A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek
fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan,
terutama neurologik, kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer
dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun
binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda
yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan
keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari
bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif
yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor
letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun
bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan. (Retno Aldo.
2010).
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa
tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar
khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi
kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di
belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi
merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas
enzimatik. (Ifan. 2010).
3. Etiologi
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan
Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap
dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae
tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam .
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan
sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel
saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak
kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya
berakibat terganggunya kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan
pada tempat gigitan.
Enzim-enzim
g. Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
(Deddyrin. 2009. Intoxicasi).
Tabel 2.1 Klasifikasi ular berbisa, lokasi, dan sifat bisa, (Dona. 2009).
4. Patofisiologi
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai
system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf
yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan
oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk
bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah
yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan
dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat
mengakibatkan gagal napas.
5. Manifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis
(kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular
berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan
5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis
(kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular, (Ifan. 2010) :
a. Gigitan Elapidae
Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang,
ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang
berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3) 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul
paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar
bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit
kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar
mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa
bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut
dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c. Gigitan Hydropiidae
Misalnya, ular laut, cirinya:
1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan
muntah.
2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan
nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini
penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
d. Gigitan Crotalidae
Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan,
ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya
pemberian polivalen crotalidae antivenin.
2) Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori:
a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat
membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular
kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia
dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-
organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah
spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol
dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung
pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama
secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian
sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah
visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
d. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian
otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat
menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat
menyebabkan gagal ginjal.
e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai
mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan
sementara pada mata, (Deddyrin. 2009. Intoxicasi).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar
gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan
pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan
waktu retraksi bekuan. (Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular)
7. Penatalaksanaan
a. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2) Menetralkan bisa.
3) Mengobati komplikasi. (Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan
Ular).
b. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah
pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban.
Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:
R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan
korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga
racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien
pingsan/panik karena kaget.
I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban
untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan
medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-
immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat
prosedur pressure immobilization (balut tekan).
G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul
ada korban.
c. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
1) Balut tekan pada kaki:
a. Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
b. Keringkan sekitar luka gigitan.
c. Gunakan pembalut elastis.
d. Jaga luka lebih rendah dari jantung.
e. Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari
kaki naik ke atas.
f. Biarkan jari kaki jangan dibalut.
g. Jangan melepas celana atau baju korban.
h. Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai
menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki
yang tetap pink).
i. Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
2) Balut tekan pada tangan:
a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
d) Pasang papan sebagai fiksasi.
e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan, (Foruniverse,
Nursing. 2010).
d. Penatalaksanaan selanjutnya:
1) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin
50%.
2) IVFD RL 16-20 tpm.
3) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
4) ATS profilaksis 1500 iu.
5) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40
menit.Heparin 20.000 unit per 24 jam.
6) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik,
tambah 2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon
= 10 cc).
7) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau
hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
8) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
9) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
10) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus
dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin.
e. Pemberian ABU
Tabel 2.2 Pemberian ABU sesuai derajat parrish
Derajat
Ciri
Parrish
0 1. Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan.
2. Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
I 1. Bekas gigitan 2 taring
2. Bengkak dengan diameter 1-5 cm.
3. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
II 1. Sama dengan derajat I
2. Petechie, echimosis
3. Nyeri hebat dalam 12 jam
III 1. Sama dengan derajat I dan II
2. Syok dan distress napas, echimosis seluruh tubuh
IV Sangat cepat memburuk.
(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular).
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan sepsis. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges
(2000), yaitu:
a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi
endotoksin.
Gangguan Jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan dalam
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk
menjaga dari gangguan jalan napas. (Nanda, 2005: 4).
b. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster,
rongga oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri,
berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut,
perubahan tanda vital.
Nyeri akut adalah. Keadaan ketika individu mengalami dan melaporkan
adanya sensasi tidak nyaman yang parah, yang berlangsung satu detik
sampai kurang dari 6 bulan. (Lynda Juall Carpenito, 2009: 209).
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,
penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
c. Hipertermi adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko
mengalami peningkatan suhu tubuh yang terus menerus lebih tinggi dari
37,8oC secara oral dan 38,8oC secara rectal yang disebabkan oleh
berbagai faktor eksternal. (Lynda Jual Carpenito, 2009: 152).
d. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di
rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman
kematian atau kecacatan.
Ketakutan/ansietas adalah keadaan dimana seorang individu/kelompok
mengalami suatu perasaan gangguan fisiologis/emosional yang
berhubungan dengan suatu sumber yang dapat diidentifikasi yang
dirasakan sebagai bahaya. (Lynda Juall Carpenito, 2009: 134).
e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan
untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
Resiko infeksi adalah resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen.
(Nanda, 2005: 12).
3. Intervensi keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan infeksi gigitan ular. Maka rencana keperawatan menurut
Marilynn E. Doenges (2000).
Hugh A. F. Dudley (Ed), Hamilto Bailey, Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada
University Press, 1992
Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott,
1996
Donna D. Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach, 2nd Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991.
Susan Martin Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan,
Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 1998.
Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders
Company, Philadelphia, 1997.
Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 1990
Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott,
1996
Donna D. Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach, 2nd Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991.
Susan Martin Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan,
Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 1998.
Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders
Company, Philadelphia, 1997.
Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 1990
(Dona. 2009. Gigitan Ular Berbisa. (Online), http : // askepterlengkap.
blogspot.com/ 2009/08/gigitan-ular-
berbisa.html?zx=5ed0a49ebb52d550, diakses 25 November 2016).
(Ifan. 2010. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa, (Online),
http:// ifan 050285 .wordpress. com/2010/03/24/ penatalaksanaan -
keracunan - akibat - gigitan-ular-berbisa/, diakses 25 November 2016).
(Foruniverse, Nursing. 2010. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular, (Online),
http://nursing foruniverse. blogspot. Com/2010/01/pertolongan-
pertama-pada-gigitan-ular_18.html, diakses 25 November 2016).
http://ellamarthalaudya.blogspot.co.id/2015/10/keperawatan-gadar-asuhan-
keperawatan.html