Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN SINDROM NEFROTIK

Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak


retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan
vertebra.Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena
adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh.Batas atas ginjal kiri setinggi
batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah
vertebra lumbalis III.

Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula.Medula terdiri atas


piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah.Tiap-tiap
piramid dipisahkan oleh kolumna bertini.Dasar piramid ini ditutup oleh korteks,
sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor.Beberapa
kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap
ginjal.Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis
inilah keluar ureter.

Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada medula
hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit
nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal
(kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai
lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.

1
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang
sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam
glomerulus.Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal
yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.

A. Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi
proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia.
Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Muttaqin,
2012). Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya
berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat
proteinuria berat. Pada dewasa terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia
(Mansjoer, 2012).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan
protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini
diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (Nursalam, dkk. 2009)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 2007). Sindroma nefrotik
adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang
mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara
fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi
dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang
membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Husein A Latas. 2012)

B. Etiologi
Menurut Mansjoer (2012) Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum
diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu
reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :

2
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen
seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis
akut atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion,
paradion, penisilamin, garam emas, air raksa, Amiloidosis, penyakit sel sabit,
hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop
biasa dan mikroskop elektron, terbagi menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding
kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma
endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan penebalan batang
lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan
batang lobular, Dengan bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel
mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral.
Prognosis buruk.
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai
membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA
rendah. Prognosis buruk.

3
e. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai
atrofi tubulus. Prognosis buruk.
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut Muttaqin. 2012 adalah:
1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
a. Glomerulonefritis
b. Nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti:
a. Diabetes mellitus
b. Sistema lupus eritematosus
c. Amyloidosis

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya
bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak
dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata
(periorbital) yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi
penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah
genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki
bagian atas, penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan
asites.
Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang,
warna agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat
hemturia dan oliguri terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang
menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon
anti diuretik (ADH) :
1. Pucat
2. Hematuria
3. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
4. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umumnya terjadi.
5. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
6. Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
7. Hipoalbuminemia < 30 gr/l

4
8. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
9. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
10. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
11. klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
12. Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem
renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
13. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air

D. Klasifikasi
Whaley dan Wong (membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic
syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal
bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala
awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua
pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama
kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

Sindrom Nefrotik menurut terjadinya


1. Sindrom Nefrotik Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe
Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir
premature (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan).
Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema,
asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada
pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif dan

5
hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada
muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih
rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karen ainfeksi sekunder
atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan
kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan
amnion yang biasanya meninggi.
2. Sindrom Nefrotik yang didapat:
Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.

E. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab
secara primer berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom perubahan minimal.Sedangkan secara
sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus
eritematosus, Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom
nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine.
Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak
mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang
melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata
akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran
ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-
angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Manifestasi
hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan
terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau
sistemik yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini
dianggap menyerang anak-anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang
dewasa termasuk lansia..Respon perubahan patologis pada glomerulus secara
fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2012).
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler

6
glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya
terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2012 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang
terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada
umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl.
Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang
memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan
edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Price, 2015).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah
arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin
angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang
peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan
merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air
dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma
tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan
memperberat edema. (Husein A Latas, 2012).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone
akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol,
trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh
hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas,
2012).

7
F. Pathway

8
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine
kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin,
mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit
ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan
kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi
saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK).
Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
b. Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.
Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat
sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida,
fsfat dan magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan
albumin menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat
dan gangguan gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum dapat
menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena
kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-
14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl).
Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,
hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
2. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan
memasukkan jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal
untuk menegakkan diagnosis.
3. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).

9
H. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan risiko komplikasi.
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi
atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia,
mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai
kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3
gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya
edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu
dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan
cairan intravaskuler berat.
Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya
TBC
c. Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon,
furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron
seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis
aldosteron.
d. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari
dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan
dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan
ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
3) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30
mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.

10
4) Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila
ada gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
5) Diet
Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan
edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi
ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama
protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran
protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900
sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/
hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan
ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang
dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang
persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/
hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan
untuk menjamin masukan yang adekuat.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4
gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila
edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet rendah natrium
tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan
protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah
natrium.
e. Kemoterapi
1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari
hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari.
Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan
setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton

11
dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan
pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-
obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama
beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna
mengurangi edema. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya
cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas
bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan
memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih
rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
b. Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output
diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi
kehilangan cairan dan berat badan harian.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan
kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering,
plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan
plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan
dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih
dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak
mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab
dengan air hangat.
e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen
dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan
infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
f. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga
merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan
siklofosfamid.
g. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan
dekubitus.

12
h. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali
tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini
merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang
berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah
sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini.
Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
i. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk
mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi
keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian
pasien).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SINDROM NEFROTIK

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Klien
1) Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah
(3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas
tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
2) Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun
setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio
laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria
banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
3) Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-
6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada
pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan
kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat
mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-
anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan
kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
4) Agama
5) Suku/bangsa

13
6) Status
7) Pendidikan
8) Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
1) Edema atau sembab, biasanya pada daerah mata, dada, perut,
tungkai, dan genitalia
2) Malaise
3) Sesak nafas
4) Kaki terasa berat dan dingin karena adanya edema
5) Sakit kepala
6) Diare
b. Riwayat penyakit sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
1) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
2) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
3) Kaji adanya anoreksia pada klien
4) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
c. Riwayat kesehatan dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
e. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1. Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.

14
2. Pola eliminasi: diare, oliguria.
3. Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
4. Pola istirahat tidur: susah tidur
5. Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif
6. Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
f. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.
g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Tidak ada hubungan.
h. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
i. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
j. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
2. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
3. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik
dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa
daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin
beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu,
elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
4. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school
(inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar
mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak
akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
5. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.
6. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar
orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga,
menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila
dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil,
meniru aktivitas orang dewasa.

15
7. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur,
kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi,
perasaan berpisah dari orang tua, teman.
k. Riwayat Nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam
keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi
BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 %
(gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Kesadaran: biasanya compos mentis
TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
b. Pemeriksaan sistem tubuh
1) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan
nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada
fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola
nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
2) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume .
3) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
4) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada
abdomen.

16
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu
makan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
4. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing
(dampak hospitalisasi).
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita
penyakit serius.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
8. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema,
penurunan pertahanan tubuh.
9. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan
dengan kehilangan protein dan cairan, edema.

C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Kelebihan Tujuan : Mandiri :
volume cairan Pasien tidak 1. Kaji masukan 1. Perlu untuk
berhubungan menunjukkan yang relatif menentukan fungsi
dengan bukti-bukti terhadap ginjal, kebutuhan
kehilangan akumulasi cairan keluaran secara penggantian cairan
protein (pasien akurat. dan penurunan
sekunder mendapatkan 2. Timbang berat resiko kelebihan
terhadap volume cairan badan setiap cairan.
peningkatan yang tepat) hari (ataui lebih 2. Mengkaji retensi
permiabilitas sering jika cairan

17
glomerulus. diindikasikan). 3. Untuk mengkaji
Kriteria hasil: 3. Kaji perubahan ascites dan karena
Ø Penurunan edema : ukur merupakan sisi
edema, ascites lingkar umum edema.
Ø Kadar protein abdomen pada 4. Agar tidak
darah meningkat umbilicus serta mendapatkan lebih
Ø Output urine pantau edema dari jumlah yang
adekuat 600 – sekitar mata. dibutuhkan
700 ml/hari 4. Atur masukan 5. Untuk
Ø Tekanan darah cairan dengan mempertahankan
dan nadi dalam cermat. masukan yang
batas normal. 5. Pantau infus diresepkan
intra vena

Kolaborasi :
1. Berikan 1. Untuk menurunkan
kortikosterod ekskresi
sesuai proteinuria
ketentuan. 2. Untuk memberikan
2. Berikan diuretik penghilangan
bila sementara dari
diinstruksikan. edema.

2 Perubahan Tujuan : Mandiri :


nutrisi Kebutuhan 1. Catat intake 1. Monitoring asupan
kuruang dari nutrisi akan dan output nutrisi bagi tubuh
kebutuhan terpenuhi makanan 2. Gangguan nutrisi
berhubungan secara akurat dapat terjadi
dengan Kriteria Hasil : 2. Kaji adanya secara
malnutrisi Ø Napsu makan anoreksia, perlahan. Diares
sekunder baik hipoproteinema sebagai reaksi
terhadap Ø Tidak terjadi , diare. edema intestinal
kehilangan hipoprtoeinemia 3. Pastikan anak 3. Mencegah status
protein dan
Ø Porsi makan mendapat nutrisi menjadi
penurunan yang makanan lebih buruk.

18
napsu makan. dihidangkan dengan diet 4. Membantu
dihabiskan yang cukup. pemenuhan nutrisi
Ø Edema dan 4. Beri diet yang anak dan
ascites tidak bergizi meningkatkan daya
ada. 5. Batasi natrium tahan tubuh anak
selama edema 5. asupan natrium
dan trerapi dapat memperberat
kortikosteroid edema usus yang
6. Beri lingkungan menyebabkan
yang hilangnya nafsu
menyenangkan, makan anak
bersih, dan 6. agar anak lebih
rileks pada saat mungkin untuk
makan makan
7. Beri makanan 7. untuk merangsang
dalam porsi nafsu makan anak
sedikit pada 8. untuk mendorong
awalnya agar anak mau
8. Beri makanan makan
spesial dan 9. untuk
disukai anak menrangsang
9. Beri makanan nafsu makan anak
dengan cara
yang menarik
3 Resiko tinggi Tujuan : Mandiri :
infeksi Tidak terjadi 1. Lindungi anak 1. Meminimalkan
berhubungan infeksi dari orang- masuknya
dengan Kriteria hasil : orang yang organisme.
imunitas Ø Tanda-tanda terkena infeksi 2. Mencegah
tubuh yang infeksi tidak ada melalui terjadinya infeksi
menurun. Ø Tanda vitaldalam pembatasan nosokomial.
batas normal pengunjung. 3. Mencegah
Ø Ada perubahan 2. Tempatkan terjadinya infeksi
perilaku anak di nosokomial.
keluarga dalam ruangan non 4. Membatasi

19
melakukan infeksi. masuknya bakteri
perawatan. 3. Cuci tangan ke dalam tubuh.
sebelum dan Deteksi dini
sesudah adanya infeksi
tindakan. dapat mencegah
4. Lakukan sepsis.
tindakan invasif 5. Untuk
secara aseptik meminimalkan
5. Gunakan teknik pajanan pada
mencuci tangan organisme infektif
yang baik 6. Untuk memutus
6. Jaga agar mata rantai
anak tetap penyebarkan
hangat dan infeksi
kering 7. Indikasi awal
7. Pantau suhu. adanya tanda
8. Ajari orang tua infeksi
tentang tanda 8. Memberi
dan gejala pengetahuan dasar
infeksi tentang tanda dan
gejala infeksi
4 Kecemasan Tujuan : 1. Validasi 1. Perasaan adalah
anak Kecemasan perasaan takut nyata dan
berhubungan anak menurun atau cemas. membantu pasien
dengan atau hilang 2. Pertahankan untuk tebuka
lingkungan Kriteria hasil : kontak dengan sehingga dapat
perawatan Ø Kooperatif pada klien. menghadapinya.
yang asing tindakan 3. Upayakan ada 2. Memantapkan
(dampak keperawatan keluarga yang hubungan,
hospitalisasi).Ø Komunikatif pada menunggu meningkatan ekspr
perawat 4. Anjurkan orang esi perasaan.
Ø Secara verbal tua untuk 3. Dukungan yang
mengatakan membawakan terus menerus
tidak takur. mainan atau mengurangi
foto keluarga ketakutan atau

20
kecemasan yang
dihadapi.
4. Meminimalkan
dampak
hospitalisasi
terpisah dari
anggota keluarga.

5 Perubahan Tujuan : 1. Kenali masalah 1. Mengidentifikasi


proses Pasien keluarga dan kebuutuhan yang
keluarga (keluarga) kebutuhan akan dibutuhkan
berhubungan mendapat informasi, keluarga
dengan anak dukungan yang dukungan 2. Keluarga akan
yang adekuat 2. Kaji beradaptasi
menderita Kriteria hasil : pemahaman terhadap segala
penyakit keluarga tindakan
serius. tentang keperawatan yang
diagnosa dan dilakukan
rencana 3. Agar keluarga juga
perawatan mengetahui
3. Tekankan dan masalah kesehatan
jelaskan anaknya
profesional 4. Mengoptimalisasi
kesehatan pendidikan
tentang kondisi kesehatan
anak, prosedur terhadap
dan terapi yang 5. Untuk memfasilitasi
dianjurkan, pemahaman
serta 6. Keluarga dapat
prognosanya mengidentifikasi
4. Gunakan setiap perilaku anak
kesempatan sebagai orang
untuk yang terdekat
meningkatkan dengan anak
pemahaman 7. Mempermantap

21
keluarga rencana yang telah
Keluarga disusun
tentang sebelumnya
penyakit dan
terapinya
5. Ulangi
informasi
sesering
mungkin
6. Bantu keluarga
mengintrepetasi
kan perilaku
anak serta
responnya
7. Jangan tampak
terburu-buru,
bila waktunya
tidak tepat
6 Intoleransi Tujuan : 1. Pertahankan 1. tirah baring yang
aktifitas Anak dapat tirah baring sesuai gaya
berhubungan melakukan awal bila terjadi gravitasi dapat
dengan aktifitas sesuai edema hebat menurunkan
kelemahan. dengan 2. Seimbangkan edema
kemampuan dan istirahat dan 2. ambulasi
mendapatkan aktifitas bila menyebabkan
istirahat dan ambulasi kelelahan
tidur yang 3. Rencanakan 3. aktivitas yang
adekuat dan berikan tenang mengurangi
aktivitas tenang penggunaan energi
4. Instruksikan yang dapat
Kriteria hasil : istirahat bila menyebabkan
anak mulai kelelahan
merasa lelah 4. mengadekuatkan
5. Berikan periode fase istirahat anak
istirahat tanpa 5. anak dapat

22
gangguan menikmati masa
istirahatnya

7 Gangguan Tujuan : 1. Gali masalah 1. Untuk


citra tubuh Agar dapat dan perasaan memudahkan
berhubungan mengespresikan mengenai koping
dengan perasaan dan penampilan 2. Meningkatkan
perubahan masalah dengan 2. Tunjukkan harga diri klien dan
penampilan mengikutin aspek positif mendorong
aktivitas yang dari penampilan penerimaan
sesuai dengan dan bukti terhadap
minat dan penurunan kondisinya
kemampuan edema 3. Agar anak tidak
anak. 3. Dorong merasa sendirian
sosialisasi dan terisolasi
dengan individu 4. Agar anak merasa
Kriteria hasil : tanpa infeksi diterima
aktif
4. Beri umpan
balik posisitf

8 Resiko tinggi Tujuan : Mandiri :


kerusakan Kulit anak tidak 1. Berikan 1. memberikan
integritas kulit menunjukkan perawatan kulit kenyamanan pada
berhubungan adanya 2. Hindari pakaian anak dan
dengan kerusakan ketat mencegah
edema, integritas : 3. Bersihkan dan kerusakan kulit
penurunan kemerahan atau bedaki 2. dapat
pertahanan iritasi permukaan kulit mengakibatkan
tubuh. beberapa kali area yang
sehari menonjol tertekan
Kriteria hasil: 4. Topang organ 3. untuk mencegah

23
edema, seperti terjadinya iritasi
skrotum pada kulit karena
5. Ubah posisi gesekan dengan
dengan sering ; alat tenun
pertahankan 4. unjtuk
kesejajaran menghilangkan
tubuh dengan aea tekanan
baik 5. karena anak
6. Gunakan dengan edema
penghilang massif selalu
tekanan atau letargis, mudah
matras atau lelah dan diam saja
tempat tidur 6. untuk mencegah
penurun terjadinya ulkus
tekanan sesuai
kebutuhan
9 Resiko tinggi Tujuan : Mandiri : 1. Untuk mendeteksi
kekurangan Klien tidak 1. Pantau tanda bukti fisik
volume cairan menunjukkan vital penipisan cairan
(intravaskuler) kehilangan 2. Kaji kualitas 2. Untuk tanda shock
berhubungan cairan dan frekwensi hipovolemik
dengan intravaskuler nadi 3. Untuk mendeteksi
kehilangan atau shock 3. Ukur tekanan shock hipovolemik
protein dan hipovolemik darah 4. Agar pengobatan
cairan, yang 4. Laporkan segera dapat
edema. diyunjukkan adanya dilakukan
pasien minimum penyimpangan
atau tidak ada dari normal
Kriteria hasil :

24
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.
Husein A Latas. 2012. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa
Keperawatan Nanda NIC NOC, Edisi 9. EGC. Jakarta
Muttaqin. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1, Media
Aesculapius: Jakarta
Ngastiyah. 2007. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Price . 2005. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process.
Suharyanto, Tato, & Mudjid. 2009. Asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem perkemihan. Salemba Medika: Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai