PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian makalah ini adalah mengetahui cara perawatan pasien anak dengan
diagnosis Nefrotik Sindrom.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada
rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca tentang konsep nefrotik sindrom serta proses
keperawatan dan pengkajiannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi
Nefrotik sindrom dapat terjadi pada usia berapapun tetapi paling umum antara usia 1 dan 8
tahun. Penyakit ini lebih banyak mempengaruhi anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Seseorang dengan sindrom nefrotik memiliki tanda-tanda tingginya kadar protein dalam urin,
rendahnya tingkat protein dalam darah, pembengkakan akibat penumpukan garam dan air.
(Yusri, 2011).
Nefrotik Syndrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan
hiperkolesterolemia (Rusepno dkk, 2000).
Nefrotik sindrom adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif
yang keluar lebih dari 3,5 gram per hari/ 1,73m luas permukaan tubuh, hipoalbuminemia
(kurang dari 3,5 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas. Status klinis yang
ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang
menyebabkan kehilangan protein yang masif, hal ini adalah pengertian sindrom nefrotik
(Wong, D L, 2004) .
Nefrotik sindrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Membran dari saringan glomerulus pada penderita menjadi sangat
permeabel (mudah dilewati) oleh molekul protein (Naga, 2012).
2.1.2 Etiologi
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan glomerulonefritis
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue
disease), akibat obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik.
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh malaria kuartana atau parasit lainnya, penyakit kolagen seperti lupus
eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, glumerulonefritis akut atau kronik,
trombosis vena renalis, bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam
emas, air raksa, amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, dibagi menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan
cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler
glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa
proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma
endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Dengan penebalan batang lobular : terdapat prolefirasi sel mesangial
yang tersebar dan penebalan batang lobular.
Dengan bulan sabit (crescent) : didapatkan proliferasi sel mesangial dan
proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif : proliferasi sel mesangial dan
penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium.
Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
d. Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis
glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk
2.1.3 Manifestasi Klinis
Sedangkan menurut Betz dan Sowden (2002) retensi cairan dan edema yang menambah berat
badan, edema periorbital, edema dependen, pembengkakan genetalia, eksterna, edema fasial,
asites, hernia ingunalis dan distensi abdomen, efusi pleural. Penurunan jumlah urin (urin
gelap, berbusa). Hematuria, anoreksia, diare, pucat, gagal tumbuh, pelisutan otot jangka
panjang.
Manifestasi utama adalah edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan. Dan umumnya
ditemukan di mata, ekstermitas, abdomen. Gejala lain seperti malaise, sakit kepala, iritabilitas
dan keletihan umumnya terjadi. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Dari bermacam-macam manifestasi klinik diungkapkan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan
bahwa pada intinya manifestasi klinik sindrom nefrotik antara lain : yang utama adalah edema
akibat retensi cairan yang dapat timbul diberbagai bagian tubuh sehingga terjadi kenaikan
berat badan. Gejala lainnya anoreksia, diare, pucat, gagal tumbuh, pelisutan otot jangka
panjang. malaise, sakit kepala, iritabilitas. Penurunan jumlah urin (urin gelap, berbusa),
hematuria.
2.1.4 Penatalaksanaan Medis dan Perawatan
1. Penatalaksanaan Medis :
Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya. Mengobati infeksi penyebab
sindrom nefrotik dapat menyembuhkan sindrom ini. Jika penyebabnya adalah penyakit
yang dapat diobati (misalnya: penyakit Hodgkin atau kanker lainnya), maka mengobatinya
akan mengurangi gejala ginjal. Jika penyebabnya adalah kecanduan heroin, maka
menghentikan pemakaian heroin pada stadium awal sindrom nefrotik, bisa menghilangkan
gejala-gejalanya. Penderita yang peka terhadap cahaya matahari, racun pohon ek, racun
pohon ivy atau gigitan serangga, sebaiknya menghindari bahan-bahan tersebut.
Desensitisasi bisa menyembuhkan sindrom nefrotik akibat racun pohon ek, racun pohon
ivy atau gigitan serangga. Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka untuk mengatasi
sindrom nefrotik, pemakaian obat harus dihentikan.
Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium dengan jumlah
yang normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah. Terlalu banyak protein akan
meningkatkan kadar protein dalam air kemih. ACE inhibitors (misalnya captopril,
lisinopril) biasanya menurunkan pembuangan protein dalam kandung kemih dan
menurunkan kosentrasi lemak dalam darah. Tetapi penderita yang mempunyai kelainan
fungsi ginjal yang ringan atau berat, obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium darah.
Jika cairan tertimbun di perut, untuk mengurangi gejala dianjurkan makan dalam porsi
kecil tetapi sering.
Tekanan darah tinggi biasanya diatasi dengan diuretic. Diuretic juga dapat mengurangi
penimbunan cairan dan mengurangi pembengkakan jaringan, tetapi bisa meningkatkan
resiko terbentuknya pembekuan darah:
1. Pengobatan Umum.
2. Diet
Diet harus banyak mengandung protein dengan nilai biologik tinggi dan tinggi
kalori. Protein 3-5 gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata : 100 kalori/kgBB/hari. Garam
dibatasi bila edema berat. Bila tanpa edema diberi 1-2 gr/hari. Pembatasan cairan
terjadi bias terdapat gejala gagal ginjal.
3. Aktivitas
Tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau ada komplikasi. Bila edema
sudah berkurang atau tidak ada komplikasi maka aktifitas fisik tidak
memperngaruhi perjalanan penyakit. Sebaliknya tanpa ada aktifitas dalam jangka
waktu yang lama akan mempengaruhi kejiwaan anak.
4. Diuretik
Pemberian diuretic untuk mengurangi edema terbatas pada anak dengan edema
berat, gangguan pernapasan, gangguan gastrointestinal atau obstruksi urethra yang
disebabkan oleh edema hebat ini. Pada beberapa kasus SN yang disertai anasarka,
dengan pengobatan kortikosteroid tanpa diuretik, edema juga menghilang. Metode
yang lebih aktif dan fisiologik untuk mengurangi edema adalah yang merangsang
dieresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin) : 0,5-1gr/kgBB selama
satu jam yang disusul kemudian oleh furosemid I.V 1-2mg/kgBB/hari. Pengobatan
ini bias diulangi selama 6 jam bila perlu. Diuretic yang biasa dipakai adalah
diuretic jangka pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Pemakaian diuretic
yang berlangsung lama dapat menyebabkan:
Hipovolemia
Hipokalemia
Alkalosis
Hiperuricemia
5. Antibiotik
Hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi sekunder.
6. Pengobatan dengan kortikosteroid Pengobatan dengan kortikosteroid terutama
diberikan pada SN yang sensitif terhadap kortikosteroid yaitu pada SNKM.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan pengawasan dan
pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu di perhatikan adalah edema yang berat
(anasarka), diet, resiko komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa
aman dan nyaman, dan
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien atau umum. Pasien dengan
sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur karena keadaan edema yang
berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih
berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur
1. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan didalam rongga toraks akan
menyebabkan sesak napas.
2. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal di letakkan
memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan rendah dan akan
menyebabkan edema hebat).
3. Bila pasien seorang anak laki-laki,berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya
pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuannya,
tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau perawat dan pasien tidak boleh
kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya edema pasien perlu ditimbang setiap hari, diukur
lingkar perut pasien. Selain itu perawatan pasien dengan sindrom nefrotik, perlu dilakukan
pencatatan masukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindrom
nefrotik diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 g/kg BB/hari dan cukup kalori yaitu 35
kal/kg BB/hari serta rendah garam (1g/hari). Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan
pasien, dapat makanan biasa atau lunak (Ngastiyah, 2005).
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh yang
mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksi
streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut, kebersihan kulit perlu
diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien harus bersih dan kering.
Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan diberikan pada waktu yang sama. Jika
pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan penjelasan bagaimana
merawat anak yang menderita penyakit sindrom nefrotik. Pasien sendiri perlu juga
diterangkan aktivitas apa yang boleh dilakukan dan kepatuhan tentang dietnya masih
perlu diteruskan sampai pada saatnya dokter mengizinkan bebas diet. Memberikan
penjelasan pada keluarga bahwa penyakit ini sering kambuh atau berubah menjadi
lebih berat jika tidak terkontrol secara teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien
dianjurkan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (biasanya 1 bulan sekali) (Ngastiyah, 2005).
2.1.5 Komplikasi
Hipoproteinemia
Hipoalbumin
Hospitalisasi
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku, alamat, tanggal
masuk dan nomor register / nomor cm. Pada pasien dengan sindroma nefrotik pada
biodata umur sangat menentukan perbedaan terjadi sindroma nefrotik, pada pria dan
wanita mempunyai angka yang sama, insiden penyakit sindroma nefrotik meningkat
pada usia pertengahan 45 – 49 tahun. Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya
proses degenerasi atau kemunduran dari fungsi tubuh dan sel-sel tubuh. Pendidikan
dapat memberikan gambaran tingkat pengalaman pasien terhadap penyakitnya,
sedangkan pekerjaan dapat menunjukkan sikap aktifitas pasien dan sebagai stressor
yang mempengaruhi penyakitnya.
b. Riwayat Kesehatan saat ini Keluhan utama pasien masuk ke Rumah Sakit dengan
keluhan adanya pembengkakan pada perut dan kaki serta keadaan umum lemah.
c. Riwayat kesehatan masa lalu Pasien dengan sindroma nefrotik mempunyai riwayat
penyakit seperti glomerulonefritis, dan infeksi yang menjadi penyebeb terbesar.
d. Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat penyakit dalam keluarga seperti penyakit
sindroma nefrotik yang dapat mengarahkan dugaan pada penyakit sindrom nefrotik.
e. Pola kebiasaan
1. Pola nutrisi
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan nafsu makan karena
adanya anorexia, nousea, vomitus yang diakibatkan oleh gangguan
metabolisme protein di dalam usus. 2
2. Pola eliminasi
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami gangguan pola eliminasi dimana
terjadinya nyeri selama atau sesudah buang air kecil yang disebabkan oleh
infeksi kandung kemih, dan bisa juga disebabkan oleh trauma.
3. Pola aktifitas
Pasien dengan sindrom nefrotik pola aktifitasnya terganggu dikarenakan
adanya anemia dan dehidrasi, sehingga pasien cepat lelah dan lemah.
4. Pola istirahat
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami kesulitan dalam beristirahat,
dikarenakan karena adanya nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis,
efusi pericardial dan penyakit jantung koroner akibat penimbunan cairan
hipertensi.
f. Personal hygiene Mulut berbau dikarenakan tubuh mengeluarkan ion hydrogen dalam
peningkatan asam lambung sehingga memungkinkan terjadinya stomatitis dan
gingivitis pada pasien yang oral hygiene kurang
g. Riwayat psikologis Biasanya pasien dengan sindrom nefrotik terjadi penurunan
psikologis dan steres yang tinggi karena penyakitnya, maka perlu perhatian yang
lebih dari keluarga dan perawat.
h. Riwayat Spritual
Pasien dengan sindrom nefrotik dalam beribadahnya tidak dapat melakukan seperti
biasa dikarenakan keadaan fisik yang lemah.
i. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat keadaan umum dan
kelainan yang terdapat di seluruh tubuh sehubungan dengan perjalanan
penyakitnya, biasanya kulit pasien ditemukan berwarna pucat karena anemia
dan penimbunan elektrolit pigmen, pruritus yang berat, oedema perifer, bibir
kering dan nafas berbau akibat ureum yang berlebihan pada air liur yang di
rubah oleh bakteri mulut.
2. Palpasi
Pemeriksaan dengan perabaan pada heparnya ditemukan pembesaran hepar
(hepatomegali) akibat adanya bendungan pada vena porta yang menimbulkan
rasa tidak enak diperut bagian atas terutama sesudah makan, nyeri dada, kulit
kuning dan kasar, denyut nadi tidak teratur dan meningkat akibat hipertensi.
Pada ektremitas adanya odema dan terasa dingin.
3. Perkusi
Pemeriksaan dengan cara mengetuk untuk mengetahui kelainan organ melalui
suara yang terdengar.
4. Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengar bunyi atau irama jantng sehingga
diketahui adanya efusi pericardial atau gagal jantung akibat hipertensi dan
juga untuk mendengar bunyi (bising) peristaltik usus.
2. Pengkajian Persistem
a. Sistem pernapasan
Frekuensi pernapasan meningkat, efusi pleura karena distensi abdomen.
b. Sistem kardiovaskuler
Nadi , tekanan darah, hipertensi ringan bisa dijumpai.
c. Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d. Sistem perkemihan.
hematuri, proteinuria, oliguri.
e. Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut,
malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps ani.
f. Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g. Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h. Sistem endokrin
Dalam batas normal.
i. Sistem reproduksi
Dalam batas normal
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik Menurut Betz dan Sowden (2002) Untuk memperkuat diagnosis
seiring dilakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan laboratorium maupun radiologi
yaitu
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan ureum darah dan nitrogen
urea darah dan pemeriksaan asam urat. Penilaian kadar kalium darah dan analisis
gas darah dan perlu dilakukan untuk menemukan ada tidaknya asidosis metabolic
yang berat, pada pemeriksaan kalsium biasanya hanya dilakukan pada keadaan
terminal, kadar fosfor darah perlu dilakukan melalui pemeriksaan fosfataselindi
yang berguna untuk menilai HTP (homone parathyroid tulang) dan metabolisme
vit D3.
Berat jenis urine : meningkat.
Albuminemia : menurun.
Kadar urine normal.
Anemia defisiensi besi.
Laju endap darah : meningkat.
Kalsium dalam darah : menurun.
Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia
2. Foto polos abdomen
Dilakukan untuk menilai bentuk dan besar ginjal apakah ada batu dan obstruksi
lain, sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
3. Ultrasonografi
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal dan tebak parenkhim ginjal dan kepadatan
parenkhim ginjal, anatomi system pelviokalises dan ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
4. Pemeriksaan radiologi jantung, tulang dan paru
Pada jantung memperlihatkan kardiomegali dan efusi kardial, pemeriksaan tulang
untuk menentukan adanya osteodistropi dan klasifikasi metastatik. Sedangkan
pada pemeriksaan radiology paru berguna untuk mengetahui adanya uremiclung
(Uremic paru) yang dianggap disebabkan oleh bendungan.
5. Biopsy ginjal
Hal ini dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal atau untuk mengetahui
etiologinya.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk
menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi pasien
(Potter & Perry, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C. L., dan Sowden, L. A. (2000) Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Ed 3. Jakarta :
EGC Brunner & Suddarth. (2003)
Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah). Jakarta : EGC Doengoes, M. E., et.
al, (2000)
Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Donna L, Wong (2004)
Pedoman Klinis Keperawatan Anak. Jakarta: EGC Mansjoer, A, dkk. (2000)
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius
Naga, S. S. (2012)
Buku panduan lengkap ilmu penyakit dalam. Jogjakarta : DIVA pres Price, Sylvia A, (2010)
Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit, ed 6. Jakarta : EGC Putri, T. (2009)
Ilmu Kesehaatan Anak 2. Jakarta : Infomedica Smeltzer, Suzanne C. (2002).
Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner & Suddart , Jakarta : EGC Smeltzer, S.C dan
Bare B.E. (2002)
Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth edisi 8 volume 2. Jakarta :
EGC