Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Profil RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang


2.1.1 Sejarah Singkat RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang
(RSMH) merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal
Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang diberikan mandat
untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya
masyarakat dalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Didirikan sejak
tahun 1953, RSMH saat ini adalah Rumah Sakit Badan Layanan Umum
berdasarkan SK Menkes RI Nomor 1243 / Menkes / SK / VIII / 2005,
tanggal 11 Agustus 2005.
RSMH sebagai Rumah Sakit Rujukan Nasional untuk wilayah
Sumsel sendiri serta ke 4 provinsi lain seperti Jambi, Lampung, Bengkulu
dan Bangka-Belitung, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/MENKES/390/2014 tanggal 17 Oktober 2014 serta penetapan
RSMH sebagai Rumah Sakit Pendidikan Utama Kelas A Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor HK 02.02/MENKES/192/2015 tanggal 27 Mei 2015
memacu RSMH untuk terus meningkatkan mutu dan layanannya sesuai
standar akreditasi internasional (JCI) yang telah berhasil diraih pada bulan
Desember 2016, dan pada bulan November 2019 RSMH juga berhasil
lulus “Tingkat Paripurna” akreditasi SNARS Edisi 1.

2.1.2 Visi, Misi, dan Motto


a. Visi:
Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Rujukan Nasional berstandar
Internasional 2019”.
b. Misi:
Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan penelitian berstandar
internasional.
1. Menyelenggarakan promosi kesehatan secara komprehensif dan
berkelanjutan.
2. Menjalin kemitraan dan melaksanakan sistem rujukan dengan rumah
sakit jejaring
3. Meningkatkan kompetensi, kinerja dan kesejahteraan pegawai

2.2 Konsep Dasar SNRS


2.2.1 Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis,
meliputi proteinuria masif >3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema,
hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat
merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2015).
Sindrom nefrotik adalah sekelompok gejala klinis termasuk
proteinuriamassif, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema. Penyakit
ini di karakteristikan dengan terjadinya peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma, yang akhirnya akan menyebabkan
tubuh kehilangan protein dalam jumlah yang besar (Wong, 2018)
Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) adalah Sindrom Nefrotik
yang gagal mencapai remisi setelah pemberian kortikosteroid dosis penuh
dan alternatif. Penetapan remisi dilakukan dengan monitoring kadar protein
dalam urin. Adanya proteinuria persisten dalam tiga kali pemeriksaan
selama satu minggu menunjukkan bahwa pasien gagal mencapai remisi.
Seorang anak laki-laki, usia 2 tahun dengan gejala edema anasarka,
proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia sesuai untuk
Sindrom Nefrotik (Manalu, Erida, 2019)
2.2.2 Etiologi
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2016). Penyebab syndrome nefrotik
pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dainggap sebagai suatu penyakit
autoimun, yaitu suatu reaksi antibody. Umumnya penyebab dibagi menjadi
3 (tiga) yaitu:
1. Sindroma Nefrotik bawaan.
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau reksi maternofetal, resisten
terhadap semua pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah
dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tidak berhasil. Prognosis
buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2. Sindroma Nefrotik Idiopatik atau sindrom nefrotik primer
Sekitar 90% nefrosis pada anak dan penyebabnya belum diketahui,
berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsy ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron. Diduga ada
hubungan dengan genetik imunologik dan alergi.
3. Sindroma Nefrotik Sekunder
Disebabkan oleh:
a. Malaria kuartana atau parasit lain
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritemosus desiminata, purpura
anafilaktoid.
c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena
renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam
emas,sengatan lebah, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano
proliferatif, hipokomplementemik.

2.2.3 Patofisiologi
Menurut Betz & Sowden (2019), Sindrom nefrotik adalah keadaan
yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan protein, hipoalbumin,
hyperlipidemia dan edema. Hilangnya protein dari rongga vaskuler
menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan tekanan
hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga
interstisial dan rongga abdomen.
Penurunan volume cairan vaskuler menstimulasi sistem renin-
angiotensin yang mengakibatkan diskresikannya hormone antidiuretic dan
aldosterone. Reabsorbsi tubular terhadap Natrium (Na) dan air mengalami
peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler. Retensi cairan
ini mengarah pada peningkatan edema. Koagulasi dan thrombosis vena
dapat terjadi karena penurunana volume vaskuler yang mengakibatkan
hemokonsentrasi dan hilangnya urine dari koagulasi protein. Kehilangan
immunoglobulin pada urine dapat mengarah pada peningkatan kerentanan
terhadap infeksi.
Teori terbaru penyebab kerusakan podosit pada Sindrom Nefrotik
Resisten Steroid diduga akibat mutasi genetik spesifik pada gen yang
menyandi protein pembentuk lapisan diafragma glomerulus. Gen spesifik
pada podosit yang telah ditemukan adalah NPHS1, ACTN4, NPHS2,
CD2AP, WT1, TRPC6, LAMB2, dan NPHS3 akan menyandi protein
pembentuk lapisan diafragma glomerulus berturutturut yaitu nefrin, á-
aktinin4, podosin, CD2 associated protein, Wilms' tumor, transient receptor
potential 6, laminin â2 chain, dan phospholipase PLCE1. Apabila terjadi
mutasi pada gen tersebut akan menyebabkan pendataran foot processus pada
podosit, perubahan arsitektur celah diafragma glomerulus, dan akhirnya
terjadi kebocoran glomerulus (Rachmadi, 2013).
2.2.4 Pathway
2.2.5 Manifestasi Klinis
Menurut (Ngastiyah, 2015). Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang
mengalami Sindrom nefrotik resistens steroid adalah:
1. Oedem umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan
periorbital
2. Berat badan meningkat
3. Asites (penumpukan cairan di perut)
4. Nafsu makan menurun
5. kepucatan
6. Proteinuria dan albuminemia.
7. Hipoproteinemi dan albuminemia.
8. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
9. Lipid uria
10. Mual, anoreksia, diare
11. Anemia, pasien mengalami edema paru

2.2.6 Komplikasi
Menurut (alimul aziz, 2019), komplikasi yang muncul yaitu :
1. Penurunan volume intravascular
2. Pemburukan pernafasan
3. Kerusakan kulit
4. Infeksi sekunder akibat kadar immunoglobulin yang rendah karena
hipoalbumenia.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Betz & Sowden (2019), Pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Uji urine
1. Protein urin : >3,5 g/1,73 luas permukaan tubuh
2. Berat jenis urin (normal : 285 mOsmol)
b. Uji darah
1 Albumin serum <3 g/dl
2 Kolesterol serum meningkat
3 Hemoglobin dan hematokrit meningkat
4 LED meningkat
c. Uji diagnistic
1 Rotgen dada menunjukan adanya cairan berlebih
2 USG ginjal dan CT scan

2.2.9 Penatalaksanaan
Menurut (Ngastiyah, 2015 dalam Niken, 2018)
1. Penatalaksanaan Medis
a. Istirahatkan sampai edema berkurang, batasi asupan
natrium1g/hari
b. Diit protein tinggi sebanyak 2 –3 g/kg BB dengan garam minimal
bila edema masihh beratdan bila edema berkurang dapat di beri
sedikit garam
c. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam sapat
digunakan deuretik (furosemid 1mg/kg BB/hari)
d. Mencegah infeksi harus diperiksa, kemungkinan anak menderita
tuberkolosis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah baring : Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama
beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna
mengurangi edema.
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal
diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung
kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat)
c. Mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
d. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum
untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah
terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab
kematian pasien).
2.3 Asuhan Keperawatan Teoritis
2.3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, dan diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
Pasien dengan SNRS biasanya kaki edema, wajah sembab,
kelemahan fisik, perut membesar (adanya asites)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah
pasien pernah menderita penyakit infeksi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit keturunan seperti DM atau penyakit menular lain.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien dengan SNRS biasanya lemah.
b. Kesadaran
Composmentis
c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : Normal atau meningkat.
Nadi : Nadi meningkat.
Suhu : Suhu biasanya meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2019. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Tekhnik


Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Betz, C., & Sowden, L. (2019). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif., dan Kumala Sari. 2015. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Ngastiyah, 2015, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Nurarif, A.H., & Kusuma, H., (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Yogyakarta:
Mediaction

Wong, Donna L. 2018. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Edisi ke-6.
Dialihbahasakan oleh Hartono A, Kurnianingsih S, Setiawan. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai