Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN

HAMBATAN MOBILITAS FISIK

NAMA : MIDZI NUR OKTAVANI

NIM : 1490120090

PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL

BANDUNG

2020
1. Pendahuluan
Mobilisasi atau mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan agar dapat
memenuhi kebutuhan aktivitas dalam mempertahankan ataupun
meningkatkan tingksat kesehatannya (Riyadi & Widuri, 2015)
Mobilisasi adalah poses yang kompleks yang membutuhkan adanya
koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem saraf.
(P.Potter,2010).
Mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur sehingga dapat beraktivitas untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi dibutuhkan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit, dan untuk aktualisasi diri (Saputra, 2013).
Jadi mobilitas atau mobilisasi adalah kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna mmpertahankan kesehatanna untuk dapat
melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri.

2. Pengertian Gangguan Mobilitas


Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan dimana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan atau aktivitas, misalnya trauma tulang belakang,
cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
(Widuri, 2010)
Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. (Nurarif.A.H.
dan Kusuma.H,2015).
Gangguan mobilitas fisik atau imobilitas yang di definisikan oleh
North Amerian Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu
keadaan dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia , individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari
atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan
fisiologik (kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien dengan
penggunaan kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau
traksi), dan pembatasan gerakan volunter, atau gangguan fungsi motorik
dan rangka. (Kozier, Eb, & Snyder, 2010).

3. Anatomi Fisiologi
Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata
Skeletal yang berarti tulang.
a. Otot ( Muskulus / Muscle )
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan
mengubah energikimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat
berkontraksi untukmenggerakkan rangka, sebagai respons tubuh
terhadap perubahan lingkungan.Otot disebut alat gerak aktif karena
mampu berkontraksi, sehingga mampumenggerakan tulang. Semua
sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi.
1. Fungsi Sistem Otot
a) Pergerakan
b) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
c) Produksi urine
2. Jenis-Jenis Otot
a. Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
1) Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar
atas perintah dari otak), dan melekat pada rangka,
misalnya yang terdapat pada otot paha, otot betis, otot
dada. Kontraksinya sangat cepat dan kuat
2) Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter
(bekerja secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan
pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus,
serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik,
pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi
darah. Kontraksinya kuat dan lamban.
3) Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter,
mempunyai struktur yang sama dengan otot lurik. Otot ini
hanya terdapat pada jantung. Bekerja terus-menerus setiap
saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa
istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
b. Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
1) Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara
kerjanya bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan
gerak berlawanan.
2) Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara
kerjanya saling mendukung/bekerjasama, menimbulkan
gerakan searah. Contohnya pronator teres dan pronator
kuadrus.
3. Mekanisme Kontraksi Otot
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling
menggelincir satu sama lain, sehingga sarkomer pun juga
memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang
disebut asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan
asetilkolin terurai membentuk miogen yang merangsang
pembentukan aktomiosin. Hal ini menyebabkan otot berkontraksi
sehingga otot yang melekat pada tulang bergerak.
b. Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan
tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan
memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot.
Akan tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak
tidak akan terjadi tanpa tulang.
a) Fungsi Rangka
1) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-
ligamen, otot, jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow
marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus
dan lunak.
5) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
b) Jenis Tulang
1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
a. Tulang Rawan (kartilago)
1. Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada
ujung tulang pipa.
2. Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari
cawan-cawan (tl. Panggul) dan rongga glenoid dari
skapula.
3. Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga,
epiglotis dan faring.
b. Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai
sistem rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung
fibrosa (periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum)
melapisi rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli
tulang kompak.
1. Berdasarkan matriksnya, yaitu:
a. Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang
padat dan rapat.
b. Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya
berongga.
2. Berdasarkan bentuknya, yaitu:
a. Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang
ukuran panjangnya terbesar. Contohnya os humerus
dan os femur.
b. Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang
ukurannya pendek. Contohnya tulang yang terdapat
pada pangkal kaki, pangkal lengan, dan ruas-ruas
tulang belakang.
c. Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang
ukurannya lebar. Contohnya os scapula (tengkorak),
tulang belikat, tulang rusuk.
d. Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang
dengan bentuk yang tak tentu. Contohnya os
vertebrae (tulang belakang).
e. Ossa pneumatica (tulang berongga udara).
Contohnya os maxilla.
c) Organisasi Sistem Rangka
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk
suatu kerangka tubuh. Rangka digolongkan kedalam tiga bagian
sebagai berikut.
1) Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis
panjang tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala, leher,
dan dada.
a. Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22
tulang; 8 tulang kranial dan 14 tulang fasial.
b. Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
c. Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U,
terdapat diantara laring dan mandibula, berfungsi sebagai
pelekatan beberapa otot mulut dan lidah 1 buah
d. Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat
tubuh dan memungkinkan manusia melakukan berbagai
macam posisi dan gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau
berlari. Tulang belakang berjumlah 26 buah
e. Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-
sama dengan tulang dada membentuk perisai pelindung
bagi organ-organ penting yang terdapat di dada, seperti
paru-paru dan jantung. Tulang rusuk juga berhubungan
dengan tulang belakang, berjumlah 12 ruas
2) Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari
tulang-tulang bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak
atas dan bawah terdiri atas 126 tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan
dan kaki. Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian
yaitu ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah.

4. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis
merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi
kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti
pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring
di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan
Roosheroe, 2007)
Penyebab secara umum:
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot
f. Gaya hidup, mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang
budaya, nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal
(masyarakat).
g. Ketidakmampuan, kelemahan fisik dan mental akan menghalangi
seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara
umum ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :
h. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma
(misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula
spinalis).
i. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah
baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan
berpengaruh terhadap mobilitas.
j. Tingkat energi, energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya
mobilisasi. Dalam hal ini cadangan energi yang dimiliki masing-
masing individu bervariasi.
k. Usia, usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam
melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk
melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan
(Mubarak, 2008)
5. Pathway

Mobilisasi

Tidak mampu beraktivitas

Tirah baring yang lama

Jaringan kulit Gastrointestinal


Kehilangan Gangguan fungsi
yang tertekan
daya otot paru - paru

Gangguan
Penurunan Perubahan sistem katabolisme
Penumpukan
otot integumen kulit
sekret

Anoreksia
Perubahan sistem Kontriksi
Sulit batuk
muskuloskeletal pembuluh darah

Nitrogen
tidak efektif
Hambatan Ketidakefektifan Sel kulit
mobilitas fisik bersihan jalan mati
nafas
Kemunduran
infekdefekasi
Dekubitus

Konstipasi
Kerusakan
integritas kulit

6. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.
Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk
melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi),
mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan
konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal.
Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau
berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi
berada pada suatu rentang. Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring
yang bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh,
mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal
yang mengalami tirah baring akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3%
sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.
Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan
darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada
klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari
tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang
melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe
tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ligamen adalah ikatan
jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Kartilago adalah jaringan
penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama
berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas
otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor
pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika
berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki
secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan
informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi
dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi
biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian
pinggang berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau
adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila
salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai
kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan
abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara
berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara
berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas
atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer
dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu
pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
 Kategori tingkat kemampuan aktivitas

TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITA
S
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

 Rentang gerak (range of motion-ROM)


1) Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan,
sedangkan Ekstensi merupakan gerak meluruskan
2) Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi
merupakan gerak menjauhi tubuh
3) Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan,
sedangkan Pronasi merupakan gerak menelungkupkan
tangan
4) Inversi merupakan gerak memiringkan ( membuka )
telapak kaki kea rah dalam tubuh, sedangkan Eversi
merupakan gerak memiringkan (membuka) telapak kearah
luar
 Derajat kekuatan otot

SKAL PERSENTASE KARAKTERISTIK


A KEKUATAN
NORMAL (%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor
jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah
yang sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan
khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑,
kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

8. Penatalaksanaan
a. Terapi
1) Penatalaksanaan umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,
keluarga, dan pramuwerdha.
b)  Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah
baring lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini,
serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup
pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai
target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia,
gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada
masalah imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara
lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan
yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan wajib
diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan
yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan
mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan
kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat
tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan
bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik,
isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-
alat bantu berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan
komod atau toilet.

2)  Penatalaksanaan khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi.
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c)  Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik
kepada dokter spesialis yang kompeten.
b. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha
untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami
disabilitas permanen.
c. Penatalaksanaan Lain
1. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan
mobilitas, diberdayakan untuk meningkatkan kekuatan,
ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi.
2. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan lain-lain.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan
untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar
mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4. Latihan isotonik dan isometri
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu
beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat
dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan
latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
5. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan
kelemahan otot.
a) ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang
(pasien) dengan menggunakan energi sendiri. Perawat
memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai
dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif).
b) ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan
berasal dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat
melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang
gerak yang normal (klien pasif). Indikasi latihan pasif
adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa
atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien
tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas
total (suratun, dkk, 2008)

Range of motion atau ROM merupakan latihan gerakan sendi


yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot,
dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai
gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of
motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter
& Perry, 2006).
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien
dengan bantuan perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi
latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien
dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan
beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri,
pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas
total. Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi,
dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi
secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal
ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif . Sendi yang
digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari
kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif
(Suratun, 2008). Gerakan Range of Motion (ROM) pada sendi di
seluruh tubuh yaitu :
Tabel 1
Gerakan Range of Motion (ROM )

1 2 3

Leher

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakan dagu Rentang 450


menempel ke dada

Ekstensi Mengembalikan kepala Rentang 450


keposisi tegak

Hyperekstensi Menekuk kepala kebelakang Rentang 40 -4550


sejauh mungkin
Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh Rentang 40-450
mungkin ke arah setiap bahu

Rotasi Memutar kepala sejauh Rentang 450


mungkin dalam gerakan
sirkuler

Bahu

Ekstensi Mengembalikan lengan Rentang 1800


keposisi di samping tubuh

Hiperekstensi Menggerakan lengan ke Rentang 45-600


belakang tubuh, siku tetap
lurus

Abduksi Menaikkan lengan posisi Rentang 1800


samping di atas kepala
dengan telapak tangan jauh
dari kepala

Adduksi Menurunkan lengan Rentang 3200


kesamping dan menyilang
tubuh sejauh mungkin

Rotasi dalam Dengan siku fleksi, memutar Rentang 900


bahu dengan menggerakkan
lengan sampai ibu jari
menghadap ke dalam dan ke
belakang

Fleksi Menaikkan lengan dari posisi Rentang 1800


di samping tubuh ke depan
ke posisi diatas kepala

Rotasi luar Dengan siku fleksi, Rentang 900


menggerakkan lengan sampai
ibu jai e atas dan samping
kepala

Sirkumduksi Menggerakkan lengan Rentang 3500


dengan lingkaran penuh

Siku

Fleksi Menggerakan siku sehingga Rentang 1500


lengan bahu bergerak
kedepan sendi bahu dan
tangan sejajar bahu

Ekstensi Meluruskan siku Rentang 1500


menurunkan tangan

Lengan Bawah

Supinasi Memutar lengan bawah dan Rentang 70-900


tangan sehingga telapak
tangan meghadap ke atas

Pronasi Memutar lengan bawah Rentang 70-900


sehingga telapak tangan
menghadap bawah

Pergelangan Tangan

Fleksi Menggerakan telapak tangan Rentang 80-900


kesisi bagian dalam lengan
bawah

Ekstensi Menggerakan jari – jai Rentang 80-900


tangan sehingga jai – jari
tangan , lengan bawah berada
dalam arah yang sama

Hiperesktensi Membawa permukaan tangan Rentang 80-900


dorsal kebelakang sejauh
mungkin

Abduksi Menekuk pergelangan tangan Rentang 300


miring ke ibu jari

Jari – jari tangan

Fleksi Membuat genggaman Rentang 900

Ekstensi Meluruskan jari – jari tangan Rentang 900


kebelakangg sejauh mungkin

Hiperekstensi Meregangkan jari – jari Rentang 30-600


tangan kebelakang sejauh
mungkin

Abduksi Meregangkan jari – jari Rentang 300


tangan yang satu dengan
yang lain

Adduksi Merapatkan kembali jari – Rentang 300


jari tangan

Ibu jari

Fleksi Menggerakan ibu jari Rentang 900


menyilang permukaan
telapak tangan

Ekstensi Menggerakkan ibu jari lurus Rentang 900


menjauh dari tangan

Abduksi Menjauhkan ibu jari kedepan Rentang 300


tangan

Adduksi Menggerakan ibu jari ke Rentang 300


depan tangan

Oposisi Menyentuh ibu jari ke setiap


jari – jari tangan pada tangan
yang sama

Panggul

Ekstensi Menggerakan kembali Rentang 90-1200


kesamping tungkai yang lain

Hiperektensi Menggerakan tungkai ke Rentang 30-500


belakang tubuh

Abduksi Menggerakan tungkai Rentang 30-500


kesamping tubuh

Adduksi Menggerakan tungkai Rentang 30-500


kembali keposisi media dan
melebihi jika mungkin

Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai Rentang 900


kearah tungkai lain

Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai Rentang 900


menjauhi tungkai lain

Sirkumduksi Menggerakan tungkai


melingkar

Lutut

Fleksi Merakkan tumit kearah Rentang 120-1300


belakang paha

Ekstensi Mengembalikan tungkai ke Rentang 120-1300


lantai

Mata kaki

Dorsi fleksi Menggerakan kaki sehingga Rentang 20-300


jari – jari kai menekuk ke
atas

Plantar fleksi Menggerakkan kaki sehingga Rentang 45-500


jari – jari kaki menekuk ke
bawah

Inversi Memutar telapak kaki Rentang 100


kesamping dalam
Eversi Memutar telapak kaki ke Rentang 100
samping luar

Jari- jari kaki

Fleksi Menekukkan jari – jari ke Rentang 30-600


bawah

Ekstensi Meluruskan jari – jari kaki Rentang 30-600

9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan Fisik
a) Mengkaji skelet tubuh Adanya deformitas dan kesejajaran.
Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor
tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian
tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik
selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b) Mengkaji tulang belakang
1. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian
dada)
3. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang
bagian pinggang berlebihan)
c) Mengkaji system persendian Luas gerakan dievaluasi baik
aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya
benjolan, adanya kekakuan sendi.
d) Mengkaji system otot Kemampuan mengubah posisi,
kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing
otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
e) Mengkaji cara berjalan Adanya gerakan yang tidak teratur
dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas
lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist
yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal
(mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara
berjalan selangkah-selangkah– penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer  Palpasi kulit dapat
menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer
dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu
dan waktu pengisian kapiler.
g) Mengkaji fungsional klien
1. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
2. Rentang gerak (range of motion-ROM)
b. Analisa data

No Analisa data Etiologi Masalah


1. Ds : Hambatan Hambatan
Klien mengatakan mobilitas fisik mobilitas fisik
mengalami kelemahan
pada anggota gerak
sebelah kanan
Do :
Klien tampak lemah pada
ekstremitas kanan
Kekuatan tonus otot
menurun

c. Diagnosa Keperawatan
1) Hambatan mobiitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
ditandai dengan keterbatasan kemampuan melakukan
keterampilan motorik kasar dan keterbatasan rentang gerak sendi
d. Perencanaan dan Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Interevensi Rasional


o Keperawat kriteria hasil
an
1. Hambatan Setelah dilakukan NIC Label Exercise
mobilitas asuhan Therapy : Joint
fisik keperawatan Mobility
berhuunga .....x24 jam a. Kaji keterbatasan a. Menentukan
n dengan diharapkan pasien gerak sendi batas gerakan
intoleransi dapat tetap yang akan
aktivitas mempertahankan dilakukan
ditandai pergerakannya, b. Jelaskan alasan / b. Motivasi yang
dengan dengan kriteria : rasional tinggi dari pasien
keterbatas Noc label : Body pemberian dapat
a Mechaniccs latihan kepada melancarkan
kemampua Performancce pasaien dan latihan
n a. Menggunaka keluarga
melakukan n posisi c. Monitor lokasi c. Agar pasien
keterampil duduk yang ketidaknyamana beserta kelurga
an motorik benar n atau nyeri dapat memahami
kasar b. Mempertaha selama aktivitas dan mengetahui
nkan alasan pemberian
kekuatan latihan
otot d. Lindungin pasien d. Agar dapat
c. Mempertaha dari cedera memberikan
nkan selama latihan intervensi secara
fleksibilitas tepat
sendi e. Bantu klien ke e. Cedera yang
posisi yang timbul dapat
opttimal untuk memperburuk
latihan rentang kondisi klien
gerak f. Memaksimalkan
f. Anjurkan klien latihan
untuk melakukan
latihan range of
motion secara
aktif jika
memungkinkan g. ROM dapa
g. Anjurkan untuk mempertahankan
melakukan of pergerakan sendi
motion pasif jika
di indikasikan h. ROM pasif
h. Beri dilakukan jika
reinforcement klien tidak dapat
positif setiap melakukan
kemajuan klien. secara mandiri
i. Meningkatkan
harga diri klien

e. Evaluasi
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan.
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena
kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan menentukan
apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau
diubah. Evaluasi berjalan kontinu, evaluasi yang dilakukan ketika
atau segera setelah mengimplementasikan program keperawatan
memungkinkan perawat segera memodifikasi intervensi. Evaluasi
yang dilakukan pada interval tertentu (misalnya, satu kali seminggu
untuk klien perawatan dirumah) menunjukan tingkat kemajuan untuk
mencapai tujuan dan memungkinkan perawat untuk memperbaiki
kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan
(Kozier, 2010)

Anda mungkin juga menyukai