan
status oksiegnisasi dan status asam basa.
4. Impementasi keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
15
DAFTAR PUSTAKA
16
2. Gbadegesin R, Smoyer WE. Dalam: Denis F, Geary, Franz
Schaefer, penyunting. Comprhensive pediatric nephrology. China:
Gearysch mosby; 2008. h.205
LAPORAN PENDAHULUAN
DI RUANGAN SAKURA
17
DIBUAT OLEH :
NORJANNAH
18
1. Pengertian
Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif .A.H. dan Kusuma. H,
2015). Gangguan mobilitas fisik merupakansuatu kondisi yang relatif dimana
individu tidak hanya mengalami
19
karena proses penyakit atau kecelakaan serta pada pasien tradisi mental.
2. Penyebab
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), faktor penyebab terjadinya
gangguan mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas struktur tulang,
perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan
massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan perkembangan, kekakuan
sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan muskuloskeletal, gangguan
neuromuskular, indeks masa tubuh di atas persentil ke-75 usia, efek agen
farmakologi, program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang
aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan,
dan gangguan sensoripersepsi. NANDA-I (2018) juga berpendapat mengenai
etiologi gangguan mobilitas fisik, yaitu intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya
tentang aktivitas yang tepat, penurunan ketahanan tubuh, depresi, disuse, kurang
dukungan lingkungan, fisik tidak bugar, serta gaya hidup kurang gerak. Pendapat
lain menurut Setiati, Harimurti, dan Roosheroe (dalam Setiati, Alwi, Sudoyo,
Stiyohadi, dan Syam, 2014) mengenai penyebab gangguan mobilitas fisik adalah
adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah psikologis,
kelainan postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan sistem saraf pusat, atau
trauma langsuung dari sistem musculoskeletal dan neuromuskular.
20
c. Kekakuan sendi
d. Kontraktur
e. Gangguan muskuloskletal
f. Gangguan neuromuskular
Tanda dan Gejala Gangguan Mobilitas Fisik, Adapun tanda gejala pada gangguan
mobilitas fisik yaitu :
1) Subjektif
21
a) Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas
2) Objektif
1) Subjektif
2) Objektif
a) Sendi kaku
c) Gerak terbatas
4. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal,sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulangkarena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrikmenyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
22
otot tetapi tidak ada pemendekanatau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipunkontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energimeningkat. Perawat harus
mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal inimenjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hatiseseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal.Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot
dan aktifitasdari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Pathway
Mobilisasi
23
Kemunduran
infekdetekasi
Kerusakan integritas
kulit
konstifasi
Dekubitus
5. Komplikasi
Pada gangguan mobilitas fisik jika tidak ditangani dapat menyebabkan
masalah, diantaranya: a. Pembekuan darah Mudah terbentuk pada kaki yang
lumpuh menyebabkan penimbunan cairan, pembengkaan selain itu juga
menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu
arteri yang mengalir ke paru. 17 b. Dekubitus Bagian yang biasa mengalami
memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit bila memar ini tidak dirawat
akan menjadi infeksi. c. Pneumonia Pasien stroke non hemoragik tidak bisa batuk
dan menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-
paru dan selanjutnya menimbulkan pneumonia. d. Atrofi dan kekakuan sendi Hal
ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi Komplikasi lainnya yaitu: a)
Disritmia b) Peningkatan tekanan intra cranial c) Kontraktur d) Gagal nafas e)
Kematian (saferi wijaya, 2013).
6. Pemeriksaan Penunjang
1. X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahanhubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography)
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive,yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
24
computer untukmemperlihatkan abnormalitas.
4. Pemeriksaan Laboratorium,Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi
lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT↑ pada kerusakan otot.
7. Penatalaksanaan Medis
1.Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan
mobilitas pasien.
Tujuan :
a.Mempertahankan kenyamanan
b.Mempertahankan toleransi terhadap aktifitasc.
c.Mempertahankan kenyamanan
2.Mengatur posisi pasien di tempat tidur
a.Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk
Tujuan :
1.Mempertahankan kenyamanan|
2.Menfasilitasi fungsi pernafasan
b.Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri
Tujuan :
1)Melancarkan peredaran darah ke otak
2)Memberikan kenyamanan
3)Melakukan huknah
4)Memberikan obat peranus (inposutoria)
5)Melakukan pemeriksaan daerah anus
c.Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan
bagiankepala lebih rendah dari bagian kaki
Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah
d.Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk
dandada menempel pada bagian atas tempat tidur.
3.Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda
Tujuan :
25
a.Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur
b.Mempertahankan kenyamanan pasienc.
c.Mempertahankan kontrol diri pasien
d.Memindahkan pasien untuk pemeriksaan
4.Membantu pasien berjalan
Tujuan :
a.Toleransi aktifitas
b.Mencegah terjadinya kontraktur sendi”
26
3.Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
danadanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
7.Mengkajifungsional klien
-Kategori tingkat kemampuan aktivitas
-Rentang gerak (range of motion-ROM
27
3 : Pasien memerlukan bantuan khusus dan memerlukan alat
4 : Tergantung secara total pada pemberian asuhan
2. Diagnosa Keperawatan
- Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) diagnosa yang mungkin muncul
pada pasien
dengan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik yaitu :
- Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI,2017).
- Risiko gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan denganpenurunan
mobilitas(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
- Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi (Tim
Pokja SDKI DPPPPNI, 2017)
3. Intervensi
28
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL
29
4.Implementasi Keperawatan
5.Evaluasi Keperawatan
30
pengetahuan membaik (SLKI, 2019) dan pengetahuan perilaku kesehatan
meningkat (NOC, 2016).
Mengekspresikan perasaan
Memilih alternatif pemecah masalah
Meningkatkan komunikasi
Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-
hari
31
32