MAKALAH
Oleh :
Kelompok 4
Dosen Pengampu :
Segala puji serta syukur penulis sampaikan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ASKEP TEORITIS AMPUTASI”.
Salawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan kita nabi besar
Muhammad S.A.W yang telah menjadi uswah bagi pengikutnya,sehingga dapat melahirkan
peradaban baru di dunia ini, yaitu peradaban islam yang tidak pernah lekang oleh zaman.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, semua itu
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang membangun sebagai bahan perbaikan
dari berbagai pihak.Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi seluruh pembaca.
.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….………...
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
a. Defenisi………………………………………………………….…….…….…….……
b. Etiologi………………………………………………………….………………………
c. Manifestasi Klinis …………………………….…….…….…….…….…….….………
d. Anatomi Dan Fisiologi…………………………………………………….…….……...
e. Patofisiologi …………………………………….…….…….…….….…….…….…...
f. Klasifikasi…………………………………………………….…….…….…………….
g. WOC………………………………………………………….…….…………………..
h. Penatalaksanaan…………………………………………………….…….…….………
i. Komplikasi…………………………………………………….…….…….……………
j. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………….……..
k. Konsep Asuhan Keperawatan……………………………………………….…….……
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastic, digunakan untuk
menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup
pasien. Bila tim kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif, maka pasien akan lebih
mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi
(Suzanne & Brenda,2001).
Kejadian amputasi biasanya disebabkan oleh beberapa hal yakni kecelakaan (23%), penyakit
(74%) dan kelainan genital (3%). International memperkirakan bahwa di tahun 2010, jumlah
amputasi di seluruh dunia mencapai angka 450 juta, sedangkan pada tahun 2011 menunjukan
jumlah yang di amputasi di Asia tenggara terdapat 46 juta. Kemudian timor Leste Jumlah pasien
yang di amputasi pada tahun 2010-2012 adalah 2010 total pasien 26 kaus (36.1%), total pasien
yang di amputasi tahun 2011 adalah 30 orang (41.7)% dan total pasien 2012 jumlah kasus 16
orang (22.2 %) ( Demografy Healht Surfey (DHS)). Menurut data statistik Hosbital Nacional
Guido Valadares total pasien amputasi pada tahun 2010 sampai 2012 baik karena penyakit
diabetes Milites, penyakit kronis lain dan faktor kecelakaan seperti trauma yang terdapat pada
diruang bedah laki dan bedah wanita adalah total kasus 64 orang. Dikarenakan dampak yang
terjadi setelah dilakukannya tindakan amputasi.
Oleh karena itu, untuk menekan tingkat terjadinya tindakan amputasi yang disebabkan oleh
penyakit maupun faktor lain, kewaspadaan sangat diperlukan. Baik kewaspadaan dalam
konsumsi makanan maupun kewaspadaan dalam menjaga diri. Sehingga hal ini dapat menekan
terjadinya tindakan amputasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi amputasi?
2. Bagaimana etiologi amputasi?
3. Bagaimana manifestasi klinis amputasi?
4. Bagaimana anatomi dan fisiologi amputasi?
5. Bagaimana patofisiologi amputasi?
6. Bagaimana klasifikasi amputasi?
7. Bagaimana WOC amputasi?
8. Bagaimana penatalaksanaan amputasi?
9. Bagaimana komplikasi amputasi?
10. Bagaimana pemeriksaan penunjang amputasi?
11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan amputasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi amputasi
2. Untuk mengetahui etiologi amputasi
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis amputasi
4. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi amputasi
5. Untuk mengetahui patofisiologi amputasi
6. Untuk mengetahui klasifikasi amputasi
7. Untuk mengetahui WOC amputasi
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan amputasi
9. Untuk mengetahui komplikasi amputasi
10. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang amputasi
11. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan amputasi
1.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastic, digunakan untuk
menghilangkan gejala,memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup
pasien. Bila tim kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif, maka pasien akan lebih
mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi
(Suzanne & Brenda, 2001).
Amputasi adalah sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian
ekstremitas. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan system kardiovaskuler. Lebih
lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi pasien berupa penurunan citra- diri
(Harnawatiaj, 2008).
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi. (Daryadi, 2012).
Jadi,amputasi dapat disimpulkan sebagai pembedahan/tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh untuk memperbaiki kualitas hidup. Selain itu kegiatan amputasi biasanya
dilakukan dikarenakan oleh beberapa hal antara lain seperti penyakit, factor bawaan lahir
ataupun kecelakaan.
B. Etiologi
Menurut (Smeltzer, 2002 & Footner, 1992) etiologi / penyebab dilakukannya amputasi
didasari oleh beberapa hal, antara lain :
1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien
5. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
6. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
C. Manifestasi Klinis
2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat
dengan permukaan.
3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengan keronitis.
7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan (grieving
process).
D. Anatomi Dan Fisiologi
a. Tulang
Bagian - bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang
akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut
adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis.
Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua kelompok yaitu axial
skeleton dan appendicular skeleton.
Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :
Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan
Tulang pipih pada tengkorak dan iga
Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang - tulang wajah, dan
rahang.
b. Sendi
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon,
fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan strukturnya.
Kontraktilitas
Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau mungkin juga tidak melibatkan
pemendekan otot. Serabut akan terolongasi karena kontraksi pada setiap diameter sel berbentuk
kubus atau bulat hanya akan menghasilkan pemendekan yang terbatas.
Eksitabilitas
Serabut otot akan merespon dengan kuat jika distimulasi oleh implus saraf.
Ekstensibilitas
Serabut otot memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang otot saat relaks.
Elastilitas
Serabut otot dapat kembali ke ukurannya semula setelah berkontraksi atau meregang.
E. Patofisiologi
1. Kecepatan Metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan Cairan Dan Elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga
menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk
menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem Respirasi
a. Penurunan Kapasitas Paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan Perfusi Setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi
dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme
(karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme Batuk Tidak Efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi
mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan Denyut Nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan Cardiac Reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan Kekuatan Otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan
nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme
akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi Otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan.Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur Sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan
orang sulit buang air besar.
7. Sistem Perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak
menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- nya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat
menyebabkan ISK.
8. Sistem Integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
F. Klasifikasi
Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002)), amputasi dibedakan oleh beberapa hal yakni:
1.Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi 3, antara lain:
a. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan
yang baik serta terpantau secara terus - menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan
alternative terakhir
b. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan
tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum
klien.
c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple
dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
G. Klasifikasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi menurut (Brunner & Suddart 2001), dibedakan menjadi :
Amputasi Elektif/Terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan
yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan
alternatif terakhir.
Amputasi Akibat Trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi
umum klien.
Amputasi Darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple
dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi secara umum menurut (Daryadi,2012) adalah :
Amputasi Terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada
tulang dan otot pada tingkat yang sama.
Amputasi Tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat
skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5cm dibawah
potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese
( mungkin ). Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami
amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan
kompetensinya.
Berdasarkan ekstremitas, amputasi terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
Amputasi ekstremitas bawah
Contohnya yaitu pada amputasi Atas Lutut (AL), Disartikulasi Lutut, amputasi Bawah
Lutut (BL), dan Syme.
Amputasi ekstremitas atas
Contohnya yaitu pada amputasi Atas Siku (AS) dan Bawah Siku (BS).
Berdasarkan sifat, amputasi terbagi menjadi :
Amputasi terbuka
Suatu amputasi yang dilakukan untuk infeksi berat, yang meliputi pemotongan tulang dan
jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi dan luka dibiarkan terbuka
untuk mengalir.
Amputasi tertutup
Suatu amputasi yang dilakukan dengan cara menutup luka dengan flap kulit yang dibuat
memotong tulang kira-kira 2inchi lebih pendek daripada kulit dan otot.
H. WOC
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan pasien dengan amputasi yaitu :
Tingkatan amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan
dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor : peredaran darah pada bagian
itu dan kegunaan fungsional misalnya (sesuai kebutuhan protesis), status peredaran darah
eksterimtas dievaluasi melalui pemerikasaan fisik dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat
penting untuk penyembuhan. Floemetri dopler penentuhan tekanan darah segmental dan tekanan
persial oksigen perkutan (pa02). Merupakan uji yang sangat berguna angiografi dilakukan bila
refaskulrisasi kemungkinan dapat dilakukan.
Tujuan pembedahan adalah memepertahankan sebanyak mungkin tujuan ekstrmitas
konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan
yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardovaskuler yang ditimbulkan akan menigktkan dan
mengunaka kursi roda ke prostesis maka pemantauan kardivaskuler dan nutrisi yang kuat sangat
penting sehingga batas fisiologis dan kebutuhan dapat seimbang.
J. Komplikasi
Komplikasi dari amputasi meliputi perdarahan infeksi dan kerusakan kulit. Karena
adanya pembuluh darah besar yang dipotong dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi
merupakan infeksi pada semua pembedahan dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi
luka setelah amputasi traomatika resiko infeksi meningkat peyembuhan luka yang buruk dan
iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kronik.
K. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Daryadi,2012), pemeriksaan diagnostik pada klien Amputasi meliputi :
1. Pengkajian
a. Identitas Diri Klien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), nomor MR, umur, pekerjaan,
agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk RS,
penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Biasanya pada klien dengan amputasi keluhan utamanya yaitu klien mengatakan nyeri
pada luka, mengalami gangguan pada sirkulasi dan neurosensori, memiliki keterbatasan
dalam beraktivitas.
Pola Makan
biasanya pola makan klien berubah, misalnya dari 3x sehari menjadi 2x atau 1x sehari,
kaji apakah ada pantangan / alergi makanan.
Pola Minum
2. Pola Eliminasi
BAB
BAK
Biasanya klien akan mengecilkan diri, polarisasi pandangan hidup, mencemooh diri.
2. Interaksi Sosial
Biasanya hubungan sosial klien akan berubah dan klien akan menjauh dari lingkungannya
3. Spiritual
e. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda - Tanda Vital
TD : Biasanya tekanan darah meningkat
Nadi : Biasanya frekuensi nadi meningkat
RR : Biasanya pola nafas tidak teratur
Suhu : Biasanya normal (36-37 °C)
Abdomen
Inspeksi : Perut normal dan tidak membuncit
Palpasi : Tidak ada massa ataupun nyeri tekan
Perkusi : Tympani (-)
Auskultasi : Bising usus 5x/i
Kulit
Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit, adanya jaringan parut atau lesi dan CRT.
Kulit
Inspeksi : Warna kulit biasanya normal dan ada lesi pada bagian tubuh.
Ekstremitas : Biasanya ada luka akibat jatuh, infeksi, trauma dan fraktur pada bagian
ekstermitas atas atau bawah, yang ditandai dengan adanya warna kemerahan dan edema
disekitar luka klien sehingga menyebabkan terjadinya ketidaksimetrisan antara
ekstermitas atas atau ektermitas bawah, biasanya kekuatan otot lemah, sendi kaku,
gerakan menjadi terbatas dan fisik lemah, skala nyeri dari 1-5
2. Diagnosa
Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
Gangguan mobilitas fisik dibuktikan dengan kerusakan integritas struktur tulang
Ganguan citra tubuh dibuktikan dengan perubahan struktur / bentuk tubuh
3. Intervensi
Ganguan citra tubuh Citra Tubuh (L.09067) Promosi Citra Tubuh ( I.09305)
berhubungan dengan perubahan
struktur / bentuk tubuh
dibuktikan dengan kehilangan Kriteria hasil : - Identifikasi harapan citra tubuh
bagian tubuh, fungsi / struktur berdasarkan tahap perkembangan
tubuh berubah / hilang, - Melihat bagian tubuh,cukup - Identifikasi budaya, agama, jenis
menyembunyikan / menunjukan memburuk skala (2) kelamin, dan umur terkait citra tubuh
bagian tubuh secara berlebihan, - Menyentuh bagian tubuh,skala
menghindari melihat dan atau - Identifikasi perubahan citra tubuh yang
cukup memburuk skala (2) mengakibatkan isolasi sosial
menyentuh bagian tubuh, fokus
berlebihan perubahan tubuh, - Verbalisasi kecacatan bagian - Monitor frekuensi pernyataan kritik
respon nonverbal pada tubuh, memburuk skala (1) tehadap diri sendiri
perubahan dan presepsi tubuh, - Verbalisasi perasaan negatif - Monitor apakah pasien bisa melihat
fokus pada penampilan dan tentang perubahan tubuh, cukup bagian tubuh yang berubah
kekuatan masa lalu, hubungan meningkat skala (2) - Diskusikan perubahn tubuh dan
sosial berubah - Verbalisasi kekhawatiran pada fungsinya
penolakan atau reaksi orang - Diskusikan perbedaan penampilan fisik
lain, cukup meningkat skala (2) terhadap harga diri
- verbalisasi perubahan gaya - Diskusikan akibat perubahan pubertas,
hidup, skala sedang(3) kehamilan dan penuaan
- menyembunyikan bagian tubuh - Diskusikan kondisi stres yang
berlebihan, cukup menurun mempengaruhi citra tubuh (mis.luka,
skala (4) penyakit, pembedahan)
- menunjukkan bagian tubuh - Diskusikan cara mengembangkan
berlebihan, cukup menurun harapan citra tubuh secara realistis
skala (4) - Diskusikan persepsi pasien dan keluarga
- fokus pada bagian tubuh,cukup tentang perubahan citra tubuh
menurun skala (5) - Jelaskan kepada keluarga tentang
- fokus pada penampilan masa perawatan perubahan citra tubuh
lalu,sedang skala (3) - Anjurkan mengungkapkan gambaran diri
- Fokus pada kekuatan masa lalu, terhadap citra tubuh
cukup menurun skala (4) - Anjurkan menggunakan alat bantu ( mis.
- Respon nonverbal terhadap Pakaian , wig, kosmetik)
perubahan tubuh, sedang skala - Anjurkan mengikuti kelompok
(3) pendukung ( mis. Kelompok sebaya).
- Hubungan sosial, cukup - Latih fungsi tubuh yang dimiliki
membaik skala (4) - Latih peningkatan penampilan diri (mis.
berdandan)
- Latih pengungkapan kemampuan diri
kepada orang lain maupun kelompok
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/37179445/ASKEP_Pada_Klien_dg_Amputasi
TimPokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
TimPokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
TimPokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI