Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

(SINDROM NEFROTIK)

1. Konsep Penyakit Sindrom Nefrotik


1.1 Definisi/deskripsi penyakit sindrom nefrotik
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein dalam urin secara bermakna, penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), edema, dan serum kolestrol yang tinggi dan lipoprotein
densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap
kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus1. Kadang-kadang terdapat hematuria,
dan penurunan fungsi ginjal. Insiden tertinggi pada anak usia 3-4 tahun, rasio
laki-laki dibanding dengan perempuan adalah 2:12 (Donna, 2006)

1.2 Etiologi
Sindrom nefrotik belum diketahui sebab pastinya, secara umum penyebab
dibagi menjadi berikut:
1.2.1 Sindrom Nefrotik Bawaan
Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen resesif
autosom menyebabkan sindrom nefrotik
1.2.2 Sindrom Nefrotik Sekunder
Sindroma nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti
parasit malaria, penyakit kolagen, trombosis vena renalis, pemajanan
bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa,
amiloidosis dan lain-lain. Sebab paling sering sindrom nefrotik
sekunder adalah glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi
keganasan penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin dan akibat
penyakit sistemik seperti:
1.2.2.1 Glomerulonefritis primer
1) Glomerulonefritis lesi minimal
2) Glomerulosklerosis fokal
3) Glomerulonefritis membranosa
4) Glomerulonefritis membranoproliferatif
5) Glomerulonefritis proliferatif lain
1.2.2.2 Glomerulonefritis sekunder
1) Infeksi : HIV, Hepatitis virus B dan C. Sifilis, malaria,
skisotoma, TBC, Lepra
2) Keganasan : Adenokarsinoma paru, payudara, kolon,
limfoma Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma
ginjal.
3) Penyakit jaringan penghubung : Lupus eritematosus
sistemik, artritis reumathoid, MCTD
4) Efek obat dan toksin : obat antiinflamasi nonsteroid,
preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa,
kaptopril, heroin.
5) Lain-lain : DM, amiloidosis, preeklampsia, rejeksi alograf
kronik, refluks vesicoureter, atau sengatan lebah
1.2.3 Sindrom Nefrotik Idiopatik
Sindrom nefrotik yang belum diketahui jelas sebabnya (Arif, 2007)

1.3 Tanda gejala


1.3.1 Kenaikan berat badan
1.3.2 Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata,
tampak pada saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari
1.3.3 Pembengkakan abdomen (asites)
1.3.4 Efusi pleura
1.3.5 Pembengkakan labia atau skrotum
1.3.6 Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare,
anoreksia, dan absorpsi intestinal buruk
1.3.7 Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai
1.3.8 Iritabilitas
1.3.9 Mudah letih
1.3.10 Letargi
1.3.11 Tekanan darah normal atau sedikit menurun
1.3.12 Rentan terhadap infeksi
1.3.13 Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih
1.4 Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan
dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya
albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular
berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan
volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran
darah ke renal karena hipovolemia.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon
ADH dan sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air.
Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau
penurunan onkotik plasma.Adanya hiperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin atau
lipiduria. Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebnabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi
seng (Suriadi dan Rita, 2006)

1.5 Pemeriksaan penunjang


1.5.1 adanya tanda klinis pada anak
1.5.2 riwayat infeksi saluran nafas atas
1.5.3 analisi urine: meningkatnya protein dalam urine
1.5.4 menurunnya serum protein
1.5.5 biopsi ginjal
1.6 Komplikasi
1.6.1 Hipovolemi
1.6.2 Infeksi pneumokokus
1.6.3 Emboli pulmoner
1.6.4 Peritonitis
1.6.5 Gagal ginjal akut
1.6.6 Dehidrasi
1.6.7 Venous trombosis
1.6.8 Aterosklerosis
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai
kurang lebih 1 gram per hari, secara praktis dengan menggunakan
garam secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan yang
diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
1.7.2 Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat
digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung
pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter,
dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis
metabolik, atau kehilangan caitan intravaskular berat.
1.7.3 Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (international Study of
kidney Disease in Children) : prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas
permukaan badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80
mg/kgBB/hari) selama 4 minggu dilanjutkan pemberian prednison
dosis 40 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2/3 dosis penuh,
yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten
dose) atau selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu,
kemudian dihentikan tanpa tappering off lagi. Bila terjadi relaps
diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi
remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3
dosis penuh. Bila terjadi relaps sering atau resisten steroid, lakukan
biopsi ginjal.
1.7.4 Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi.
1.7.5 Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
1.8 Pathway

Idiopatik Sekunder Primer

1. DM Glumeronefritis
2. SLE
3. Amyloidosis

Nefrotik sindrom

Perubahan permeabilitas glomerulus


Resiko tinggi infeksi

↓ sistem imun Proterin terfiltrasi bersama urine


(proteinuria)

Hilangnya protein
plasma Merangsang sintesis LDL di
hati

Hipoalbuminemia
Mengangkut kolesterol
1. Kelebihan volume cairan dalam darah
2. Resiko tinggi kerusakan ↓ tekanan osmotik
integritas kulit plasma
3. Gangguan citra tubuh Hiperlipidemia

Cairan intravaskuler
edema berpindah ke
interstitial

Peritoneal Paru Genitalia Mata ↓ vol intravaskular

Asites Efusi Bengkak Hipovolemia Resiko kehilangan cairan


pleura periorbital

Menekan Sekresi renin


gaster

↑ renin angiotensin Vasokontriksi


Persepsi kenyang

Pelepasan ADH ↑ aldosteron Hipertensi


Anoreksia

Reabsorbsi Na dan air Ganggun perfusi jaringan


Perubahan nutrisi

↓ produksi urine ↑ volume plasma


(oliguria)
2. Rencana Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sindrom Nefritis
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
2.1.1.1 Keluhan Utama
Badan bengkak, sesak napas, muka sembab dan napsu makan
menurun
2.1.1.2 Riwayat Penyakit Dahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat glomerulonefritis
akut dan glomerulonefritis kronis, terpapar bahan kimia.
2.1.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan
menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
2.1.1.4 Riwayat kesehatan Keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat
ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada
tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
2.1.1.5 Riwayat Kesehatan Lingkungan
2.1.1.6 Daerah endemik malaria sering dilaporkan terjadinya kasus
sindrom nefrotik sebagai komplikasi dari penyakit malaria.
2.1.1.7 Riwayat Nutrisi
Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya
edema.

Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8


Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur
dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 %
(gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).

2.1.1.8 Pengkajian Kebutuhan Dasar


1) Kebutuhan Oksigenasi
Dispnea terjadi karena telah terjadi adanya efusi pleura.
Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Nadi 70–
110 x/mnt.
2) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat
adanya edema, nyeri daerah perut, malnutrisi berat.
3) Kebutuhan Eliminasi
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri.
Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin
berbuih.
4) Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Mudah letih dalam beraktivitas. Edema pada area
ektrimitas (sakrum, tumit, dan tangan). Pembengkakan
pergelangan kaki/ tungkai.
5) Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas
akan hospitalisasi.
6) Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah sampai
pada tahap pemikiran prakonseptual ditandai dengan
anak-anak menilai orang, benda, dan kejadian di luar
penampilan luar mereka.
7) Kebutuhan Kenyamanan
Sakit kepala, pusing, malaise, nyeri pada area abdomen,
adanya asites.
8) Kebutuhan Personal Hygiene
Kebutuhan untuk perawatan diri pada anak usia pra
sekolah selama di rumah sakit mungkin dibantu oleh
keluarga. Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum
dan selama dirawat di rumah sakit.
9) Kebutuhan Informasi
Pengetahuan keluarga tentang diet pada anak dengan
sindrom nefrotik, pertumbuhan dan perkembangan anak,
serta proses penyakit dan penatalakasanaan.
10) Kebutuhan Komunikasi
Anak usia pra sekolah dapat mengungkapkan apa yang
dirasakan. Kosakata sudah mulai meluas, kalimat
kompleks sederhana tapi dipahami. Untuk usia 3 tahun,
komunikasi lebih sering berbentuk simbolis.
11) Kebutuhan Seksualitas
Anak usia pra sekolah mulai membedakan perilaku sesuai
jender. Anak mulai menirukan tindakan orangtua yang
berjenis kelamin sama. Eksplorasi tubuh mencakup
mengelus diri sendiri, manipulasi genital, memeluk
boneka.
12) Kebutuhan Konsep Diri
Konsep diri pada anak usia pra sekolah sudah mulai
terbentuk dengan anak mengetahui tentang identitas
dirinya.
13) Kebutuhan Rekreasi
Anak yang mengalami hospitalisasi dalam waktu lama
akan mengalami kejenuhan. Kebiasaan yang sering
dilakukan mungkin berubah pada saat anak hospitalisasi.
14) Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual pada anak mengikuti orangtua.

2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus


2.1.2.1 Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala mesochepal, wajah tampak sembab karena
ada edema fascialis.
2.1.2.2 Pemeriksaan Mata
Edema periorbital, mata tampak sayu karena malnutrisi.
2.1.2.3 Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.

2.1.2.4 Pemeriksaan Telinga


Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya
keluaran.
2.1.2.5 Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang
tanggal, mukosa bibir biasanya kering, pucat.
2.1.2.6 Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh
dan peningkatann kerja jantung.
2.1.2.7 Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal,
kardiomegali.
2.1.2.8 Pemeriksaan Paru
Suara paru saat bernapas mungkin ditemukan ronkhi karena
efusi pleura, pengembangan ekspansi paru sama atau tidak.
2.1.2.9 Pemeriksaan Abdomen
Adanya asites, nyeri tekan, hepatomegali.
2.1.2.10 Pemeriksaan Genitalia
Pembengkakan pada labia atau skrotum.
2.1.2.11 Pemeriksaan Ektstrimitas
Adanya edema di ekstrimitas atas maupun bawah seperti di
area sakrum, tumit, dan tangan.

2.1.3 Pemeriksaan penunjang


Selain proteinuria masif, sedimen urin biasanya normal. Bila terjadi
hematuria mikroskopik lebih dari 20 eritrosit/LPB dicurigai adanya
lesi glomerular (misal sklerosis glomerulus fokal). Albumin plasma
rendah dan lipid meningkat. IgM dapat meningkat, sedangkan IgG
menurun. Komplemen serum normal dan tidak ada krioglobulin.
Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi, dan
riwayat penyakit sistemik klien perlu diperhatikan. Pemeriksaan
serologit dan biopsi ginjal sering diperlukan untuk menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab GN sekunder.
Pemeriksaan serologit sering tidak banyak memberikan informasi dan
biayanya mahal. Karena itu sebaiknya pemeriksaan serologit hanya
dilakukan berdasarkan indikasi yang kuat.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Kelebihan volume cairan
2.2.1 Definisi
Peningkatan retensi cairan isotonik
2.2.2 Batasan karakteristik
2.2.2.1 Ada bunyi jantung S3
2.2.2.2 Anasarka
2.2.2.3 Ansietas
2.2.2.4 Asupan melebihi haluaran
2.2.2.5 Azotemia
2.2.2.6 Bunyi nafas tambahan
2.2.2.7 Dispnea nocturnal paroksimal
2.2.2.8 Distensi vena jugularis
2.2.2.9 Edema
2.2.2.10 Efusi pleura
2.2.2.11 Gangguan pola nafas
2.2.2.12 Gangguan tekanan darah
2.2.2.13 Gelisah
2.2.2.14 Hepatomegali
2.2.2.15 Ketidakseimbangan elektrolit
2.2.2.16 Kongesti pulmonal
2.2.2.17 Oliguria
2.2.2.18 Ortopnea
2.2.2.19 Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat
2.2.2.20 Peningkatan tekanan vena sentral
2.2.2.21 Penurunan hematrokrit
2.2.2.22 Penurunan hemoglobin
2.2.2.23 Perubahan berat jenis urine
2.2.2.24 Perubahan status mental
2.2.2.25 Perubahan tekanan arteri pulmonal
2.2.2.26 Refleks hepatojugular positif
2.2.3 Faktor yang berhubungan
2.2.3.1 Gangguan mekanisme regulasi
2.2.3.2 Kelebihan asupan cairan
2.2.3.3 Kelebihan asupan natrium

Diagnosa 2: Kerusakan integritas kulit


2.2.4 Definisi
Perubahan / gangguan epidermis dan / atau dermis
2.2.5 Batasan karakteristik
2.2.5.1 Kerusakan lapisan kulit (dermis)
2.2.5.2 Gangguan permukaan kulit (epidermis)
2.2.5.3 Invasi struktur tubuh

2.2.6 Faktor yang berhubungan


2.2.6.1 (Eksternal) Zat kimia, Radiasi
2.2.6.2 Usia yang ekstrim
2.2.6.3 Kelembapan
2.2.6.4 Hipertermia, Hipotermia
2.2.6.5 Faktor mekanik (mis..gaya gunting [shearing forces])
2.2.6.6 Medikasi
2.2.6.7 Imobilitas fisik

2.2.6.8 (Internal) perubahan status cairan


2.2.6.9 Perubahan pigmentasi
2.2.6.10 Perubahan turgor
2.2.6.11 Faktor perkembangan
2.2.6.12 Kondisi ketidakseimbangan nutrisi (mis:obesitas)
2.2.6.13 Penurunan imunologis
2.2.6.14 Penurunan sirkulasi
2.2.6.15 Kondisi gangguan metabolic
2.2.6.16 Gangguan sensasi
2.2.6.17 Tonjolan tulang

Diagnosa 3 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

2.2.7 Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
2.2.8 Batasan karakteristik
2.2.8.1 Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan
ideal
2.2.8.2 Bising usus hiperaktif
2.2.8.3 Cepat kenyang setealh makan
2.2.8.4 Diare
2.2.8.5 Gangguan sensasi rasa
2.2.8.6 Kehilangan rambut berlebihan
2.2.8.7 Kelemahan otot pengunyah
2.2.8.8 Kelemahan otot untuk menelan
2.2.8.9 Karapuhan kapiler
2.2.8.10 Kesalahan informasi
2.2.8.11 Kesalahan persepsi
2.2.8.12 Ketidakmampuan memakan makanan
2.2.8.13 Kram abdomen
2.2.8.14 Kurang informasi
2.2.8.15 Kurang minat pada makanan
2.2.8.16 Membran mukosa pucat
2.2.8.17 Nyeri abdomen
2.2.8.18 Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
2.2.8.19 Sariawan rongga mulut
2.2.8.20 Tonus otot menurun
2.2.9 Faktor yang berhubungan
2.2.9.1 Faktor biologis
2.2.9.2 Faktor ekonomi
2.2.9.3 Gangguan psikososial
2.2.9.4 Ketidakmampuan mencerna makanan
2.2.9.5 Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
2.2.9.6 Kurang asupan makanan

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
keseimbangan volume cairan tercapai dengan kriteria hasil :
2.3.1.1 Tidak ada edema
2.3.1.2 Berat badan stabil
2.3.1.3 Intake sama dengan output
2.3.1.4 Berat jenis urin atau hasil laboratorium mendekati normal
2.3.1.5 TTV dalam batas normal
2.3.2 Intervensi keperawatan
2.3.2.1 Fluid and Electrolyte Management
1) Monitor tanda vital.
2) Monitor hasil laboratorium terkait keseimbangan cairan
dan elektrolit seperti penurunan hematokrit, peningkatan
BUN, kadar natrium serum dan kalium.
3) Pertahankan terapi intravena pada flow rate yang konstan.
4) Kolaborasi dengan dokter jika tanda dan gejala kelebihan
cairan tetap atau semakin memburuk.
5) Monitor intake dan output cairan.
6) Monitor kuantitas dan warna haluaran urin
2.3.2.2 Fluid monitoring (4130)
1) Pantau hasil laboratorium berat jenis urin.
2) Monitor serum albumin dan total protein dalam urin.
3) Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan rasa haus.
4) Monitor tanda dan gejala asites.
5) Timbang berat badan setiap hari

Diagnosa 2: Kerusakan integritas kulit


2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
NOC
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Hemodyalis akses
Kriteria Hasil :
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
 Tidak ada luka/lesi pada kulit
 Perfusi jaringan baik
 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang
 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
2.3.4 Intervensi keperawatan
Pressure Management
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
 Hindari kerutan pada tempat tidur
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Monitor status nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Insision site care
 Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses
penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau
straples
 Monitor proses kesembuhan area insisi
 Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
 Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi
kapas steril
 Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
 Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program
Dialysis Acces Maintenance

Diagnosa 3: Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


2.3.5 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
nutrisi pada klien seimbang dnegan kriteria hasil:
2.3.5.1 Anak tidak mengeluh mual
2.3.5.2 Keluarga mengatakan nafsu makan anak meningkat
2.3.5.3 Protein dan albumin dalam batas normal
2.3.6 Intervensi keperawatan
2.3.6.1 Nutritiont Management
1) Kaji makanan yang disukai oleh klien
2) Anjurkan klien untuk makan sedikit namun sering, misal
dengan mengemil tiap jam
3) Anjurkan keluarga untuk menyuapi klien apabila klien
kesulitan untuk makan sendiri
2.3.6.2 Nutritiont Therapy
1) Anjurkan keluarga untuk tidak membolehkan anak
makan-makanan yang banyak mengandung garam
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat bagi
anak dengan sindrom nefrotik.
2.3.6.3 Nutritional Monitoring
1) Pantau perubahan kebiasaan makan pada klien
2) Pantau adanya mual atau muntah.
3) Pantau kebutuhan kalori pada catatan asupan

3. Daftar Pustaka
Heardman, T. Heater. (2016). Nanda Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Surjadi dan Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
Sugeng Seto
Wong, Donna L. 2006. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC

Banjarmasin, Juli 2018


Preseptor Akademik

( )

Anda mungkin juga menyukai