Anda di halaman 1dari 29

ASKEP TEORITIS AMPUTASI

MAKALAH

Dibuat untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas Mata Kuliah

Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

Kelompok 4

Citra Werdi Dwi Edo (19112222)


Dinda Rulantya Nofriyanna (19112227)
Ikhsan Jumaris (19112229)
Kurnia Devitri (19112238)
Laura Adinda Putri (19112239)

Dosen Pengampu :

Ns. Febriyanti, M.Kep.

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG


D-III KEPERAWATAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur penulis sampaikan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ASKEP TEORITIS AMPUTASI”.
Salawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan kita nabi besar
Muhammad S.A.W yang telah menjadi uswah bagi pengikutnya,sehingga dapat melahirkan
peradaban baru di dunia ini, yaitu peradaban islam yang tidak pernah lekang oleh zaman.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, semua itu
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang membangun sebagai bahan perbaikan
dari berbagai pihak.Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi seluruh pembaca.

Padang, Maret 2021

.                                                 
Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….………...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………………..


B. Perumusan Masalah…………………………………………………………………….
C. Tujuan………………………………………………………………………..…………

BAB II PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar Amputasi…………………………….…….…….…….…….…….….…...

a. Defenisi………………………………………………………….…….…….…….……
b. Etiologi………………………………………………………….………………………
c. Manifestasi Klinis …………………………….…….…….…….…….…….….………
d. Anatomi Dan Fisiologi…………………………………………………….…….……...
e. Patofisiologi …………………………………….…….…….…….….…….…….…...
f. Klasifikasi…………………………………………………….…….…….…………….
g. WOC………………………………………………………….…….…………………..
h. Penatalaksanaan…………………………………………………….…….…….………
i. Komplikasi…………………………………………………….…….…….……………
j. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………….……..
k. Konsep Asuhan Keperawatan……………………………………………….…….……

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………...
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastic, digunakan untuk
menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup
pasien. Bila tim kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif, maka pasien akan lebih
mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi
(Suzanne & Brenda,2001).

Kejadian amputasi biasanya disebabkan oleh beberapa hal yakni kecelakaan (23%), penyakit
(74%) dan kelainan genital (3%). International memperkirakan bahwa di tahun 2010, jumlah
amputasi di seluruh dunia mencapai angka 450 juta, sedangkan pada tahun 2011 menunjukan
jumlah yang di amputasi di Asia tenggara terdapat 46 juta. Kemudian timor Leste Jumlah pasien
yang di amputasi pada tahun 2010-2012 adalah 2010 total pasien 26 kaus (36.1%), total pasien
yang di amputasi tahun 2011 adalah 30 orang (41.7)% dan total pasien 2012 jumlah kasus 16
orang (22.2 %) ( Demografy Healht Surfey (DHS)). Menurut data statistik Hosbital Nacional
Guido Valadares total pasien amputasi pada tahun 2010 sampai 2012 baik karena penyakit
diabetes Milites, penyakit kronis lain dan faktor kecelakaan seperti trauma yang terdapat pada
diruang bedah laki dan bedah wanita adalah total kasus 64 orang. Dikarenakan dampak yang
terjadi setelah dilakukannya tindakan amputasi.

Oleh karena itu, untuk menekan tingkat terjadinya tindakan amputasi yang disebabkan oleh
penyakit maupun faktor lain, kewaspadaan sangat diperlukan. Baik kewaspadaan dalam
konsumsi makanan maupun kewaspadaan dalam menjaga diri. Sehingga hal ini dapat menekan
terjadinya tindakan amputasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi amputasi?
2. Bagaimana etiologi amputasi?
3. Bagaimana manifestasi klinis amputasi?
4. Bagaimana anatomi dan fisiologi amputasi?
5. Bagaimana patofisiologi amputasi?
6. Bagaimana klasifikasi amputasi?
7. Bagaimana WOC amputasi?
8. Bagaimana penatalaksanaan amputasi?
9. Bagaimana komplikasi amputasi?
10. Bagaimana pemeriksaan penunjang amputasi?
11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan amputasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi amputasi
2. Untuk mengetahui etiologi amputasi
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis amputasi
4. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi amputasi
5. Untuk mengetahui patofisiologi amputasi
6. Untuk mengetahui klasifikasi amputasi
7. Untuk mengetahui WOC amputasi
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan amputasi
9. Untuk mengetahui komplikasi amputasi
10. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang amputasi
11. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan amputasi
1.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar Amputasi

A. Defenisi

Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastic, digunakan untuk
menghilangkan gejala,memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup
pasien. Bila tim kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif, maka pasien akan lebih
mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi
(Suzanne & Brenda, 2001).
Amputasi adalah sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian
ekstremitas. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan system kardiovaskuler. Lebih
lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi pasien berupa penurunan citra- diri
(Harnawatiaj, 2008).
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi  pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi. (Daryadi, 2012).
Jadi,amputasi dapat disimpulkan sebagai pembedahan/tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh untuk memperbaiki kualitas hidup. Selain itu kegiatan amputasi biasanya
dilakukan dikarenakan oleh beberapa hal antara lain seperti penyakit, factor bawaan lahir
ataupun kecelakaan.

B. Etiologi

Menurut (Smeltzer, 2002 & Footner, 1992) etiologi / penyebab dilakukannya amputasi
didasari oleh beberapa hal, antara lain :
1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien

dengan artherosklerosis, diabetes mellitus.

2. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.

3. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.

4. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.

5. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.

6. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

7. Deformitas organ – organ

C. Manifestasi Klinis

1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah).

2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat

dengan permukaan.

3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengan keronitis.

4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)

5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)

6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.

7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan (grieving

process).
D. Anatomi Dan Fisiologi

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab


terhadap pergerakan. Komponen utama system musculoskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini
terdiri dari tulang, sendi, otot, tendon, ligament, bursae, dan jaringan - jaringan khusus yang
menghubungkan struktur - struktur ini.

a. Tulang
 Bagian - bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang
akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut
adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis.
Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua kelompok yaitu axial
skeleton dan appendicular skeleton.

1. Axial Skeleton (80 tulang)


Tengkorak 22 buah tulang
Tulang cranial (8 tulang) Frontal 1
Parietal 2
Occipital 1
Temporal 2
Sphenoid 1
Ethmoid 1
Tulang fasial (13 tulang) Maksila 2
Palatine 2
Zygomatic 2
Lacrimal 2
Nasal 2
Vomer 1
Inferior nasal concha 2
Tulang mandibula (1 tlng) 1
Tulang telinga tengah Malleus 2 6 tulang
Incus 2
Stapes 2
Tulang hyoid 1 tulang
Columna vertebrae Cervical 7 26 tulang
Thorakal 12
Lumbal 5
Sacrum (penyatuan dari
5 tl) 1
Korkigis (penyatuan dr
3-5 tl) 1
Tulang rongga thorax Tulang iga 24 25 tulang
Sternum                           
      1
2. Appendicular Skeleton (126 tulang)
Pectoral girdle Scapula 2 4 tulang
Clavicula 2
Ekstremitas atas Humerus 2 60 tulang
Radius 2
Ulna 2
Carpal 16
Metacarpal 10
Phalanx 28
Pelvic girdle Os coxa  2 (setiap os 2 tulang
coxa terdiri dari
penggabungan 3 tulang)
Ekstremitas bawah Femur 2 60 tulang
Tibia 2
Fibula 2
Patella 2
Tarsal 14
Metatarsal 10
Phalanx 28
Total 206 tulang

Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :


 Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk tubuh
 Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot - otot yang
melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja
otot - otot yang melekat padanya.
 Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen - elemen lain
 Untuk menghasilkan sel - sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah
tulang tertentu.

 Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :
 Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
 Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan
 Tulang pipih pada tengkorak dan iga
 Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang - tulang wajah, dan
rahang.

 Perkembangan dan pertumbuhan tulang


Perkembangan dan pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :
 Tulang didahului oleh model kartilago.
 Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model korpus. Kartilago dalam
korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel kartilago mati dan meninggalkan ruang-ruang.
 Sarang lebah dari kartilago yang berdegenerasi dimasuka oleh sel-sel pembentuk tulang
(osteoblast),oleh pembuluh darah, dan oleh sel-sel pengikis tulang (osteoklast). Tulang
berada dalam lapisan tak teratur dalam bentuk kartilago.
 Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah pada epifisis yang
menghasilkan tiga pusat osifikasi.
 Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran kartilago yang sehat
dan hidup antara pusat osifikasi. Pada metafisis sel-sel kartilago memisah secara vertical.
Pada awalnya setiap sel meghasilkan kartilago sehat dan meluas mendorong sel-sel yang
lebih tua. Kemudian sel-sel mati. Kemudian semua runag mebesar untuk membentuk
lorong-lorong vertical dalm kartilago yang mengalami degenerasi. Ruang-ruang ini diisi
oleh sel-sel pembentuk tulang.
 Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika epifisis berfusi dengan
korpus.
 Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral dan hormon.

b. Sendi
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon,
fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan strukturnya.

 Sendi fibrosa (sinartrodial)


Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan oleh serat-serat
kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya sutura tulang tengkorak.

 Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)


Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh jaringan fibrosa
kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara korpus vertebra dan simfisis pubis. Sendi
ini biasanya memungkinkan gerakan sedikit bebas.

 Sendi synovial (diartrodial)


Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya memungkinkan
gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dll.) tetapi beberapa sendi
sinovial secara relatif tidak bergerak (mis., sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul
fibrosa dibatasi dengan membran sinovial tipis.
c. Otot rangka
Otot (musculus) merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan tubuh dapat
bergerak. Ini adalah suatu sifat penting bagi organisme. Gerak sel terjadi karena sitoplasma
mengubah bentuk. Pada sel – sel, sitoplasma ini merupakan benang – benang halus yang panjang
disebut miofibril. Kalau sel otot mendapat rangsangan maka miofibril akan memendek. Dengan
kata lain sel otot akan memendekkan dirinya kearah tertentu (berkontraksi).
Ciri-ciri otot yaitu :

 Kontraktilitas
Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau mungkin juga tidak melibatkan
pemendekan otot. Serabut akan terolongasi karena kontraksi pada setiap diameter sel berbentuk
kubus atau bulat hanya akan menghasilkan pemendekan yang terbatas.

 Eksitabilitas
Serabut otot akan merespon dengan kuat jika distimulasi oleh implus saraf.

 Ekstensibilitas
Serabut otot memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang otot saat relaks.

 Elastilitas
Serabut otot dapat kembali ke ukurannya semula setelah berkontraksi atau meregang.

E. Patofisiologi

1. Kecepatan Metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan Cairan Dan Elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga
menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk
menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

3. Sistem Respirasi
a. Penurunan Kapasitas Paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan Perfusi Setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi
dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme
(karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme Batuk Tidak Efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi
mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.

4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan Denyut Nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan Cardiac Reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.

5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan Kekuatan Otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan
nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme
akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi Otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan.Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur Sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan
orang sulit buang air besar.

7. Sistem Perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak
menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- nya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat
menyebabkan ISK.

8. Sistem Integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

F. Klasifikasi

Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002)), amputasi dibedakan oleh beberapa hal yakni:
1.Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi 3, antara lain:
a. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan
yang baik serta terpantau secara terus - menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan
alternative terakhir
b. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan
tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum
klien.
c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple
dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

2. Amputasi berdasarkan level:


a. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan maupun tangan kiri, hal ini"
b. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang
menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada
ekstremitas terbagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
Amputasi dibawah lutut dan amputasi di atas lutut. Selain itu juga terdapat Partial Foot
amputation yang meliputi:
- Chopart (midtarsal amputation)
- Lisfranc (tarsometatarsal amputation)
- Amputasi metatarsal
- Disartikulasi metatarsophalangeal

G. Klasifikasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi menurut (Brunner & Suddart 2001), dibedakan menjadi :
 Amputasi Elektif/Terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat  penanganan
yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan
alternatif terakhir.
 Amputasi Akibat Trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi
umum klien.
 Amputasi Darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple
dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi secara umum menurut (Daryadi,2012) adalah :
 Amputasi Terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana  pemotongan pada
tulang dan otot pada tingkat yang sama.
 Amputasi Tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat
skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5cm dibawah
potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk  penggunaan protese
( mungkin ). Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami
amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan
kompetensinya.
Berdasarkan ekstremitas, amputasi terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
 Amputasi ekstremitas bawah
Contohnya yaitu pada amputasi Atas Lutut (AL), Disartikulasi Lutut, amputasi Bawah
Lutut (BL), dan Syme.
 Amputasi ekstremitas atas
Contohnya yaitu pada amputasi Atas Siku (AS) dan Bawah Siku (BS).
Berdasarkan sifat, amputasi terbagi menjadi :
 Amputasi terbuka
Suatu amputasi yang dilakukan untuk infeksi berat, yang meliputi pemotongan tulang dan
jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi dan luka dibiarkan terbuka
untuk mengalir.
 Amputasi tertutup
Suatu amputasi yang dilakukan dengan cara menutup luka dengan flap kulit yang dibuat
memotong tulang kira-kira 2inchi lebih pendek daripada kulit dan otot.
H. WOC
I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan pasien dengan amputasi yaitu :
 Tingkatan amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai  penyembuhan
dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor : peredaran darah pada bagian
itu dan kegunaan fungsional misalnya (sesuai kebutuhan protesis), status peredaran darah
eksterimtas dievaluasi melalui pemerikasaan fisik dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat
penting untuk penyembuhan. Floemetri dopler penentuhan tekanan darah segmental dan tekanan
persial oksigen perkutan (pa02). Merupakan uji yang sangat berguna angiografi dilakukan bila
refaskulrisasi kemungkinan dapat dilakukan.
Tujuan pembedahan adalah memepertahankan sebanyak mungkin tujuan ekstrmitas
konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan
yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardovaskuler yang ditimbulkan akan menigktkan dan
mengunaka kursi roda ke prostesis maka pemantauan kardivaskuler dan nutrisi yang kuat sangat
penting sehingga batas fisiologis dan kebutuhan dapat seimbang.

 Penatalaksanaan sisa tungkai


Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi menghasilkan sisa
tungkai puntung yang tidak nyeri tekan dan kuli yang sehat untuk pengunaan prostesis, lansia
mungkin mengalami keterlambatan  penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah
kesehatan lainnya.

Perawatan pasca amputasi yaitu : 


- Pasang balut steril tonjolan-tonjolan hilang dibalut tekan pemasangan perban elastis harus
hati-hati jangan sampai konstraksi putung di proksimlnya sehingga distalnya iskemik.
- Meningikan pungtung dengan mengangkat kaki jangan ditahn dengan bantal sebab dapat
menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan lutut.
- Luka ditutup drain diangkat setelah 48-72 jam sedangkan putung tetap dibalut tekan,
angkta jahitan hari ke 10 sampai 11.
- Amputasi bawah lutut tidak boleh mengantung dipinggir tempat tidur atau  berbaring atau
duduk lama dengan fleksi lutut.
- Amputasi diatas lutut jangan dipadang bantal diantara paha atau memberikan abdukasi
putung, mengatungnya waktu jalan dengan kruk untuk mencegah kostruktur lutut dan
paha.

J. Komplikasi
Komplikasi dari amputasi meliputi perdarahan infeksi dan kerusakan kulit. Karena
adanya pembuluh darah besar yang dipotong dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi
merupakan infeksi pada semua pembedahan dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi
luka setelah amputasi traomatika resiko infeksi meningkat peyembuhan luka yang buruk dan
iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kronik.

K. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Daryadi,2012), pemeriksaan diagnostik pada klien Amputasi meliputi : 

 Foto rongent Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang  


 CT san Mengidentifikasi lesi neoplestik, osteomfelitis, pembentukan hematoma
 Angiografi dan pemeriksaan aliran darah mengevaluasi perubahan sirkulasi /  perfusi
jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan  jaringan setelah
amputansi
 Kultur luka mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
 Biopsy mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
 Led peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
 Hitung darah lengkap / deferensial peningian dan perpindahan ke kiri di duga  proses
infeksi
2. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas Diri Klien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), nomor MR, umur, pekerjaan,
agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk RS,
penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Biasanya pada klien dengan amputasi keluhan utamanya yaitu klien mengatakan nyeri
pada luka, mengalami gangguan pada sirkulasi dan neurosensori, memiliki keterbatasan
dalam beraktivitas.

 Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya pada klien dengan amputasi disebabkan oleh kecelakaan, penyakit seperti gula
dan kelainan genital. Terjadi pada bagian ektermitas atas atau bawah. keluhan utamanya
yaitu biasanya klien mengatakan nyeri pada luka, mengalami gangguan pada sirkulasi
dan neurosensori, memiliki keterbatasan dalam beraktivitas, klien tampak meringis,
bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri), tampak gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, nafsu makan berubah,
proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri dan mengalami
diaphoresis.

 Riwayat Kesehatan Dahulu


Biasanya pada klien dengan amputasi ada kelainan pada muskuloskeletal (jatuh, infeksi,
trauma dan fraktur), ada riwayat penyakit Diabetes Mellitus, penyakit jantung, penyakit
gagal ginjal dan penyakit paru.

 Riwayat Kesehatan Keluarga


Biasanya pada klien dengan amputasi ada anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama seperti Diabetes Mellitus atau memiliki kelainan pada
muskuloskeletal.
c. Pola Aktifitas Sehari – Hari

1. Pola Nutrisi / Metabolisme


 Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis
 Berat badan : Biasanya normal
 Tinggi badan : Biasanya normal

 Pola Makan
biasanya pola makan klien berubah, misalnya dari 3x sehari menjadi 2x atau 1x sehari,
kaji apakah ada pantangan / alergi makanan.

 Pola Minum

Pola minum pasien biasanya normal 5-6xsehari

2. Pola Eliminasi

 BAB

Biasanya pola BAB klien normal, tetapi kesulitan untuk toileting

 BAK

Biasanya pola BAK klien normal

3. Pola Kebersihan Diri (x/hari)


biasanya klien akan kesulitan untuk membersihkan diri

4. Pola Istirahat Tidur


Biasanya klien mengalami kesulitan tidur

5. Pola Aktivitas Fisik


Biasanya klien akan mengalami kesulitan melakukan aktivitas fisik, kekuatan otot menurun,
rentang gerak (ROM) menurun, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik
lemah
d. Data Psikososial

1. Pola Persepsi Diri/ Konsep Diri


 Body Image / Gambaran Diri
Biasanya pasien akan mengalami cacat fisik, perubahan ukuran fisik, fungsi alat
tubuh terganggu, kegagalan fungsi tubuh, gangguan struktur tubuh

 Self Ideal / Ideal Diri


Biasanya klien akan merasa masa depan suram, merasa tidak memiliki kemampuan,
merasa tidak memiliki harapan, merasa tidak berdaya.
 Identity / Identitas Diri
Biasanya klien akan merasa kurang percaya diri, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, tidak mampu menerima perubahan, merasa kurang memiliki potensi, merasa
terkekang
 Self Esteem / Harga Diri

Biasanya klien akan mengecilkan diri, polarisasi pandangan hidup, mencemooh diri.

2. Interaksi Sosial

Biasanya hubungan sosial klien akan berubah dan klien akan menjauh dari lingkungannya

3. Spiritual

Biasanya klien beragama dan taat beribadah

e. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda - Tanda Vital
 TD : Biasanya tekanan darah meningkat
 Nadi : Biasanya frekuensi nadi meningkat
 RR : Biasanya pola nafas tidak teratur
 Suhu : Biasanya normal (36-37 °C)

2. Pemeriksaan Head to Toe


 Kepala
Inspeksi : Bentuk, karakteristik rambut serta kebersihan kepala
Palpasi : Adanya massa, benjolan ataupun lesi
 Mata
Inspeksi : Sklera, conjungtiva, iris, kornea serta reflek pupil dan tanda-tanda iritasi
 Telinga
Inspeksi : Daun telinga, liang telinga, membran tympani, adanya serumen serta
pendarahan
 Hidung
Inspeksi : Lihat kesimetrisan, membran mukosa, tes penciuman serta alergi
terhadap sesuatu
 Mulut
Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi dan tonsil
 Leher
Inspeksi : Kesimetrisan leher, pembesaran kelenjar tyroid dan JVP
Palpasi : Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid, adanya massa atau benjolan
 Thorax / Paru
Inspeksi : Bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu nafas
Palpasi : Vocal remitus
Perkusi : Batas paru kanan dan kiri
Auskutasi : Suara nafas
 Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan di RIC II LPSD dan batas jantung kiri di RIC IV
LMCS
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal

 Abdomen
Inspeksi : Perut normal dan tidak membuncit
Palpasi : Tidak ada massa ataupun nyeri tekan
Perkusi : Tympani (-)
Auskultasi : Bising usus 5x/i

 Kulit
Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit, adanya jaringan parut atau lesi dan CRT.

 Neuorologi :Biasanya tingkat kesadaran composmentis

 Kulit

Inspeksi : Warna kulit biasanya normal dan ada lesi pada bagian tubuh.

 Ekstremitas : Biasanya ada luka akibat jatuh, infeksi, trauma dan fraktur pada bagian
ekstermitas atas atau bawah, yang ditandai dengan adanya warna kemerahan dan edema
disekitar luka klien sehingga menyebabkan terjadinya ketidaksimetrisan antara
ekstermitas atas atau ektermitas bawah, biasanya kekuatan otot lemah, sendi kaku,
gerakan menjadi terbatas dan fisik lemah, skala nyeri dari 1-5

2. Diagnosa
 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
 Gangguan mobilitas fisik dibuktikan dengan kerusakan integritas struktur tulang
 Ganguan citra tubuh dibuktikan dengan perubahan struktur / bentuk tubuh

3. Intervensi

Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


Nyeri Akut berhubungan Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen pencedera fisik kriteria hasil:
dibuktikan dengan tampak - Kemampuan menuntaskan - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
meringis, bersikap protektif aktivitas meningkat skala (5) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
(misalnya waspada, posisi - Keluhan nyeri menurun skala (5) - Identifikasi skala nyeri
menghindari nyeri), gelisah,
- Meringis menurun skala (5) - Identifikasi respon nyeri non verbal
frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, tekanan darah meningkat, - Sikap protektif menurun skala - Identifikasi faktor yang memperberat dan
pola napas berubah, nafsu (5) memperingan nyeri
makan berubah, proses berfikir - Kesulitan tidur menurun skala - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
terganggu, menarik diri, (5) tentang nyeri
berfokus pada diri sendiri, - Menarik diri menurun skala (5) - Identifikasi pengaruh budaya terhadap
diaphoresis - Berfokus pada diri sendiri respon nyeri
menurun skala (5) - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
- Diaforesis menurun skala (5) hidup
- Perasaan depresi (tertekan) - Monitor keberhasilan terapi
menurun skala (5) komplementer yang sudah diberikan
- Perasaan takut mengalami - Monitor efek samping penggunaan
cedera berulang menurun skala analgetik
(5) - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
- Anoreksia menurun skala (5) mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
- Perineum terasa tertekan hypnosis, akupresur, terapi musik,
menurun skala (5) biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
- Uterus teraba membulat teknik imajinasi terbimbing, kompres
menurun skala (5) hangat/dingin, terapi bermain)
- Ketegangan otot menurun skala - Kontrol lingkungan yang memperberat
(5) rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
- Pupil dilatasi menurun skala (5) pencahayaan, kebisingan)
- Muntah menurun skala (5) - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Mual menurun skala (5) - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
- Frekuensi membaik skala (5) dalam pemilihan strategi meredakan
- Pola nafas membaik skala (5) nyeri
- Proses berfikir membaik skala - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
(5) nyeri
- Fokus membaik skala (5) - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Fungsi berkemih membaik skala - Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
(5) - Anjurkan menggunakan analgetik secara
- Perilaku membaik skala (5) tepat
- Nafsu makan membaik skala (5) - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
- Pola tidur membaik skala (5) mengurangi rasa nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Gangguan mobilitas fisik Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Ambulasi (I.06171)


berhubungan dengan kerusakan kriteria hasil :
integritas struktur tulang - Pergerakan ektermitas - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
dibuktikan dengan kekuatan meningkat skala (5) fisik lainnya
otot menurun, rentang gerak - Kekuatan otot meningkat - Identifikasi toleransi fisik melakukan
(ROM) menurun, sendi kaku, ambulasi
skala (5)
gerakan tidak terkoordinasi, - Monitor frekuensi jantung dan tekanan
gerakan terbatas, fisik lemah - Rentang gerak ROM meningkat darah sebelum memulai ambulasi
skala (5) - Monitor kondisi umum selama
- Nyeri menurun skala (5) melakukan ambulasi
- Kecemasan menurun skala - Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
(5) bantu (mis. tongkat, kruk)
- Kaku sendi menurun skala (5) - Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
jika perlu
- Gerakan tidak terkoordinasi
- Libatkan keluarga untuk membantu
menurun skala (5) pasien dalam meningkatkan ambulasi
- Gerakan terbatas menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
skala (5) - Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)

Ganguan citra tubuh Citra Tubuh (L.09067) Promosi Citra Tubuh ( I.09305)
berhubungan dengan perubahan
struktur / bentuk tubuh
dibuktikan dengan kehilangan Kriteria hasil : - Identifikasi harapan citra tubuh
bagian tubuh, fungsi / struktur berdasarkan tahap perkembangan
tubuh berubah / hilang, - Melihat bagian tubuh,cukup - Identifikasi budaya, agama, jenis
menyembunyikan / menunjukan memburuk skala (2) kelamin, dan umur terkait citra tubuh
bagian tubuh secara berlebihan, - Menyentuh bagian tubuh,skala
menghindari melihat dan atau - Identifikasi perubahan citra tubuh yang
cukup memburuk skala (2) mengakibatkan isolasi sosial
menyentuh bagian tubuh, fokus
berlebihan perubahan tubuh, - Verbalisasi kecacatan bagian - Monitor frekuensi pernyataan kritik
respon nonverbal pada tubuh, memburuk skala (1) tehadap diri sendiri
perubahan dan presepsi tubuh, - Verbalisasi perasaan negatif - Monitor apakah pasien bisa melihat
fokus pada penampilan dan tentang perubahan tubuh, cukup bagian tubuh yang berubah
kekuatan masa lalu, hubungan meningkat skala (2) - Diskusikan perubahn tubuh dan
sosial berubah - Verbalisasi kekhawatiran pada fungsinya
penolakan atau reaksi orang - Diskusikan perbedaan penampilan fisik
lain, cukup meningkat skala (2) terhadap harga diri
- verbalisasi perubahan gaya - Diskusikan akibat perubahan pubertas,
hidup, skala sedang(3) kehamilan dan penuaan
- menyembunyikan bagian tubuh - Diskusikan kondisi stres yang
berlebihan, cukup menurun mempengaruhi citra tubuh (mis.luka,
skala (4) penyakit, pembedahan)
- menunjukkan bagian tubuh - Diskusikan cara mengembangkan
berlebihan, cukup menurun harapan citra tubuh secara realistis
skala (4) - Diskusikan persepsi pasien dan keluarga
- fokus pada bagian tubuh,cukup tentang perubahan citra tubuh
menurun skala (5) - Jelaskan kepada keluarga tentang
- fokus pada penampilan masa perawatan perubahan citra tubuh
lalu,sedang skala (3) - Anjurkan mengungkapkan gambaran diri
- Fokus pada kekuatan masa lalu, terhadap citra tubuh
cukup menurun skala (4) - Anjurkan menggunakan alat bantu ( mis.
- Respon nonverbal terhadap Pakaian , wig, kosmetik)
perubahan tubuh, sedang skala - Anjurkan mengikuti kelompok
(3) pendukung ( mis. Kelompok sebaya).
- Hubungan sosial, cukup - Latih fungsi tubuh yang dimiliki
membaik skala (4) - Latih peningkatan penampilan diri (mis.
berdandan)
- Latih pengungkapan kemampuan diri
kepada orang lain maupun kelompok
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/37179445/ASKEP_Pada_Klien_dg_Amputasi

TimPokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

TimPokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

TimPokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai