Anda di halaman 1dari 13

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak pada Klien dengan

Sindrom Nefrotik

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menurut Behrman dalam bukunya yang berjudul Ilmu Kesehatan Anak (2001) bahwa
“pada anak karena mempunyai kelainan pembentukan glomerulus”. Menurut tinjauan dari
Robson, dari 1400 kasus, beberapa jenis glomerulonefritis merupakan penyebab dari 78%
sindrom nefrotik pada orang dewasa dan 93% pada anak-anak (Price, 1995).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak masih tinggi
yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Menurut Raja Sheh angka
kejadian kasus sindrom nefrotik di asia tercatat sebanyak 2 kasus tiap 10.000 penduduk
(Republika, 2005). Sedangkan angka kejadian di Indonesia pada sindrom nefrotik mencapai 6
kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Sindrom
nefrotik pada kasus anak-anak tercatat sebanyak 4 kasus yang mendapatkan perawatan di
ruang anak C1 lantai 2 RSUP Dr. Kariadi Semarang terhitung mulai tahun 2006 maret 7 anak
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan
etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya
terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana konsep dasar reumatoid artritis dan asuhan keperawatan pada klien dengan
reumatoid artritis ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN NEFROTIK SYNDROM
Sindrome nefrotik (Nephrotic Syndrome) adalah suatu sindroma (kumpulan gejala-gejala)
yang terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal dan menyebabkan proteinuria
(protein di dalam air kemih), menurunnya kadar albumin dalam darah, penimbunan garam
dan air yang berlebihan, dan meningkatnya kadar lemak dalam darah.
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein
karena kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996).
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria
dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif,
dkk. 1999).
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
a. Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan
glomerulus ( kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh besarnya molekul dan muatan
listrik, dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Proteinuria
sebagian berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dahn hanya sebagaian
kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membrane basalis
glomerulus menyebabkan peingkatan permeabilitas glomerulus terhadap perotein plasma dan
protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin1,2,6
b. Hipoalbuminemia Adalah rendahnya kadar albumin (protein) didalam darah akibat dari
proteinuria. Rendahnya albumin didalam darah menyebabkan mudahnya cairan tubuh keluar
dari jaringan dan mengakibatkan edema. Dengan perpindahan volume plasma ke rongga
ketiga dapat terjadi syok, bila edema berat dapat timbul dispnoe akibat efusi pleura. Episode
pertama penyakit sering mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbotal dan
oliguria. Dalam beberapa hari edema semakin jelas dan menjadi anarsaka.
c. Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),
trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal
atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah).Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi
oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
d. Edema
Akibat nefrotik membuat jaringan bengkak, dan bila dilakukan penekanan tidak cepat
kembali ke keadaan semula. Edema umumnya terjadi pada kaki dan pergelangan kaki.terlebih
bila berdiri dalam waktu yang lama. Hal ini menyebabkan perasaan berat serta dingin pada
extremitas dan mempengaruhi gerakan. Pada stadium lanjut, edema bisa terjadi di perut atau
abdomen yang biasa disebut asites dan dinding perut sangat tegang, serta edema di tangan
dan sekitar lingkar mata pada pagi hari yang disebut edema preorbital. Pada stadium keadaan
yang lebih lanjut lagi terjadi pembengkakan jaringan seluruh tubuh (edema anasarka) serta
akan menimbulkan peningkatan berat badan, anorexia, penurunan nafsu makan, fatigue, nyeri
abdomen,malaise ringan, mual, muntah, sesak nafas.

Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan
penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara
fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam
glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan
perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002).
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang
massif (Donna L. Wong, 2004).

2.2 ETIOLOGI NEFROTIK SYNDROM


Penyebab sindroma nefrotik ini belum diketahui, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai
penyakit autoimun, yaitu reaksi antigen-antibodi. Dimana 80% anak dengan sindroma
nefrotik yang dilakukan biopsi ginjal menunjukkan hanya sedikit keabnormalannya,
sementara sisanya 20 % biopsi ginjal menunjukkan keabnormalan seperti glomerulonefritis
(Novak & Broom, 1999). Patogenesis mungkin karena gangguan metabolisme, biokimia dan
fisiokimia yang menyebabkan permeabilitas membran glomerulus meningkat terhadap
protein (Whalley and Wong, 1998).
Sedangkan menurut Behrman (2001), kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis
mempunyai beberapa bentuk sindroma nefrotik idiopatik, penyakit lesi minimal ditemukan
pada sekitar 85%. Sindroma nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk
glomerulonefritis.

Berdasarkan etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 yaitu:


1. Primer/ Idiopatik
a. Yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengn sebab tidak diketahui.
b. Banyak terjadi pada usia sekolah (74% pada usia 2 – 7 tahun)
c. Pria dan wanita 2 : 1
d. Diawali dengan infeksi virus pada saluran nafas atas.
2. Sekunder
a. Disebabkan oleh kerusakan glomerulus (akut/kronik) karena penyakit tertentu.
b. Karena infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi,
bahan kimia, penyakit metabolik, penyakit kolagen, toksin, transplantasi ginjal, trombosis
vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas masif, glomerulonefritis akut/kronis.
c. Banyak terjadi pada anak dengan penurunan daya tahan tubuh/ gangguan imunitas, respon
alergi, glomerulonefritis. Dikaitkan dengan respon imun (abnormal immunoglobulin).
d. Pada orang dewasa SN skunder terbanyak disebabkan oleh dibetes mellitus
3. Kongenital
a. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b. Herediter Resisten gen
c. Tidak resisten terhadap terapi malalui Transplantasi Ginjal.

Beberapa penyakit yang dapat secara spesifik menyebabkan rusaknya glomeruli ginjal
dan sering mengakibatkan timbulnya proteinuria tentunya mempercepat timbulnya Nefrotik
syndrome:
1. Amiloidosis
2. Congenital nephrosis
3. Focal segmentalglomerular sclerosis (FSGS)

Terjadi kerusakan pada jaringan glomeruli, sehingga merusak membran pelindung protein
1. Glomerulonephritis (GN)
2. IgA nephropathy (Berger's disease)
3. Minimal change disease (Nil's disease)
4. Pre-eclampsia
Terjadinya Sindroma Nefrotik juga tergantung usia kejadiannya:
1. Usia kurang dari 1 tahun
2. Usia kurang dari 15 tahun
3. Usia 15 sampai 40 tahun

2.3 KLASIFIKASI NEFROTIK SYNDROM


Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephritic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan
sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan
mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.

c. Sindrom Nefrotik Kongenital


Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena
sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria.
Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun
pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

2.4 PATOFISIOLOGI NEFROTIK SYNDROM


a. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma
menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan
tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah
aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan
menyebabkan edema.
c. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
d. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang
timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin
(lipiduria)
e. Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui
yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari
albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar
albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara
fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang
diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan
system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan
aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan
hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium
dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang
sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun
karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan
arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383)

2.5 MANISFESTASI KLINIS NEFROTIK SYNDROM


Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
1. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
2. Proteinuria dan albuminemia.
3. Hipoproteinemi dan albuminemia.
4. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
5. Lipid uria.
6. Mual, anoreksia, diare.
7. Anemia, pasien mengalami edema paru.

Menurut Betz, Cecily L.(2002 : 335)


1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk
ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan
umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia
dan ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
3. Pucat Hematuri, azotemeia hipertensi ringan
4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
6. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).

Menurut Suriadi ( 2001 : 219 ) tanda dan gejala dari syndrome nefrotik adalah Gejala utama
yang ditemukan adalah :
a. Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
b. Hipoalbuminemia < 30 g/l.
c. Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka,
ascxites dan efusi pleura.
d. Anorexia
e. Fatique
f. Nyeri abdomen
g. Berat badan meningkat
h. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
i. Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.

2.6 KOMPLIKASI NEFROTIK SYNDROM


1. Hypovolemi
2. Infeksi pneumococcus
3. Dehidrasi
4. Hilangnya protein dalam urine
5. Venous thrombosis (Suriadi dan Yuliani, 2001)

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG NEFROTIK SYNDROM


Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan antara lain
1. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment
kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
3. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein /kreatini urin pertama
pagi hari
4. Pemeriksaan darah
a. Darah tepi (HB,Leukosit,hitung jenis,trombosit, hematokrit,LED )
b. Kadar albumin dan kolesterol plasma
c. Kadar ureum,kreatinin,serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
d. Titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persisten
e. Bila curiga lupus eritematosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar
komplemen C4,ANA (anti nuclear antibody),dan anti –dsDNA
5. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

2.8 PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN NEFROTIK SYNDROM


Penatalaksanaan Terapeutik
1. Diit tinggi protein
2. Pembatasan sodium jika anak hipertensi
3. Antibiotic untuk mencegah infeksi
4. Terapi deuritik sesuai program
5. Terapi albumin jika intake oral dan output urine kurang
6. Terapi predinson dengan dosis 2 mg/kg/per hari sesuai program (suriadi,2001)
Penatalaksanaan medis untuk sindroma nefrotik mencakup komponen perawatan berikut
ini :
1. Pemberian kortikosteroid (prednison).
2. Penggantian protein (dari makanan atau 25 % albumin).
3. Pengurangan edema : diuretic dan restriksi natrium (diuretika hendaknya digunakan secara
cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan trombus
dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit).
4. Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin (menurunkan banyaknya proteinuria pada
glomerulonefritis membranosa).
5. Klorambusil dan siklofosfamid (untuk sindroma nefrotik tergantung steroid dan pasien yang
sering mengalami kekambuhan).
6. Obat nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan berhubungan dengan edema dan terapi
infasive.

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN NEFROTIK SYNDROM


a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
a) Nama klien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan, agama, kultur budaya/ suku
bangsa dan alamat.
b) Tanggal klien masuk, nomor Rekam Medis, dan diagnosa medis.
2) Identitas keluarga
a) Nama ayah, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
b) Nama ibu, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat
3) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama :
Biasanya pasien datang dengan bengkak disebagian atau seluruh tubuh, urine lebih sedikit,
urine berwarana hitam, berat badan meningkat, wajah mengembang sekitar mata, terutama
meningkat di pagi hari, tekanan darah normal, anoreksia, mudah lelah, malnutrisi, asites
(perut bengkak), diare, muntah dan kesukaran bernapas.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dikaji lamanya keluhan yang dirasakan dan sudah dibawa berobat kemanna, mendapat
terapi apa dan bagaimana reaksi tubuh/penyakitnya terhadap pengobatan yang telah
dilakukan.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Ada kemungkinan anak yang telah mengalami penyakit/gejala sindrom nefrotik, tetapi
penyakit ini tak ada hubungan dengan penyakit yang pernah diderita dahulu.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit sindrom nefrotik dapat diperparah dengan infeksi bakteri misalnya keluarga ada
yang menderita TBC, keluarga memiliki riwayat hipertensi atau memiliki riwayat penyakit
yang sama dengan pasien karena sindrom nefrotik bisa diturunkan sebagai resesif autosomal.
e) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat tinggal yang kotor (banyak bakteri), perlu dikaji juga daerah tempat
tinggal dekat dengan sumber polusi atau tidak.
b. Pemeriksaan Fisik
Adapun tanda dan gejala yang ditemukan pada penderita sindrom nefrotik (Cecily, 2002) :
1. Tanda-tanda vital, biasanya akan mengalami peningkatan terutama tekanan darah yaitu di
atas 100/60 mmHg, nadi cepat atau lambat dan pernapasan menjadi cepat antara 30-40
x/menit.
2. Wajah biasanya membengkak (moon face)
3. Mata biasanya mengalami edema pada palpebra, konjungtiva anemis
4. Abdomen, pada saat dilakukan inpeksi terlihat adanya pembesaran abdomen karena adanya
penumpukan cairan. Palpasi akan ditemukan hasil tes ballotemen positif yang menandakan
adanya asites.
5. Srotum akan membesar/edema karena adanya penumpukan cairan.
6. Ekstremitas akan terjadi edema dan kelemahan akibat kondisi penyakit yang dialami
penderita
c. Pola Aktivitas sehari-hari
1. Pola nutrisi akan mengalami gangguan, penderita akan menjadi malas makan dan minum,
mual dan muntah.
2. Pola eliminasi akan mengalami gangguan, terutama pada eliminasi buang air kecil, penderita
akan mengalami kesulitan atau penurunan volume urine. Kadang-kadang bisa terjadi
hematuria.
3. Pola istirahat dan tidur akan mengalami gangguan akibat adanya nyeri pada edema, terutama
scrotum.
4. Pola aktivitas menjadi terganggu, pasien menjadi malas beraktivtas
5. Personal hygiene menjadi tidak terurus akibat kelemahan fisik.

d. Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan antara lain


1. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment
kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
3. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein /kreatini urin pertama
pagi hari
4. Pemeriksaan darah
a. Darah tepi (HB,Leukosit,hitung jenis,trombosit, hematokrit,LED )
b. Kadar albumin dan kolesterol plasma
c. Kadar ureum,kreatinin,serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
d. Titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persisten
e. Bila curiga lupus eritematosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar
komplemen C4,ANA (anti nuclear antibody),dan anti –dsDNA
5. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan terjadinya akumulasi cairan dalam jaringan
karena proses penyakitnya, retensi sodium.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema dan menurunnya sirkulasi
4. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, pertahanan tubuh tidak adekuat
5. Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun, maka rencana tindakan keperawatan
menurut Suriadi (2001) adalah :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kelebihan cairan dalam
tubuh pasien dapat dikurangi
Kriteria hasil :
a. Balance cairan negatif
b. Edema berkurang
No. INTERVENSI RASIONAL
1. Buat catatan asupan dan keluaran Memberikan informasi tentang
yang akurat. Catat karakteristik status anak.
keluaran urine
2. Kaji adanya edema dengan untuk mengetahui perubahan
mengukur perubahan edema edema
3. Pantau berat jenis urine, albumin Mengetahui perubahan nilai
albumin, berat jenis urine guna
intervensi selanjutnya.
4. Pertahankan pembatasan cairan manajemen cairan, untuk
untuk pasien mengurangi kelebihan cairan
5. Berikan kortikosteroid untuk mengurangi protein dalam urine
menurunkan protein urine
6. Timbang berat badan anak setiap Kenaikan berat badan secara
hari dengan timbangan yang sama tiba-tiba dapat mengindikasikan
pada waktu yang sama setiap hari. kelebihan cairan ekstravaskular
Catat hasilnya dan bandingkan dan dapat menyebabkan
dengan berat badan sebelumnya. penurunan curah jantung.
7. Kolaborasi dengan tim medis meningkatkan volume urine
dalam pemberian terapi diuretik adekuat
sesuai indikasi

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi
pasien dapat terpenuhi tanpa terjadi perubahan pola makan pasien.
Kriteria hasil :
a. Pasien makan tepat waktu sesuai dengan kebiasaan makan sehari-hari
b. Porsi makanan yang disediakan habis dimakan
c. Pasien tidak mengalami mual dan muntah
No. INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kebiasaan diet, masukan mengetahui atau mengambarkan
makanan saat ini perbedaan atau perubahan
sebelum sakit terhadap kebiasaan
diet.
2. Berikan makan sedikit demi sedikit meningkatkan proese pencernaan
dan makanan kecil tambahan yang dan toleransi terhadap nutrisi
tepat tetapi sering yang diberikan dan mengurangi
terjadinya mual.
3. Buat pilihan menu yang ada dan variasi sediaan makanan akan
ijinkan pasien untuk mengontrol meningkatkan pasien untuk
pilihan sebanyak mungkin mempunyai pilihan terhadap
makanan yang dinikmati.
4. Anjurkan pada pasien untuk mulut yang bersih dapat
melakukan oral hygiene meningkatkan rasa makanan
5. Timbang berat setiap hari dan mengevaluasi keefektifan atau
bandingkan dengan berat badan kebutuhan dalam mengubah
sebelum sakit pemberian nutrisi
6. Catat masukan dan perubahan memberikan rasa kontrol pada
simptom yang berhubugan dengan pasien dan kesempatan untuk
pencernaan : anoreksia, mual, memilih makanan yang
muntah. diinginkan/dinikmati, dapat
meningkatkan masukan
makanan.
7. Konsultasikan dengan ahli gizi merupakan sumber yang efektif
untuk mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi sesuai dengan
usia, berat badan, ukuran tubuh,
keadaan penyakit sekarang

3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema dan imobilitas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperatwan selama 3x24 jam diharapkan mampu
mempertahankan integritas kulit, menunjukan penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
Terdapat resolusi pada daerah sekitar luka
No. INTERVENSI RASIONAL
1. Bantu anak mengubah posisi Pengubahan posisi yang sering
tubuhnya setiap 2 jam dapat mencegah kerusakan kulit,
dengan cara meniadakan tekanan
permukaan tubuh.
2. Lakukan perawatan kulit yang Perawatan kulit yang baik dapat
tepat, termasuk mandi harian menjagakulit bebas dari bahan
dengan menggunakan sabun pengiritasi dan membantu
pelembab, masase, pengubahan mencegah kerusakan kulit.
posisi dan penggantian linen serta
pakaian kotor.
3. Kaji kulit anak untuk melihat bukti Pengkajian yang sering
iritasi dan kerusakan keperti memungkinkan deteksi dini dan
kemerahan, edema, dan abrasi, intervensi yang tepat ketika
setiap 4-8 jam. dibutuhkan.
4. Topang atau tinggikan area-area Meninggikan atau menopang
yang mengalami edema, seperti daerah yang edema dapat
lengan, tungkai, dan skrotum, mengurangi edema. Menggunkan
dengan menggunakan bantal atau bedak dapat mengurangi
linen tempat tidur. Gunakan bedak kelembapan dan gesekan yang di
pada area ini. timbulkan ketika permukaan
tubuh saling bergesek.
5. Tingkatkan jumlah aktivitas anak, Peningkatan aktivitas membantu
seiring edema mereda. mencegah kerusakan kulit akibat
tirah baring yang lama.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, penurunan daya tahan tubuh.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirumah sakit diharapkan dapat
meminimalkan resiko infeksi
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)
No. INTERVENSI RASIONAL
1. Gunakan prinsip aseptik setiap mempertahankan prinsip steril
melakukan tindakan. untuk mencegah penyebaran
infeksi
2. Pantau tanda-tanda infeksi pencegahan dini untuk mencegah
infeksi dan menentukan tindakan
selanjutnya
3. Monitor hasil laboratorium nilai leukosit merupakan
(leukosit) indikator adanya infeksi
4. Tingkatkan intake nutrisi nutrisi yang adekuat dapat
membantu meningkatkan daya
tahan tubuh
5. Batasi pengunjung bila perlu, mencegah infeksi nosokomial
lindungi anak dari kontak yang dan mengurangi kontak dengan
terinfeksi mikroba yang ditularkan
pengunjung
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi membantu mengobati infeksi
antibiotik sesuai indikasi dengan membunuh bakteri
patogen

5. Kecemasan pada anak atau keluarga b/d hospitalisasi pada anak Tujuan :
Kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan
keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur.
No. INTERVENSI RASIONAL
1. Validasi perasaan takut atau cemas Perasaan adalah nyata dan
membantu pasien untuk tebuka
sehingga dapat menghadapinya.
2. Pertahankan kontak dengan klien Memantapkan hubungan,
meningkatan ekspresi perasaan
3. Upayakan ada keluarga
yang Dukungan yang terus menerus
menunggu mengurangi ketakutan atau
kecemasan yang dihadapi.
4. Anjurkan orang tua untuk Meminimalkan dampak
membawakan mainan atau foto hospitalisasi terpisah dari
keluarga. anggota keluarga

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Sindrom Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma, yang menimbulkan protein urea, hipoalbuminemia atau
hipoprotein, hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia, edema, dan lipiduria. Proteinuria massif
yang keluar lebih dari 3,5 gram setiap hari/ 173 m luas permukaan tubuh dan
hipoalbuminemia (kurang 3,5 gr/dl)
Penyebab sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan
dengan kelainan primer dengan sebab tidak diketahui. Sindrom nefrotik sekunder akibat
penyakit infeksi, keganasan, obat-obatan. Penyakit multi system, alergi, penyakit herediter,
toksin, thrombosis vena renalis, obesitas massif. Penyebab umumnya adalah kelainan
glomerulus akibat dari benigna, glomenuonefritis, glomerosklerosis, nefropati IgA, penyakit
minimal. Kelainan sekunder akibat herediter, autoimun, infeksi, obat (anti inflamasi non
steroid, heroin, emas).
DAFTAR PUSTAKA
http://asuhankeperawatan4u.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-anak-dengan-sindrom.html
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. Media Aesculapius
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC.
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai