Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN SINDROM NEFROTIK

DI RUANG SEKAR JAGAD RSUD BENDAN KOTA PEKALONGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Dasar Profesi


Perseptor Klinik : Sri Mukti Mulyani, S.Kep.Ns
Pembimbing Akademik : Khusnul Khotimah, S.Kep.Ns.M.Kep

Disusun oleh : AGUS SUSANTO


(NPM. 1419002452)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. D


DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
DI RUANG JLAMPRANG RSUD BENDAN KOTA PEKALONGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Dasar Profesi

Telah dilakukan asuhan keperawatan


Tanggal 7 s.d. 9 Oktober 2019

Oleh
Agus Susanto
NPM. 1419002425

Diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Preseptor Klinik

Remilda A.V,S.Kep,Ns.,M.Kep SITI MUSLIFAH , S.Kep,Ns

2
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling
Sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat
dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi
berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih
tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang
dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Etiologi SN dibagi
3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik,
antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain
lain. Pada konsensus ini hanya akan dibicarakan SN idiopatik.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat
akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai
oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit
perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia.
Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in Children), pada
sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan hematuria
mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar
kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara. Pada anak, sebagian besar
(80%) SN idiopatik mempunyai gambaran patologi anatomi kelainan minimal
(SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal
segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus (MPD) 2-5%,
glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 4-6%, dan nefropati membranosa
(GNM) 1,5%. Pada pengobatan kortikosteroid inisial sebagian besar SNKM (94%)
mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif
(resisten steroid)

2. Tujuan
a. Tujuan umum

3
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang sistemastis dan
lengkap pada anak dengan sindrom nefrotik
b. Tujuan khusus
Setelah menyusun laporan pendahuluan diharapkan mahasiswa dapat :
1) Memahami lebih dalam tentang konsep dasar anak dengan sindrom
nefrotik.
2) Melakukan pengkajian pada anak dengan sidnrom nefrotik.
3) Menetapkan diagnosa keperawatan anak dengan sindrom nefrotik dengan
dasar analisa data hasil pengkajian pasien.
4) Melakukan intervensi keperawatan dalam upaya mengatasi permasalahan
keperawatan pada anal dengan sindrom nefrotik.

B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada anak
Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala
yaitu proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan
hiperkolesterolemia.
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang terdiri dari
proteinuria masif ( ≥40 mg/m2 LPB/jam atau > 50 mg/kgBB/24 jam atau dipstik ≥
2+), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 g/dl), udem, dan hiperkolesterolemia >200
mg/dL (Trihono dkk, 2012).

2. Etiologi
Sindrom nefrotik biasanya terjadi akibat dari perjalanan penyakit glomerular
primer dan sekunder. Kelainan primer ini dapat berupa sindrom nefrotik kelainan
minimal, sklerosis segmental fokal, glomerulonefritis membranoproliferatif,
glomerulonefritis membranosa, nefritis proliferatif mesangium, glomerulonefritis
proliferatif dan nefrosis kongenital. Sindrom nefrotik sekunder berhubungan
dengan penyakit yang telah terdiagnosis dengan jelas yaitu sistemik lupus

4
eritematosus, purpura anafilaktoid, diabetes mellitus, dan lain-lain (Travis, 2002;
Haycock, 2003).
Etiologi sindrom nefrotik juga tergantung pada usia, dimana bila terjadi pada tiga
bulan pertama kehidupan maka disebut sindrom nefrotik kongenital. Sindrom
nefrotik yang terjadi di atas 1 tahun, kasus terbanyak disebabkan oleh sindrom
nefrotik primer atau idiopatik, sedangkan sindrom nefrotik sekunder lebih sering
terjadi pada usia di atas 10 tahun (Gbadegesin dan Smoyer, 2008).

3. Faktor predisposisi

Kelainan utama pada semua kasus sindrom nefrotik adalah proteinuria masif.
Mekanisme terjadinya sindrom nefrotik melalui beberapa cara (Gbadegesin dan
Smoyer, 2008):
a. Defek glomerulus primer
Fungsi ginjal yang paling penting adalah filtrasi darah oleh glomerulus,
dimana menyebabkan ekskresi cairan dan produk sisa, sambil menyisakan
protein pada darah yang banyak dan semua sel darah dalam vaskular.
Proses filtrasi ini dimungkinkan oleh barier filtrasi glomerulus yang
disusun oleh sel endotel, basal membran glomerulus dan sel epitel
glomerulus (podosit). Podosit-podosit saling terhubung membentuk
diafragma. Basal membran glomerulus memiliki proteoglikan heparin
sulfat bermuatan negatif yang menyebabkan molekul yang bermuatan
negatif relatif lebih sulit melewatinya dibandingkan molekul bermuatan
positif dengan ukuran molekul yang sama. Pada sindrom nefrotik terjadi
kehilangan muatan negatif pada basal membran glomerulus. Pada podosit
juga terjadi pembengkakan, retraksi, penyebaran podosit, pembentukan
vakuola, perpindahan diafragma dan lepasnya podosit dari basal membran
glomerulus.
b. Faktor sirkulasi
Data eksperimental yang menunjukkan adanya mediator terlarut yang
dapat mengubah permeabilitas dinding kapiler pada sindrom nefrotik.
Bukti-bukti tersebut antara lain:

5
1) Berkembangnya sindrom nefrotik pada bayi bari lahir dari ibu yang
menderita sindrom nefrotik dimana terjadi perpindahan faktor terlarut dari
ibu ke anak saat dalam uterus.
2) Turunnya tingkat proteinuri dengan pengobatan imunoadsorpsi protein
A pada berbagai sindrom nefrotik primer.
3) Terjadinya FSGS berulang pada transplantasi ginjal pasien dengan
FSGS primer.
4) Induksi peningkatan permeabilitas glomerulus pada binatang percobaan
disuntikkan serum pasien dengan FSGS berulang.
5) Kelainan imunologi . Banyak laporan kelainan respon imun humoral
maupun selular selama sindrom nefrotik relaps. Sindrom nefrotik dapat
juga disebabkan oleh disregulasi fungsi T limfosit yang dibuktikan oleh:
a) Beresponnya sebagian besar bentuk sindrom nefrotik primer
terhadap kortikosteroid, alkylating agent, inhibitor calcineurin,
dan mikofenolat mofetil yang merupakan penghambat fungsi
limfosit T.
b) Induksi remisi sindrom nefrotik setelah infeksi campak dan
malaria, dimana penyakit tersebut menurunkan imunitas yang
dimediasi sel.
c) Identifikasi SNKM sebagai manifestasi penyakit Hodgkin dan
keganasan limforetikular lainnya

4. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain :

1) Diet tinggi protein


2) Pembatasan sodium jika anak hipertensi
3) Antibiotik untuk mencegah infeksi
4) Terapi diuretik sesuai program
5) Terapi albumin jika intake oral dan output urin kurang
6) Terapi prednison dengan dosis 2 mg/Kg/hari sesuai program

(Suriadi, 2001)

5. Patofisiologi

6
Akumulasi cairan dalam ruang interstisial yang terlihat pada wajah atau
udemanasarka, merupakan gejala kardinal pada anak dengan sindrom nefrotik.
Udem pada sindrom nefrotik umumnya akibat dari proteinuria masif yang
kemudian menyebabkan hipoalbuminemia, retensi natrium dan air untuk
mengkompensasi kekurangan volume intravaskular (Gbadegesin dan Smoyer,
2008).
Hipoalbuminemia terjadi pada sindrom nefrotik ketika kadar protein
yang hilang pada urin melebihi kemampuan hepar mensintesis albumin. Resultan
hipoalbuminemia menyebabkan rendahnya tekanan onkotik kapiler yang
meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler sehingga terbentuk udem. Pembentukan
udem kemudian menyebabkan volume di intravaskular berkurang sehingga
mencetuskan mekanisme kompensasi neurohumoral. Mekanisme tersebut
dimediasi oleh sistem saraf simpatik, sistem renin angiotensin aldosteron (SRAA)
dan vasopressin arginin, dengan hasilnya retensi natrium dan air oleh ginjal
(Gbadegesin dan Smoyer, 2008).
Dua hipotesis yang menjelaskan keadaan intravaskular pada sindrom
nefrotik yaitu hipotesis underfill dan hipotesis overfill (Gbadegesin dan Smoyer,
2008):
1. Hipotesis underfill
Hipotesis ini menyebutkan adanya penurunan sirkulasi efektif volume darah
pada sindrom nefrotik. Hal ini didukung dengan ditemukannya kadar natrium
urin yang rendah, dimana sering disebabkan oleh aktivasi SRAA dengan
resultan peningkatan aldosteron dan ekskresi natrium pada urin. Selanjutnya,
supresi atrial natriuretik peptide (ANP) juga berkontribusi pada rendahnya
natrium urin.
2. Hipotesis overfill
Hipotesis ini menyebutkan banyaknya volume intravaskular pada sindrom
nefrotik. Hal ini disebabkan oleh kelainan pada ekskresi natrium dari tubulus
distal yan kemudian menyebabkan supresi SRAA. Reabsorpsi natrium juga
dipertahankan oleh ANP

7
PATWAYS SINDROM NEFROTIK PADA ANAK

Reaksi antigen - antibodi

Penurunan fungsi ginjal Gangguan keseimbangan


asam basa
Kerusakan glomerular
asam Produksi meningkat

Permeabilitas glomerular
meningkat Mual, anoreksia

Proteinuria
Kebutuhan nutrisi
Hypoalbuminemia kurang dari kebutuhan

IgG menurun
Tekanan onkotik
plasma menurun Menurunnya respon imun

Cairan intravaskular
berpindah ke intestinal
Resiko infeksi
Hypovolemia

Peningkatan sekresi ADH


dan aldosteron

Retensi air dan natrium

Edema

Kerusakan jaringan
Kelebihan volume cairan epidermis dan dermis

Turgor kulit jelek

Kerusakan integritas
kulit
Doenges 2000, Hartono 2011

8
6. Tanda dan Gejala
Menurut Donna L Wong, ( 2009 )
1) Pembengkakan pergelangan kaki atau tungkai dan bisa sampai kewajah
dan tangan
2) Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata, tampak
pada saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari
3) Kenaikan berat badan yang signifikan
4) Tubuh merasa sangat lelah
5) Air kencing keluar berbusa atau berbuih
6) Tidak merasa lapar
7) Wajah tampak sembab ( edema facialis 0 terutama disekitaar mata, tampak
pada saat bangun di pagi hari berkurang di siang hari
8) Pembengkakan abdomen ( asites )
9) Efusi pleura
10) Tekanan darah normal atau sedikit menurun

7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Sudoyo Dkk, 2006, berdasarkan pemikiran bahwa penyebab
SN sangat luas maka anamnesa dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan urin ,
termasuk pemeriksaan sedimen perlu dilakukan dengan cermat.pemeriksaan
albumin dalam serum, kolesterol dan trigleserit juga membantu penilaian
terhadap SN.
Diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan oleh adanya udem, proteinuria
(>2+ pada dipstik atau rasio protein urin/ kreatinin > 2 mg/mg) dan
hipoalbuminemia (serum albumin <2,5 g/dl), serta hiperkolesterolemia (Trihono
dkk, 2012).
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk mencari hematuri selain
proteinuria. Pada pasien dengan manifestasi tidak khas, maka sebaiknya
dilakukan pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, ureum dan kreatinin serta
albumin. Pada usia yang lebih besar dapat dipertimbangkan pemeriksaan kadar
komplemen C3 dan C4, antinuklear antibodi, antibodi HIV, atau serologi hepatitis
A,B,C
(Trihono dkk, 2012).

9
Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan pada anak sindrom nefrotik yang
dengan hematuri, trombositopenia, hipertensi persisten yang tidak jelas untuk
menyingkirkan terjadinya trombosis vena ginjal (Gbadegesin dan Smoyer,
2008).

8. Pengkajian

1) Keluhan utama : Gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan,


berkeringat pada malam hari, poliuri, polidipsi, rambut rontok, ulkus pada
mulut, rash, nyeri.
2) Identitas klien : biasanya anak laki-laki. Pada umumnya sindrom nefrotik
mengenai pasien berumur kurang dari 6 tahun pada waktu onset pertama
kalinya. Gejala yang timbul influenza-like
3) Pemeriksaan fisik khususnya adalah fokus edema syndrome
pembengkakan periorbita dan oligouria atau anuria. Selama beberapa hari,
udem akan bertambah jelas pada seluruh tubuh (anasarka).
4) Riwayat penyakit sebelumnya
5) Riwayat penyakit sekarang
6) Aktivitas/istirahat : kelemahan/malaise, kehilangan tonus otot.
7) Eliminasi : perubahan pola berkemih, perubahan warna urine (kuning
pekat, merah)
8) Makanan/cairan : BB (Oedema), anoreksia, mual, muntah
9) Pernafasan : nafas pendek, takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi nafas,
adanya riwayat batuk dan sesak napas dapat diindikasikan adanya efusi
pleura (Trihono dkk, 2012).
10) Nyeri : nyeri pinggang, sakit kepala, adanya distensi abdomen dapat
disebabkan oleh asites. Ketidaknyamanan pada perut, nyeri pada
perut yang menetap perlu dipikirkan adanya peritonitis bakteri sebagai
komplikasi yang mengancam nyawa. (Trihono dkk, 2012).

9. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

10
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia
2) Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.
3) Resiko kerusakan integritas kulit b.d. immobilitas

10. Rencana asuhan keperawatan

Diagnosa kep Tujua Intervensi kep Rasionalisasi


Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji riwayat 1. Untuk
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan nutrisi dan membuat diet
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam makanan yang yang sesuai
b.d. anoreksia diharapkan pemenuhan disukai 2. Untuk
kebutuhan nutrisi klien 2. Beri makanan mengurangi
adekuat dengan kriteria sedikit – sedikit mual dan
 Tidak ada tanda – tapi sering nutrisi dapat
tanda mal nutrisi 3. Sajikan terpenuhi
 Berat badan ideal makanan 3. Untuk
sesuai dengan berat bervariasi sesuai menarik
badan selera pasien minat pasien
 Tidak terjadi 4. Kolaborasi untuk
penurunan berat badan dengan ahli gizi makanan
yang berarti karena tentang 4. Untuk dapat
nutrisi pemberian diet memberikan
nutrisi yang
tepat

Kelebihan volume Setelah dilakukan 1. Ukur tanda – 1. Untk


cairan berhubungan tindakan keperawatan tandan vital mengetahui
dengan penurunan selama 3 x 24 jam 2. Catat intake keadaan
tekanan osmotik diharapkan dapat dan out put umum pasien
plasma mempertahankan 3. Timbang berat 2. Untuk
keseimbangan cairan dan badan setiap balance cairan
elektrolit pada pasien hari 3. Untuk
dengan krieteria mengetahui

11
 Terbebas dari edema, 4. Kolaborasi efektifitas
efusi, edema anasarka pemberian taerapi dan
 Bunyi napas bersih cairan dan perwatan
tidak ada dyspnea atau diuretika 4. Untuk
ortopnea menjaga
 Tanda – tanda vital keseimbangan
dalam batas normal cairan dan
mengurangi
edema
Resiko kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji warna , 1. Untuk
integritas kulit tindakan keperawatan tekstur kulit dan mengetahui
berhubungan selama 3 x 24 jam pitting edema awal
dengan retensi Na diharapkan untuk 2. Jaga kulit untuk kerusakan
dan peningkatan mencegah kerusakan lebih tetap kering dan kulit
ureum, imobilitas lanjut dengan kriteria bersih 2. Untuk
 Integritas kulit yang 3. Hindari mencegah
baik bisa dipertahankan penekanan kulit keruskan
 Tidak ada luka / lesi dalam waktu kulit lebih
pada kulit lama dan ubah lanjut
 Perfusi jaringan baik posisi tiap 2 jam 3. Agar
 Mampu melindungi 4. Tinggikan sirkulasi
kulit dan menjaga kepala dengan darah pada
kelembaban kulit bantal bagian kulit
5. Tempatkan tertentu
bantal dibawah terjaga
dan diantara 4. Untuk
kaki menurunkan
edema
periorbital
5. Untuk
menghindari
penekanan

12
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta:
EGC.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester.
Jakarta: EGC. Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Wong 2008, Buku ajar keperwtan pediatric, edisi 6, volume 2. Jakarta EGC

13

Anda mungkin juga menyukai