Anda di halaman 1dari 133

AS UH AN K E PE RAWAT AN JI WA PA DA T n .

S
DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG
UPI P RSJ PROF. DR. SOEROYO
MAGELANG

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan


Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

Oleh :

WINARNI TRISNONINGTYAS
061030041401120074

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2015
PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam laporan kasus ini tidak terdapat

karya yang pernah di ajukan untuk penelitian lain atau untuk memperoleh gelar

diploma pada perguruan tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak

terdapat pada karya tulis atau pendapat yang pernah di tulis atau di terbitkan oleh

orang lain. Kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan di sebutkan

dalam daftar pustaka.

Wonosobo, 12 Agustus 2015

WINARNI TRISNONINGTYAS
061030041401120074

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

AS UH AN K E PE RAWAT AN JI WA PA DA T n . S
DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG
UPI P RSJ PROF. DR. SOEROYO
MAGELANG

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

WINARNI TRISNONINGTYAS
061030041401120074

Telah Memenuhi Persyaratan Dan Disetujui Untuk Mengikuti Ujian Karya


Tulis Ilmiah Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Sains Al-Qur’an
Jawa Tengah di Wonosobo

Wonosobo, 12 Agustus 2015


Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Siti Khoiriyah, S.Kep Ns. Sri Mulyani, M.Kep

iii
HALAMAN PENGESAHAN

AS UH AN K E PE RAWAT AN JI WA PA DA T n . S
DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG
UPI P RSJ PROF. DR. SOEROYO
MAGELANG

Oleh:

WINARNI TRISNONINGTYAS
061030041401120074

Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal


12 Agustus 2015

Penguji I : Ari Setyawati, S.Kep.Ns ………………….

Penguji II : Ns. Sri Mulyani, M.Kep ………………….

Penguji III : Ns. Siti Khoiriyah, S.Kep ………………….

Program studi D III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Sains Al Qur’an (UNSIQ)
Jawa Tengah di Wonosobo
Dekan

dr. Noer Ali Udin BSS,Sp. THT


NPU. 1910909008

iv
MOTTO

Tuhan menciptakan kedua mata kita di depan karena kita harus


terus melihat ke depan, bukan ke belakang dan terpaku pada masa
lalu.

Tiada doa yg lebih indah selain doa agar skripsi ini cepat selesai.

Semangat adalah sebetulnya kepingan-kepingan bara


kemauanyang kita sisipkan pada setiap celah dalam kerja keras
kita, untuk mencegah masuknya kemalasan dan penundaan.

Pembenci itu sangat pemilih, mereka hanya membenci orang yang


hidupnya lebih baik daripada hidup mereka.

Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang


kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama
hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka.

Kebahagiaanmu bukan pada orang yang santai membuatmu


menunggu. Jika dia mencintaimu dia tak akan membuatmu
menunggu tanpa kejelasan

v
PERSEMBAHAN

Alhamdulillah wasyukurillah, dengan segala kerendahan hati syukur tiada

henti saya panjatkan kepada Allah arrahman arrohim. Engkau permudahkan

hamba dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Kepada junjungan Nabi

Agung kita Nabi Muhammad SAW yang menuntun umat manusia hingga mampu

mengenal dan mendekat kepada Allah Azza Wa Jalla sang Maha Pemberi

kehidupan. Terima kasih saya ucapkan kepada :

1. Kedua orang tua saya, tercinta yang telah melahirkan saya dan memberikan

pengorbanan jiwa dan raga dan bapak Sutrisno yang selalu memberikan

motifasi semangat hidup saya. Adik Widya. Cinta saya kepada kalian

melebihi apapun di dunia ini.

2. Untuk sahabat, saudara terbaik saya leni, fani, tina evi mutoh, ina, rofi, lina

fauziah, tiwi terimakasih sudah menjadi lebih dari sahabat dihidup saya,

terimaksih sudah sering merepotkan dan terimakasih atas dukungannya

selama ini.. terimakasih semoga Allah membalasnya.

3. Untuk orang yang selalu ada disetiap senang maupun sedih adik ku

terimakasih.

4. Teman-teman seperjuangan Prodi Diploma III keperawatan FIKES UNSIQ

angkatan 3, selamat berjuang, sukses untuk kita semua, banggakan

keperawatan UNSIQ almamater kita.

vi
5. Pak Dextop (Fajar Sidiq) terimakasih untuk kebaikan bapak yang sabar

menghadapi kecerewetan saya saat saya ngeprint ditempat Bapak, sehat selalu

ya pak..

6. Ibu Siti Khoiriyah, selaku pembimbing 1 Karya Tulis Ilmiah, terima kasih

atas bimbingan dan arahan yang ibu berikan sehingga Karya Tulis Ilmiah ini

dapat terselesaikan.

7. Ibu Sri Mulyani selaku pembimbing 2 Karya Tulis Ilmiah, terima kasih atas

bimbingan dan arahan yang bpk berikan sehingga Karya Tulis Ilmiah ini

dapat terselesaikan.

8. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Ilmu Kesehatan UNSIQ Jawa Tengah di

Wonosobo, terimakasih atas jasa-jasa yang kalian berikan selama ini.

9. Terimakasih untuk keluarga besar UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo.

10. Terimakasih untuk Almamater tercinta.

11. Pembaca yang budiman.

vii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Hanya kepada-Nya

kita memohon pertolongan, ampun dan petunjuk. Sholawat dan salam selalu

tercurahkan ke pangkuan Nabiyullah Muhammad SAW, yang telah mengangkat

umat manusia menuju peradaban modern, semoga kita selalu dalam limpahan

Rahmat dan Hidayah-Nya serta Syafa’at-Nya sampai kelak di Hari Akhir. Amin.

Syukur alhamdulillah, telah terselesaikan penyusunan proposal dengan judul

“Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Resiko Perilaku Kekerasan Di

Ruang UPI P RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.”

Proposal ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Program Pendidikan

Diploma III Keperawatan pada Fakultas Ilmu kesehatan Universitas Sains Al-

Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo. Banyak dorongan moral maupun meterial

selama penyusunan Tugas Akhir ini, untuk itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. KH. Drs. Mukhotob Hamzah, MM, selaku Rektor Universitas Sains Al-Quran

Wonosobo.

2. dr. Noer Ali Udin BSS, Sp.THT, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Sains Al-Quran Wonosobo.

3. M. Fahrurrozi, S.Kep., Ns, selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Sains Al-Quran Wonosobo.

4. Ika Purnamasari.,M.Kep., Ns, selaku Ketua Program Studi Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sains Al-Quran Wonosobo.

viii
5. Ns. Siti Khoiriyah, S.Kep, selaku Dosen Pembimbing I atas kesediaan waktu,

nasihat, bantuan, dukungan serta kesabarannya dalam membimbing dari awal

hingga akhir penyusunan tugas akhir ini.

6. Ns. Sri Mulyani, M.Kep, selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaan waktu,

nasihat, bantuan, dukungan serta kesabarannya dalam membimbing dari awal

hingga akhir penyusunan tugas akhir ini.

7. Ari Setyawati, S.Kep., Ns selaku penguji I atas kesediaan waktu, nasihat,

bantuan, dukungan serta kesabarannya dalam membimbing dari awal hingga

akhir penyusunan tugas akhir ini.

8. RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang khususnya kepada perawat wisma UPI P

yang sudah mengizinkan saya untuk mengambil kasus serta data data pasien

untuk menyelesaikan studi kasus ini.

9. Tn. S selaku klien yang membantu kelancaran melakukan Asuhan

Keperawatan dan memberikan informasi guna melengkapi tugas akhir ini.

10. Segenap Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat

selama perkuliahan.

11. Seluruh staf karyawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sains Al-Quran

Wonosobo yang telah membantu pelancaran tugas akhir ini.

12. Bapak, Ibu dan Adikku, serta keluarga besar yang telah memberikan doa,

dukungan dan semangat selama penyusunan tugas akhir ini.

13. Teman-teman angkatan 2012 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sains Al-

Quran Wonosobo yang telah memberikan doa, dukungan, semangat, dan

kebersamaannya selama ini.

ix
14. Seluruh pihak yang tidak bisa disebut satu persatu yang telah banyak

memberikan doa, dukungan, bantuan dan semangatnya dalam penyusunan

tugas akhir ini.

Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun untuk penulis.

Wonosobo, Agustus 2015

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

PERNYATAAN............................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan.................................................................................. 7

1. Tujuan Umum ................................................................................ 7

2. Tujuan Khusus ............................................................................... 7

C. Pengumpulan Data .............................................................................. 8

D. Batasan Masalah .................................................................................. 9

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................ 10

A. Konsep masalah..................................................................................... 10

B. Konsep pengkajian resiko perilaku kekerasan ...................................... 19

1. Pengkajian ....................................................................................... 19

2. Diagnosa keperawatan..................................................................... 23

xi
C. Rencana tindakan keperawatan ............................................................. 25

1. Tujuan tindakan keperawatan ........................................................... 25

2. Tindakan keperawatan ...................................................................... 24

3. Pohon masalah.................................................................................. 24

4. Intervensi .......................................................................................... 25

5. Strategi Pelaksanaan perilaku kekerasan .......................................... 34

BAB III TINJAUAN KASUS.......................................................................... 37

A. Pengakajian .......................................................................................... 37

B. Diagnosa keperawatan ......................................................................... 39

C. Pohon masalah ..................................................................................... 41

D. Intervensi.............................................................................................. 41

E. Implemnetasi ........................................................................................ 44

F. Evaluasi ................................................................................................ 49

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................ 52

A. Pengakajian .......................................................................................... 52

B. Diagnosa keperawatan ......................................................................... 57

C. Intervensi dan implementasi ................................................................ 68

D. Evaluasi ................................................................................................ 68

BAB V PENUTUP........................................................................................... 69

A. Kesimpulan .......................................................................................... 69

B. Saran..................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rentang Respon............................................................................ 16

Gambar 2.2 Pohon Masalah ............................................................................. 24

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Perilaku Kekerasan

Di Ruang UPI P Di RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang

Lampiran 2 Strategi Pelaksanaan Perilaku Kekerasan

Lampiran 3 Proposal TAK Perilaku Kekerasan

Lampiran 4 Bukti Pengesahan Hasil Penelitian Studi Kasus

Lampiran 5 Surat Pendegelasian

Lampiran 6 Undangan Seminar Rencana Laporan Kasus

Lampiran 7 Pemberitahuana Siap Seminar Rencana Laporan Kasus

Lampiran 8 Kesediaan Penguji Rencana Laporan Kasus

Lampiran 9 Lembar Konsultasi

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat

dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab

gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa

artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur

psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Yang sakit

dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya

atau lingkungannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah

keturunan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badanlah, keadaan

psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan pekerjaan,

pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian seseorang yang dicintai,

agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia. Gejala umum atau gejala

yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utama

mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun

dipsike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi

beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling

mempengaruhi atau kebetulan terjadi sama, lalu timbullah gangguan badan

ataupun jiwa (Direja, 2011).

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 tahun 1996 adalah

suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan

1
2

emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan

keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis

dan memperhatikan segi kehidupan manusia dan cara berhubungan dengan

orang lain. Menurut American Nurses Association (ANA) keperawatan jiwa

merupakan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri

sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (Riyadi & Purwanto, 2009).

Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan

kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut

merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian dari individu.

Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan

bahwa ia “tidak setuju, tersinggung,merasa tidak dianggap, merasa tidak

diturut atau diremehkan”. Rentang respon kemarahan individu dimulai dari

respon normal (asertif) sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif).

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku

kekerasan antara lain: secara fisik, verbal, perilaku, emosi, intelektual,

spiritual, sosial dan perhatian (Yosep, 2009).

Pada keadaan yang sulit hampir semua pasien dapat bertindak kejam

dan menimbulkan resiko pada keselamatannya sendiri atau orang lain. Tidak

semua kedaruratan melibatkan gangguan psikotik. Gangguan neurotik seperti

ansietas akut atau gangguan panik dapat menimbulkan kekacauan atau

perilaku yang berbahaya. Penyalahgunaan alkohol atau obat terlarang dapat

meningkatkan kerentanan pasien, perilaku yang beresiko serta kecenderungan

melakukan kekerasan. Peningkatan bunuh diri pada laki-laki usia muda akhir-

.
3

akhir ini tampaknya terjadi lebih karena faktor sosial dan psikologis dari pada

gangguan mental yang telah dikenali (Pratomo, dkk, 2012).

Menurut World Health Organitation (WHO) (2009) memperkirakan

450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10%

orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk

diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama

hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun

(Hidayati, 2009). Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa

mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan

berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan

andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai

negara. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat 2004,

diperkirakan 26,2% penduduk yang berusia 18-30 tahun akan lebih mengalami

gangguan jiwa (Hidayati, 2012).

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi

Daerah Ibu kota Jakarta (24,3%), diikuti Nangro Aceh Darusalam (18,5%),

Sumatra Barat (17,7%),Nusa Tenggara Barat (10,9%), Sumatra Selatan (9,2%)

dan Jawa Tengah (6,8%), prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai

5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap

1000 orang penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan

jiwa. Berdasarkan dari data tersebut bahwa data pertahun di Indonesia yang

mengalami gangguan jiwa selalu meningkat (Hidayati, 2012).

.
4

Sebesar 68% pasien gangguan jiwa berat rehospitalisasi

dikarenakan perilaku kekerasan. Menurut data rekam medik Rumah sakit

jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang terbaru tahun 2014. Presentase penderita

gangguan jiwa selama tahun 2014 yaitu, pada bulan Januari sampai

Desember 2014 sebanyak 2294 orang, diantaranya halusinasi 1162 orang

(50,65%) dengan halusinasi pendengaran 853 orang, halusinasi

penglihatan 206 orang, halusinasi pengecapan 19 orang, halusinasi

perabaan 63 orang, halusinasi penciuman 21 orang, menarik diri 462 orang

(20,13%), harga diri rendah 374 orang (16,30 %), waham 130 orang (5,66

%), perilaku kekerasan 128 orang (5,58%), defisit perawatan diri 21 orang

(0,91 %), kerusakan komunikasi verbal 16 orang (0,70%), percobaan

bunuh diri 1 orang (0,04%) (Rekam medik RSJ. Prof. Dr. Soerojo

Magelang, 2014).

Menurut data rekam medik Rumah sakit jiwa Prof. Dr. Soerojo

Magelang terbaru tahun 2015 selama 1 bulan Mei di dapatkan data pasien

gangguan jiwa dalam 21 Ruangan sebanyak 665 orang, dengan diagnosa

keperawatan halusinasi 388 orang, RPK dan PK 214 orang, isolasi sosial

28 orang, harga diri rendah 35 (Rekam medik RSJ. Prof. Dr. Soerojo

Magelang, 2015).

Dalam penelitian yang di lakukan diberbagai ruang rawat inap jiwa

di new south wales ditemukan bahwa 13,7% pasien yang di rawat di

pelayanan kesehatan jiwa memperlihatkan perilaku kekerasan dan 47,4%

perawat mengalami injuri akibat perilaku kekerasan tersebut. Penelitian

.
5

lain yang di lakukan di lima rumah sakit london tentang perilaku

kekerasan perawatan akut psikiatrimencatat bahwa 254 kejadian perilaku

kekerasan selama 10 bulan dengan 57,1% perawat yang menjadi target

kekerasan. Di rumah sakit jiwa surakarta di ketahui bahwa angka kejadian

perilaku kekerasan di ruang kresana tahun 2004 sebanyak 43 klien atau

15,7% (elita, 2011).

Masalah yang sering muncul pada pasien gangguan jiwa berat di

RSJ Dr. Soeroyo Magelang adalah perilaku kekerasan. Sebesar 68%

pasien gangguan jiwa beratrehospitalisasi dikarenakan perilaku kekerasan.

Risiko perilaku kekerasan di RSJ Dr. Soeroyo Magelang pada tahun 2011

menempati urutan kedua masalah keperawatan yang harus ditangani

(Wuryaningsih, 2013).

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons terhadap stresor

yang dihadapi oleh seseorang. Respons ini dapat menimbulkan kerugian

baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Melihat dampak

dari kerugian yang ditimbulkan, penanganan pasien perilaku kekerasan

perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga yang profesional

(Keliat, 2009). Pada keadaan yang sulit hampir semua pasien dapat

bertindak kejam dan menimbulkan resiko pada keselamatannya sendiri

atau orang lain. Tidak semua kedaruratan melibatkan gangguan psikotik.

Gangguan neurotik seperti ansietas akut atau gangguan panik dapat

menimbulkan kekacauan atau perilaku yang berbahaya. Penyalahgunaan

alkohol atau obat terlarang dapat meningkatkan kerentanan pasien,

.
6

perilaku yang berisko serta kecenderungan melakukan kekerasan.

Peningkatan bunuh diri pada laki-laki usia muda akhir-akhir ini tampaknya

terjadi lebih karena faktor sosial dan psikologis dari pada gangguan mental

yang telah dikenali (Pratomo, dkk, 2012).

Dampak perilaku kekerasan bagi keluarga yaitu merasa takut

terhadap perilaku kekerasan pasien seperti menyerang atau mengancam

orang lain dengan senjata. Keluarga sering merasa kewalahan dan 95%

keluarga merasa terbebani merawat pasien dengan gangguan jiwa berat

yang memiliki risiko perilaku kekerasan. Sekitar 36% keluarga merasa

terstigma karena memiliki pasien gangguan jiwa di rumahnya dan 8% di

antaranya keluarga enggan mencari bantuan pelayanan kesehatan akibat

stigma. Keluarga menjadi sumber pendukung utama bagi perawatan pasien

gangguan jiwa berat ketika berada di tengah masyarakat. Perawatan klien

secara intensif di rumah akan mengurangi bahaya perilaku kekerasan pada

keluarga dan masyarakat. Pencegahan kekambuhan pasien dapat dicapai

jika intervensi yang dilakukan dengan melibatkan keluarga dan berfokus

pada fungsi keluarga (Wuryaningsih, dkk, 2013).

Peran perawat dalam perilaku kekerasan, seorang perawat harus

berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pada klien, hierarki

perilaku agresif dan kekerasan. Di samping itu, perawat harus mengkaji

pula afek klien yang berhubungan dengan perilaku agresif. Kelengkapan

pengkajian dapat membantu perawat membangun hubungan yang

terapeutik dengan klien, mengkaji perilaku klien yang berpotensi

.
7

kekerasan, mengembangkan suatu perencanaan, mengimplementasikan

perencanaan, mencegah perilaku agresif dan kekerasan dengan terapi

milleu (terapi lingkungan). Klien dianggap hendak melakukan kekerasan,

maka perawat harus: melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk

melindungi klien dan tenaga kesehatan, beritahu tim, bila perlu minta

bantuan keamanan, kaji lingkungan dan buat perubahan yang perlu,

beritahu dokter dan kaji untuk pemberian obat (Yosep, 2009).

Dari data tersebut maka penulis tertarik untuk menyusun karya

tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Resiko Perilaku

Kekerasan pada Tn. S di Ruang UPI RSJ Soeroyo Magelang”

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan

masalah utama resiko perilaku kekerasan di RSJ Prof. Dr. Soeroyo

Magelang secara optimal.

2. Tujuan khusus

Dalam memberikan asuhan keperawatan di harapkan penulis dapat:

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. S dengan masalah

utama resiko perilaku kekerasan di RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang.

b. Penulis mampu membuat analisa data dan merumuskan masalah yang

timbul pada klien dengan masalah resiko perilaku kekerasan di RSJ

Prof. Dr. Soeroyo Magelang.

.
8

c. Penulis mampu melakukan intervensi keperawatan pada Tn. S dengan

masalah utama resiko perilaku kekerasan di RSJ Prof. Dr. Soeroyo

Magelang

d. Penulis mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperwatan

pada Tn. S dengan masalah utama resiko perilaku kekersan di RSJ

Prof. Dr. Soeroyo Magelang.

e. Penulis mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada Tn. S

dengan masalah utama resiko perilaku kekerasan di RSJ Prof. Dr.

Soeroyo Magelang.

f. Penulis mampu mendokumentasi hasil tindakan keperawatan pada Tn.

S dengan masalah utama resiko perilaku kekerasan di RSJ Prof. Dr.

Soeroyo Magelang.

C. Pengumpulan Data

Penulisan KTI : laporan kasus ini dengan menggambarkan masalah

yang terjadi pada saat melaksanakan asuhan keperawatan. Adapun teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Observasi-Partisipatif

Yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung dan turut serta

dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan.

2. Wawancara

Yaitu penulis melakukan pengumpulan data dengan cara tanya jawab

langsung kepada pasien, perawat, tim medis dan (jika ada kunjungan

pasien oleh keluarga pasien).

.
9

3. Studi dokumentasi

Yaitu dengan mengadakan pendokumentasian dengan cara diambil dan

dipelajari dari catatan medis.

4. Studi Pustaka

Mempelajari buku-buku dan sumber lain yang relevan dan dapat di

anggap sebagai bahan teoritis yang mendukung dan berkaitan dengan

kasus isolasi sosial.

D. Batasan Masalah

Pada Penulisan Karya Tulis Ilmiah penulis hanya melakukan asuhan

keperawatan dengan masalah utama perilaku kekerasan pada Tn. S di Ruang

UPI RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang.

.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Masalah

1. Definisi Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada

diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau

amuk, dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stresor dengan

gerakan motorik yang tidak dapat terkontrol (Yosep, 2009).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologi. Berdasarkan

definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,

diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku

kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung

perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Dermawan & Rusdi,

2013).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk ekspresi kemarahan yang

tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat

membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak

lingkungan (Prabowo, 2014).

Resiko perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi

kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-

tindakan yang dapat membahayakan/menciderai diri sendiri, orang lain

10
11

bahkan merusak lingkungan (Prabowo, 2014). Perilaku kekerasan adalah

suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat

membahayakan fisik, baik pada diri sendiri maupun orang lain, disertai

dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol. Perilaku

kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri

sendiri, orang lain maupun lingkungan (Direja, 2011).

Resiko perilaku kekerasan terhadang orang lain adalah perilaku

yang beresiko melakukan, yakni individu menunjukkan bahwa ia dapat

membahyakan orang lain secara fisik, emosional, dan atau seksual

(Herman, 2013).

2. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan

a. Faktor predisposisi.

Menurut Kusumawati dan Hartono (2011), faktor predisposisi

perilaku kekerasan adalah:

1) Faktor spikologis.

a) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu

tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif

yang memotifasi PK.

b) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan

masa kecil yang tidak menyenangkan.

c) Frustasi.

d) Kekerasan dalam rumah atau keluarga

.
12

2) Faktor sosial budaya.

Seseorang akan berespon terhadap peningkatan

emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang

dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut badura bahwa agresif

tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Faktor ini dapat

dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin besar

kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku

kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan

ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat

diterima.

3) Faktor biologis.

Pada hewan adanya pemberian stimulus elektris ringan pada

hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku

agresif, dimana jika terjadi kerusakan sistem limbik (untuk emosi

dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus

temporal (untuk interprestasi indra penciuman dan memori) akan

menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak

menyerang objek yang ada disekitarnya.

b. Faktor presipitasi

Menurut Direja (2011), secara umum seseorang akan marah jika

dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis atau

ancaman konsep diri. Beberapa pencetus perilaku kekerasan sebagai

berikut:

.
13

1) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,

kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa lalubyang tidak

menyenangkan.

2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,

konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri

klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.

3) Lingkungan: panas, padat, dan bising.

3. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan (Direja, 2011):

1) Fisik

Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang

mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

2) Verbal

Mengancam, mengumapat dengan kata-kata kotor,

berbicara dengan nada keras, kasar, ketus.

3) Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain,

merusak lingkungan, amuk/agresif.

4) Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,

dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin

berkelahi, menyalahkan, menuntut.

5) Intelektual

.
14

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan

tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

6) Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan,

tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.

7) Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan

dan sindiran.

8) Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

c. Mekanisme Koping

Menurut Riyadi dan Purwanto (2009), perawat perlu

mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu

klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruksi

dalam mengekspresikan kemarahan. Mekanisme koping yang umum

digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement,

sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi.

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:

1) Menyerang atau menghindar

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan

sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin yang

menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah,

pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster

.
15

menurun, pengeluaran urin dan saliva meningkat, konstipasi,

kewaspadaan juga meningkat, tangan mengepal, tubuh

menjadikaku dan sertai reflek yang cepat.

2) Menyatakan Secara Asertif

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam

mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif,

agresif dan asentif. Perilaku asentif adalah cara yang terbaik,

individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti

orang lain secara fisik maupun spikologis dan dengan perilaku

tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.

3) Memberontak

Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat

konflik perilaku untuk menarik perhatian orang lain.

4) Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditunjukan kepada diri

sendiri, orang lain maupun lingkungan.

4. Akibat perilaku kekerasan

Akibat pasien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan

resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan. Resiko

menciderai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/

membahayakan diri, orang lain, dan lingkungan (Prabowo, 2014).

Dampak atau akibat perilaku kekerasan dari klien dapat melukai

dirinya sendiri atau merusak lingkungannya serta dapat mengalami

.
16

kematian. Klien dengan perilaku kekerasan yang tidak dapat dihentikan

akan dibuat tidak berdaya oleh orang-orang disekitarnya untuk

mengamankan klien maupun lingkunganya, kemungkinan akan bisa

kehabisan tenaga dan bahkan meninggal karena cidera. Sedangkan

dampak yang dirasakan oleh perawat setelah menangani pasien yang

agresif bisa berupa dampak negatif. Dampak tersebut juga bisa berbentuk

dampak fisik maupun dampak secara psikologis. Ketakutan yang

ditimbulkan oleh perilaku kekerasan klien akan menimbulkan ancaman

kesehatan fisik, seperti dilukai oleh klien dan psikologis baik pada diri

perawat maupun klien lainnya (Elita, 2011).

5. Rentang respon marah

Respon marah berfluktasi sepanjang respon adaptif dan maladaptif

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 2.1 Rentang Respon Marah.


(Direja, 2011)

.
17

Keterangan:

1. Asertif

Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain

dan memberiakan keteranangan.

2. Frustasi

Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat

menemukan alternatif.

3. Pasif

Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

4. Agresif

Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut

tetapi masih terkontrol.

5. Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

6. Pentalaksanaan (Prabowo, 2014)

a. Farmakoterapi

Pasien dengan ekspresi marah perlu perwatan dan pengobatan yang

tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai

dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna

untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan

dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak

ada juga maka dapat digunakan Transquiilizer bukan obat anti

.
18

psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya

mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.

b. Terapi Okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, tetapi ini bukan

pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk

melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan

berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan

pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperi membaca koran, main

catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka

melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang

pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya. Terapi ini merupakan

langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitas

setelah dilakukannyaseleksi dan ditentukan program kegiatannya.

c. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung yang memberikan perawat

langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perwatan

membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu

mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan

kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan

lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada

pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi

masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan

primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan sekunder)

.
19

dan memulihkan perilaku maladaptif ke perilaku adaptif (pencegahan

tersier) sehingga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat

ditingkatkan secara optimal.

d. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy (ECT)

adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang

grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang

ditempatkan pada pelipis pasien.Terapi ini pada awalnya untuk

menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya

dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali atau seminggu 2

kali(Prabowo,2014).

B. Konsep Pengkajian Resiko Perilaku Kekerasan

1. Pengkajian

a. Menurut Direja (2011), Resiko Perilaku Kekerasan merupakan tahap

awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian

terdiri atas pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data dan

perumusan kebutuhan atau masalah klien atau diagnosa keperawatan.

1) Aspek biologis

Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom

bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah

meningkat, takhi kardi, wajah merah, pupil melebar, dan

frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama

.
20

dengan kecemasan seperti meningkatakan kewaspadaan,

ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh

kaku, dan reflek cepat. Hal ini disebabkan energi yang

dikeluarkan saat marah bertambah.

2) Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak

berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin berkelahi, ngamuk,

bermusuhan, sakit hati, menyalahgunakan dan menuntut.

Perilaku menarik perhatian dan timbulnya konflik pada diri

sendiri perlu dikaji seperti melarikan diri, bolos dari sekolah,

mencuri, menimbulkan kebakaran, dan penyimpangan seksual.

3) Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman kehidupan individu didapatkan

melalui proses intelektual. Peran pancaindera sangat penting

untuk beradaptasi pada lingkungan yang selanjutnya diolah

dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat

disni perlu mengkaji cara marah klien, mengidentifikasi

penyebab dari kemarahan klien, dan reaksi kemarahan klien.

4) Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan

ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan dari

orang lain. Dan menimbulkan penolakaan dari oraang lain.

Sebagian klien menyalurkan kemarahan dengan nilai dan

.
21

mengkritik tingkah laku orang lain, sehingga orang lain merasa

sakit. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri

menjauhkan diri dari orang lain.

5) Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai, dan moral mempengaruhi ungkapan marah

individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu

dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang

dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan

dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya

kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan

bimbingan kepadaNya.

Pengkajian perilaku kekerasan menurut (Yosep, 2014):

1) Fisik:

a) Muka merah dan tegang

b) Mata melotot/ pandangan tajam

c) Tangan mengepal

d) Rahang mengatup

e) Wajah memerah dan tegang

f) Postur tubuh kaku

g) Pandangan tajam

h) Mengatupkan rahang dengan kuat

i) Mengepalkan tangan

j) Jalan mondar-mandir

.
22

2) Verbal:

a) Bicara kasar

b) Suara tinggi, membentak, atau berteriak

c) Mengancam secara verbal atau fisik

d) Mengumpat dengan kata-kata kotor

e) Suara keras

f) Ketus

3) Perilaku:

a) Melempar atau memukul benda/orang lain

b) Menyerang orang lain

c) Melukai diri sendiri/orang lain

d) Merusak lingkungan

e) Amuk/agresif

4) Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam

dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin

berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

5) Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6) Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat

orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan

kasar.

.
23

7) Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,

sindiran.

8) Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

2. Diagnosa keperawatan (Kusumawati & Hartono, 2010)

Diagnosa keperawatan ditetepkan sesuai dengan data yang

didapat, walaupun saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan tetapi

pernah melakukan atau mempunyai riwayat perilaku kekerasan dan

belum mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku

kekerasan tersebut.

a. Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan b.d perilaku

kekerasan.

b. Perilaku kekerasan b.d harga diri rendah.

c. Perubahan sensori dan persepsi; halusinasi b.d isolasi sosial.

d. Isolasi sosial b.d koping individu inefektif

C. Rencana Tindakan Keperawatan:

1. Tujuan tindakan keperwatan

Tujuan umum:

Klien dapat mengontrol perilakunya dan dapat mengungkapkan

kemarahannya secara asertif.

Tujuan khusus:

.
24

a. Klien dapat mengidentifikasikan penyebab dan tanda-tanda perilaku

kekerasan.

b. Klien mampu memilih cara yang kontruktif dalam berespons

terhadap kemarahannya.

c. Klien mampu mendemonstrasikan perilaku yang terkontrol

d. Klien memperoleh dukunngan keluarga dalam mengontrol perilaku

dan menggunakan obat dengan benar.

2. Tindakan Keperawatan

Dengan menggunakan pendekatan rentang rencana keperawatan mulai

dari strategi pencegahan sampai strategi pengontrolan. Pada strategi

pencegahan dapat dilakukan pendidikan kesehatan, latihan asertif,

kesadaran diri, komunikasi verbal dan non verbal, perubahan lingkungan,

intervensi perilaku dan pengguanaan psikofarmaka. Jika straregi ini

dilakukan namun klien bertambah agresif, maka teknik manajemen krisis

seperti isolasi dan pengiktana harus dilakukan. Namun demikian

pencergahan adalah upaya yang terbaik dalam mengelola klien dalam

perilaku kekerasan.

3. Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri, Effect

Lingkungan dan orang lain

Perilaku kekerasan Core Problem

Koping individu in efektif Causa


Gambar 2.2 Pohon Masalah

(Prabowo, 2014)

.
25

4. Intervensi (Azizah, 2011):

a. Tujuan umum

Klien tidak menciderai diri

b. Tujuan khusus (TUK):

1) TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya:

a) Kriteria hasil:

(1) Klien mau membalas salam

(2) Klien mau menjabat tangan

(3) Klien mau menyebutkan nama

(4) Klien mau tersenyum

(5) Klien mau kontak mata

(6) Klien mau mengetahui nama perawat.

b) Intervensi:

(1) Beri salam/ panggil nama

(2) Sebutkan nama perawat

(3) Jelaskan maksud hubungan interaksi

(4) Jelaskan akan kontrak yang akan di buat

(5) Beri rasa aman dan sikap empati

(6) Lakukan kontak singkat tapi sering

2) TUK 2 : klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku

kekerasan:

a) Kriteria hasil:

(1) Klien dapat mengungkapkan perasaanya.

.
26

(2) Klien dapat megungkapkan penyebab perasaaan jengkel

atau kesal (dari diri sendiri, dari orang lain, dan dari

lingkungan).

b) Intervensi:

(1) Beri kesempatan untuk mengungkapakan perasaanya.

(2) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaanya

jengkel/kesel.

3) TUK 3 : klien mampu mengidentifikasi tanda-tanda perilaku

kekerasan:

a) Kriteria hasil:

(1) Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau

jengkel.

(2) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan kesal

yang dialami.

b) Intervensi:

(1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan

saat jengkel.

(2) Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien

(3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel dan kesal

yang dialami klien.

(4) Rasional : menarik kesimpulan bersama klien supaya

mengetahui secara garis besar tanda-tanda marah atau kesal.

.
27

4) TUK 4 : klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan:

a) Kriteria hasil:

(1) Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan

(2) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan.

(3) Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat

menyelesaikan masalah atau tidak.

b) Intervensi:

(1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan klien.

(2) Bantu klien bermain peran sesuai denagn perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan.

(3) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien

lakukan masalahnya selesai.

5) TUK 5 : klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan:

a) Kriteria hasil

Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan

klien. Akibat pada diri sendiri, akibat pada orang lain, akibat

pada lingkungan.

b) Intervensi:

.
28

(1) Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang telah

dilakukan oleh klien

(2) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan

oleh klien

(3) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara

baru yang sehat?

6) TUK 6 : klien dapat mengidentifikasi cara fisik untuk mencegah

perilaku kekerasan:

a) Kriteria hasil:

(1) Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku

kekerasan secara fisik: Tarik nafas dalam, Pukul kasur dan

bantal.

(2) Klien dapat mendemonstasikan cara fisik untuk mencegah

perilaku kekerasan

(3) Klien mempunyai jadwal untuk melatih cara pencegahan

fiik yang telah dipelajari sebelumnya

(4) Klien mengevaluasi kemampuan dalam melakukan cara

fisik sesuai jadwal yang telah disusun.

b) Intervensi:

(1) Diskusikan kegiatan fisik yang bisa dilakukan klien..

(2) Berikan pujian atas kegiatan fisik klien yang bisa dilakukan

.
29

(3) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan

untuk mencegah perilaku kekerasan,yaitu: tarik nafas dalam

dan pukul kasur serta bantal.

(4) Diskusikan cara nafas dalam dengan klien

(5) Beri contoh klien tentang nafas dalam.

(6) Minta klien mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5

kali

(7) Beri pujian positif setelah mendemonsrasiakan nafas dalam

(8) Tanyakan perasaan klien setelah selesai

(9) Anjurkan klien mengungkapkan cara yang telah dipelajari

saat marah

(10) Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang

akan dilakukan sendiri oleh klien

(11) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah

dipelajari

(12) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan

perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi

jadwal kegiatan harian

(13) Validasi kemampuan klien dalam latihan

(14) Berikan pujian atas keberhasilan klien

(15) Tanyakan kepada klien “Apakah kegiatan cara pencegahan

perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah"

.
30

7) TUK 7 : klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk

mencegah perilaku kekerasan:

a) Kriteria hasil:

(1) Klien dapat menyebutkan cara berbicara (verbal) yang baik

dalam mencegah perilaku kekerasan. Minta yang baik,

menolak yang baik mengunkapakan persaan yang baik.

(2) Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal yang baik

(3) Klien mempunyai jadwal untuk melatih cra berbicra yang

baik

(4) Klien melakukan evaluasi terhdap kemampuan cara

berbicara yang sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

b) Intervensi:

(1) Diskusikan cara bicara yang baik denagn klien

(2) Beri contoh bicara yang baik

(3) Minta klien mengikuti contoh bicara yang baik

(4) Minta klien mengulang sendiri

(5) Beri pujian atas keberhasilan klien

(6) Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondis cara

berbicara yang dapat dilatih diruangan

(7) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah

dipelajari

(8) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara berbicara yang

baik dengan mengisi jasdwal kegiatan

.
31

(9) Validasi kemampuan klien

(10) Beri pujian atas keberhasilan klien

(11) Tanyakan kepada klien “Bagaimana perasaan setelah

latihan bicara yabng baik?

8) TUK 8 : klien mendemonstrasikan caraa spiritual untuk mencegah

perilaku kekerasan:

a) Kriteria hasil:

(1) Keluarga klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang

bisa dilakukan.

(2) Klien dapat mendemonsrasikan sikap cara beribadah yang

dipilih.

(3) Klien mempunyai jadwal untuk melatih kegiatan ibadah.

b) Intervensi:

(1) Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah

dilakukan

(2) Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan

diruang perawat

(3) Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan

(4) Minta klien mendemonstrasiakn kegiatan ibadah yang akan

dilakukan

(5) Beri pujian atas keberhasilan klien

(6) Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan

mengisi jadwal kegiatan

.
32

(7) Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah

(8) Validasi kemampuan klien dalam melakukan valiasi

(9) Berikan pujian atas keberhasilan klien

(10) Tanyakan kepada klien “ Bagaimana perasaan setelah teratur

melakukan ibadah? Apakah keinginan marah berkurang?

9) TUK 9 : Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk

mencegah perilaku kekerasan

a) Kriteri hasil:

(1) Klien melakukan evaluasi terhadap kemampuan melakukan

kegiatan beribadah.

(2) Intervensi.

b) Diskusikan dengan klien jenis obat yang diminumnya

c) Diskusiakan dengan klien tentang manfaat minum obat secara

teratur.

10) TUK 10 : Klien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi

pencegahan perilaku kekerasan:

a) Kriteria hasil

(1) Klien dapat menyebutkan jenis dosis, dan waktu minum

obat serta manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar: benar

orang, obat dosis, waktu, dan cara pemberian)

b) Intervensi

(1) Diskusikan tentang proses minum obat

.
33

11) TUK 11 : Klien mendapatkan dukungan dari keluarga dalam

melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan:

a) Kriteria hasil:

(1) Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai

jadwal yang ditetapkan

(2) Klien mengevaluasikan kemampuan dalam mematuhi

minum obat

(3) Klien mengikuti TAK: stimulus persepsi pencegahan

perilaku kekerasan

(4) Klien mempunyai jadwal klien melakuakn evaluasi

terhadap pelaksanaan TAK.

(5) Keluarga dapat mendemonstrasikan cara merawat klien.

b) Interaksi:

(1) Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi

jadwal kegiatan harian

(2) Validasi pelaksanaan minum obat klien

(3) Beri pujian atas keberhasilan klien

(4) Tanyakan kepada klien “ Bagaimana perasaan dengan minum

obat secara rutin, Apakah keinginan marah berkurang?

(5) Anjurkan klien untuk TAK

(6) Klien mengikuti TAK

(7) Diskusikan dengan kliententang kegiatan TAK

.
34

(8) Fasilitasi klien untuk mendapatkan hasil kegiatan TAKdan

beri pujian atas keberhasilnya

(9) Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK

(10) Masukan jadwal TAK kedalam jadwal kegiatan harian

(11) Tanyakan kepada klien “Bagaimana perasaan setelah

mengikuti TAK?

(12) Identifikasi kemampuan keluaraga dalam merawat klien

sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap selama

ini

(13) Jelaskan keuntunagan peran serta keluarga dalam merawat

klien

(14) Jelaskan cara-cara merawat klien

(15) Bantu keluarga cara mendemonstrasikan cara merawat klien

(16) Bantu keluaraga mengugkapkan perasaan setelah melakukan

demontrasi

(17) Anjurkan keluarga mempraktikkan pada klien selama

dirumah sakit dan melanjutkan setelah pulang.

5. Strategi Pelaksanaan (SP) Perilaku Kekerasan (Direja, 2011):

a. SP 1 P:

1) Mengidentifikasi penyebab, tanda, dan gejala serta akibat perilaku

kekerasan.

2) Latih cara fisik 1 : tarik nafas dalam.

3) Masukkan dalam jadwal harian pasien

.
35

b. SP 2 P:

1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1).

2) Latih cara fisik 2 : pukul kasur atau bantal.

3) Masukkan dalam jadwal harian pasien

c. SP 3 P:

1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP 2).

2) Latih secara sosial atau verbal.

3) Menolak dengan baik.

4) Meminta dengan baik.

5) Mengungkapkan dengan baik.

6) Masukkan dalam jadwal harian pasien.

d. SP 4 P:

1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2 dan 3).

2) Latih secara spiritual:

a) Berdo’a

b) Sholat

3) Masukkan dalam jadwal kegiatan harian pasien.

e. SP 5 P:

1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2 .3 dan 4)

2) Latih patuh obat:

a) Minum obat secara teratur dengan prinsip

b) Susun jadwal minum obat secara teratur

c) Masukkan dalam jadwal harian pasien

.
36

f. SP I K:

1) Identifikasi masalah

2) Jelaskan tentang perilaku kekerasan (penyebab, akibat, cara

merawat).

3) Latihan cara merawat

4) Rencana tindak lanjut (RTL) keluarga / jadwal untuk pasien.

g. SP II K:

1) Evaluasi SP 1

2) Latih stimilasi 2 cara lain merawat pasien

3) Latih langsung ke pasien

4) RTL jadwal keluarga/untuk merawat pasien.

h. SP III K:

1) Evaluasi SP 1 dan SP 2

2) Latih langsung ke pasien

3) RTL jadwal keluarga/untuk merawat pasien.

i. SP IV K:

1) Evaluasi SP 1, 2 dan 3.

2) Latih langusng kepasien.

3) RTL jadwal keluarga/untuk merawat pasien (follow up dan

rujukan).

.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada hari Senin tanggal 01 Juni 2015 pukul

10.30 WIB di Wisma Antasena (UPI) RSJ. Prof. Dr. Soerojo Magelang

dengan cara anamnesa dan pengumpulan data dari catatan medis didapatkan

data identitas klien bernama Tn. S, umur 32 tahun, alamat Kendal, beragama

Islam, berpendidikan SMP, bekerja sebagai pekerja pabrik, tanggal masuk

Wisma Antasena (UPI) 01 Juni 2015 pukul 09.00 WIB dengan diagnosa

medis F.20.0 yaitu (Skizofrenia Paranoid).

Alasan masuk menurut keluarga klien mengatakan klien dibawa ke

RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang karena klien di rumah marah-marah sendiri,

mengamuk sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit, serta klien

rencana untuk membunuh adiknya sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit

dan klien merusak fasilitas di desa.

Berdasarkan hasil pengkajian faktor predisposisi klien belum pernah

mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan saat ini baru pertama kali

menjalani pengobatan. Dari pengalaman sebelumnya klien pernah mengalami

penganiayaan oleh bapaknya semasa kecilnya dan klien juga pernah

mengalami penganiayaan seksual oleh adiknya. 1 minggu yang lalu klien

marah-marah dan mengamuk, setelah itu klien dibawa ke RSJ Prof. Dr.

Soerojo Magelang untuk dirawat untuk pertama kalinya.

37
38

Dari hasil pemeriksaan fisik tidak terdapat gangguan, nilai tanda-tanda

vital pun dalam rentang normal tekanan darah 130/90 mmHg, Suhu 36,5◦

Celcius, Nadi 94 x/menit dan pernafasan 24 x/menit.

Dari gambaran diri klien mengatakan anggota tubuhnya sempurna,

klien menyukai semua anggota tubuhnya karena dapat digunakan untuk

bekerja, klien mengatakan tidak ada anggota tubuhnya yang tidak disukai.

Dari identitas diri klien berjenis kelamin laki-laki berusia 32 tahun,

pendidikan terakhir SMP, klien bekerja sebagai pekerja pabrik. Dari peran

diri klien berperan sebagai anak ke empat dari enam bersaudara, klien belum

pernah menikah, peran klien sebagai anak keempat dari enam bersaudara.

Saat ini klien belum mempunyai pacar dan ingin menikah. Dari ideal diri

klien mengatakan tidak akan mengamuk lagi asalkan di perlakukan baik dan

bisa cepat pulang.

Dari hubungan sosial orang yang berarti dalam kehidupannya adalah

ibu karena ibu yang selalu mendengarkan keluhannya. Dari nilai dan

keyakinan agama yang dianut klien yaitu agama Islam.

Berdasarkan pengkajian status mental klien berpenampilan kurang

rapi, rambut acak-acakan dan klien suka buang air liur sembarangan. Dari sisi

pembicaraan klien berbicara dengan nada yang keras, klien terus menerus

mengatakan ingin pulang tidak mau masuk RSJ. Dari aktifitas motorik saat

klien tiba di Wisma Antasena klien marah-marah, mengamuk dan hampir

memukul saudara yang mengantarnya dengan tangan mengepal, klien tampak

tegang, tatapan mata tajam, klien tampak gelisah. Pada saat pengkajian pukul
39

13.00 WIB 01 juni 2015 klien sudah lebih tenang, Alam perasaan klien

mengatakan jengkel dan marah karena dibawa ke RSJ tanpa persetujuan

dirinya dan merasa di bohongi oleh keluarganya, klien beranggapan tidak

sakit klien mengatakan ingin membunuh saudaranya dari hasil observasi klien

tampak tegang, berbicara dengan nada yang keras. Afek saat berinteraksi labil

(emosi yang cepat berubah). Interaksi selama wawancara klien mudah

tersinggung dengan tatapan mata tajam.

Persepsi klien mengalami halusinasi pendengaran klien mengatakan

sering mendengar bisikan-bisikan suara wanita yang selalu memanggil

namanya, bisikan muncul ketika klien sedang melihat acara TV saat bisikan-

bisikan tersebut muncul klien berbicara sendiri dan tampak bingung dan

gelisah. Proses pikir klien sirkumtansial (pembicaraan yang berbelit-belit tapi

sampai pada tujuan pembicaraan). Tingkat konsentrasi klien saat berinteraksi

kurang baik.Kemampuan penilaian klien dapat mengambil keputusan dengan

bimbingan misalkan sudah waktu makan pagi klien meminta untuk mandi,

dengan bimbingan perawat klien akhirnya makan terlebih dahulu.Daya tilik

diri mengingkari penyakitnya klien mengatakan banwa dirinya tidak gila tapi

dibawa ke RSJ.Jika klien mendapat masalah klien lebih senang

menceritakannya kepada ibunya. Dari aspek medis klien mendapat terapi

Diazepam 10 mg/IV, Lodomer 5 mg/IM, Haloperidol 2 x5 mg.

B. Diagnosa Keperawatan

Pada hari Senin tanggal 01 Juni 2015 pukul 11.00 berdasarkan data

subjektif klien mengatakan klien marah-marah, mengamuk, serta ingin


40

membunuh adiknya dan merusak fasilitas desa, sedangkan klien terus-

menerus mengatakan ingin pulang tidak mau masuk RSJ. Dari data objektif

klien tampak tegang, tatapan mata tajam/ melotot, klien terlihat ingin

memukul saudaranya yang membawanya ke RSJ dengan tangan mengepal.

Dari data tersebut maka didapatkan core problem atau masalah utama yang

diderita klien adalah perilaku kekerasan.

Causa yang dapat diambil dari Tn. S adalah gangguan persepsi

sensori halusinasi pendengaran pukul 11.00 WIB, masalah ini diambil dari

data subjektif klien mengatakan sering mendengar bisikan-bisikan suara

wanita yang memanggil namanya, bisikan muncul ketika klien melihat acara

TV. Klien tampak berbicara sendiri, klien terlihat bingung dan gelisah.

Masalah yang akan muncul atau akibat dari masalah perilaku

kekerasan adalah resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan,

masalah ini dapat di ambil dari data subjektif pukul 12.00 WIB 01 juni 2015,

klien mengatakan jengkel dan marah karena dibawa ke RSJ tanpa persetujuan

klien dan merasa terbohongi klien mengatakan ingin membunuh saudaranya

yang tidak mendengar perkataannya. Dari data objektif klien tampak tegang,

klien berbicara dengan nada yang keras.


41

C. Pohon masalah

Resiko menciderai diri sendiri,

orang lain dan lingkungan Akibat

Perilaku kekerasan core problem

Halusinasi pendengaran sebab

D. Intervensi

Pada hari Senin 01 Juni 2015 pukul 10.30 WIB, perawat menetapkan

rencana tindakan keperawatan dengan tujuan umum (TUM) klien dapat

mengontrol perilakunya dan dapat mengungkapkan kemarahannya secara

baik. Dan tujuan-tujuan khusus yang lain seperti

TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria

evaluasi klien mau membalas salam, klien mau menjabat tangan. Klien mau

menyebutkan nama, klien mau tersenyum, klien mau kontak mata, klien mau

mengetahui nama perawat dan klien mau menyediakan waktu untuk kontrak

waktu selanjutnya.

TUK 2: klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

dengan kriteria hasil klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat

megungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal (dari diri sendiri, dari

orang lain, dan dari lingkungan). Untuk tujuan khusus tiga atau TUK 3 adalah

klien mampu mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan dengan kriteria


42

hasil klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel dan klien

dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan kesal yang dialami.

TUK 4: klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan dengan kriteria hasil klien dapat mengungkapkan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan, klien dapat bermain peran dengan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan. Dan klien dapat mengetahui cara yang bisa

dapatmenyelesaikan masalah atau tidak. TUK 5: klien dapat mengidentifikasi

akibat perilaku kekerasan dengan kriteria hasil klien dapat menjelaskan akibat

dari cara yang digunakan klien. Untuk Tujuan khusus berikutnya TUK 6:

klien dapat mengidentifikasi cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan

dengan kriteria evaluasi klien dapat melakukan cara fisik untuk mencegah

perilaku kekerasan TUK 7: klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk

mencegah perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi klien dapat

mendemonstrasikan cara sosial mencegah perilaku kekerasan. TUK 8: klien

mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan dengan

kriteria evaluasi keluarga klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang bisa

dilakukan. TUK 9: Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk

mencegah perilaku kekerasan dengan kriteria evaluasi klien dapat

menyebutkan obat-obat yang diminum klien pada klien.

TUK 10: klien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan

perilaku kekerasan dengan kriteria evaluasi klien dapat menyebutkan jenis

dosis, dan waktu minum obat serata manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar:

benar orang, obat dosis, waktu, dan cara pemberian). TUK 11: klien
43

mendapatkan dukungan dari keluarga dalam melakukan cara pencegahan

perilaku kekerasan dengan kriteria evaluasi keluarga klien dapat

menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan dan keluarga

klien mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.

Untuk mencapai tujuan keperawatan maka perawat merencanakan

tindakan menggunakan strategi pelaksanaan perilaku kekerasan menggunakan

SP I pasien mengidentifikasi penyebab, tanda, dan gejala serta akibat perilaku

kekerasan. Latih cara fisik 1: tarik nafas dalam dan masukkan dalam jadwal

harian pasien kemudian setelah SP I optimal melakukan SP II pasien yaitu

evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1), latih cara fisik 2: menyalurkan energi. dan

masukkan dalam jadwal harian pasien. Kemudian dilanjutkan dengan SP III

pasien dengan melatih secara sosial atau verbal seperti menolak dengan baik,

meminta dengan baik. Dan mengungkapkan dengan baik. Kemudian

melanjutkan ke SP IV pasien dengan melatih klien secara spiritual dan

terakhir melakukan SP V pasien dengan melatih patuh obat. Setelah itu di

lakukan SP pada keluarga melakukan SP keluarga SP I keluarga dengan

mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien,

menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala serta proses

terjadinya perilaku kekerasan, menjelaskan cara merawat klien dengan

perilaku kekerasan dan RTL keluarga/ jadwal untuk pasien. Kemudian

melakukan SP II keluarga dengan tindakan evaluasi SP 1 keluarga, melatih

keluarga mempraktikan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan,

melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada klien dan RTL
44

jadwal keluarga/ untuk merawat pasien. Kemudian melakukan SP III keluarga

dengan evaluasi SP 1 dan SP 2, melatih keluarga membuat jadwal aktivitas

dirumah termasuk minum obat (Discharge Planning), dan menjelaskan follow

up klien setelah pulang.

Rencana keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan di UPI

adalah melakukan triase, bentuk tim management krisis, lakukan

restraintfisik, lakukan kolaborasi inj. Diazepam 10 mg/IM, lakukan

kolaborasi pemberian inj. Lodomer 5 mg/IM, lakukan restraint mekanik atau

rawat ruang seklusi, observasi perilaku kekerasan setiap 30 menit.

E. Implementasi

Implementasi dilakukan setelah membuat rencana tindakan

keperawatan pada hari Senin 01Juni 2015 pukul 10.45 WIB melakukan

implementasi keperawatan pada Tn. S dengan masalah perilaku kekerasan

yaitu klien di ruangan intensif kemudian dimasukan ke ruang seklusi (Isolasi)

S: klien berteriak tidak mau masuk ruangan seklusi, O: klien tampak gelisah,

tangan mengepal dan klien sempat memukul perawat, serta klien sempat

melontarkan air liur keperawat. Pukul 11.00 melakukan fiksasi dengan respon

klien S: klien berteriak meminta untuk dilepaskan, O: klien tampak tegang,

mata melotot, klien mencoba untuk melepaskan diri dari fiksasi. Pukul 11.15

WIB melakukan tindakan kolaborasi pemberian obat Diazepam 10 mg/IV dan

Lodomer 5 mg/IM masuk respon klien S: klien berteriak meminta untuk

dilepaskkan. O: klien tampak tegang inj. Diazepam 10 mg/IM, Lodomer 5

mg/IM masuk. Pukul 12.00 WIB membantu melakukan ADL dengan respon
45

klien S: klien berteriak untuk minta makan, O: klien tampak tegang, klien

berbicara kasar dan klien sempat melontarkan air liur keperawat. Evaluasi

tidak langsung pada pukul 12.30-14.00 WIB dengan respon. S: klien terus-

menerus mengatakan tidak mau dimasukan ruang seklusi, klien berteriak

meminta untuk dilepaskan. O: klien tampak tegang, mata melotot, klien

mencoba untuk melepaskan diri dari fiksasi.

Pada hari Selasa 02 Juni 2015 pukul 07.30 WIB, perawat memberi

salam dan memanggil nama klien dengan respon S: klien mengatakan

waalaikumsallam wr wb. O: klien menengok saat namanya di panggil.

Menyebutkan nama “Tn. S” sambil berjabat tangan, dengan respon S: klien

mengatakan “mbak wina rumahnya mana?” O: klien mau berjabat tangan,

jabat tangan klien sangat kuat. Menjelaskan maksud dan tujuan hubungan

interaksi dengan respon S: klien mengatakan mengetahui berinteraksi supaya

bisa kenal sama perawat. O: klien tampak kooperatif. Menjelaskan kontrak

yang akan dibuat dengan respon S: klien mengatakan iya bersedia untuk

mengobrol. Pukul 07.45 memindah klien dari ruang seklusi ke ruang intensif

dengan respon S: klien mengatakan ingin pulang dan tidak mau di masukan di

RSJ. O: klien tampak tegang, bersuara keras, memberontak saat di masukan

keruangan. Pukul 08.00 WIB, perawat mengidentifikasi penyebab, tanda dan

gejala serta akibat PK dengan respon S: klien mengatakan marahnya karena

teringat adiknya yang dirumah yang pernah aniaya seksual, klien juga

mengatakan akibat dari perbuatannya yang merusak fasilitas desa klien

ditangkap oleh warga disekitarnya dan klien sempat akan membunuh


46

adiknya. O: klien tampak tegang, mata melotot. Pukul 08.15 WIB, perawat

melatih SP I pasien cara kontrol marah dengan fisik: tarik nafas dalam,

dengan respon S: klien mengatakan bisa melakukan kontrol marah dengan

nafas dalam, O: klien kooperatif klien terlihat melakukan kontrol nafas

dalam. Setelah itu memberi reinforcement positif atas keberhasilannya

dengan respon S: klien mengatakan saya harus bisa nafas dalam supaya bisa

cepat pulang, O: klien tertawa saat diberi pujian.

Pada pukul 08.15 WIB dilakukan evaluasi dengan respon S: klien

mengatakan tahu cara mengontrol marah salah satunya dengan cara tarik

nafas dalam. O: klien terlihat bias mempraktekkan cara tarik nafas dalam.A:

SP I pada hari Rabu 02 Juni 2015 jam 08.15 WIB optimal. P: optimalkan SP

I, dan lanjutkan SP V pasien.

Pada pukul 08.30 WIB perawat melatih cara mengontrol marah yang

ke 2 dengan patuh minum obat, dengan respon S: klien mengatakan tahu cara

mengontrol marah dengan cara patuh minum obat. O: klien terlihat bisa

menyebutkan nama obat Haloperidol, dosis 5 mg, manfaat untuk mengurangi

rasa marah dan amuk serta minum obat setiap pukul 08.30 WIB pagi, setelah

itu memberi reinforcement positif atas keberhasilannya dengan respon S:

klien mengatakan saya harus minum obat supaya bisa cepat pulang, O: klien

tertawa saat diberi pujian.

Pada pukul 08.30 WIB dilakukan evaluasi dengan respon S: klien

mengatakan tahu cara mengontrol marah salah satunya dengan cara patuh

minum obat. O: klien terlihat bisa menyebutkan nama obat haloperidol, dosis
47

5 mg, manfaat minum obat untuk mengurangi rasa marah dan amuk serta

waktu minum obat setiap pukul 08.30 WIB pagi. A: SP V optimal. P:

optimalkan SP V, pasien. Pada pukul 10.00 WIB, dilakukan evaluasi dengan

respon. S: klien berteriak minta rokok, klien terus menerus memanggil

adiknya dan mau membunuh. O: tatapan mata klien tajam, klien terus

menerus menggedor gedor ruang, klien mondar-mandir diruang. Pukul 13.00

WIB memindahkan klien dari ruangan intensif ke ruangan seklusi karena

klien berantem dengan temannya dengan respon S: klien mengatakan tidak

mau lagi di masukan keruang seklusi. O: klien tampak gelisah, mata melotot,

dan bersuara keras.

Pada hari Rabu, 03 Juni 2015 pukul 07.30 WIB, perawat memvalidasi

perasaan klien dengan respon S: klien mengatakan kalau teringat kejadiaan

saat dianiaya seksual oleh adiknya klien ingin marah, kemudian mengevaluasi

kegiatan yang lalu dengan respon S: klien masih ingat cara mengontrol marah

dengan cara tarik nafas dalam. O: klien tampak kooperatif, klien terlihat

melakukan tarik nafas dalam.Setelah itu memberi reinforcement positif atas

keberhasilannya, dengan respon S: klien mengatakan akan selalu melakukan

tarik nafas dalam secara teratur, O: klien terlihat senyum saat diberi pujian. S:

klien lupa cara mengontrol marah dengan patuh minum obat. O: klien tampak

diam, kemudian pukul 08.30 WIB mengajarkan kembali cara kontrol marah

dengan patuh minum obat, dengan respon S: klien mengatakan ingat cara

mengontrol marah dengan cara patuh minum obat. O: klien terlihat bisa

menyebutkan namaobat haloperidol dan manfaat minum obat ini untuk


48

menurunkan rasa marah dan amuk. Setelah itu memberi reinforcement positif

atas keberhasilannya, dengan respon S: klien mengatakan akan minum obat

secara teratur, O: klien terlihat senyum saat diberi pujian. Pada pukul 09.00

WIB dilakukan evaluasi dengan respon S: klien mengatakan ingat cara

mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam. O: klien terlihat bisa

melakukan cara tarik nafas dalam. A: SP I optimal. P: optimalkan SP I. Pada

pukul 09.00 WIB dilakukan evalusi langsung dengan respon S: klien

mengatakan ingat cara mengontrol marah dengan cara patuh minum obat. O:

klien terlihat bisa menyebutkan nama obat haloperidol dan manfaat minum

obat ini untuk menurunkan rasa marah dan amuk. A: SP V optimal. P:

optimalkan SP V. Pukul 10.00 WIB perawat menyiapkan alat untuk ECT dan

klien dibawa ke ruang ECT dengan respon S: klien mengatakan menolak

untuk dilakukan ECT, O: klien memberotak untuk difiksasi, TTV 120/90,

klien terlihat tegang dan bicara kasar. Pukul 13.00 WIB membantu post ECT

dengan respon S: - , O: klien terlihat gelisah, klien terlihat muntah

Pada hari Kamis, 04 Juni 2015, pukul 07.30 WIB perawat

memvalidasi perasaan klien dengan respon S: klien mengatakan rasanya ingin

jengkel karena perawat tidak mengizinkan pulang tapi klien mengatakan bisa

mengendalikannya, kemudian mengevaluasi kegiatan yang lalu dengan

respon. S: klien mengatakan ingat cara mengontrol marah dengan nafas

dalam. O: klien bias mempraktekkan nafas dalam. Setelah itu memberi

reinforcement positif atas keberhasilannya dengan respon. S: klien

mengatakan ingat cara mengontrol marah adalah dengan patuh minum obat.
49

O: klien bisa menyebutkan nama haloperidol dan manfaat minumnya untuk

mengurangi rasa marah dan amuk. Setelah itu memberi reinforcement positif

atas keberhasilannya dengan respon S: klien mengatakan ingat cara

mengontrol marah adalah dengan patuh minum obat, O: klien terlihat senang

saat diberi puji

Pada pukul 09.00 WIB, SP I sudah optimal. Perawat melatih SP II

pasien cara kontrol marah dengan fisik: menyalurkan energi, dengan respon

S: klien terus menerus mengatakan ingin pulang dengan nada rendah, O: klien

tidak kooperatif klien terlihat tidak memperdulikan perawat, kontak mata

kurang, klien terus menerus mondar-mandir diruang intensif.

Pada pukul 09.00 WIB dilakukan evaluasi SP II S: klienterus menerus

mengatakan ingin pulang dengan nada rendah, O: klien terlihat tidak

kooperatif, klien terlihat tidak memperdulikan perawat, kontak mata kurang,

klien mondar-mandir diruang intensif, A: SP II belum optimal, P: optimalkan

SP II. Pada pukul 12.00 WIB perawat membantu memindah klien ke wisma

dengan respon S: klien mengatakan senang mau di pindah ke wisma dan ingin

cepat pulang. O: klien terlihat kooperatif, klien terlihat tenang.

F. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan pada hari Senin, 01 Juni 2015 Jam 14.00

WIB pada Tn.S dengan masalah keperawatan perilaku kekerasan didapatkan

hasil dari data subjektif adalah klien terus menerus mengatakan tidak mau

masuk RSJ sehingga klien berteriak minta untuk dilepaskan. Dari data

objektif klien terlihat tampak tegang sehingga mata terlihat melotot dan klien
50

mencoba untuk melepaskan diri dari fiksasi. Dari data assesment: perilaku

kekerasan klien masih terlihat dan planingnya observasi perilaku kekerasan

klien latih SP I cara kontrol marah dengan nafas dalam dan SP V patuh

minum obat.

Evaluasi yang dilakukan pada hari Selasa, 02 Juni 2015 jam14.00

WIB pada Tn. S dengan masalah keperawatan perilaku kekerasan didapatkan

dengan hasil dari data subjektif adalah klien mengatakan marahnya karena

teringat adiknya yang dirumah yang pernah aniaya seksual sehingga klien

juga mengatakan akibat dari perbuatannya yang merusak fasilitas desa klien

ditangkap oleh warga disekitarnya dan klien sempat akan membunuh adiknya

oleh karena itu klien mengatakan tahu cara mengontrol marah dengan cara

patuh minum obat dan klien mengatakan tau mengontrol marah denagn nasfas

dalam. Dari data objektif tatapan mata klien tajam, klien terus menerus

menggedor-gedor ruangan dan klien mondar mandir diruanagan. Dari data

asesmen perilaku kekerasan klien masih terlihat, SP I dan SP V optima

dilakukan pada hari kamis pukul 08.15 WIB. Plaining selanjutnya optimalkan

SP I dan SP V.

Evaluasi yang dilakukan pada hari Rabu, 03 juni 2015 jam 14.00

WIB pada Tn. S dengan maasalah keperawatan perilaku kekerasan

didapatkan dengan hasil dari data subjektif klien mengatakan masih ingat cara

mengontrol marah dengan cara patuh minum obat dan klien mengatakan masi

ingat cara mengontrol dengan nafas dalam. Dari data objektif klien terlihat

bisa menyebutkan nama obat dan manfaat minun obat dan klien terlihat mau

melakukan nafas dalam. Dari data asesmen nya SP I dan SP V optimal


51

sehingga plainingnya optimalkan SP I dan SP V lanjutkan SP II klien cara

kontrol marah dengan fisik: pukul kasur aytau bantal.

Evaluasi yang dilakukan pada hari Kamis, 04 Juni 2015 jam 14.00

WIB pada Tn. S dengan masalah perilaku kekerasan didapatkan dengan hasil

dari data subjektif klien mengatakan bisa melakukan cara mengontrol marah

dengan nafas dalam dan klien mengatakan bisa melakukan cara mengontrol

marah dengan patuh minum obat lagi pula klien juga mengatakan ingin marah

jika tidak pulang-pulang. Dari data objektif klien terlihat bisa melakukan

tarik nafas dalam untuk mengontrol marah dan klien terlihat bisa

menyebutkan nama obat manfaat minum oba, klien terlihat tidak mau

melakukan cara kontrol marah dengan pukul kasur atau bantal. Asesmen nya

SP I dan SP V optimal, SP II belum optimal sehingga plainingnya optimalkan

SP II, pindah bangsal latih kontrol marah, libatkan klien dengan kegiatan.

Kesimpulan evaluasi dilakukan pada hari Senin sampai hari Kamis 01

Juni sampai 04 Juni 2015 pukul 14.00 WIB pada Tn. S dengan masalah

perilaku kekerasan didapatkan hasil klien mengatakan rasanya ingin jengkel

karena perawat tidak mengizinkan pulang tapi klien mengatakan bisa

mengendalikannya, klien mengatakaan bisa melakukan cara mengontrol

marah dengan tarik nafas dalam, kien mengatakan bisa mengontrol marah

dengan patuh minum obat, klien mengatakan ingin marah jika tidak pulang-

pulang, klien terus-menerus mengatakan ingin pulang. Dari hasil evaluasi

objektif saat klien marah klien mau menggunakan cara mengontrol marah

dengan nafas dalam. Dengan demikian SP I dan V optimal, SP II belum

optimal dan planning selanjutnya mengoptimalkan SP II dan pindah bangsal

libatkan klien dengan kegiatan.


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada BAB ini penulis akan membahas tentang alasan yang terjadi antara

teori dan praktek di lapangan yang telah dilakukan oleh penulis. Alasan antara

teori dan praktek merupakan hal yang sering terjadi pada dunia kesehatan yang

terjadi seperti pada klien dengan masalah keperawatan perilaku kekerasan yang di

kelola oleh penulis. Asuhan keperawatan jiwa pada Tn. S dengan perilaku

kekerasan pada tanggal 01Juni 2014 sampai dengan 04Juni 2015 di Wisma

Antasena (UPI P) RSJ. Prof. Dr. Soerojo Magelang.

A. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan perilakukekerasan harus

secara lengkap untuk mendukung penegakan diagnosa keperawatan.

Pengkajian meliputi alasan masuk yaitu keluarga klien mengatakan klien

dibawa ke RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang karena klien di rumah marah-

marah sendiri, bicara kasar, bicara keras mengamuk sejak 1 minggu yang lalu

sebelum masuk Rumah Sakit, serta klien rencana untuk membunuh adiknya

sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit, klien mengancam dan membentak

anggota keluarganya, serta klien merusak fasilitas di desa.Pada teori menurut

(Yosep, 2014) Verbal: Bicara kasar, suara tinggi, membentak, atau berteriak,

mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor,

suara keras, ketus.

Faktor-faktor pemicu seperti faktor predisposisi klien belum pernah

mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan saat ini baru pertama kali

52
53

menjalani pengobatan. Dari pengalaman sebelumnya klien pernah

mengalami penganiayaan oleh bapaknya semasa kecilnya dan klien juga

pernah mengalami penganiayaan seksual oleh adiknya. 1 minggu yang lalu

klien marah-marah, bicara kasar dan mengamuk, setelah itu klien dibawa ke

RSJ Prof. Dr.Soerojo Magelang untuk dirawat untuk pertama kalinya.

Menurut teori (Rusdi, 2013) Faktor predisposisi ada tiga faktor yang

mempengaruhi yaitu faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosiokultural.

Faktor bioligis menurut teory psikomatik pengalaman marah adalah akibat

dari respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun

lingkungan. Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk

mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.

Kemudian mengkaji adanya status mental meliputi penampilan kurang

rapi, rambut acak-acakan dan klien suka buang air liur sembarangan.

Pembicaraan klien berbicara dengan nada kasar klien terus menerus

mengatakan ingin pulang tidak mau masuk RSJ, aktifitas motorik saat klien

tiba di Wisma Antasena klien marah-marah, mengamuk dan hampir memukul

saudara yang mengantarnya dengan tangan mengepal, klien tampak tegang,

tatapan mata tajam, klien tampak gelisah, interaksi selama wawancara dan

afek klien mudah tersinggung dengan tatapan mata tajam.Menurut Yosep

(2014):Fisik:Muka merah dan tegang, mata melotot/ pandangan tajam, tangan

mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, postur tubuh

kaku,pandangan tajam,mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan

tangan, jalan mondar-mandir. Verbal:Bicarakasar, Suara tinggi, membentak,


54

atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-

kata kotor, suara keras, metus. Perilaku: melempar atau memukul

benda/orang lain, menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain,

merusak lingkungan, amuk/ agresif. Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan

nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,

mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. Intelektual:

mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme. Spiritual:

merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,

menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar. Sosial: menarik

diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran. Perhatian: Bolos,

mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

Dari pengkajian tersebut tidak ditemukan berbedaan karena dari hasil

observasi saat pertama kali klien datang dengan marah-marah, mengamuk di

perjalanan dan hampir memukul saudara yang mengantarnya, klien tampak

tegang, tatapan mata tajam/ melotot, tangan mengepal, klien tampak gaduh

dan gelisah.

Pada kasus diatas didapatkan pengkajian yang sama dan sesuai

dengan teori sehingga memudahkan penulis dalam melakukan tindakan

selanjutnya.

Dalam pengkajian yang telah dilakukan penulis menemukan

perbedaan pada aspek biologis. Menurut (Direja, 2011) aspek biologis yang

di temukan pada klien perilaku kekerasan meliputi tekanan darah meningkat,

takikardia, wajah merah, pupil melebar, ketegangan otot dan frekuensi


55

pengeluaran urine meningkat, beberapa tandatersebut tidak semuanya

ditemukan pada Tn. S karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan hasil

Tekanan darah di poli 130/90 mmHg, nadi 94x/menit, pernafasan 24 x/menit,

suhu 36,5oC, klien mudah tersinggung dan tatapan mata tajam, ketegangan

otot pada saat itu klien lg marah. Sedangkan tanda yang tidak penulis

temukan meliputi wajah merah karena pada saat pengkajian klien sedang

tidak marah selain itu klien baru mendapatkan farmakoterapi Diazepam 10

mg/IM, dan Lodomer 5 mg/IM, efek obat anti tegang, anti cemas dan anti

agitasi. Kemudian untuk pupil melebar tidak diketahui karena perawat tidak

melakukan pengkajian secara lengkap menggunakan alat bantu seperti senter

untuk mengkaji pupil klien, frekuensi pengeluaran urien meningkat karena

pada saat itu sedang tidak mau BAK.

Dalam penegakan diagnosa menurut (Yosep,2014) ditetapkan

beberapa tanda dan gejala yang menunjukkan seseorang mengalami masalah

keperawatan perilaku kekerasan muka merah dan tegang, pandangan tajam,

rahang mengatup, mengepalkan tangan, bicara kasar, suara keras, ketus,

mengancam secara verbal dan fisik, merusak lingkungan, amuk/agresif.

Beberapa perilaku tersebut tidak semuanya terdapatpada Tn. S dan

saat pengkajian pada tanggal 01Juni 2015 setelah klien masuk RSJ keadaan

tanda dan gejala tersebut terkadang muncul, tetapi klien lebih tenang dari

sebelumnya dikarenakan klien telah mendapatkan tindakan medis injeksi

Diazepam 10 mg/IM dan Lodomer 5 mg/IM dari tim medis yang berada di

Wisma Antasena (UPI P).


56

Diazepam merupakan obat benzodiazepine yang berkhasiat sebagai

sedatif dan terutama digunakan sebagai antiansietas, sedative berfungsi

menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan dan keresahan serta

menenangkan penggunanya.Golongan benzodiazepine dapat menekan

susunan saraf pusat (SSP) dengan khasiat sedatifnya, disamping itu diazepam

juga berdaya sebagai antikonvulsif, diazepam dapat menyebabkan tidur

(Setyaningsih, 2008).

Haloperidol atau Lodomer adalah antipsikotik turunan dengan sifat-

sifat yang telah dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas,

gelisah dan mania, injeksi intra muscular 2-10 mg diberi tiap 4-8 jam sesuai

respon (bila perlu tiap jam) sampai total maksimal 60 mg (Abdullah, 2013)

Dalam penatalaksanaan menurut (Prabowo, 2014) terapi yang

dilakukan pada klien perilaku kekerasan meliputi farmakoterapi,terapi kejang

listrik, terapi okupasi,peran serta keluarga, dari beberapa terapi hanya

farmakoterapi dan terapi okupasi yang dilakukan oleh penulis.

Menurut (Prabowo, 2014) pasien dengan perilaku kekerasan diberikan

terapi okupasi dengan tujuan pemberian kegiatan sebagai media kemampuan

komunikasi. Karena dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi

segala bentuk kegiatan bermain catur. Terapi ini langkah awal yang harus

dilakukan petugas terhadap rehabilitas setelah dilakukan seleksi dan

ditentukan program kegiatan.


57

Obat-obatan psikotik dipertimbangkan sebagai first line theraphy pada

skizofrenia, ketika obat psikotik pertama kali di perkenalkan 50 tahun yang

lalu ini mewakili pengobatan pertama yang efektif untuk skizofrenia, pilihan

luas pengobatan telah meningkatkan kesempatan pasien untuk pemulihan

(Fanani, 2012).

ECT mungkin merupakan pengobatan kontraversial yang saat ini

digunakan oleh profesi medis, sementara beberapa pasien melaporkan ECT

sebagai alat yang membantu atau menyelematkan jiwa mereka sedangkan

yang lain merasa kurang membantu dan banyak yang melihatnya sebagai alat

yang merusak dan mengancam (Fanani,2012).

Sedangkan terapi yang tidak penulis lakukan adalah TAK.Sedangkan

TAK tidak dilakukan oleh penulis karena di Wisma Antasena (UPI P) tidak

diperbolehkan melakukan TAK dengan berbagai alasan salah satunya

dikhawatirkan klien akan melarikan diri.

Kemudian berdasarkan dari data lain yang diperoleh dapat

disimpulkan bahwa masalah keperawatan yang paling menonjol pada Tn.S

adalah perilaku kekerasan.

B. Diagnosa

1. Pohon masalah

Dari hasil pengkajian diatas didapatkan masalah utama atau core

problem adalah perilaku kekerasan dari data subjektif klien mengatakan

klien marah-marah, mengamuk, serta ingin membunuh adiknya dan

merusak fasilitas desa, sedangkan klien terus-menerus mengatakan ingin


58

pulang tidak mau masuk RSJ.Daridata objektif klien tampak gelisah,

tatapan mata tajam/melotot, klien terlihat ingin memukul saudaranya yang

membawanya ke RSJ dengan tangan mengepal.

Causa yang dapat diambil dari Tn. S adalah gangguan persepsi

sensori halusinasi pendengaran pukul 11.00 WIB, masalah ini diambil dari

data subjektif klien mengatakan sering mendengar bisikan-bisikan suara

wanita yang memanggil namanya, bisikan muncul ketika klien melihat

acara TV. Klien tampak berbicara sendiri, klien terlihat bingung dan

gelisah.

Masalah yang akan muncul atau akibat dari masalah perilaku

kekerasan adalah resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan, masalah ini dapat di ambil dari data subjektif pukul 12.00

WIB, klien mengatakan jengkel dan marah karena dibawa ke RSJ tanpa

persetujuan darinya dan merasa terbohongi klien mengatakan ingin

membunuh saudaranya yang tidak mendengar perkataannya. Dari data

objektif klien tampak tegang, klien berbicara dengan nada yang keras.

2. Patofisiologi

a. Proses terjadinya perilaku kekerasan (Yosep, 2014):

1) Teori biologik

a) Neurologic factor, beragam komponen dari sistem syaraf seperti

synap, neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai

peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-

pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik


59

sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku

bermusuhan dan respon agresif.

b) Genetic factor, adanyafaktor gen yang diturunkan melalui orang

tua, menjadi potensi perilaku agresif. Dalam gen manusia

terdapat dormant(potensi) agresif yang sedang tidur dan akan

bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal.

c) Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh)memegang peranan

pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu

manusia mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam

sibuk seperti menjelang masuk jam kerja menjelang berakhirnya

pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang

lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.

d) Biochemistry factor(faktor biokimia tubuh) seperti

neurotransmitter di otak (epinephrin, norephinephrin, dopamin,

asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian

informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya

stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau

membahayakan akan dihantar melalui impuls neurotransmitter

ke otak dan meresponya melalui serabut efferent. Peningkatan

hormon androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin

dan gamma aminobuytric acid (GABA) pada cairan

cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi

terjadinya perilaku agresif.


60

e) Brain area disorder gangguan pada sistem limbik dan lobus

temporal, sindrom otak organik, tumor otak, penyakit

ensepalitis, epilepsi, ditemukan sangat berpengaruh terhadap

perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2) Teori psikologik

a) Teori psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat

tumbuh kembang seseorang (life span hystori). Teori ini

menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia

0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan

pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung

mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa

sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada

lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasaan dan rasa aman

dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat

konsep diri rendah.Perilaku agresif dan tindak kekerasan

merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa

ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak

kekerasan.

b) Imitation, modelling, and information processing theory

Menurut teori ini perilaku kekerasan dapat berkembang dalam

lingkungan yang mentolelir kekerasan.


61

c) Learning theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap

lingkungan terdekatnya.

3) Teori sosiokultural

Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang

receh, sesaji atau kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang

cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut

memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol

masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku

kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat

merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal

ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi, film-film kekerasan,

mistik, takhayul, dan perdukunan (santet atau teluh) dalam

tayangan televisi.

4) Aspek religiusitas

Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas

merupakan dorongan dan bisikan syetan yang sangat menyukai

kerusakan agar manusia menyesal (devil support). Semua bentuk

kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke

jantung, otak, dan organ vital manusia lain yang dituruti manusia

sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan

harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan

norma agama (super ego).


62

C. Intervensi dan Implementasi

Perawat menetapkan rencana tindakan keperawatan dengan tujuan

Umum (TUM) klien dapat mengontrol perilakunya dan dapat

mengungkapkan kemarahannya secara baik. Dan tujuan-tujuan khusus (TUK)

yang lain seperti:

TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria

evaluasi Klien mau membalas salam, klien maumenjabat tangan. Klien mau

menyebutkan nama, klien mau tersenyum, klien mau kontak mata, klien mau

mengetahui nama perawat dan klien maumenyediakan waktu untuk kontrak

waktu selanjutnya.

TUK 2: klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

dengan criteria hasil klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat

megungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal (dari diri sendiri, dari

orang lain, dan dari lingkungan). Untuk tujuan khusus tiga atau TUK 3:

adalah klien mampu mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan dengan

kriteriahasil klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel

dan klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan kesal yang dialami.

TUK 4: klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan dengan kriteria hasil Klien dapat mengungkapkan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan, klien dapat bermain peran dengan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan. Dan klien dapat mengetahui cara yang biasa

dapat menyelesaikan masalah atau tidak. TUK 5: klien dapat mengidentifikasi

akibat perilaku kekerasan dengan kriteria hasil klien dapat menjelaskan akibat
63

dari cara yang digunakan klien.Untuk tujuan khusus berikutnya TUK 6: klien

dapat mengidentifikasi cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasandengan

kriteria evaluasi klien dapat melakukan cara fisik untuk mencegah perilaku

kekerasan.TUK 9: Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk

mencegah perilaku kekerasan dengan kriteria evaluasi klien dapat

menyebutkan obat-obat yang diminum klien pada klien. Menurut

(Azizah,2011) TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya dengan

kriteria evaluasi Klien mau membalas salam, klien mau menjabat tangan.

Klien mau menyebutkan nama, klien mau tersenyum, klien mau kontak mata,

klien mau mengetahui nama perawat dan klien mau menyediakan waktu

untuk kontrak waktu selanjutnya.

TUK 2: klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

dengan criteria hasil klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat

megungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal (dari diri sendiri, dari

orang lain, dan dari lingkungan). Untuk tujuan khusus tiga atau TUK 3:

adalah klien mampu mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan dengan

criteria hasil klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel

dan klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan kesal yang dialami.

TUK 4: klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan dengan kriteria hasil Klien dapat mengungkapkan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan, klien dapat bermain peran dengan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan. Dan klien dapat mengetahui cara yang biasa

dapat menyelesaikan masalah atau tidak. TUK 5: klien dapat mengidentifikasi


64

akibat perilaku kekerasan dengan Kriteria hasil klien dapat menjelaskan

akibat dari cara yang digunakan klien. Untuk tujuan khusus berikutnya TUK

6: klien dapat mengidentifikasi cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan

dengan kriteria evaluasi klien dapat melakukan cara fisik untuk mencegah

perilaku kekerasan TUK 7: klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk

mencegah perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi klien dapat

mendemonstrasikan cara sosial mencegah perilaku kekerasan.TUK 8: klien

mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan dengan

kriteria evaluasi Keluarga klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang bisa

dilakukan.TUK 9: Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk

mencegah perilaku kekerasan dengan kriteria evaluasi klien dapat

menyebutkan obat-obat yang diminum klien pada klien. TUK 10: Klien dapat

mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan dengan

kriteria evaluasi Klien dapat menyebutkan jenis dosis, dan waktu minum obat

serata manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar: benar orang, obat dosis, waktu,

dan cara pemberian). TUK 11: Klien mendapatkan dukungan dari keluarga

dalam melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan dengan kriteria

evaluasi keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien yang

berperilaku kekerasan dan keluarga klien mengungkapkan rasa puas dalam

merawat klien. Sedangkan TUK yang tidak tercapai TUK 7, TUK 8, dan

TUK 11. Karena SP III dan IV belum optimal.

Dalam penyusunan perencanaan keperawatan Tn. S dengan masalah

keperawatan perilaku kekerasan ini sudah sesuai denganteori yang meliputi:


65

No, tanggal, diangnosa keperawatan, perencanaan (tujuan, kriteria hasil dan

intervensi).

Intervensi yang dilakukan menggunakan strategi pelaksanaan (SP)

perilaku kekerasan SP I pasien mengidentifikasi penyebab, tanda, dan gejala

serta akibat perilaku kekerasan. Latih cara fisik 1: tarik nafas dalam

danmasukkan dalam jadwal harian pasien kemudian setelah SP I optimal

melakukan SP II pasien yaitu evaluasi kegiatan yang lalu (SP I), Latih cara

fisik 2: menyalurkan energi (pukul kasur dan bantal), dan masukkan dalam

jadwal harian pasien kemudian dilanjutkan dengan SP III pasien dengan

melatihsecara sosial atau verbal seperti menolak dengan baik, meminta

dengan baik dan mengungkapkan dengan baik. Kemudian melanjutkan ke SP

IV pasien dengan melatih klien secara spiritual dan terakhir melakukan SP V

pasien dengan melatih patuh obat.

Intervensi yang direncanakan untuk mencapai tujuan umum agar klien

dapat menunjukkan hubungan peran sesuai dengan tanggung jawab dan dapat

mengontrol emosi yang di alami dan dapat menyebabkan mencederai diri

ataupun orang lain.

Tujuan dilakukanya SP I dengan mengidentifikasi tanda gejala serta

akibat perilaku kekerasan diharapkan dengan dilakukan pengkajian klien

mampu memahami perilaku kekerasan yang di deritanya serta akibat yang di

timbulkan akibat perilaku yang di alaminya. Kemudian mengajarkan teknik

kontrol marah dengan cara nafas dalam teknik ini diajarkan karena
66

diharapkan dengan teknik ini klien dapat menjadi lebih tenang dan mampu

menahan emosi yang sedang dialaminya (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Kemudian teknik kontrol marah yang kedua SP II yaitu dengan

menyalurkan energi (pukul bantal dan kasur) di harapkan dengan

menyalurkan energi klien tidak mencederai diri dan orang lain karena klien

dengan kasus perilaku kekerasan sering mencederai diri sendiri ataupun orang

lain, teknik ini diajarkan karena pada saat marah muncul yaitu dengan cara

menyalurkan energi seperti pukul bantal dan kasur, energi dapat tersalurkan

dan dapat mengurangi rasa marah klien sehingga klien lebih tenang

(Dermawan dan Rusdi, 2013).

Selanjutnya melakukan SP selanjutnya yaitu SP III mengajarkan

teknik kontrol marah dengan melatih secara sosial atau verbal seperti

menolak dengan baik, meminta dengan baik dan mengungkapkan dengan

baik. Diharapkan dengan melatih klien teknik ini klien mampu

mengungkapkan perasaanya dan klien tidak mengalami emosi atau marah,

emosi yang terjadi pada klien dengan resiko perilaku kekerasan dipicu oleh

ketidakmampuan untuk mengungkapkan keinginan dan perasaan yang di

miliki (Dermawan dan Rusdi, 2013).

SP IV yakni mengajarkan teknik kontrol marah dengan cara spiritual

tekhnik ini diajarkan karena di harapkan dengan teknik ini klien dapat lebih

tenang karena dengan spiritual dapat menenangkan hati pikirandan perasaan

untuk menahan rasa marah dan emosi (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Kemudian SP V menggunakan latihan teratur minum obat hal ini diajarkan


67

kepada klien karena biasanya klien yang sudah keluar dari RSJ mengalami

putus obat dan kembali lagi ke RSJ (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Rencana keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan di UPI

adalah melakukan triase, bentuk tim management krisis, lakukan restraint

fisik, lakukan kolaborasi inj. Diazepam 10 mg/IV, lakukan kolaborasi

pemberian inj. Lodomer 5 mg/IM, lakukan restraint mekanik atau rawat ruang

seklusi, observasi perilaku kekerasan setiap 30 menit (Jalil, 2015).

Pada SP keluarga penulis mendapatkan kesulitan karena pada

tindakan SP keluarga, tindak ketemua keluarga. Sehingga penulis tidak

melakukan tindakan keperawatan pada SP keluarga. Keluarga penting untuk

memberikan dukungan kepada klien sehingga tahu tentang perkembangan

kesehatan klien sendiri.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn. S yang

dilaksanakan tanggal 01 Juni sampai 04 Juni 2014 selama 4 x 24 jam adalah :

Memasukan klien keruang seklusi, melakukan restrain, memberikan

kolaborasi pemberian obat Diazepam 10 mg/IM dan Lodomer 5 mg/IM, SP I

dilaksanakan dua kali pertemuan sudah sesuai dengan perencanaan klien

mengerti cara mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam. SP V

dilaksanakan dua kali pertemuan sudah sesuai dengan perencanaan klien

mengerti nama obat, dosis, dan manfaat minum obat. SP II dilaksanakan satu

kali pertemuan belum sesuai perencanaan klien pindah bangsal, saat marah

klien tidak kooperatif untuk dilatih cara mengontrol marah dengan cara pukul

bantal atau kasur.


68

D. Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan dengan tujuan yang

telah di tentukan oleh penulis berdasarkan evaluasi yang dilakukan penulis di

dapatkan hasil subyektif mengatakan bisa mengendalikan marahnya,

sedangkan dari evalusi objektif klien terlihat lebih tenang klien mampu

memahami cara mengontrol marah dengan cara tehnik kontrol marah: SP I

dengan cara tarik nafas, klien sudah optimal dalam SP I karena saat klien

marah klien kooperatif untuk dilatih cara mengontrol marah dengan cara tarik

nafas dalam, tehnik yang dapat dilakukan untuk mengurangi perilaku

kekersan diantaranya adalah tehnik relaksasi alasannya adalah jika melakukan

kegiatan dalam kondisi dan situasi yang relaks maka hasil dan prosesnya akan

optimal.

SP V dengan cara patuh minum obat, obat Antipsikotik generasi

pertama obat neuroleptik menyebabkan efek sedasi ketika diberikan dengan

dosis yang tinggi, Haloperidol diberikan secara intramuscular untuk

mengatasi agitasi dan perilaku kekerasan pada pasien dengan variasi

penyebab yang luas.

SP II dengan cara pukul kasur atau bantal, klien belum optimal dalam

SP II karena saat klien marah klien tidak kooperatif untuk dilatih cara

mengontrol marah dengan cara pukul kasur atau bantal. Dengan demikian SP

I dan SP V optimal dan planning selanjutnya adalah mempertahankan

intervensi dan mengoptimalkan SP II. Dengan demikian tujuan dari rencana

tindakan sudah sesuai dengan intervensi dan belum tercapai.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan tindakan keperawatan pada Tn. S selama 4 x 24

jam di RSJ. Prof. Dr. Soeroyo Magelang penulis dapat menyimpulkan bahwa

pengkajian yang dilakukan pada klien dengan perilaku kekerasan hendaklah

secara menyeluruh dan mencakup aspek-aspek yang dapat mendukung untuk

menegakan diagnosa keperawatan.

1. Pengkajian

Pada kasus yang di kelola oleh penulis didapatkan pengkajian yang sama

dan sesuai dengan teori yang ada sehingga memudahkan penulis dalam

melakukan tindakan berikutnya. kemudian setelah melakukan pengkajian

klien kemudian melakukan pengumpulan data agar mudah menegakan

diagnosa, data yang diperoleh pada klien adalah alasan masuk klien yaitu

keluarga klien mengatakan klien dibawa ke RSJ Prof. Dr. Soerojo

Magelang karena sering marah-marah, mengamuk dan merusak pasar. Dari

data obyektif yaitu saat pertama kali klien datang klien marah-marah,

mengamuk diperjalanan dan hampir memukul saudara yang mengantarnya,

klien tampak tegang, tatapan mata tajam/ melotot, tangan mengepal, klien

tampak gaduh gelisah.

2. Diagnosa keperawatan

Masalah keperawatan yang dijadikan core problem yaitu perilaku

kekerasan

69
70

3. Intervensi

Dalam membuat rencana tindakan keperawatan pada Tn. S

penulis tidak mengalami hambatan karena sudah ada perencanaan yang

dibakukan sesuai standar asuhan keperawatan jiwa yang berlaku dalam

menentukan tujuan umum dan tujuan khusus,

TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya dengan

kriteria evaluasi Klien mau membalas salam, klien mau menjabat tangan.

klien mau menyebutkan nama, klien mau tersenyum, klien mau kontak

mata, klien mau mengetahui nama perawat dan klien mau menyediakan

waktu untuk kontrak waktu selanjutnya.

TUK 2: klien dapat mengidentifikasi penyebab perilakukekerasan

dengan kriteria hasil klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien

dapat megungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal (daridiri

sendiri, dari orang lain, dan dari lingkungan). Untuk tujuan khusus tiga

atau TUK 3: adalah klien mampu mengidentifikasi tanda-tanda perilaku

kekerasan dengan kriteria hasil klien dapat mengungkapkan perasaan saat

marah atau jengkel dan klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan

kesal yang dialami.

TUK 4: klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan dengan kriteria hasil Klien dapat mengungkapkan perilaku

kekerasan yang biasadilakukan, klien dapat bermain peran dengan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan. dan klien dapat mengetahui cara yang

bisa dapatmenyelesaikan masalah atau tidak. TUK 5: klien dapat


71

mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan dengan kriteria hasil klien

dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien. Untuk tujuan

khusus berikutnya TUK 6: klien dapat mengidentifikasi cara fisik untuk

mencegah perilaku kekerasandengan kriteria evaluasi klien dapat

melakukan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan TUK 7: klien

dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan.

Dengan kriteria evaluasi klien dapat mendemonstrasikan cara sosial

mencegah perilaku kekerasan. TUK 8: klien mendemonstrasikan cara

spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan dengan kriteria evaluasi

Keluarga klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang bisa dilakukan.

TUK 9: Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah

perilaku kekerasan dengan kriteria evaluasi klien dapat menyebutkan obat-

obat yang diminum klien pada klien. TUK 10: Klien dapat mengikuti

TAK: stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan dengan kriteria

evaluasi Klien dapat menyebutkan jenis dosis, dan waktu minum obat

serata manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar: benar orang, obat dosis,

waktu, dan cara pemberian). TUK 11: Klien mendapatkan dukungan dari

keluarga dalam melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan dengan

kriteria evaluasi keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien

yang berperilaku kekerasan dan keluarga klien mengungkapkan rasa puas

dalam merawat klien.

Rencana keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan di

UPI adalah melakukan triase, bentuk tim management krisis, lakukan


72

restraint fisik, lakukan kolaborasi inj. Diazepam 10 mg/IV, lakukan

kolaborasi pemberian inj. Lodomer 5 mg/IM, lakukan restraint mekanik

atau rawat ruang seklusi, observasi perilaku kekerasan setiap 30 menit.

4. Implementasi

Penulis melakukan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya

dan sesuai dengan kemampuan klien mulai dari pertama kali klien masuk

yaitu memasukan klien keruang seklusi, melakukan restrain, memberikan

kolaborasi pemberian obat Diazepam 10 mg/IM dan Lodomer 5 mg/IM,

melakukan bina hubungan saling percaya (BHSP) yang merupakan dasar

utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa

agar klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi sehingga dapat

mempermudah dalam melakukan intervensi keperawatan.

Dalam melakukan implementasi, penulis melatih klien cara

kontrol marah dengan 3 cara yaitu SP I, SP V dan SP II, cara kontrol

marah dengan tarik nafas dalam, patuh minum obat dan cara control

marah dengan fisik

Penulis tidak melakukan SP III, SP IV Pasien karena keterbatasan

waktu dalam studi kasus, dan penulis tidak melakukan SP I, II dan III

keluarga karena tidak ketemu keluarga saat klien datang.

5. Evaluasi

Pada tahap evaluasi penulis mendapatkan data bahwa klien sudah

melaksanakan cara kontrol marah dengan tarik nafas dalam, patuh minum

obat dan fisik I: meskipun cara kontrol marah dengan fisik I belum optimal
73

B. Saran

Setelah melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. S dengan

perilaku kekerasan di Wisma Antasena (UPI P) RSJ. Prof. Dr. Soeroyo

Magelang selama 4 x 24 jam, penulis mencoba mengajukan saran, adapun

saran tersebut sebagai berikut :

1. Bagi Instansi RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang

Diharapkan ruangan memperhatikan secara intensif pada klien

dengan perilaku kekerasan di karenakan klien dengan perilaku kekerasan

dapat membahayakan diri sendiri bahkan orang lain dan lingkungan jika

tidak di perhatikan.

2. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan UNSIQ Wonosobo

Bimbingan dari para pembimbing Fakultas Ilmu Kesehatan Unsiq

merupakan hal yang sangat penting bagi para penulis maupun mahasiswa

lain, maka dari itu bimbingan yang telah berjalan dengan baik hendaknya

dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi gunamenciptakan kualitas

mahasiswa yang lebih baik. Dan untuk tindakan nyata yang dilakukan

dirumah sakit sebaiknya lebih lama, kurang lebih 2-3 minggu untuk

mencapai asuhan keperawatan yang maksimal pada klien gangguan jiwa.

3. Bagi Mahasiswa Keperawatan

Bagi mahasiswa keperawatan hendaknya mampu melakukan

tindakan untuk klien dengan perilaku kekerasan dengan menggunakan

konsep sesuai teori dan dikondisikan sesuai dengan pasien. Serta mampu
74

memeberikan pelayanan sesuai standar yang diberlakukan di tindakan

keperawatan mulai dari melakukan pengkajian hingga evaluasi.

4. Klien

Diharapkan agar selalu mematuhi peraturan yang ada di RSJ dan

melakukan kegiatan yang sudah terjadwal sehingga rasa marah klien

dapat terkontrol.

5. Keluarga

Dukungan dan reinforcement positif dari keluarga sangatlah

dibutuhkan dalam proses kesembuhan klien dan mengendalikan rasa

marah pada klien, penulis berharap agar keluarga klien mampu dalam

melakukan perawatan secara mandiri saat klien berada di rumah.


DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M, Ma’rifatul. (2012). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dermawan, Deden dan Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa : Konsep dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka Baru.

Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Elita, Veny. Persepsi Perawat Tentang Perilaku Kekerasan Yang Dilakukan


Diruang Rawat Inap Jiwa. Jurnal Indonesia, Vol.1, No.2, 2011. Hal:
31-38.

Hidayati & Eni. (2012). Jurnal Lppm Nimus. Isbn 978-602-18809-0-6.

Keliat, Budi Ana, dkk. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2,
Jakarta : Kedokeran EGC.

Kusumawati, Farida dan Hartono, Yudi. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

Prabowo, Eko. (2014). Konsep Dan Asuhan Keperawatan Jiwa Yogyakarta: Nuha
Medika.

Pratomo, Rizki Agung; dkk. (2012) Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan
Jiwa Pada Tn. R Dengan Resiko Perilaku Kekerasan Di Wisma Kresna
(P.10) Rsj Prof. Dr. Soeroyo Magelang. http:// stikespkj.ac.id. Diakses
Tanggal 10 Mei 2015. Jam 17.00

Rekam Medik RSJ Soerojo Magelang. (2014). Prefalensi Jumlah Pasein


Gangguan Jiwa .http://www.rsjsoerojo.co.id. Diakses tanggal 19 Mei
2015 jam. 20.30 WIB.

Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugihantono, Anung. (2012). Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2012.


http://www.dinkesjatengprov.go.id. Tanggal 20 April 2015 Pukul 20.00
WIB.
Fanani, H.M, (2012). Perbedaan keefektifan antara clozapine (Clorilex)
dengan ECT dalam penatalaksanaan Skizofrenia resisten obat di RSJ
Surakarta. Jurnal fakultas kedokteran universitas sebelas maret
Surakarta. Diakses 01 Juli 2015.

Wurniyaningsih, dkk. (2013). Jurnal Keperawatan. Studi Fenomenologi:


Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku Kekerasan
Pasien Pasca Hospitlisasi RSJ. Volume I, No 2. Noveer 2013. 179.

Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

Yosep, Iyus. (2014). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.


Lampiran 1

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. S DENGAN

PERILAKU KEKERASAN DI WISMA ANTASENA

RSJ PROF. DR. SOEROJO

MAGELANG

A. PENGKAJIAN

Pengkajiandilakukanpadaharisenintanggal 01 Juni 2015 pukul 11.00

WIBdiwismaAntasena RSJ Prof.Dr. SoerojoMagelangdengancarawawancara,

observasi, danstudidokumentasi, daripengkajiandidapatkan data:

1. IdentitasKlien

Nama : Tn. S

Umur : 32 tahun

Alamat : Kendal

Agama : Islam

Jeniskelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Pegawaipabrik

Tanggalmasuk : 01 Juni 2015, Jam 09.00 WIB

No.Reg : 120970

Diagnosa medis : F 20.0

Tanggal pengkajian : 01 Juni 2015, Jam 10.30 WIB

2. Identitas penanggung jawab

Nama : Ny. S

Umur : 37Tahun

Alamat : Kendal
Lampiran 1

Pekerjaan : Swasta

HubungandenganKlien : Saudara

3. Alasanmasuk

Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke RSJ Prof. Dr. Soerojo

Magelang karena klien di rumah marah-marah sendiri, mengamuk sejak 1

minggu yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit, serta klien rencana untuk

membunuh adiknya sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan klien

merusak fasilitas di desa.

4. Faktorpredisposisi

Klien belum pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan saat ini

baru pertama kali menjalani pengobatan. Dari pengalaman sebelumnya

klien pernah mengalami penganiayaan oleh bapaknya semasa kecilnya

dan klien juga pernah mengalami penganiayaan seksual oleh adiknya. 1

minggu yang lalu klien marah-marah dan mengamuk, setelah itu klien

dibawa ke RSJ Prof. Dr.Soerojo Magelang untuk dirawat untuk pertama

kalinya.

5. Faktorpresipitasi

Klien sebelumnya bekerja di luar negri selama 5 tahun lalu klien pulang

dan pindah ke Jakarta selama 5 tahun, selanjutnya klien di PHK secara

mendadak sejak itu klien mulai marah-marah dan mengamuk.

6. Pengkajian Fisik

a. Keadaan umum

Kesadaran : Compos mentis


Lampiran 1

Penampilan : Tidak rapi

b. Tanda- tanda vital

Tekanan Darah : 130/ 90mmHg

Nadi : 94 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit

c. Keluhanfisik

7. Klien mengatakan giginya sakit, akibat giginya berlubang dan jarang

gosok gigi. Psikososial

a. Genogram

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Tinggal Serumah

PolaAsuh : Klien sejak lahir diasuh oleh orang tuanya.

PolaInteraksi : Interaksi dalam keluarga berjalan baik

Pengambilan keputusan dalam keluarga adalah ayah klien.


Lampiran 1

Klien anak ke empat dari enam bersaudara, klien tinggal bersama

orang tua dan ketiga kakaknya sudah menikah, serta ke dua adiknya

belum menikah. Klien belum pernah menikah. Dalam keluarga klien

tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh

klien.

b. Konsep Diri

1) Gambaran diri

Klien mengatakan anggota tubuhnya sempurna, klien menyukai

semua anggota tubuhnya karena dapat digunakan untuk bekerja,

klien mengatakan tidak ada anggota tubuhnya yang tidak disukai.

2) Identitas diri

Klien berjenis kelamin laki-laki berusia 32 tahun, pendidikan

terakhir SMP, saat bekerja di Jakarta sebagai cleaning service dan

di luar negri sebagai tenaga pabrik dengan penghasilan yang tinggi.

3) Perandiri

Dalam keluarga klien berperan sebagai anak keempat dari enam

bersaudara. Saat ini belum menikah dan belum mempunyai pacar.

4) Ideal diri

Klien mengatakan tidak akan mengamuk lagi asalkan di

perlakukan baik dan ingin cepat pulang.

5) Harga Diri

Klien mengatakan merasa hidupnya tidak berguna dan tidak bias

membahagiakan orang tuanya, terutama ibunya yang selalu ada

untu kklien.
Lampiran 1

c. Hubungan sosial

1) Orang yang berarti

Klien mengatakan orang yang paling berarti dalam kehidupannya

adalah ibunya karena ibunya yang selalu mendengarkan

keluhannya.

2) Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat

Klien mengatakan tidak aktif dalam kegiatan kelompok maupun

masyarakat.

3) Hambatan dalam hubungan dengan orang lain

Klien mengatakan ada hambatan dalam berhubungan dengan orang

lain karena klien jarang keluar rumah.

4) Spiritual

a. Nilai dan keyakinan

Agama yang dianut klien yaitu agama islam

b. Kegiatan dalam beribadah

Selama di Wisma Antasena klien tidak pernah beribadah, klien

terlihat sesekali berdoa membaca al fatiah.

5) Status mental

a. Penampilan

Klien berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, kancing

baju tidak pas.

b. Pembicaraan
Lampiran 1

c. Klien berbicara dengan nada yang keras dan berbelit-belit tetapi

sampai dengan tujuan pembicaraan, serta ketus. Klien

mengatakan mau masukke RSJ ketika dibawa dibohongi mau

diantar kerumah saudara.

d. Aktifitas motorik

Ketika klien tiba di wismaAntasena klien marah-marah,

mengamuk di perjalanan dan hamper memukul saudara yang

mengantarnya, klien tampak tegang, tatapan mata tajam/

melotot, tangan mengepal, klien tampak gaduh gelisah.

e. Alam perasaan

Klien mengatakan jengkel dan marah karena dibawa ke RSJ

tanpa persetujuan dirinya dan merasa di bohongi oleh

keluarganya, klien beranggapan tidak sakit klien mengatakan

ingin membunuh saudaranya dari hasil observasi klien tampak

tegang, berbicara dengan nada yang keras.

f. Afek

Afek labil: dibuktikan dengan saat ditanya tentang keluarganya

apalagi dengan ibunya menjawab dengan nada suara rendah.

Saat klien minta pulang tapi tidak ada yang mau membukakan

pintunya klien marah-marah dan berbicara dengan nada tinggi.

Karena ingin ketemu dengan adiknya dan mau membunuhnya.

g. Interaksi selama wawancara

Mudah tersinggung, tatapan mata tajam


Lampiran 1

h. Persepsi

Klien mengatakan sering mendengar suara-suara “Tn S” suara

muncul ketika klien sedang melihata caraTv dan suara itu suara

wanita, klien tampak bingung dan gelisah. Serta klien sering

berbicara sendiri.

i. Isi piker

Obsesi: dibuktikan dengan klien, karena klien berobsesi ingin

menikah dan mempunyai rumah sendiri.

j. Proses piker

Sirkumtansial: di buktikan dengan saat ditanya tentang

penyebab marah dan mengamuk klien menjawab berbelit-belit

serta ketus tetapi akhirnya klien menjawab penyebab marahnya

karena klien bekerja tahu-tahu di PHK.

k. Tingkat kesadaran

Composmentis, orientasi klien kurang karena klien tidak dapat

menyebutkan nama wisma tempat dirinya di rawat dan

menyebutkan tanggal. Klien terlihat bingung, klien tidak

mengenal orang-orang disekitar (baik sesame pasien maupun

perawat).

l. Memori

Klien mengalami gangguan daya ingat saat ini karena klien

tidak mengetahui apa yang sedang dialaminya, dan saat ditanya

apa yang terjadi pada dirinya klien tampak bingung.


Lampiran 1

m. Tingkat konsentrasi

Tingkat konsentrasi klien saat berinteraksi kurang baik, karena

klien saat di tanya fikirannya lagi mikir orang yang di rumah.

n. Kemampuan penilaian

Kemampuan penilaian klien cukup, klien dapat mengambil

keputusan yang sederhana dengan bantuan perawat.

8. Kebutuhan persiapan pulang

a. Makan

Klien makan 3x sehari, jumlah 1 porsi habis, klien sudah mampu

makan sendiri dan dibantu menyiapkan makanan dengan bantuan

minimal.

b. BAB/BAK

Klien BAB/BAK sudah mampu mandiri tanpa bantuan dan setiap

klien ingin mau BAB/BAK klien selalu ke kamar mandi.

c. MANDI

Klien mandi sehari 1x kadang sehari 2x, klien sudah mampu mandi

dengan mandiri

d. Berpakaian

Klien mampu menggunakan pakaian yang disediakan oleh perawat

dengan bimbingan.

e. Istirahat tidur

Klien tidak mengalami gangguan pola istirahat tidur, klien tidur ± 8

jam.
Lampiran 1

f. Penggunaan obat

Klien perlu bimbingan dan diawasi dalam meminum obat secararutin

dan benar.

g. Pemeliharaan kesehatan

Klien mengatakan bahwa dirinya dapat memelihara kesehatannya

dengan meminum obat secara teratur.

9. Mekanisme koping

Klien memasuki respon maladaftif yaitu respon yang tidak sesuaidengan

norma dan nilai masyarakat, seperti marah-marah, mengamuk dan

merusak fasilitas desa.

10. Masalah psikososial dan lingkungan

Klien tidak bergaul dengan orang-orang disekitarnya, karena klien pernah

merusak fasilitas desa.

11. Pengetahuan

Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya dan tidak tau

carapenyelesaian dari masalah yang sedang di alaminya.

12. Aspek medik

a. Diagnosa medic

F 20.0

b. Terapi medis

Senin: Diazepam 10 mg

Lodomer 5 mg

Selasa: Haloperidol 2 x 5 mg

c. ECT
Lampiran 1

B. Analisa Data

No Tanggal/ jam Data Fokus Masalah Paraf


1. Senin 01 Juni 15 Ds: Perilaku Winarni
11.00 WIB - Klien kekerasan
mengatakan
klien marah-
marah sendiri,
mengamuk
selama 1 minggu
sebelum masuk
RSJ dan merusak
fasilitas desa.
- Klien
mengatakanmau
membunuh
adiknya selama
1hari sebelum
masuk RSJ.
Do:
- Klien tampak
gaduh dan
gelisah
- Klien berbicara
denagan nada
yang tinggi dan
kasar
- Klien memukul
saudaranya yang
mengantar ke
RSJ
- Klien tangan nya
mengepal,
tatapan mata
tajam.
Senin 01Juni
2015 Ds: Gangguan Winarni
11.00 - Klien perssepsi
mengatakan sensori
klien sering halusinasi
Lampiran 1

mendengar pendengaran
suara-suara
dengan
memanggil
namanya (Tn S)
- Klien
mengatakan
sering berbicara
dengan wanita
yang sering
memanggilnya.
- Klien
mengatakan
suara muncul
pada saat
mendengarkan
acara Tv.
Do:
- Klien tampak
bingung dan
gelisah.
- Klien tampak
mondar-mandir
- Klien
tampakberbicra
sendiri

Senin 01Juni Ds: Resiko Winarni


2015, 11.00 - Klien menciderai
WIB mengatakan diri sendiri,
ingin membunuh orang lain
adiknya dan
- Klien lingkungan
mengatakan
ingin memukul
perwat pada saat
mau di masukan
ke dalam
ruangan.
Do:
Lampiran 1

- Klien tampak
tegang
- Tatapan mata
melotot
- Klien berusaha
memberotak
- Tangan klien
mengepal.

C. POHON MASALAH

Resiko menciderai diri sendiri,

Orang lain dan lingkungan Akibat

Perilaku Kekerasan core problem

Halusinasi pendengaran sebab

Prioritas masalah

1. Perilaku kekerasan
2. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

D. Rencana Tindakan Keperawatan

Hr/tgl/jam Masalah Perencanaan


Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Senin 01 Perilaku Tujuan Umum Kriteria evaluasi 1. Beri salam dan
Juni 2015 kekerasan (TUM): Klien 1. Klien mau membalas panggil nama klien.
11.30 tidak menciderai salam. 2. Sebutkan nama
diri sendiri. 2. Klien mau menjabat perawat sambil
Tujuan Khusus tangan. berjabat tangan.
(TUK) 3. Klien mau 3. Jelaskan maksud
TUK 1 : klien menyebutkan nama. dan tujuan
Lampiran 1

dapat membina 4. Klien mau hubungan interaksi.


hubungan saling tersenyum. 4. Jelaskan kontrak
percaya 5. Klien mau kontak yang akan dibuat.
mata. 5. Berikan rasa aman
6. Klien mau dan rasa empati.
mengetahui nama 6. Lakukan kontak
perawat. singkat tapi sering
7. Klien mau
menyediakan waktu
untuk kontrak
TUK 2 : klien 1. Klien dapat 1. Beri kesempatan
dapat mengungkapkan untuk
mengidentifikasi perasaanya. mengungkapakan
penyebab 2. Klien dapat perasaanya.
perilaku megungkapkan 2. Bantu klien untuk
kekerasan penyebab perasaaan mengungkapkan
jengkel atau kesal perasaanya.
(dari diri sendiri, dari
orang lain, dan dari
lingkungan)
TUK 3 : klien 1. Klien dapat 1. Anjurkan klien
mampu mengungkapkan mengungkapkan
mengidentifikasi perasaan saat marah yang dialami dan
tanda-tanda atau jengkel. dirasakan saat
perilaku 2. Klien dapat jengkel.
kekerasan menyimpulkan tanda- 2. Observasi tanda-
tanda jengkel dan tanda perilaku
kesal yang dialami. kekerasan pada
klien
3. Simpulkan bersama
klien tanda-tanda
jengkel dan kesal
yang dialami klien.
TUK 4 : klien 1. Klien dapat 1. Anjurkan klien
dapat mengungkapkan untuk
mengidentifikasi perilaku kekerasan mengungkapkan
perilaku yang biasa dilakukan perilaku kekerasan
kekerasan yang 2. Klien dapat bermain yang biasa
biasa dilakukan peran dengan dilakukan klien.
perilaku kekerasan 2. Bantu klien bermain
Lampiran 1

yang biasa dilakukan. peran sesuai denagn


3. Klien dapat perilaku kekerasan
mengetahui cara yang biasa
yang biasa dapat dilakukan.
menyelesaikan 3. Bicarakan dengan
masalah atau tidak. klien apakah
dengan cara yang
klien lakukan
masalahnya selesai.
TUK 5 : klien Klien dapat menjelaskan 1. Bicarakan akibat
dapat akibat dari cara yang atau kerugian dari
mengidentifikasi digunakan klien. Akibat cara yang telah
akibat perilaku pada diri sendiri, akibat dilakukan oleh klien
kekerasan pada orang lain dan 2. Bersama klien
akibat pada lingkungan. menyimpulkan
akibat cara yang
digunakan oleh
klien
3. Tanyakan pada
klien apakah ia
ingin mempelajari
cara baru yang sehat
?
TUK 6 : klien 1. Klien dapat 1. Diskusikan kegiatan
dapat menyebutkan contoh fisik yangbisa
mengidentifikasi pencegahan perilaku dilakukan klien.
cara fisik untuk kekerasan secara 2. Berikan pujian atas
mencegah fisik: Tarik nafas kegiatan fisik klien
perilaku dalam, pukul kasur yang bisa dilakukan.
kekerasan dan bantal. 3. Diskusikan dua cara
2. Klien dapat fisik yang paling
mendemonstrasikan mudah dilakukan
cara fisik untuk untuk mencegah
mencegah perilaku perilaku kekerasan
kekerasan. yaiti: tarik nafas
3. Klien mempunyai dalam dan pukul
jadwal untuk melatih kasur dan bantal.
cara pencegahan
fisik yang telah di
pelajari sebelumnya.
Lampiran 1

TUK 7 : klien 1. Klie dapat 1. Mendiskusukan


dapat menyebutkan cara cara bicara yang
mendemonstrasi berbicara (verbal) baik dengan klien.
kan cara sosial yang baik dalam 2. Beri contoh bicara
untuk mencegah mencegah perilaku yang baik.
perilaku kekerasan. Minta 3. Minta klien
kekerasan yang baik, menolak mengikuti contoh
yang baik bicara yang baik.
mengungkapkan 4. Minta klien bicara
perasaan yang baik. sendiri.
2. Klien dapat
mendemonstrasikan
cara verbal yang baik.
3. Klien mempunyai
jadwal untuk melatih
cara berbicara yang
baik.
TUK 8 : Klien 1. Keluarga dapat 1. Diskusikan dengan
mendemonstrasi menyebutkan klien kegiatan
kan cara kegiatan ibadah yang ibadah yang pernah
spiritual untuk bisa dilakuakn. dilakukan.
mencegah 2. Klien dapat 2. Bantu klien menilai
kekerasan mendemonstrasikan kegiatan ibadah
sikap cara beribadah yang dapat
yang dipilih. dilakukan diruang
3. Klien mempunyai perawat.
jadwal untuk melatih 3. Bantu klien
kegiatan ibadah. memilih kegiatan
ibadah akan
dilakukan.
4. Minta
klienmendemonstra
sikan kegiatan
ibadah yang
dilakukan.
TUK 9 : klien Klien melakukan 1. Diskusikandengan
mendemonstrasi evaluasi terhadap klien jenis obat
kan patuh kemampuan melakukan yang diminumnya.
minum obat kegiatan beribadah. 2. Diskusikandengan
untuk mencegah klien tentang
Lampiran 1

perilaku manfaat minum


kekerasan obat secara teratur
TUK 10 : Klien Klien dapat menyebutkan Terapi generalis
dapat mengikuti jenis dosis dan waktu 1. Bentuk TIM
TAK: Stimilasi minum obat serata managemen krisis
persepsi manfaat dari obat itu 2. Lakukan restraint
pencegahan (prinsip 5 benar: benar fisik
perilaku orang, benar dosis, waktu 3. Lakukan kolaborasi
kekerasan dan cara pemberian) inj. Diazepam 10
mg IV
4. Lakukan kolaborasi
inj. Lodomer 5 mg
IM
5. Lakukan restraint
mekanik atau rawat
ruang seklusi
6. Observasi perilaku
kekerasan klien
TUK 11: Klien 1. Klien Diskusikan tentang
mendapat mendemonstrasikan proses minum obat.
kandukungan kepatuhan minum 1. Klien
dari keluarga obat sesuai jadwal mengevaluasi
dalam yang ditetapakn. pelaksanaanminu
melakukan cara 2. Klien m obat dengan
pencegahan mengevaluasikan mengisi jadwal
perilaku kemampuan dalam kegiatan harian.
kekerasan mematuhi minum 2. Validasi
obat. pelaksanaan
3. Klien mengikuti TAK; minum obat klien.
stimulasi persepsi 3. Beri pujian atas
pencegahan perilaku keberhasilan
kekerasan. klien.
Lampiran 1

E. IMPLEMENTASI

Hari/ Masalah Implementasi Evaluasi Paraf


tanggal, keperawatan
Jam
Senin 01 Perilaku 1. Memasukan klien ke S: klien berteriak tidak Winarni
Juni 2015 kekerasan ruang seklusi mau masuk ruangan
11.00 seklusi
WIB O: klien tampak gelisah,
tangan mengepal dan
klien sempat memukul
perawat
11.00 2. Melakukan fiksasi S: klien berteriak meminta
WIB untuk dilepaskan
O: klien tampak tegang,
mata melotot, klien
mencoba untuk
melepaskan diridari
fiksasi

11.15 3. Melakukan tindakan S: klien berteriak meminta


WIB delegasi pemberian untuk dilepskan
obat diazepam 10 mg/
Im, lodomer 5 mg/ Im O: klien tampak tegang,
masuk injeksi Diazepam 10
mg/Im dan lodomer 5
mg/Im masuk.

12.00 4. Membantu melakukan S : klien berteriak untuk


WIB ADL minta makan
O : klien tampak tegang,
klien berbicara kasar
dan klien sempat
melontarkan air liur
keperawat.
Selasa 02 Perilaku 1. Memberi salam dan S: klien mengatakan Winarni
Juni 2015 kekerasan memanggil nama klien waalaikumsallam wr
07.30 wb.
WIB O: klien menengok sangat
namanya di panggil.
Lampiran 1

2. Menyebutkan nama S: klien mengatakan


perawat sambil “mbak wina rumahnya
berjabat tangan mana?”
O : klien mau berjabat
tangan, jabat tangan
klien sangat kuat
3. Menjelaskan maksud S: klien mengatakan tau
dan tujuan hubungan tujuan berinteraksi
interaksi supaya bisa kenal sama
perawat.
O: klien tampak
kooperatif

4. Menjelaskan kontrak S: klien mengatakan iya


yang akan dibuat bersedia untuk
mengobrol
O: -
07.45 5. Memindah dari ruang S : klien mengatakan ingin
WIB seklusi ke intensif pulang dan tidak mau di
masukan di RSJ
O : klien tampak tegang,
bersuara keras,
memberontak saat di
masukan keruangan

S : klien mengatakan
marahnya karena
teringat adiknya yang
dirumah yang pernah
aniaya seksual, klien
08.00 6. Mengidentifikasi juga mengatakan akibat
WIB penyebab, tanda dan dari perbuatannya yang
gejala serta akibat PK merusak fasilitas desa
klien ditangkap oleh
warga disekitarnya dan
klien sempat akan
membunuh adiknya
O: klien tampak tegang,
mata melotot
Lampiran 1

08.15 7. Melatih SP I pasien S : klien mengatakan bisa


WIB cara kontrol marah melakukan kontrol
dengan fisik: tarik marah dengan nafas
nafas dalam dalam,
O: klien kooperatif klien
terlihat melakukan
kontrol nafas dalam
S: klien mengatakan
08.30 8. Melatih cara tahu cara mengontrol
WIB mengontrol marah marah dengan cara patuh
yang ke 2 dengan patuh minum obat.
minum obat O: klien terlihat bisa
menyebutkan nama
obatHaloperidol, dosis 5
mg, manfaat untuk
mengurangi rasa marah
dan amuk serta minum
obat setiap pukul 08.30
WIB pagi
10.00 9. Mengevaluasi perilku S : klien berteriak minta
WIB kekerasan rokok, klien terus menerus
memanggil adiknya dan
mau membunuh.
O : tatapan mata klien
tajam, klien terus menerus
menggedor gedor ruang,
klien mondar-mandir
diruang

13.00 10. Memindahkan klien S : klien mengatakan tidak


WIB dari ruangan intensif ke mau lagi di masukan
ruangan seklusi keruang seklusi.
O : klien tampak gelisah,
mata melotot, dan
bersuara keras.
Rabu 03 Perilaku 1. Mengobservasi S: klien mengatakan kalau Winarni
Juni 2015 kekerasan perilaku kekerasan teringat kejadiaan saat
07.30 klien di aniaya seksual oleh
WIB adiknya klien ingin
marah
Lampiran 1

O: klien tampak gelisah,


mata melotot, dan
bersuara keras.

08.30 2. Mengevaluasi latihan S : klien masih ingat cara


WIB yang lalu mengontrol marah
dengan cara tarik nafas
dalam
O: klien tampak
kooperatif, klien
terlihat melakukan tarik
08.30 nafas dalam
WIB 3. Melatih SP V cara S : klien lupa cara
mengontrol marah mengontrol marah
dengan patuh minum dengan patuh minum
obat obat.
O : klien tampak diam

S ; klien mengatakan ingat


cara mengontrol marah
dengan cara patuh
minum obat.
O: klien terlihat bisa
menyebutkan nama
obat haloperidol dan
manfaat minum obat ini
untuk menurunkan rasa
marah dan amuk
10.00
WIB 4. Menyiapkan untuk S : : klien mengatakan
melakukan ECT menolak untuk
dilakukan ECT,
O : klien memberotak
untuk difiksasi, TTV
120/90, klien terlihat
tegang dan bicara kasar

13.00 5. Post ECT S:-


WIB O : klien terlihat gelisah,
klien terlihat muntah
Lampiran 1

Kamis Perilaku 1. Mengobservasi S: klien mengatakan Winarni


04 Juni kekerasan perilaku kekerasan rasanya ingin jengkel
2015 klien karena perawat tidak
07.30 mengizinkan pulang
WIB tapi klien mengatakan
bisa mengendalikannya
O:klien tampak lemas

2. Memvalidasi latihan S: klien mengatakan ingat


sebelumnya cara mengontrol marah
dengan nafas dalam.
O: klien bias
mempraktekkan nafas
dalam
S : klien mengatakan ingat
cara mengontrol marah
adalah dengan patuh
minum obat.
O: klien bisa menyebutkan
nama haloperidol dan
manfaat minumnya
untuk mengurangi rasa
marah dan amuk
09.00 3. Melatih SP II cara S: klien terus menerus
WIB kontrol marah dengan mengatakan ingin pulang
fisik: pukul kasur atau dengan nada rendah,
bantal O: klien tidak kooperatif
klien terlihat tidak
memperdulikan perawat,
kontak mata kurang, klien
terus menerus mondar-
mandir diruang intensif.

12.00 4. Memindah klien ke S: klien mengatakan


WIB wisma. senang mau di pindah ke
wisma dan ingin cepat
pulang.
O: klien terlihat
kooperatif, klien terlihat
tenang.
Lampiran 1

F. Catatan Perkembangan

Hari/ tanggal Masalah Evaluasi Paraf


keperawatan
Senin 01Juni Perilaku Winarni
2015 kekerasan S: klien terus-menerus mengatakan tidak mau masuk
14.00 WIB RSJ, klien berteriak meminta untuk dilepaskan
O: klien tampak tegang, mata melotot, klien mencoba
untuk melepskan diri dari fiksasi
A: Perilaku kekerasan masih terlihat
P: Observasi perilaku kekerasan klien, latih SP I cara
kontrol PK dengan nafas dalam dan SP V patuh
minum obat
Selasa, 02 Perilaku S: klien mengatakan marahnya karena teringat adiknya Winarni
Juni 2015 kekerasan yang dirumah yang pernah aniaya seksual, klien juga
14.00 WIB mengatakan akibat dari perbuatannya yang merusak
fasilitas desa klien ditangkap oleh warga disekitarnya
dan klien sempat akan membunuh adiknya klien
mengatakan tahu cara mengontrol marah dengan cara
patuh minum obat klien mengatakan tau mengontrol
marah denagn nasfas dalam
O :, tatapan mata klien tajam, klien terus menerus
menggedor gedor ruang, klien mondar-mandir
diruang
A:PK masih terlihat, SP I dav SP Voptimal
P: Optimalkan SP I dan SP V
Rabu, 03 Juni Winarni
2015 S: klien mengatakan ingat cara mengontrol marah
14.00 WIB dengan cara patuh minum obat
- Klien mengatakan ingat cara mengontrol marah
dengan nafas dalam
O: klien terlihat bisa menyebutkan nama obat dan
manfaat minum obat
Klien terlihat mau melakukan nafas dalam
A: SP I dan SP V optimal
P: optimalkan SP I dan SP V
lanjutkan SP II Pasien cara kontrol marah dengan
fisik: pukul kasur atu bantal
Lampiran 1

Kamis 04 S:klien mengatakaan bisa melakukan cara mengontrol Winarni


Juni 2015 marah dengan tarik nafas dalam
14.00 Klien mengatakan bisa melakukan cara mengontrol
marah dengan nafas dalam
klien mengatakan ingin marah jika tidak pulang-
pulang, klien terus-menerus mengatakan ingin
pulang.
O:klien terlihat bisa melakukan tarik nafas dalam untuk
mengontrol marah
klien terlihat bisa menyebutkan nama obat dan
manfaat minum obat, , klien terlihat tidak mau
melakuakn cara kontrol marah dengan pukul kasur
atu bantal
A: SP I dan SP V optimal, SP II belum optimal
P: optimalkan SP II, pindah bangsal latoh kontrol
marah, libatkan kegiatan di ruanagan
Lampiran 2

STRATEGI PELAKSANAAN PERCAKAPAN

1. Latihan SP I P

Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan

marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,

akibatnya serta cara mengontrol secara fisik: nafas dalam.

a. Orientasi

“Assalamualaikum pak, perkenalkan nama saya Winarni Trisnoningtyas,

panggil saya Wina, saya perawat yang dinas di ruangan ini. Hari ini saya

dinas pagi dari pk. 07.00-13.30. Saya yang akan merawat bapak selama

bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”

“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau

marah?”

“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah

bapak”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10

menit?

“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana

kalau di ruang tamu?”

b. Fase kerja

“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak

pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang

sekarang?. O..iya, jadi ada 2 penyebab marah bapak”.


“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan

istri belum menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien),

apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien).

“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar,

mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”

“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak memukul istri

bapak dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan

terhidang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul,

istri jadi sakit dan takut, piring-piring pecah. Menurut bapak adakah cara

lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan

kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

”Ada Beberapa Cara Untuk Mengontrol Kemarahan, Pak. Salah Satunya

Adalah Dengan Cara Fisik. Jadi Melalui Kegiatan Fisik Disalurkan rasa

Marah.”

”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”

”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka

bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu

keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan

kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup

melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa

melakukannya. Bagaimana perasaannya?”“Nah, sebaiknya latihan ini

bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu

muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”


c. Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang

kemarahan bapak?”

”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah …….. (sebutkan) dan yang bapak

rasakan ……..(sebutkan) dan yang bapak lakukan ……. (sebutkan) serta

akibatnya ……… (sebutkan)

”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak

yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas

dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat

jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan napas

dalam?, jam berapa saja pak?”

”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang

lain untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak,

assalamualaikum”

2. SP II P

Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2:

a. Orientasi.

“Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu

sekarang saya datang lagi”

“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak

marah?”

“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan

kegiatan fisik untuk cara yang kedua”


“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”

Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”

b. Fase kerja

“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,

berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan

pukul kasur dan bantal”.

“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar

bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar

dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal.

Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak

melakukannya”

“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”

“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutinjika ada perasaan marah.

Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.

c. Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”

“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”

“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul

kasur bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik,

jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan

marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat

jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan

bantal serta tarik nafas dalam ini?”


“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah

dengan belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi

ya. Sampai jumpa”.

3. SP III K

Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:

a. Orientasi

“Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita

ketemu lagi’

“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul

kasur bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara

teratur?’

“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”

“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya

mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu

atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa

melakukan

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah

marah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat

yang sama?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit?”
b. Fase kerja

“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau

marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan

bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat

kita marah. Ada tiga caranya pak:

Pertama meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah

serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab

marahnya larena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta

uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa

dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak

praktekkan. Bagus pak.”

Kedua menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak

ingin melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena

sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”

Ketiga mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang

membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena

perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”

c. Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara

mengontrol marah dengan bicara yang baik?”

“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”’

Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari

bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat,

uang, dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”

“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”

“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah

bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini

lagi? Baik sampai nanti ya”

4. SP IV P

Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:

a. Orientasi

“Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu

sekarang saya datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”

“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan

setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa

marahnya”

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa

marah yaitu dengan ibadah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat

tadi?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit?”

b. Fase kerja

“Coba Ceritakan Kegiatan Ibadah Yang Biasa Bapak Lakukan! Bagus.

Baik, Yang Mana Mau Dicoba?


“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik

napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks.

Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.

“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan

kemarahan.”

“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba

sebutkan caranya (untuk yang muslim).”

c. Terminasi

Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang

ketiga ini?”

“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.

“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau

berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ……. dan

…….. (sesuai kesepakatan pasien)

“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila

bapak merasa marah”

“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah

kita buat tadi”

“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat

mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa

pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”

“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk

mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”


5. SP V P

Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat:

a. Orientasi

“Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita

ketemu lagi”

“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur

bantal, bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah

melakukan latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.

“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum

obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat

kemarin?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit”

b. Kerja (Perawat Membawa Obat Pasien)

“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”

Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam

berapa Bapak minum? Bagus!

“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ

gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan

tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan

rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam

7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.


“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk

membantu mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”

“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknyaistirahat dan jangan

beraktivitas dulu”

”Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak

obat apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus

diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya

sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah

benar obatnya!”

“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan

dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”

“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

c. Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara

minum obat yang benar?”

“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara

minum obat yang benar?”

“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?.

Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan

lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.

“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak

melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah.

Sampai jumpa”
6. SP I K

Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku

kekerasan di rumah:

a. Orientasi

“Assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya Winarni Trisnoningtyas

saya perawat dari ruang ini, saya yang akan merawat bapak (pasien). Nama

ibu siapa, senangnya dipanggil apa?”

“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu

hadapi?”

“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di kantor

Perawat?”

b. Fase kerja

“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa yang Ibu

lakukan? Baik Bu, Saya akan coba jelaskantentang marah Bapak dan hal-

hal yang perlu diperhatikan.”

“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan

dengan benar akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan

lingkungan.

“Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa

direndahkan, keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya

Bu?”
“Kalau nanti wajah suami ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan

gelisah, itu artinya suami ibu sedang marah, dan biasanya setelah itu ia

akan melampiaskannya dengan membanting-banting perabot rumah tangga

atau memukul atau bicara kasar? Kalau apa perubahan terjadi? Lalu apa

yang biasa dia lakukan?”

“Bila hal tersebut terjadi sebaiknya ibu tetap tenang, bicara lembut tapi

tegas, jangan lupa jaga jarak dan jauhkan benda-benda tajam dari sekitar

bapak seperti gelas, pisau. Jauhkan juga anak-anak kecil dari bapak.”

“Bila bapak masih marah dan ngamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ

setelah sebelumnya diikat dulu (ajarkan caranya pada keluarga). Jangan

lupa minta bantuan orang lain saat mengikat bapak ya bu, lakukan dengan

tidak menyakiti bapak dan dijelaskan alasan mengikat yaitu agar bapak

tidak mencedari diri sendiri, orang lain dan lingkungan”

“Nah bu, ibu sudah lihat khan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila

tanda-tanda kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara

mengingatkan jadual latihan cara mengontrol marah yang sudah dibuat

yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur”.

“Kalau bapak bisa melakukan latihannya dengan baik jangan lupa dipujiya

bu”.

c. Terminasi

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat

bapak?”

“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”


“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak ya bu”

“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang

telah kita bicarakan tadi langsung kepada bapak?” “Tempatnya disini saja

lagi ya bu?”

7. SP II K

Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol

a. Orientasi

“Assalamualaikum bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang

kita ketemu lagi untuk latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak.”

“Bagaimana Bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau Ibu

tanyakan?”

“Berapa lama ibu mau kita latihan?”

“Bagaimana kalau kita latihan disini saja?, sebentar saya panggilkan bapak

supaya bisa berlatih bersama”

b. Fase kerja

Nah pak, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah Bapak lakukan.

Bagus sekali. Coba perlihatkan kepada Ibu jadwal harian Bapak! Bagus!”

”Nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan

Bapak.”

”Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak?”

”Masih ingat pak, bu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka

yang harus dilakukan bapak adalah…….?”


”Ya.. betul, bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentarlalu

keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan

kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup

melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu temani dan bantu bapak

menghitung latihan ini sampai 5 kali”.

“Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”.

“Cara yang kedua masih ingat pak, bu?”

“Ya..benar, kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul

perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak

dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.

“Sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar

bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar

dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal.

Nah, coba bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan bapak semangat

ya bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.

“Cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga

caranya pak, coba praktekkan langsung kepada ibu cara bicara ini:

Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta

tidak menggunakan kata-kata kasar, misalnya: ‘Bu, Saya perlu uang untuk

beli rokok! Coba bapak praktekkan. Bagus pak”.

Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin

melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena

sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”


Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang

membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena

perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”

“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang marah apa yang harus

dilakukan?”

“Baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak

reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil

air wudhu kemudian sholat”.

“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan didampingi ibu untuk

meredakan kemarahan”.

“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran bapak

jadi tenang, tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah”

“Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum

obat? Bagus. Apa guna obat? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau

menghentikan obat? Wah bagus sekali!”

“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak

dapatkan, ibu tolong selama di rumah ingatkan bapak untuk meminumnya

secara teratur dan jangan dihentikan tanpa sepengetahuan dokter”

c. Terminasi

Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah kita

latihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada bapak?”

“Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”


“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak melaksanakan jadwal

latihan yang telah dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian

untuk Bapak bila dapat melakukan dengan benar ya Bu!”

“Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi

Ibu bertemu saya untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama di

rumah nanti.”

“Jam 10 seperti hari ini ya Bu. Di ruang ini juga.”

8. SP III K

Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

a. Orientasi

“Assalamualaikum pak, bu, karena besok Bp sudah boleh pulang, maka

sesuai janji kita sekarang ketemu untuk membicarakan jadual Bp selama

dirumah”

“Bagaimana pak, bu, selama ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara

merawat Bp? Apakah sudah dipuji keberhasilannya?”

“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual di rumah, disini saja?”

“Berapa lama bapak dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30

menit?”

b. Fase Kerja

“Pak, bu, jadual yang telah dibuat selama B di rumah sakit tolong

dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum obatnya.

Mari kita lihat jadwal Bapak!”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang

ditampilkan oleh bapak selama di rumah. Kalau misalnya Bp menolak


minum obat atau memperlihatkan perilakumembahayakan orang lain. Jika

hal ini terjadi segera hubungi Suster E di Puskesmas tempat anda, ini

nomor telepon puskesmasnya: (0321) 554xxx. “Jika tidak teratasi Sr E akan

merujuknya ke RSJ ”

“Selanjutnya suster E yang akan membantu memantau perkembangan B

selama di rumah”

c. Terminasi

“Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan apa saja

yang perlu diperhatikan (jadwal kegiatan

tanda atau gejala, follow up ke Puskesmas). Baiklah, silakan menyelesaikan

administrasi!”

“Saya akan persiapkan pakaian dan obat.”


Lampiran 3

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

PENYALURAN ENERGI

A. Jenis kegiatan: senam kesegaran jasmani

1. Kriteria klien:

a. Klien mampu kekerasan yang telah dapat mengekspresikan

marahnya secara konstruktif.

b. Klien menarik diri yang telah dapat berhubungan denagan orang

lain secara bertahap.

c. Klien sehat secara fisik

2. Alat/media:

a. Tape recorder

b. Kaset

c. Peluit

B. Fase Orientasi

1. Salam teraupetik

2. Kontak:

a. Waktu: 45 menit

b. Tempat: Ruang jiwa

c. Topik: melakukan senam kesegaran bersama.

3. Tunjukan aktivitas: klien dapat melakukan gerakan senam untuk

menyalurkan energinya.

4. Atur main:
a. Setiap klien harus mengikuti pemainan dari awal sampai dengan

akhir.

b. Bila ingin ke kamar kecil, harus seizin pimpinan TAK

C. Fase kerja

1. Atur posisi pasien dalam barisan.

2. Hidupkan kaset.

3. Motivasi klien untuk mengikuti gerakan senam seperti yang

dicontohkan instruktur senam.

D. Fase Terminasi

1. Evaluasi ;

a. Pemimpin TAK mengekpresikan perasaan klien setelah

mendengarkan musik

b. Pemimpin TAK memberikan umpan balik positif pada klien.

c. Pemimpin TAK meminta klien untuk mencoba melakukan senam

secara teratur setiap hari.

2. Kontrak yang akan datang:

a. Waktu:

b. Tempat: Halaman RSJ

c. Topik: Mendiskusikan manfaat senam

3. Hasil yang diharapkan:

75% klien mampu:

a. Mengikuti senam dari awal sampai akhir.

b. Menyebutkan perasaannya setelah mengikuti senam.

Anda mungkin juga menyukai