Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun

binatang merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang

dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia, sebagian

kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ dan beberapa mempunyai efek

pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa

zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.

Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya.

Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering

kali mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan

mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit

jaringan. (Retno aldo, 2010)

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumuhkan

mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut

ludah yang termodifikasi yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang

mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang

terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak

hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks.

Terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.(Ifan, 2010)

4
5

B. Etiologi

Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan

Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan

pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap

dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae

tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam .

Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang

menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan

jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga

sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus

pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada

selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.

b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)

Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf

sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut

mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan

dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya

mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan

saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular

keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.


6

c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin

Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan

maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan

hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.

d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin

Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot

jantung.

e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin

Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat

terganggunya kardiovaskuler.

f. Bisa ular yang bersifat cytolitik

Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada

tempat gigitan.

g. Enzim-enzim

Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

(Deddyrin.2009.Intoxicasi.(Online), http://deddyrn.blogspot.Com/2009/09

/intoxicasi.html, diakses 18 Juli 2011).


7

Tabel 2.1 Klasifikasi ular berbisa, lokasi, dan sifat bisa

Famili Lokasi Sifat Bisa

Elapidae Seluruh dunia, kecuali Eropa Neurotoksik dan nekrosis

(ular cobra)

Hydrophidae Pantai perairan Asia- Pasifik Myotoksik

Viperidae:

Viperonae Seluruh dunia kecuali


Vaskulotoksik
Amerika dan Asia- Pasifik

Crotalidae Asia dan Amerika

(Dona. 2009. Gigitan Ular Berbisa. (Online), http : // askepterlengkap.

blogspot.com/ 2009/08/gigitan-ular-berbisa.html?zx=5ed0a49ebb52d550,

diaksesk 18 Juli 2011).

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa

spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun,

beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan

dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa

adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas

gigitan terdapat bekas taring.


8

Tabel 2.2. Ciri-ciri ular berbisa dan tidak berbisa

Ciri Ular Tidak Berbisa Berbisa

Bentuk Kepala Bulat Elips

Gigi Taring Gigi kecil 2 Gigi Taring Besar

Bekas Gigitan Lengkung Seperti U Terdiri dari 2 Titik

Warna Warna-Warni Gelap

(Dokter Yuda Bedah. 2011. Snake Bite, (Online), http : // dokter yuda

bedah.com/snake-bite-gigitan-ular/, diakses 18 Juli 2011).

C. Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologis yang dapat terjadi pada tubuh korban, efek bisa ular

dapat dibedakan menjadi:

a. Bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem

pembuluh darah. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa

ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah

dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah),

sehinggga sel darah merah menjadi hancur dan larut (hemolysis) dan keluar

menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya

perdarahan pada selaput mukosa (lendir) pada mulut, hidung, tenggorokan,

dan lain-lain.

b. Bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak.

Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
9

sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut

mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka tampak kebiruan dan hitam

(nekrotik). Penyebaran dan peracunan selanjut nya mempengaruhi susunan

saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf

pernapasan dan jantung. Penyebaran bisa ular ke seluruh tubuh melalui

pembuluh limfe.

c. Bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Bisa ular

diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada di bawah

mata. Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang atasnya.

Taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake besar. Dosis bisa

ular tiap gigitan bergantung pada waktu yang terlewati sejak gigitan

pertama, derajat ancaman yang diterima ular, serta ukuran mangsanya.

Lubang hidung merespon terhadap emisi panas dari mangsa, yang dapat

memungkinkan ular untuk mengubah jumlah bisa yang dikeluarkan.

Bisa biasanya berupa cairan. Protein enzimatik pada bisa

menyalurkan bahan-bahan penghancurnya. Protease, kolagenase, dan

arginin ester hidrolase telah diidentifikasi pada bisa pit viper. Efek lokal dari

bisa ular merupakan penanda potensial untuk kerusakan sistemik dari fungsi
10

sistem organ. Salah satu efeknya adalah perdarahan lokal, koagulopati

biasanya tidak terjadi saat venomasi. Efek lainnya, berupa edema lokal,

meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan interstitial di paru-paru.

Mekanisme pulmoner dapat berubah secara signifikan. Efek akhirnya

berupa kematian sel yang dapat meningkatkan konsentrasi asam laktat

sekunder terhadap perubahan status volume dan membutuhkan peningkatan

minute ventilasi. Efek blokade neuromuskuler dapat menyebabkan

perburukan pergerakan diafragma. Gagal jantung dapat disebabkan oleh

asidosis dan hipotensi. Myonekrosis disebabkan oleh myoglobinuria dan

gangguan ginjal.

Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin.

Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu

berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem

pernapasan.

Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf

yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan

oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk

bernapas.

Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah

yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan

dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang

dapat mengakibatkan gagal napas.


11

D. WOC

Trauma Gigitan ular

Krisis situasi Racun ular masuk ke


dalam tubuh
MK: Ansietas
Toksik menyebar Toksik ke jaringan
melalui darah sekitar gigitan

Inflamasi

Gangguan system Gangguan system


Penurunan system
neurologis kardiovaskuler
imun

Neuro toksik Reaksi endotoksik MK: Resiko infeksi

Gangguan pada Miokard


hipotalamus Gangguan system
pernafasan
Penurunan curah
jantung
Obstruksi saluran nafas
MK:
Ketidakefektifan Sesak
perfusi jaringan
perifer
MK:
Ketidakefektifan pola
Control suhu Sekresi mediator nyeri: nafas
terganggu histamine, bradinin,
prostaglandin ke
MK: Hipertermi jaringan

MK: Nyeri akut


12

E. Gambaran klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan

ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan

karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).

Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular

berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan

5P: pain (nyeri), pallor (mukapucat), paresthesia (matirasa), paralysis

(kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).

Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :

a. Gigitan Elapidae

Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular

cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:

1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang

berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.

2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.

3. Setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis

urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah

menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin,

muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat

terjadi dalam 24 jam.

b. Gigitan Viperidae/Crotalidae

1. Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:

Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa

bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.


13

2. Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.

3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut

dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.

c. Gigitan Hydropiidae

Misalnya, ular laut, cirinya:

1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.

2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri

menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,

mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini

penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.

d. Gigitan Crotalidae

Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:

1. Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis,

nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen

crotalidae antivenin.

2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.

(Ifan. 2010. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa,

(Online), http:// ifan 050285 .wordpress. com/2010/03/24/

penatalaksanaan - keracunan - akibat - gigitan-ular-berbisa/, diakses 18

Juli 2011).

e. Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa

kategori:

1. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra

menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat


14

membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular

kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.

2. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia

dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-

organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah

spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol

dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.

3. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung

pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama

secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian

sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah

visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.

4. Kematian otot, bisa dari russells viper (Daboia russelli), ular laut, dan

beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian

otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat

menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat

menyebabkan gagal ginjal.

5. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai

mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan

sementara pada mata.

(Deddyrin. 2009. Intoxicasi. (Online), http : // deddyrn. blogspot. Com/2009/

09/intoxicasi.html, diakses 18 Juli 2011)


15

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel

darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu

tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah,

BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,

fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan. (Retno

Aldo .2010 . Askep Gigitan Ular, (Online) ,http :

//retnoaldo.blogspot.com/2010/10/askep-gigitan-ular.html, diakses 18 Juli 2011.)

G. Penatalaksanaan

a. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:

1. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.

2. Menetralkan bisa.

3. Mengobati komplikasi.

(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular,

(Online),http://masmamad.blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan-gigitan-

ular-snake-bite.html, diakses 18 Juli 2011).

b. Pertolongan pertama :

Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah

pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya

lakukan prinsip RIGT, yaitu:

R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,

kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan
16

lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena

kaget.

I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk

tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis

tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada

daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure

immobilization (balut tekan).

G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.

T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang

muncul ada korban.

c. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):

1. Balut tekan pada kaki:

a. Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.

b. Keringkan sekitar luka gigitan.

c. Gunakan pembalut elastis.

d. Jaga luka lebih rendah dari jantung.

e. Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki

naik ke atas.

f. Biarkan jari kaki jangan dibalut.

g. Jangan melepas celana atau baju korban.

h. Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai

menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang

tetap pink).

i. Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.


17

2. Balut tekan pada tangan:

a. Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).

b. Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.

c. Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.

d. Pasang papan sebagai fiksasi.

e. Gunakan mitela untuk menggendong tangan.

(Foruniverse, Nursing. 2010. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular,

(Online), http://nursing foruniverse. blogspot.

Com/2010/01/pertolongan-pertama-pada-gigitan-ular_18.html,

diakses 17 Juli 2011).

d. Penatalaksanaan selanjutnya:

1. Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin

50%.

2. IVFD RL 16-20 tpm.

3. Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.

4. ATS profilaksis 1500 iu.

5. ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 40 menit.

6. Heparin 20.000 unit per 24 jam.

7. Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2

flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).

8. Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau

hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.

9. Kalau perlu dilakukan hemodialise.

10. Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.


18

11. Observasi pasien minimal 1 x 24 jam

Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan

secara cepat sambil diberi adrenalin.

(http : // masmamad. blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan - gigitan-ular-

snake - bite. html, diakses 18 Juli 2011).

e. Pemberian ABU

Tabel 2.2 Pemberian ABU sesuai derajat parrish

Derajat Parrish Pemberian ABU

0-1 Tidak perlu

2 5-20 cc (1-2 ampul)

3-4 40-100 cc (4-10 ampul)

Tabel 2.3 Klasifikasi derajat parrish

Derajat
Ciri
Parrish

0 1. Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan.

2. Pembengkakan minimal, diameter 1 cm

I 1. Bekas gigitan 2 taring

2. Bengkak dengan diameter 1-5 cm.

3. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam

II 1. Sama dengan derajat I

2. Petechie, echimosis

3. Nyeri hebat dalam 12 jam


19

III 1. Sama dengan derajat I dan II

2. Syok dan distress napas, echimosis seluruh tubuh

IV Sangat cepat memburuk.

(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular,

(Online),http://masmamad.blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan-

gigitan-ular-snake-bite.html, diakses 18 Juli 2011).

H. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

Airway

yakinkan kepatenan jalan napas

berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)

jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi

dan bawa segera mungkin ke ICU

Breathing

kaji jumlah pernafasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala

yang signifikan

kaji saturasi oksigen

periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan

kemungkinan asidosis

berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask

auskultasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada


20

periksa foto thorak

Circulation

kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan

monitoring tekanan darah, tekanan darah <>

periksa waktu pengisian kapiler

pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar

berikan cairan koloid gelofusin atau haemaccel

pasang kateter

lakukan pemeriksaan darah lengkap

catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature

kurang dari 36oC

siapkan pemeriksaan urin dan sputum

berikan SABU (serum anti bisa ular) sesuai kebijakan setempat.

Disability

Nyeri/cemas merupakan salah satu tanda pertama pada pasien snake

bite padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat

kesadaran dengan menggunakan AVPU.

Exposure

Segera tangani sumber infeksi, cari adanya cidera, luka dan tempat

gigitan.

Tanda ancaman terhadap kehidupan

Snake bite yang berat didefinisikan sebagai kondisi yang dapat

menyebabkan kegagalan fungsi organ sehingga berdampak ke arah kematian.


21

Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus

dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:

Penurunan fungsi ginjal

Penurunan fungsi jantung

Hyposia

Asidosis

Gangguan pembekuan

Acute respiratory distress syndrome (ards) tanda cardinal oedema

pulmonal.

a. Aktivitas dan Istirahat

Gejala: Malaise.

b. Sirkulasi

Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal

(selama hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat,

(perifer hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem

(syok).

c. Integritas Ego

Gejala: Perubahan status kesehatan.

Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan,

menyangkal, menarik diri.

d. Eliminasi

Gejala: Diare.

e. Makanan/cairan

Gejala: Anoreksia, mual/muntah.


22

Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot

(malnutrisi).

f. Neorosensori

Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.

Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.

g. Nyeri/Kenyamanan

Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.

h. Pernapasan

Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.

Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin

normal, kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang

sulit/lama sembuh.

i. Seksualitas

Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.

j. Integumen

Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.

k. Penyuluhan

Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit

jantung, kanker, DM, keadaan klien sudah membaik.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi saluran nafas.

b. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai

oksigen

c. Nyeri akut berhubungan dengan sekresi mediator nyeri


23

d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan

untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.

e. Hipertermia berhubungan dengan kontrol suhu terganggu

f. Ansietas kematian berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di

rumah saki/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman

kematian dan kecacatan

3. Perencanaan

a. Diagnosa I

Ketidakefektifan pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi

saluran pernafasan.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....X 1 jam

pernafasan pasien kembali normal

KH: Nafas spontan, TTV normal, Wajah tampak rileks, dll

Intervensi:

1. Pertahankan jalan napas klien.

Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.

2. Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.

Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres,

dan sirkulasi endotoksin.

3. Auskultasi bunyi napas.

Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius

merupakan indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial,

atelektasis.
24

4. Sering ubah posisi.

Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk

mengurangi ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.

5. Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.

Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis.

b. Diagnosa II

Penurunan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan supply okigen

berkurang/pernapasan irreguler.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .X 1 jam suplai

darah ke otak lancar

KH :- tidak terjadi penurunan kesadaran

Intervensi :

1. Monitor CRT

Rasional : untuk mengetahui CRT kembali dalam 2 detik atau lebih

2. Kaji akral klien

Rasional : akral dingi biasanya menandakan adanya kelainan pada

jaringan perifer

3. Kaji turgor kulit klien

Rasional : untuk mengetahui kelainan pada kulit

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian SABU

Rasional : serum ini menghambat perkembangan dan dapat mematikan

toksik dalam jaringan

c. Diagnosa III
25

Nyeri akut berhubungan dengan sekresi mediator nyeri

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....X 1 jam nyeri

klien hilang

KH: Skala nyeri normal, TTV normal, Tidak gelisah, dll

Intervensi:

1 Kaji tanda-tanda vital.

Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan

intervensi selanjutnya.

2 Kaji karakteristik nyeri.

Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan

mengetahui penyebab nyeri.

3 Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.

Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.

4 Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.

Rasional: Menurunkan spasme otot.

5 Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.

Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk

membantu penyembuhan luka.

d. Diagnosa IV

Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan

untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....X 1 jam

pernafasan pasien kembali normal


26

KH:Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan

tidak demam.

Intervensi:

1 Kaji tanda-tanda infeksi.

Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.

2 Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.

Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada

organisme infeksius.

3 Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.

Rasional: Mencegah kontaminasi luka.

4 Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.

Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.

5 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.

Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.

e. Diagnosa V

Hipertermia berhubungan dengan kontrol suhu terganggu

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....X 1 jam suhu

kembali normal

KH: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari

kedinginan.

Intervensi:

1 Pantau suhu klien.

Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.


27

2 Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk

mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.

Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu

menurunkan suhu tubuh.

3 Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai

indikasi.

Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk

mempertahankan suhu mendekati normal.

4 Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.

Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat

membuat kulit kering.

5 Berikan selimut pendingin.

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.

6 Berikan Antiperitik sesuai program.

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya

pada hipotalamus.

f. Diagnosa VI

Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah

sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian

atau kecacatan.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....X 1 jam tidak

ada tanda-tanda kecemasan


28

KH: Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang

sehat, mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat

ditangani.

Intervensi:

1 Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur

perawatan.

Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan

dan ansietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja

sama.

2 Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila

prosedur bebas dari nyeri.

Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa

dukungan tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang

tersebut tidak hanya merawat luka.

3 Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.

Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan

represi untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan.

5 Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk

bertanya dan berikan jawaban terbuka/jujur.

Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang

dapat membantu pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai

menerima apa yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai