Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Traktus Urinarius (UTI) sering terjadi dan menyerang manusia
tanpa memandang usia, terutama perempuan. UTI bertanggung jawab atas
sekitar tujuh juta kunjungan Klien kepada dokter setiap tahunnya di Amerika
Serikat (Stamm,1998).
Abnormalitas dapat hanya berkolonisasi bakteri dari urine (bakteriuria
asimtomatik) atau bakteriuria dapat disertai infeksi simtomatikndari struktur-
struktur traktus urinarius/ UTI umumnya dibagi dalam dua sub kategori besar:
UTI bagian bawah (uretritis,sistitis, prostatitis) dan UTI bagian atas
(pielonefritis akut).
Pielonefritis merupakan infeksi piala pada ginjal, tubulus dan jaringan
interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih
melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% sampai
25% curah jantung, bakteri jarang yang mencapai ginjal melalui aliran darah;
kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal
tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa
kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain.
Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit
glomerulonefritis telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap
tahunnya. Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang
dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat
di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%),
Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan
berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dan klasifikasi Pielonefritis dan Glomerulonefritis?
2. Bagaimana epidemiologi Pielonefritis dan Glomerulonefritis?
3. Apa saja etiologi Pielonefritis dan Glomerulonefritis?
4. Bagaimana tanda dan gejala Pielonefritis dan Glomerulonefritis?
5. Bagaimana patofisiologi Pielonefritis dan Glomerulonefritis?
6. Bagaimana pengobatan dan pencegahan Pielonefritis dan
Glomerulonefritis?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Pielonefritis dan juga
Glomerulonefritis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa/i memahami tentang Asuhan Keperawatan
Peradangan Sistem Perkemihan: Pielonefritis dan Glomerulonefritis
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi Pielonefritis dan
Glomerulonefritis;
b. Untuk mengetahui epidemiologi Pielonefritis dan Glomerulonefritis;
c. Untuk mengetahui etiologi Pielonefritis dan Glomerulonefritis;
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala Pielonefritis dan
Glomerulonefritis;
e. Untuk mengetahui patofisiologi Pielonefritis dan Glomerulonefritis;
f. Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan Pielonefritis dan
Glomerulonefritis;
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
Pielonefritis dan Glomerulonefritis

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi dan Klasifikasi
1. Pielonefritis
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang
sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung
selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak
sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan
pielonefritis kronis. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala
ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal
(Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis,
tubula dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh
bakteri enterit (paling umum adalah Escherichia Coli) yang telah
menyebar dari kandung kemih ke ureter dan ginjal akibat refluks
vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi urine atau
infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya,
kehamilan, atau gangguan metabolik. Pielonefritis terbagi menjadi 2
klasifikasi antara lain:
a. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi
berulang karena terapi tidak sempurna atau infeksi baru. Dimana 20%
dari infeksi yang berulang terjadi dua minggu setelah terapi selesai.
Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini
akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas
dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya
membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat
dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada
akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi (Indra,
2011).
Pielonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang
sering ditemui. Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi

3
saluran kemih. Infeksi ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini
karena saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebih pendek
dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya terletak berdekatan
dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat mencapai kandung
kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan
bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun.
Demikian pula, penderita kencing manis/diabetes mellitus dan
penyakit ginjal lainnya lebih mudah terkena infeksi ginjal dan saluran
kemih (Indra, 2011).
b. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat
juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.
Pielonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen
akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat
menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis.
Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan
tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari
infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau
setelah infeksi yang gawat.
2. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun
pada dewasa. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah
untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai
proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus,
tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga
terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard
Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak
penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya

4
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis. Glomerulonefritis di
klasifikasikan menjadi 2 antara lain:
a. Glomerulonefritis Primer
Glomerulonefritis Primer terbagi menjadi 2 jenis antara lain:
1) Glomerulonefritis membrano proliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui
etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari
hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%
pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 %
berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan
hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45%
menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan
bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis
akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2) Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan
tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu.
Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B
dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa
jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak
dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai
penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan
awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien
dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada
saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan
hipertensi 30%.
b. Glomerulonefritis Sekunder
Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik
yaitu glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab
tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik

5
terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis
pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-
kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
B. Epidemiologi
1. Pielonefritis
Pielonefritis adalah penyakit yang sangat umum, dengan 12-13 kasus
per tahun per 10.000 penduduk pada wanita dan 3-4 kasus per 10.000 pada
pria. Dan wanita muda paling mungkin menderita penyakit ini, karena
adanya aktivitas seksual. Bayi dan orang tua juga berisiko tinggi, karena
adanya perubahan anatomi dan status hormonal. Pielonefritis kronis 2 kali
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Pielonefritis
kronis terjadi lebih sering pada bayi dan anak-anak muda dibandingkan
dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa (Indra, 2011).
2. Glomerulonefritis
Berdasarkan studi literature review dari tahun 1980-2010 mengenai
insiden primary glomerulonephritis (GN) worldwide yang dilakukan oleh
40 studi insidensi primary GN di Eropa, Amerika Utara dan Selatan,
Kanada, Australasia, dan Timur Tengah menunjukkan bahwa rata-rata
glomerulonefritis ditemukan pada dewasa dengan 0,2/100.000/tahun untuk
membrano-proliveratife GN dan 0,2/100.000/tahun untuk mesangio-
proliveratife GN.
Glomerulonefritis mewakili 1-15% penyakit glomerulus. Meskipun
berjangkit secara sporadik, insidensi dari Poststreptococcal
Glomerulonephritis (PSGN) telah turun selama beberapa dekade terakhir.
Faktor yang menyebabkan hal ini kemungkinan adalah adanya layanan
kesehatan yang lebih baik dan peningkatan kondisi sosioekonomi.
C. Etiologi
1. Pielonefritis
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di
usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah
sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Selain E.coli
bakteri lain yan g juga turut serta dapat mengakibatkan pielonefritis

6
seperti Klebsiella, golongan Streptokokus. Infeksi biasanya berasal dari
daerah kelamin yang naik ke kandung kemih. Pada saluran kemih yang
sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih
yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat
masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran
air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik
air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal
dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Keadaan lainnya yang
meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
a. Kehamilan
b. Kencing manis
c. Keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan
tubuh untuk melawan infeksi.
2. Glomerulonefritis
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus
timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan
oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25,
49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14
hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi
kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun


1907 dengan alasan bahwa :

a. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.


b. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A.
c. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman
Streptococcuss.

7
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling
sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab
lain diantaranya:

a. Bakteri: streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus


Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae,
Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
b. Virus: hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus,
influenza, parotitis epidemika dl
c. Parasit: malaria dan toksoplasma
D. Tanda dan Gejala
1. Pielonefritis
Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba
berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan
muntah. Selain itu, beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran
kemih bagian bawah biasanya sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot
perut berkontraksi kuat. Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita
merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa
terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu
ginjal.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan
lebih sulit untuk dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis),
nyerinya bersifat samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan
demam sama sekali.
Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki
kelainan utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar
atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak
kecil). Pielonefritis kronis pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga
ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal ginjal). Berikut
tanda dan gejala pielonefritis akut dan pielonefritis kronis.
a. Pielonefritis akut
1) Demam

8
2) Menggigil
3) nyeri panggul
4) nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)
5) lekositosis
6) adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
7) disuria
8) biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial
sel-sel inflamasi.
b. Pielonefritis kronis
1) tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
2) keletihan
3) sakit kepala
4) nafsu makan rendah
5) poliuria
6) haus yang berlebihan
7) kehilangan berat badan
8) infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai
gagal ginjal pada akhirnya.
2. Glomerulonefritis
Tanda dan gejala klinis yang sering terjadi antara lain:
1. Riwayat infeksi pada tenggorokan atau kulit sebelumnya. Pada
beberapa kasus, penderita sering tidak menyadari atau adanya
infeksi pada tenggorokan atau kulit sebelumnya.
2. Terdapat darah pada urin. Darah pada urin dapat bersifat
makroskopik dan mikroskopik. Pada makroskopik dapat
langsung terlihat dengan mata telanjang, di mana urin berwarna
merah hingga kecoklatan sedangkan pada mikroskopik tidak
dapat dilihat langsung dengan mata telanjang dan urin tampak
normal sehingga membutuhkan bantuan mikroskop. Pada
beberapa kasus dapat hingga menyebabkan anemia atau
kekurangan sel darah merah.

9
3. Terdapat protein pada urin sehingga urin dapat tampak keruh dan
berbusa. Karena protein keluar melalui urin maka kadar protein
di dalam darah menjadi rendah.
4. Bengkak pada tubuh. Umumnya paling sering terlihat pada
daerah kelopak mata lalu ke wajah dan seluruh tubuh. Bengkak
pada tubuh dapat hilang timbul sehingga sering kali tidak
disadari oleh penderita. Misalnya pada pagi hari terjadi bengkak
di kelopak mata, siangnya bengkak hilang dan sorenya
ditemukan pada kaki karena penderita sering berdiri. Karena
bengkak sering ditemukan pada kelopak mata, seringkali
penderita mengira matanya mengalami kelainan.
5. Tekanan darah meningkat.
6. Buang air kecil yang jarang dan sedikit.
7. Gejala lain seperti demam, mual, muntah, lemas, malas makan,
dan pucat dapat juga ditemukan pada penderita.
E. Patofisiologi
1. Pielonefritis
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis,
Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang
menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh yang masuk melalui saluran
kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih, lalu ke
ureter (saluran kemih bagianatas yang menghubungkan kandung
kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan
dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi
bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti
kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila
terdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih yang mempersulit
pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor.
Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena
tergantung dari banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor
organisme penyebab. Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal,
ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa faktor predisposisi

10
pielonefritis adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda
asing, refluks. Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel
uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding
ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya
bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri
tersebut (Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001).
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer
yang berfungsi sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari
mekanisme invasi bakteri seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan
bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa,
masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri
dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui
lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks
vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria
yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos
vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency)
atau miksi berulang kali (frekuensi), dan sakit waktu miksi (disuria).
Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan
(hematuria). Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system.
Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh
tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut
dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat
membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear dalam jaringan
interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu.
Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri
atau zat mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak,
mengakibatkan parut ginjal (renal scarring) (Hanson, 1999 dalam
Kusnawar, 2001).
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran
ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan
multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi
dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis

11
muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal
mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic.
Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.
2. Glomerulonefritis
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan
pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap
suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma
sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam
darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut
secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya
komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang
menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju
tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak
endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon
terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti
sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein
dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang
dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.
Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat
sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop
imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang


dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi
melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam
mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus
sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi
epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak
mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus.
Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,

12
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa
mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan
molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-
komponen komplomen seperti C3, C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang
dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah


kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon
mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa
ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-
sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi
simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau
subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa,
seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan
proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus
berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke
dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan


distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar
tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya
merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan
berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara
kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah
menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes
juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun


terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme
pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan

13
demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus
terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti
pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada


binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis
sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai
berikut :

a. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada


membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
b. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
c. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat
anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
F. Pengobatan dan pencegahan
1. Pielonefritis
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram
negatif. Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari
atau ampisilin 500 mg 4x sehari selama 5 hari. Setelah diberikan
terapi antibiotik 4– 6 minggu, dilakukan pemeriksaan urin ulang
untuk memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi.
b. Pada penyumbatan,kelainan struktural atau batu,mungkin perlu
dilakukan pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.
c. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau
refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut.
d. Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk
membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita
harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari
kontaminasi lubang urethra oleh bakteri feces.
Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy
E. Smith tahun 2007:

14
a. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat
antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ,
Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau
ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
b. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan
rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih
menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan
anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-
Banthine)
c. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan
kerusakan ginjal secara progresif.
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal
yang harus dilakukan:
a. Minum banyak air (sekitar 2,5 liter) untuk membantu
pengosongankandung kemih serta kontaminasi urin.
b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
c. Banyak istirahat di tempat tidur.
d. Terapi antibiotika.
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan
memastikan tidak pernah mengalami infeksi saluran kemih, antara
lain dengan memperhatikan cara membersihkan setelah buang air
besar, terutama pada wanita. Senantiasa membersihkan dari depan ke
belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal tersebut untuk
mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air besar
agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang uretra. Pada waktu
pemasangan kateter harus diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat
agar tidak terjadi infeksi.
2. Glomerulonefritis
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi
penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah
selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk

15
menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa
mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.
Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan
pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap
kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan
kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali.
Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan
penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1
g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan
pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah
normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD
dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada
komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,
pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat
cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan
reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis
rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak
dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus
dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis

16
pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini
kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena
pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PIELONEFRITIS DAN GLOMERULONEFRITIS
A. Pielonefritis
1. Pengkajian
a. Identitas klien
 Nama
 Jenis Kelamin
 Usia
 Alamat
 Agama
 Pekerjaan
b. Status Kesehatan
 Keluhan Utama
Klien dengan penyakit pielonefritis biasanya mengeluhkan nyeri
di punggung bagian bawah, dan juga gejala yang timbul secara
tiba-tiba berupa demam, menggigil, mual dan muntah.
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji seberapa lamanya gejala berlangsung (saat proses
masuknya bakteri ke kandung kemih sehingga menyebabkan

17
infeksi), nyeri abdomen atau punggung belakang, demam atau
gejala peradangan lainnya, perubahan selera makan, penurunan
berat badan, dan kebiasaan buang air kecil/BAK (frekuensi, warna,
dll). Perhatikan juga adanya riwayat transfusi darah, dan
penggunaan obat-obat intravena.
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji penyakit kesehatan terdahulu Klien yang dapat
berhubungan dengan timbulnya penyakit pielonefritis yang
diderita. Misalnya infeksi saluran kemih/ISK, kencing manis, batu
ginjal, riwayat kehamilan pada wanita yang memungkinkan
terjadinya infeksi oleh bakteri yang naik dari saluran kemih bawah,
dipermudah oleh stasis urine akibat adaptasi kehamilan.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji riwayat penyakit keluarga apakah ada keluarga yang
memiliki penyakit infeksi atau gangguan sistem perkemihan.
Namun penyakit pielonefritis bukan penyakit genetik.
 Riwayat Imunisasi
Imunisasi berfungsi sebagai penunjang sistem pertahanaan
tubuh, sehingga apabila seorang anak tidak diberikan imunisasi
tepat pada usianya maka anak tersebut dapat beresiko terserang
oleh bakteri yang dapat memicu terjadinya penyakit pielonefritis.
c. Pola fungsi kesehatan
 Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pada anak yang mengalami penyakit pielonefritis pola hidup
sehat harus ditingkatkan dalam menjaga kebersihan diri, perawatan,
gaya hidup sehat. Ibu juga berkewajiban rutin memeriksakan
anaknya dan melakukan imunisasi secara rutin. Ibu hamil harus
sering melakukan pemeriksaan urin untuk mengetahui penyakit
secara dini.
 Pola Nutrisi – Metabolisme
Pada umumnya setelah menderita penyakit ini pola makannya
tidak teratur karena mengalami penurunan nafsu makan, dan juga

18
nausea dan vomitus. Sehingga berat badan Klien akan menurun dan
terlihat lemah karena intake nutrisi yang tidak adekuat dan
gangguan metabolisme.
 Pola Eliminasi
Klien yang mengalami pielonefritis akan mengalami gangguan
pada pola eliminasi, seperti disuria saat berkemih pada pielonefritis
akut dan poliuria pada pielonefritis kronis. Selain itu juga terdapat
nyeri saat berkemih, hal ini bisa diakibatkan karena kejang ureter
dari hasil infeksi.
 Pola Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur klien pielonefritis biasanya tidak bisa
nyenyak, sering terbangun karena terganggu akibat nyeri yang
dirasakan pada punggung belakang. Biasanya nyeri disebabkan
oleh kejang ureter karena adanya infeksi.
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien dengan penyakit pielonefritis jarang mengalami gangguan
konsep diri, hanya saja menimbulkan kecemasan atau kekhawatiran
karena kurangnya pengetahuan terhadap penyakit yang dialami.
 Pola Latihan dan Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan oleh klien dengan penyakit
pielonefritis terbatas dan terganggu, tidak dapat melakukannya
secara bebas. Hal ini dikarenakan nyeri pada punggung bagian
belakang. Selain itu klien juga merasakan lemas.
 Pola Hubungan dan Peran
Mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan
baik. Hubungan dengan keluarga yang baik akan memberikan
dukungan pada Klien untuk cepat sembuh, dapat terlihat dengan
adanya keluarga yang menemaninya di rumah sakit. Hubungan
Klien dengan tim medis maupun perawat yang baik dan kooperatif
akan memudahkan proses perawatan.
 Pola Reproduksi/ Seksual

19
Kaji apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang
berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita
pielonefritis bisa saja mengalami gangguan dalam reproduksi,
apabila infeksi yang terjadi pada saluran perkemihan menimbulkan
komplikasi pada sistem reproduksi yang secara letak anatomi dekat
dengan sistem perkemihan.
 Pola Koping dan Toleransi Stres
Dukungan keluarga sangat berpengaruh dalam memotivasi klien
untuk mengurangi tingkat stres atau kecemasan yang dirasakan.

 Pola Keyakinan dan Nilai


Meyakini bahwa penyakit yang diderita merupakan takdir dan
kehendak Tuhan. Klien tetap bisa menjalankan ibadah sesuai
dengan agama yang diyakininya. Kaji apakah ada keyakinan yang
dapat memperparah infeksi.
d. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum
Seorang anak dengan penyakit pielonefritis didapatkan keadaan
umum yang lemah dan lemas.
 Kesadaran
Klien dengan pielonefritis umumnya tidak mengalami
penurunan kesadran dan kompos mentis.
 Tanda-tanda vital
Tekanan darah klien mengalami peningkatan tekanan darah atau
hipertensi, denyut nadi juga meningkat, suhu tubuh meningkat
dapat mencapai 40°C, dan frekuensi pernapasan pada klien juga
meningkat di atas 24x/menit.
 Berat badan
Berat badan biasanya ditemukan mengalami penurunan karena
klien yang mengalami mual dan muntah sehingga intake nutrisi
tidak adekuat.

20
 Kepala
Bentuk kepala biasanya simetris, tidak ada nyeri tekan. Tidak
ada kelainan pada bagian kepala.
 Wajah
Wajah simetris, ekspresi wajah meringis bila terjadi kejang
ureter yang mengakibatkan nyeri, dan tidak adanya nyeri tekan.
 Mata
Pada mata klien dengan pielonefritis tampak simetris, sklera
terlihat putih, konjungtiva tidak anemis (kecuali pada klien yang
mengalami hemolisis akibat endotoksin sehingga klien mengalami
anemia akut), gerakan bola mata normal, refleks pupil terhadap
cahaya normal (jika diberi cahaya pupil akan mengecil), keadaan
bulu mata normal, dan tidak adanya nyeri tekan.
 Hidung dan Sinus
Tidak ada kelainan pad bagian ini. Hidung tampak simetris dan
tidak adanya nyeri tekan.
 Leher
Pada kelenjar tiroid tidak mengalami pembengkakan. Perlu juga
dikaji apakah ada peningkatan tekanan vena jugularis atau tidak.
 Thorax
Bentuk dada klien yang menderita pielonefritis biasanya
simetris. Sekitar 1 sampai 2 persen wanita dengan pielonefritis
anterpartum mengalami insufisiensi pernapasan dengan keparahan
beragam akibat edema paru dan cedera alveolus yang disebabkan
oleh endotoksin. Pada beberapa wanita, paru-paru mengalami
gangguan berat disertai timbulnya sindrom distres pernapasan akut
yang memerlukan ventilasi mekanis.
 Genetalia dan anus
Pada penderita pielonefritis tidak ditemukannya kelainan pada
organ genetalia dan anus.
 Abdomen

21
Pada klien dengan penyakit pielonefritis ditemukan adanya nyeri
pegal di satu atau kedua daerah pinggang lumbal dan nyeri tekan
pada sudut kostovertebra. Dapat juga terjadi pembesaran di salah
satu atau kedua ginjal saat dilakukan palpasi dan terkadang otot
perut mengalami kontraksi yang kuat.
 Ekstermitas
Pada ekstermitas tidak terdapat kelainan/normal.

e. Pemeriksaan Urologi
 Pemeriksaan ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya
pembesaran atau pembengkakan pada daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas dan mengkaji ada atau tidaknya nyeri tekan.
Ginjal teraba membesar.
 Pemeriksaan Buli-Buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa
atau jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis.
 Pemeriksaan Neurologi
Ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan
neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem urogenetalia,
seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang
merupakan penyebab dari buli-buli neurogen.
f. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
- Urinalisis
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada
kasus-kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:
 Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis
urine
 Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH,
protein, dan gula dalam urine

22
 Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast
(silinder), atau bentukan lain di dalam urine.
Pada Klien yang menderita pielonefritis saat pemeriksaan
urinalisis ditemukan adanya piuria, bakteriuria (terdapat
bakteri di dalam urine), dan hematuria (terkandung sel-sel
darah merah di dalam urine).
 Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk
penting adanya infeksi saluran kemih atau ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
 Hematuria positif bila terdapat 5-10 eritosit/LPB sediment
air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan
patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun
urolitiasis.
- Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar
hemoglobin, leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan
hitung trombosit. Pada Klien dengan pielonefritis, hasil
pemeriksaan darah rutinnya menunjukkan adanya leukositosis
(menurunnya jumlah atau kadar leukosit di dalam darah) disertai
peningkatan laju endap darah.
- Test Faal Ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah
pemeriksaan kadar kreatinin, kadar ureum, atau BUN (blood urea
nitrogen), dan klirens kreatinin. Pemeriksaan BUN, ureum atau
kreatinin di dalam serum merupakan uji faal ginjal yang paling
sering dipakai di klinik. Sayangnya kedua uji ini baru menunjukkan
kelainan pada saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya.
Maka daripada itu, Klien pielonefritis baru akan menunjukkan
adanya penurunan faal ginjal bila sudah mengenai kedua sisi ginjal.
- Kultur Urine

23
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan infeksi saluran
kemih. Pada pria, urine yang diambil adalah sample urine porsi
tengah (mid stream urine), pada wanita sebaiknya diambil melalui
kateterisasi, sedangkan pada bayi dapat diambil urine dari aspirasi
suprapubik atau melalui alat penampung urine.
Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam
medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus
sensitifitas kuman terhadap antibiotika yang diujikan. Pada Klien
dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan kultur urinenya terdapat
bakteriuria.

 Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)


- Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder)
adalah foto skrinning untuk pemeriksaan kelainan-kelainan
urologi. Klien dengan pielonefritis, pada hasil pemeriksaan foto
polos abdomen menunjukkan adanya kekaburan dari bayangan
otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio-opak dari batu
saluran kemih.
- Pielografi Intra Vena (PIV)
Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography
(IVP) atau dikenal dengan Intra Venous Urography atau
urografi adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan sistem
urinaria melalui bahan kontras radio-opak. Pencitraan ini dapat
menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi
ginjal.
Hasil pemeriksaan PIV pada Klien pielonefritis terdapat
bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada fase
nefrogram.
- Sistografi
Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Dari
sistogram dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah di

24
dalam buli-buli. Pemeriksaan ini juga dapat untuk menilai
adanya inkontinensia stress pada wanita dan untuk menilai
adanya refluks vesiko-ureter.
 Uretrografi
Adalah pencitraan urethra dengan memakai bahan kontras.
pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui dan menilai
panjang striktura urethra, trauma urethra, dan tumor urethra atau
batu non-opak pada urethra.
 Pielografi Antegrad
Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan dengan
cara memasukkan kontras melalui sistem saluran (kaliks) ginjal.
g. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
DS: Nyeri akut Nyeri akut
1 Klien mengatakan
merasa kesakitan jika nyeri pinggang
berkemih
Nyeri menyebar ke
pinggang
DO:
Urin sangat pekat, suhu
tubuh 39 C nyeri akibat peradangan
ginjal

merangsang pusat sensori


nyeri

Mediator Kalekrein

DS: Gangguan Eliminasi Urin Gangguan Eliminasi


2 Klien mengatakan Urin
bahwa dia sering ke Poliuri
kamar mandi untuk
miksi lebih banyak dari Peningkatan frekuensi
biasanya. berkemih

DO : Peningkatan volume urin


Urin output Klien lebih
dari 1500/hari Terbentuknya urin encer

25
Gangguan dalam
Pemekatan Urin

DS : Hipertermi Hipertermi
3 Klien mengatakan
bahwa ia merasa Peningkatan Suhu Tubuh
menggigil dan
badannya terasa hangat. Peningkatan Thermostat
Tubuh
DO:
Suhu tubuh Klien Perangsangan thermostat
mencapai 38 C tubuh di Hipotalamus

Pengaktifan Prostaglandin

Pelepasan Mediator
Endogen Pirogen

DS : Kekurangan Volume Ketidakseimbangan


4 Klien mengeluh bahwa Cairan Volume Cairan
badannya terasa lemas. kurang dari
Dehidrasi sel-sel tubuh. kebutuhan tubuh
DO:
Urin output Klien lebih Penurunan transport
dari 1500 ml/hari dan cairan ke sel
frekuensi berkemih
Klien meningkat. Defisiensi Reabsorbsi

Peningkatan GFR

DS : Nutrisi kurang dari Kebutuhan Nutrisi


5 Klien mengatakan kebutuhan tubuh. kurang dari
kurang nafsu makan kebutuhan tubuh.
dan sering mual dan Penurunan nafsu makan
muntah dan mual-muntah

DO : Penurunan kontraktilitas
Klien tampak letih dan otot polos dan penurunan

26
makanan Klien utuh. peristaltik

Penurunan Rearbsorpsi
ion K dan ion lainnya

Defisiensi Rearbsopsi

Peningkatan GFR

DS : Nausea Nausea
6 Klien mengatakan
bahwa dia seering mual Mual-Muntah
dan muntah
Peningkatan Asam
DO : Lambung
Klien tampak sering
memegang perut dan Pelepasan hormone stress
muntah dengan katekolamin
frekuensi yang sering

DS : Intoleransi Aktivitas Intoleransi Aktivitas


7 Klien mengatakan
bahwa dia merasa Kelemahan
lemas dan tidak dapat
beraktivitas. Otot kekurangan energy

DO: Oksihemoglobin menurun


Klien tidak dapat
beraktivitas dan hanya Anemia
diam di tempat tidur
Keluarnya eritrosit
terbawa oleh urin

Adanya lesi pada pelvis


ginjal

DS : Gangguan pola tidur Gangguan Pola


8 Klien mengatakan tidur
bahwa dia tidak bisa Nyeri dan demam yang
tidur karena menggigil dirasakan Klien
dan nyeri yang
dirasakan.

DO:
Klien sering terbangun
di malam hari karena
nyeri yang dirasakan
oleh Klien

27
 Diagnosa Keperawatan
- Pielonefritis
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada
sistem urinaria yang ditandai dengan Klien mengeluh nyeri pada
bagian pinggang dan sulit tidur, suhu tubuh meningkat, dan
leokosit meningkat.
2) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada
saluran kemih yang di tandai dengan Klien sering berkemih,
jumlah volume urin meningkat.
3) Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau infeksi
yang ditandai dengan suhu tubuh meningkat (380 C), kulit hangat
dan menggigil.
4) Ketidakseimbangan Volume Cairan Tubuh kurang dari
Kebutuhan Tubuh dengan peningkatan laju metabolik (demam)
dan pengeluaran cairan yang berlebih (poliuri) yang di tandai
dengan Klien terlihat lemas, frekuensi berkemih meningkat.
5) Gangguan Nutrisi kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan penurunan nafsu makan akibat dari penurunan
kontraktilitas otot polos dan penurunan peristaltic ditandai dengan
Klien terlihat lemah dan makanan Klien utuh.
6) Nausea berhubungan dengan peningkatan asam lambung ditandai
dengan Klien mengeluh sering mual dan muntah.
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keluarnya otot
kekurangan energi ditandai dengan Klien merasa lemah dan diam
di tempat tidur, klien mudah lelah, terlihat pucat dan lemas.
8) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan demam yang
dirasakan Klien ditandai dengan Klien sering terbangun di malam
hari akibat nyeri yang dirasakan.

28
- Glomerulonefritis
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan
hipernatremia.
2) Peningkatan volume cairan berhubungan dengan oliguri.
3) Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh)
berhubungan dengan anorexia.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.
5) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
dan edema.

29
 Perencanaan
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tinfakan a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
dengan proses inflamasi keperawatan selama 3x24 jam karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
dan infeksi pada sistem Klien tidak mengalami nyeri, b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
urinaria yang ditandai dengan kriteria hasil: c. Bantu Klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dengan klien mengeluh a. mampu mengontrol nyeri (tahu tindakang kenyamanan yang efektif yang pernah dilakukan,
nyeri pada bagian penyebab nyeri, mampu seperti distraksi, relaksasi, atau kompres hangat/dingin.
pinggang dan sulit menggunakan tehnik d. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
tidur, suhu tubuh nonfarmakologi untuk seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
meningkat, dan leokosit mengurangi nyeri, mencari e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
meningkat. bantuan); f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk memberikan intervensi yang
b. melaporkan bahwa nyeri tepat
berkurang dengan g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,
menggunakan manajemen distraksi, kompres hangat/ dingin
nyeri; h. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgetik untuk
c. mampu mengenali nyeri (skala, mengurangi nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda i. Tingkatkan istirahat

30
nyeri); j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
d. menyatakan rasa nyaman lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
setelah nyeri berkurang; prosedur
e. tanda vital dalam rentang k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
normal; pertama kali
f. tidak mengalami gangguan
tidur;

2 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urin
urinarius berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam b. Tentukan pola berkemih normal Klien dan perhatikan variasi
dengan infeksi pada pola eliminasi urine Klien c. Dorong peningkatan pemasukan
saluran kemih yang di kembali optimal, dengan kriteria d. Kaji keluhan kandung kemih penuh.
tandai dengan klien hasil: pola eliminasi membaik, e. Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin.
sering berkemih, tidak terjadi tanda-tanda gangguan f. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin.
jumlah volume urin berkemih (urgensi, oliguri, g. Kolaborasikan dalam pemberian antibiotik
meningkat disuria)
3 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan a. Monitor suhu sesering mungkin
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam b. Monitor warna dan suhu kulit
proses peradangan atau Klien menunjukkan : suhu tubuh c. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

31
infeksi yang ditandai dalam batas normal dengan d. Monitor penurunan tingkat kesadaran
dengan suhu tubuh kreiteria hasil: e. Monitor intake dan output
meningkat (380 C), kulit a. Suhu 36 – 37C f. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian anti piretik dan
hangat dan menggigil. b. Tanda-tanda vital dalam batas analgesik
normal g. Selimuti Klien
c. Tidak ada perubahan warna h. Berikan kompres dingin kepada Klien pada lipat paha dan
kulit dan tidak ada pusing, aksila
merasa nyaman i. Tingkatkan sirkulasi udara
j. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
k. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
l. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
m. Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran
mukosa)
4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
volume cairan tubuh: keperawatan selama 3x24 jam b. Pasang kateter urin jika diperlukan
kurang dari kebutuhan defisit volume cairan teratasi c. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN ,
berhubungan dengan dengan kriteria hasil: Hmt , osmolalitas urin)
peningkatan laju a. mempertahankan urine output d. Monitor tanda-tanda vital
metabolik (demam) dan sesuai dengan usia dan bb, bj e. Monitor masukan makanan / cairan

32
pengeluaran cairan urine normal; f. Monitor status nutrisi
yang berlebih (poliuri) b. tekanan darah, nadi, suhu g. Berikan diuretik sesuai interuksi
yang di tandai dengan tubuh dalam batas normal; h. Monitor berat badan
klien terlihat lemas, c. tidak ada tanda tanda i. Monitor elektrolit
frenkuensi berkemih dehidrasi, elastisitas turgor j. Monitor tanda dan gejala dari odema
meningkat kulit baik, membran mukosa k. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
lembab, tidak ada rasa haus edema, distensi vena leher, asites)
yang berlebihan; l. Kaji lokasi dan luas edema
d. orientasi; terhadap waktu dan
tempat baik
e. jumlah dan irama pernapasan
dalam batas normal;
f. elektrolit, hb, hmt dalam batas
normal;
g. ph urin dalam batas normal;
h. intake oral dan intravena
adekuat.

33
 Implementasi
No Diagnosa Implementasi
1. Nyeri akut a. Telah dilakukan pemantauan tanda-tanda vital
berhubungan dengan b. Telah dilakukan pengkajian nyeri secara
proses inflamasi dan komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
infeksi pada sistem durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
urinaria yang ditandai presipitasi.
dengan klien mengeluh c. Telah dilakukan observasi reaksi nonverbal
nyeri pada bagian dari ketidaknyamanan Klien .
pinggang dan sulit d. Telah diberikan bantuan kepada Klien dan
tidur, suhu tubuh keluarga dalam mencari dan menemukan
meningkat, dan leokosit tindakan kenyamanan yang efektif yaitu
meningkat. relaksasi dan kompres
e. Telah dilakukan pengendalian faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
yaitu suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
f. Telah dikaji tipe dan sumber nyeri
g. Telah dijarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
hangat.
h. Telah dilakukan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgetik untuk mengurangi
nyeri
2. Gangguan eliminasi a. Telah dikaji pemasukan dan pengeluaran dan
urinarius berhubungan karakteristik urin
dengan infeksi pada b. Klien diminta untuk minum setidaknya dua
saluran kemih yang di liter
tandai dengan klien c. Mengkaji keluhan kandung kemih penuh.
sering berkemih, d. Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium;

34
jumlah volume urin elektrolit, BUN, kreatinin.
meningkat e. Telah dilakukan kolaborasi dalam pemberian
antibiotic
3. Hipertermia a. Telah dilakukan monitor suhu setiap 2 jam
berhubungan dengan b. Telah dilakukan monitor warna dan suhu kulit
proses peradangan atau dengan hasil warna kuning langsat dan suhu
infeksi yang ditandai dingin
dengan suhu tubuh c. Telah dilakukan monitor tekanan darah, nadi
meningkat (380 C), kulit dan RR, dengan hasil TD:145/90, nadi: 100,
hangat dan menggigil. dan RR 24x/menit
d. Telah dilakukan kolaborasikan dengan dokter
dalam pemberian anti piretik dan analgesik
e. Telah menginstruksikan kepada keluarga klien
untuk menyelimutu klien
f. Telah diberikan kompres dingin kepada Klien
pada lipat paha dan aksila
g. Telah dilakukan monitor hidrasi yakni pada
turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
4. Ketidakseimbangan a. Telah dilakukan pencatatan intake dan output
volume cairan tubuh: cairan tubuh secara akurat
kurang dari kebutuhan b. Telah dilakukan monitor hasil lab yang sesuai
berhubungan dengan dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas
peningkatan laju urin)
metabolik (demam) dan c. Telah dilakukan pengkajian tanda-tanda vital
pengeluaran cairan d. Telah dilakukan pengkajian status nutrisi
yang berlebih (poliuri) e. Telah dilakukan pemberian diuretik sesuai
yang di tandai dengan instruksi dokter
klien terlihat lemas, f. Telah dilakukan pengukuran berat badan
frenkuensi berkemih g. Telah dilakukan pengkajian elektrolit

35
meningkat h. Telah dilakukan pengkajian tanda dan gejala
dari edema, dengan hasil tidak terjadi edema

 Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan S : Klien mengatakan bahwa nyeri yang
dengan proses inflamasi dan dirasakannya sudah mulai berkurang.
infeksi pada sistem urinaria Klien masih susah tidur.
yang ditandai dengan klien O : Skala nyeri klien berkurang dari 5 ke 3
mengeluh nyeri pada bagian A : Masalah teratasi sebagian.
pinggang dan sulit tidur, suhu P : Intervensi dilanjutkan
tubuh meningkat, dan leokosit
meningkat
2. Gangguan eliminasi urinarius S : Klien mengatakan bahwa frekuensi
berhubungan dengan infeksi berkemihnya mulai berkurang
pada saluran kemih yang di O : Jumlah urin output klien berkurang.
tandai dengan klien sering A: Masalah teratasi sebagian.
berkemih, jumlah volume urin P : Intervensi dilanjutkan
meningkat
3. Hipertermia berhubungan S : Klien mengatakan bahwa tubuhnya
dengan proses peradangan atau tidak lagi menggigil
infeksi yang ditandai dengan O : Suhu tubuh klien turun menjadi 37,5 C
suhu tubuh meningkat (380 C), A : Masalah teratasi sebagian
kulit hangat dan menggigil. P :Intervensi dilanjutkan dengan
modifikasi.

4. Ketidakseimbangan volume S : Klien mengatakan bahwa dirinya sudah

36
cairan tubuh: kurang dari tidak lemas lagi.
kebutuhan berhubungan O : Urine output klien berkurang dari
dengan peningkatan laju sebelumnya.
metabolik (demam) dan A : Masalah teratasi sebagian
pengeluaran cairan yang P : Intervensi dilanjutkan
berlebih (poliuri) yang di
tandai dengan klien terlihat
lemas, frekuensi berkemih
meningkat

37
BAB IV
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan
jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling
umum adalah Escherichia coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter
dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup
obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal
lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolic. Pielonefritis terbagi menjadi dua yaitu
pielonefritis akut dan pielonefritis kronis.

GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu
(infeksi kuman streptococcus). GNA sering ditemukan pada anak usia 3-7 thn dan
pada anak pria lebih banyak. Penyakit sifilis,keracunan,penyakit amiloid,trombosis
vena renalis,purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosus. Laju endap darah
meninggi, HB menurun pada pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan urin
didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi,hematuria makroskopik,
albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+),silinder leukosit,ureum dan kreatinin darah
meningkat. Pada penyakit ini, klien harus istirahat selama 1-2 minggu, diberikan
penicilli, pemberian makanan rendah protein dan bila anuria, maka ureum harus
dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan adalah oliguria,ensefalopati
hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia.

3.2 SARAN
Sebagai seorang perawat perlunya kita untuk memberikan pendidikan kesehatan bagi
masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Karena kesadaran masyarakat saat ini
kurang memperhatikan kebersihan. Pada makalah ini sudah dijelaskan penyebab
terjadinya pielonefritis, maka perlunya kita untuk memperhatikan kebersihan organ
perkemihan. Selain itu juga, perawat haruslah memahami dan menjelaskan secara
rinci mengenai tujuan medis, tata cara yang akan di lakukan dan resiko yamg akan
mungkin terjadi.

38
DAFTAR PUSTAKA

- Stamm WE, Counts GW, Running KR, Fihn S, Turck M, Holmes KK. 1998.
Diagnosis of coliform infection in acutely dysuric woman. N Engl J Med

- Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Brunner &


Suddarth Edisi 8 Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.

- NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. 2009-2011.


Jakarta: EGC.

- Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

39

Anda mungkin juga menyukai