Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

“Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik”

Oleh :

NAMA : FEBI TRY MENTARI


NIM : 22222024

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMADIYAH PALEMBANG FAKULTAS ILMU
KESEHATAN STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2022/2023
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Nefrotik sindrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminea, dan
hiperkolesterolemia. Kadang kadang terdapat hematuria, hipertensi, hipertensi, penurunan
fungsi ginjal (Nurarif dan Kusuma, 2016).
Sindrom Nefrotik adalah adalah rusaknya membran kapiler glomerulus yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus.
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury
glomerulus yang terjadi pada anak dengan karakteristik: proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suriadi & Rita Yuliant, 2017).

B. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2016), Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui.
Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun, yaitu suatu reaksi antigen anti
body. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autonom atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah dicoba pencangkokan ginjal
pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada
bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik
sekunder Disebabkan
oleh:
a. Malaria quartana atau parasit lainnya
b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid
c. Glomerulo nefritis akut atau glomerulon efritis kronis, thrombomsis vena renalis
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,
racun otak, air raksa. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membrane komplemen hiperprolinemia, nefritis membrane proliferatif hipo
komplemen ternik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Sindrom yang tidak diketahui penyebabnya atau juga disebut sindrom nefrotik primer. .
berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan
mikroskopi yang biasa dan mikroskopi electron membagi dalam 4 golongan yaitu
kelainan minimal, nefropati membranosa, glomerulo nefritis proliferatif, glomerulo
sklerosis fokal segmental.

C. Manifestasi klinis
Menurut International International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) pada
SNKM ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopi, 15- mikroskopi, 15- 20% dengan
hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat
sementara.
Menurut Kharisma (2017), pasien Nefrotik Sindrom biasanya datang dengan edema
palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum
(pada laki-laki). Kadang-kadang disertai oligouria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang
dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis.
Adapun tanda dan Adapun tanda dangejala lainnya adalah:gejala lainnya adalah:
1. Proteinuria
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat
kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus mempunyai
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang
pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan
listrik (charge barrier). Pada Nefrotik Sindrom mekanisme barrier tersebut akan
terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga tersebut akan terganggu. Selain itu
konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya melalui membran basal
glomerulus.
2. Hiopalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan
kehilangan protein melalui urin. Pada Nefrotik Sindrom hipoalbuminemia disebabkan
oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk
mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis
albumin. Peningkatan sintesis albumin tidak berhasil menghalangi timbulnya
hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati akan
tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin.
3. Edema
Edema Nefrotik Sindrom dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori
underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema
pada Nefrotik sindrom. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma dan bergesernya cairan plasma sehingga terjadi hipovolemia dan ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan natrium. Mekanisme
kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga mengeksaserbasi
terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.
Teori overfirfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi
natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya
retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada pasien Nefrotik
Sindrom. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat
gangguan fungsi ginjal, jenis lesi i glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung
dan hati akan menentukan mekanisme mana yang yang lebih berperan.

D. Komplikasi
Menurut Pratiwi (2019), komplikasi yang dapat terjadi pada sindrom nefrotik adalah:
1. Keseimbangan nitrogen negatif
Proteinuria massif akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatif, yang
secara klinis dapat diukur dengan kadar albumin plasma diet tinggi protein tidak terbukti
memperbaiki metabolisme albumin karena respon hemodinamik terhadap asupan yang
meningkat adalah meningkatnya tekanan glomerulus yang menyebabkan kehilangan
protein dalam urin yang semakin banyak. Diet rendah protein akan mengurangi
proteinuria namun juga menurunkan kecepatan sintesis albumin dan dalam jangka
panjang akan meningkatkan risiko memburuknya keseimbangan nitrogen negatif.
2. Hiperkoagulasi
Komplikasi tromoboemboli sering ditemukan pada sindrom nefrotik akibat peningkatan
koagulasi intravaskuler. Kadar berbagai protein yang terlihat dalam kaskade koalgulasi
terganggu pada sindrom nefrotik serta agregasi platelet ikut meningkat. Gangguan
koagulasi yang terjadi disebabkan oleh peningkatan sintesis protein oleh hati dan
kehilangan protein melalui urin.
3. Hiperlidemia dan lipiduria
Merupakan keadaan yang sering menyertai sindrom nefrotik. Respon hiperlipidemik
sebagian dicetuskan oleh menurunya tekanan onkotik plasma serta derajat hiperlipidemia
berbanding terbalik dan berhubungan erat dengan menurunnya tekanan onkotik. Kondisi
hiperlipidemia dapat reversible seiring dengan resolusi dari sindrom nefrotik yang terjadi
baik secara spontan maupun diinduksi dengan obat.
4. Gangguan metabolisme kalsium dan tulang
Vitamin D yang terikat protein maka akan dieksresikan melalui urin sehingga terjadi
penurunan kadar plasma. Kadar 25 (OH)D dan 1,25 (OH)2D plasma juga ikut menurun
sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalami gangguan.
5. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab tersering terjadinya kematian pada sindrom nefrotik
terutama oleh mekanisme berkapsul. Infeksi pada sindrom nefrotik terjadi akibat defek
imunitas homoral, seluler dan gangguan sistema komplemen.

E. Implementasi/penatalaksanaan
Menurut Wong (2016), Penatalaksanaan untuk Sindrom nefrotik mencakup :
1. Penatalaksaan medis
a. Pemberian kortikosteroid (prednisone atau prednisolon) untuk menginduksi remisi.
Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi dengan
kortikosteroid dosis tinggi beberapa hari.
b. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena)
c. Pengurangan edema
1) Terapi diuretic (diuretic hendaknya digunakan secara cermat untuk mencegah
terjadinya penurunan volume intra vaskular, pembentukan thrombus dan
ketidakseimbangan elektrolit)
2) Pembatasan natrium (mengurangi edema)
d. Mempertahankan keseimbmbang elektrolit
e. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan
edema dan terapi invasif)
f. Pemberian antibiotibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain)
g. Terapi imunosupresi (siklofosfamid, klorambusil, siklosporin) Untuk anak yang gagal
berespons terhadap steroid.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Pencegahan infeksi
Perawat serta seluruh keluarga yang menemani klien harus memperhatikan standard
precaution seperti cuci tangan, hindari interaksi dengan klien lain yang mempunyai
atau sedang terinfeksi penyakit menular, pantau kadar leukosit/sel darah putih dan
pantau TTV, juga perhatikan bila terjadi tanda-tanda infeksi pada kulit yang
mengalami edema.
b. Mencegah kerusakan kulit
Kaji keadaan kulit klien secara rutin, putar posis anak secara berkala supaya tidak
mengalami penekanan pada area edema atau juga untuk mencegah dekubitus akibat
penekanan yang lama pada area kulit yang menonjol karena tulang seperti area tumit
atau scapula. pastikan area kulit selalu bersih serta kering untuk menghindari tempat
untuk tumbuhnya kuman/mikroorganisme terutama di area edema yang biasanya
lembab akibat penguapan air dan keringat dari dalam kulit. anjurkan klien untuk
menggunakan pakaian yang menyerap keringat misalnya yang berbahan katun dan
tipis.
c. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
Anak dengan nefrotik sindrom bisa jadi mengalami anoreksia yang disebabkan oleh
penekanan edema area abdomen (asites) ke area lambung sehingga menimbulkan
perasaan kenyang, oleh karena itu perawat harus mampu melakukan modifikasi
modifikasi bagi klien anak anak yang mengalami kesulitan makan salah satunya
dengan cara membuat tampilan makanan semenarik mungkin untuk meningkatkan
nafsu makan anak. Selain itu anak juga dianjurkan makan sedikit tapi sering.
Untuk masalah cairan berikan retriksi cairan sesuai dengan derajat edema yang dialami
oleh klien karena bila klien mendapatkan asupan cairan berlebih dikhawatirkan akan
membuat cairan semakin menumpuk didalam tubuh. Selain itu pertahankan diet
rendah natrium/sodium, tidak hanya mengurangi makanan yang asin namun juga orang
tua mampu memilih makanan yang mengandung MSG atau pengawet yang
mengandung banyak sodium. Diet tinggi protein juga mampu diberikan pada klien
pada klien dengan kondisi ketika klien sudah mengalami perbaikan fungsi ginjal
dilihat dari keseimbangan intake dan output. Untuk pasien sindrom nefrotik dilakukan
pembatasan konsumsi garam untuk mengurangi bengkak, protein secukupnya
sebanyak 0,8 – 1 gram/kg/BB/hari. Nutrisi protein didapat dengan mengkonsumsi
putih telur untuk meningkatkan albumin dan kolesterol rendah, selain itu konsumsi
daging ayam dan ikan.
d. Anjurkan klien untuk istirahat
Klien dengan nefrotik syndrome biasanya adalah anak-anak usia 3 hingga 7 tahun
yang sedang dalam fase senang bermain, namun klien dengan nefrotik syndrome harus
mengurangi aktifitasnya guna mengefektifkan treatment yang telah dilaksanakan.
Klien dianjurkan bedrest untuk mengurangi edema dengan lebih cepat serta mencegah
adanya peningkatan tekanan darah. Perawat harus mampu mengkaji mengkaji adanya
tanda fatigue, kelemahan, atau iritable pada klien.
e. Tingkatkan support emosional
Kecemasan mungkin timbul pada orang tua dengan anak yang mengalami nefrotik
syndrome apalagi melihat kondisi anak yang anasarka/edema disekujur tubuh, oleh
karena itu perawat harus mampu memberikan pengetahuan kepada orang tua tua
mengenai penyakit serta mengkaji mekanisme koping keluarga adaptif atau tidak
dengan adanya anak dengan nefrotik syndrome ini.
f. Discharge Planning
Sebelum pulang klien harus diberi tahu beberapa hal mengenai penyakit ini seperti
tanda tanda relaps atau kekambuhan, tanda tanda eksaserbasi atau penyakit bertambah
parah, cara melakukan melakukan perawatan kulit klien terutama area yang edema,
mengenai medikasi obat-obatan serta efek samping dan cara penanggulangannya, serta
tanda kegawatan yang mengaharuskan keluarga untuk segera mencari pertolongan tim
medis.

F. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma
menurun sehingga intravaskular berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran
darah ke renal karena hipovolemia. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan
melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan
sekresi hormon ADH dan aldosteron kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan
retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema. Terjadi peningkatan kolesterol dan
trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan
plasma albumin atau penurunan onkotik plasma. Adanya nya hiperlilipidemia juga akibat
dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi
hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria. Menurunnya respon
imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh hipoalbuminemia,
hiperlipidemia (Kharisma, 2017).
G. Pathway

Penyakit sekunder reaksi autoimun idiopatik penyakit sistemik

Nefrotik sindrom Volume cairan vaskuler

menurun Kerusakan glomerulus Stimulasi

renin angiotensis

Proteinuria Sekresi ADH meningkat

Hipoalbuminemia Reabsorsi Na dan air

meningkat

Tekanan koloid turun, Volume sekresi urin


menurun hidrostatik
Gangguan Eliminasi Urin
cairan masuk ke ekstraseluler

Retensio cairan Retensio cairan


seluruh dirongga perut – asites tubuh

Menekan isi perut Edema anasarka


(mual/muntah)
Hipervolemia
Nafsu makan menurun

Defisit Nutrisi

Kondisi lemah Intoleransi akativitas

Imunitas
menurun

Risiko Infeksi
Sumber : (Maharani, L. D., 2017)
H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Betz & Sowden (2017), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien
sindrom nefrotik adalah sebagai berikut:
1. Uji urin
a. Urinalisis: proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2g/m2/hari), bentuk hialin dan
granular, hematuria
b. Uji dipstick urine, jika hasil positif untuk mengetahui protein dan darah
c. Berat jenis urine: meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine
2. Uji darah
a. Kadar albumin serum: menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum: meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000mg/dl)
c. Kadar trigliserida serum
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit
e. Hitung trombosit
f. Kadar elektrolit serum
3. Uji diagnostik
Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)

I. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Identitas, seperti : nama, tempat tanggal lahir, umur, berat badan lahir, panjang badan
lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan tidak, tidak, jenis kelamin, anak ke, jumlah
saudara dan identitas orang tua.
2. Keluhan utama
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa bagian tubuh anak
seperti pada wajah, mata, tungkai serta bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga
mengeluhkan anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Perlu ditanyakan pada orang tua berat badan anak dahulu untuk menilai adanya
peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat keluarga dengan sindrom nefrotik,
seperti adakah saudara- saudaranya yang memiliki sindrom nefrotik, adakah saudara-
saudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat tumbuh kembang anak
yang terganggu, apakah anak pernah mengalami diare atau sesak napas sebelumnya,
serta adanya penurunan volume haluaran urine.sebelumnya.
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan adakah menderita penyakit
lupus eritematosus sistemik atau kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu
tradisional yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil.
d. Riwayat pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena keletihan
akibat lambung yang mengalami tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan
persepsi kenyang pada anak.
e. Riwayat psikososial dan perkembangan
Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan perfusi darah ke otak.
Hal ini dapat berdampak pada ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak.
Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang dengan baik.
3. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital sign
1) Tekanan Darah: Pada masa masa anak-anak tekanan darah sistol normal 80 sampai
100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan hipovolemik akan
mengalami hipotensi, maka akan ditemukan tekanan darah kurang dari dari nilai
normal atau dapat ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol anak
meningkat.
2) Nadi
Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/menit, frekuensi
nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia 10-14 tahun
85x/menit dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun 82x/menit.
3) Pernapasam
Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit, anak 6 sampai 10
tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
b. Postur
perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakituntuk menentukan adanya
peningkatan BB pada anak sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai
dengan peningkatan Berat Badan >30%.
c. Kepala – Leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis Vein
Distention(JVD) terletak 2 cm diatas angulus (JVD) sternalis pada posisi 450, pada
anak dengan hiporvolemik akan ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun
pada anak dengan hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke angulus
mandibularis pada posisi 450
d. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema pada periorbital
pagi hari setelah bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak dengan
hipovolemik.
e. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun anak dengan
Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas yang tidak teratur sehingga
akan ditemukan pernapasan cuping hidung.
f. Mulut
g. Sistem Kardiovaskuler dan paru-paru
h. Abdomen
a) Inspeksi
biasanya kulit abdomen terlihat tegang mengkilat bila anak asites
b) Palpasi
Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar perut
anak akan terjadi abnormalitas ukuran
c) Perkusi
biasanya tidak ada kelainan
d) Auskultasi
pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness.
i. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik mengalami diare dan akan tampak pucat serta
keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang akibat edema dan berdampak pada
risiko kerusakan integritas kulit.
j. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ke tungkai bila edema anasarka atau
hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapatditemukan CRT > 2 detik
akibat dehidrasi.
k. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan pada anak
perempuan akan mengalami edema pda labia mayora.

4. Diagnosa keperawatan
a. Hipervolemia (D.0022)
b. Gangguan Eliminasi Urin (D.0040)
c. Risiko Infeksi (D.0142)
d. Defisit Nutrisi (D. 0019)
e. Intoleransi aktivitas (D.0056)
5. Intervensi keperawatan
Rencana Keperawatan

No Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
(SDKI) Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)

1. Hipervolemia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia (I.03114)


kelebihan asupan cairan (D.0022) keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi :
Penyebab: diharapkan keseimbangan cairan 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
1. Gangguan mekanisme regulasi meningkat dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
2. Kelebihan asupan volume cairan SLKI : Eliminasi Urin (L.04034) 3. Monitor status hemodinamik
3. Kelebihan asupan natrium 1. Asupan cairan meningkat 4. Monitor intake dan output cairan
4. Gangguan aliran balik vena 2. Keluaran urin menurun 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
5. Efek agen farmakologis (mis. 3. Kelembaban membran 6. Monitor tanda peingkatan
kortikosteroid, clorpropamide, mukosa meningkat tekanan onkotik plasma
tolbutarnide, vinoristine, 4. Asupan makanan meningkat 7. Monitor efek samping diuretik
tryptilinescarbamazepine) 5. Edema menurun Terapeutik :
6. Dehidrasi menurun 1. Timbang berat badan setiap hari
Gejala dan Tanda Mayor 7. Asites menurun pada waktu yang sama
Subjektif 8. Konfusi menurun 2. Batasi asupan cairan dan garam
1. Ortopnea 9. Tekanan darah membaik Edukasi:
2. Dispnea 10. Denyut nadi radial membaik 1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <
3. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) 11. Tekanan arteri rata-rata 0.5 ml/kg/jam dalam 6 jam
membaik 2. Anjurkan melapor bila BB bertambah
Objektif 12. Membrane mukosa membaik >1 kg dalam sehari
1. Edema anasarka atau edema perifer 13. Mata cekung membaik 3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat
2. Berat badan meningkat dalam 14. Turgor kulit membaik asupan cairan dan haluaran urin
waktu singkat 15. Berat badan membaik 4. Ajarkan cara membatasi cairan
3. Jugular venous pressure (JVP) atau Kolaborasi :
Central Venous Pressure (CVP) 1. Kolaborasi pemberian diuretik
meningkat 2. Kolaorasi penggantian kehilangan
4. Refleks hepatojugular positif kalium akibat diuretik

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Distensi vena jugularis
2. Terdengar suara napas tambahan
3. Hepatomegali
4. Kadar Hb/Ht turun
5. Oliguria
6. Intake lebih banyak dari output
(balans cairan positif)
7. Kongesti paru
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminasi Urine (I.04152)
dengan Penurunan kapasitas kandung kemih keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi :
(D.0040) diharapkan gangguan eliminasi urin 1. Monitor eliminasi urine (mis.
Penyebab: membaik dengan kriteria hasil: frekuensi, konsistensi, aroma, volume,
1. Penurunan kapasitas kandung kemih SLKI : Eliminasi Urin (L.04034) dan warna)
2. Iritasi kandung kemih 1. Sensasi berkemih meningkat Terapeutik :
3. Penurunan kemampuan menyadari 2. Desakan berkemih menurun 1. Catat waktu-waktu dan haluaran
tanda- tanda gangguan kandung kemih 3. Distensi kandung berkemih
4. Efek tindakan medis dan diagostik kemih menurun 2. Batasi asupan cairan, jika perlu
(mis. operasi ginjal, operasi saluran 4. Berkemih tidak tuntas menurun Edukasi:
kemih, anestesi, dan obat-obatan) 5. Volume residu urin menurun 1. Ajarkan cara mengukur asupan cairan
5. Kelemahan otot pelvis 6. Urin menetes menurun dan haluaran urin
6. Ketidakmampuan mengakses toilet 7. Nokturia menurun Kolaborasi :
(mis. immobilisasi) 8. Mengompol menurun 1. Kolaborasi pemberian obat supositoria
7. Hambatan lingkungan 9. Enuresis menurun uretra, jika perlu

8. Ketidakmampuan 10. Disuria menurun


mengkomunikasikan kebutuhan 11. Anuria menurun
eliminasi 12. Frekuensi berkemih membaik
9. Outlet kandung kemih tidak lengkap 13. Karakteristik urine membaik
(mis. anomaly saluran kemih congenital)
0. imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
1. desakan berkemih (urgensi)
2. urin menetes (dribbling)
3. sering uang air kencing
4. nokturia
5. mengompol
6. enuresis

Objektif :
1. distensi kandung kemih
2. berkemih tidak tuntas (hesitancy)
3. volume residu urin
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
(tidak tersedia)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (I.14539)
ketidakadekuatan pertahanan tubuh keperawatan selama 2 x 24 jam Observasi :
sekunder diharapkan risiko infeksi menurun 2. Monitor tanda dan gejala infeksi
: imunosupresi (D.0142) dengan kriteria hasil: lokal dan sistemik
Faktor risiko SLKI : Tingkat infeksi (L.14137) Terapeutik :
1. Penyakit kronis (mis. diabetes mellitus) 14. Demam menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
2. Efek prosedur invasif
3. Malnutrisi 15. Kemerahan menurun kontak dengan pasien dan lingkungan
4. Peningkatan paparan organism 16. Nyeri menurun pasien
pathogen lingkungan 17. Bengkak menurun 4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh berisiko tinggi
primer: Edukasi:
1) Kerusakan integritas kulit 2. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Statis cairan tubuh 3. Ajarkan cara mencuci tangan
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh dengan benar
sekunder: 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
1) Penurunan hemoglobin luka atau luka operasi
2) Imununosupresi Kolaborasi :
3) Leucopenia 1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
4) Supresi respon inflamasi perlu
5) Vaksinasi tidak adekuat
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
(D.0019) diharapkan nutrisi mencukupi 1. Identifikasi status nutrisi
Penyebab: kebutuhan tubuh, dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan
1. Ketidakmampuan menelan makanan hasil: intoleransi makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan SLKI : Status Nutrisi (L.03030) 3. Identifikasi makanan yang disukai
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient 1. Porsi makan yang dihabiskan 4. Identifikasi kalori dan jenis nutrien
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme meningkat 5. Monitor asupan makanan
5. Faktor ekonomi (mis. finansial 2. Kekuatan otot 6. Monitor berat badan
tidak mencukupi mengunyah meningkat 7. Monitor hasil pemeriksaan
6. Faktor psikologis (mis. stress, 3. Kekuatan otot menelan laboratorium
keengganan untuk makan) meningkat Terapeutik :
4. Verbalisasi keinginan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan,
Gejala dan Tanda Mayor untuk meningkatkan nutrisi jika perlu
Subjektif 5. Perasaan cepat 2. Sajikan makanan secara menarik
(tidak tersedia) kenyang menurun dan suhu yang sesuai
Objektif 6. Nyeri abdomen 3. Berikan makanan tinggi serat
5.(berat badan menurun minimal 10% 7. Diare menurun untuk mencegah konstipasi
dibawah rentang ideal) 8. Berat badan indeks massa 4. Berikan makanan tinggi kalori
tubuh (IMT) membaik dan protein
Gejala dan Tanda Minor 9. Frekuensi makan membaik 5. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Subjektif 10. Nafsu makan membaik Edukasi :
1. Cepat kenyang setelah makan 11. Bising usus membaik 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Kram/nyeri abdomen 12. Membran mukosa membaik 2. Ajarkan diet yang diprogramkan
3. Nafsu makan menurun Kolaborasi :
Objektif 1. Kolaborasi pemberian medikasi
1. Bising usus hiperaktif sebelum makan (mis. pereda nyeri,
2. Otot pengunyah lemah antiemetik), jika perlu
3. Otot menelan lemah 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
4. Membran mukosa pucat menentukan jumlah kalori dan jenis
5. Sariawan nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178)
ketidakseimbangan antara suplai dan keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
kebutuhan oksigen (D0056) diharapkan intoleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi
Penyebab: pasien dapat teratasi dengan kriteria tubuh yang mengakibatkan
1. Ketidakseimbangan antara suplai hasil: kelelahan
dan kebutuhan oksigen SLKI : Toleransi Aktivitas 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Tirah baring (L.05047) 3. Monitor pola dan jam tidur
3. Kelemahan 1. Frekuensi nadi meningkat 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
4. Imobilitas 2. Saturasi oksigen meningkat selama melakukan aktivitas
5. Gaya hidup monoton 3. Kemudahan dalam melakukan Terapeutik :
aktivitas sehari-hari 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
Gejala dan Tanda Mayor meningkat rendah stimulus (mis. cahaya,
Subjektif 4. Kecepatan berjalan meningkat suara, kunjungan)
1.Mengeluh lelah 5. Jarak berjalan meningkat 2. Lakukan latihan rentang gerak
Objektif 6. Kekuatan tubuh bagian atas pasif dan aktif
6.Frekuensi jantung meningkat >20% dari meningkat 3. Berikan aktivitas distraksi yang
7. Kekuatan tubuh bagian bawah menenangkan
kondisi istirahat meningkat 4. Fasilitasi duduk ditempat tidur, jika
8. Keluhan lelah menurun tidak dapat berpindah atau berjalan
Gejala dan Tanda Minor 9. Dispnea saat aktivitas menurun Edukasi:
Subjektif 10. Dispnea setelah 1. Anjurkan tirah baring
1. Dispnea saat/setelah aktivitas aktivitas menurun 2. Anjurkan melakukan aktivtas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas 11. Perasaan lemah menurun secara bertahap
3. Merasa lemah 12. Sianosis menurun 3. Anjurkan menghubungi perawat
Objektif 13. Warna kulit membaik jika tanda dan gejala kelelahan tidak
1. Tekanan darah berubah >20% dari 14. Tekanan darah membaik berkurang
kondisi istirahat 15. Frekuensi napas membaik 4. Ajarkan strategi koping untuk
2. Gambaran EKG menunjukkan mengurangi kelelahan
aritmia saat/setelah aktivitas Kolaborasi :
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
4. Sianosis cara meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Bets & Sowden 2017. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Kharisma., Y 2017. Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik. Bandung : Universitas Islam
Bandung

Nurarif, A. H., & Kusuma , H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta : MediAction

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edis 1. 2017. Jakarta: Tim Pokja SDKI DPP PPNI

Suriadi & Rita Yuliant, 2017. Dasar-dasar Sistem Perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Krteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Wong, 2016. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai