PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. Identitas Klien
Nama : Tn.X No. RM : Tidak terkaji
Umur : 26 tahun Pekerjaan : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji Tanggal MRS : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji Tanggal Pengkajian : 31 Maret 2021
Alamat : Tidak terkaji Sumber Informasi : Studi kasus
Interpretasi :
Tanda – tanda vital normal
Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala
Kepala dalam batas normal
2. Mata
Mata dalam batas normal
3. Telinga
Telinga dalam batas normal
4. Hidung
Hidung dalam batas normal
5. Mulut
Mulut dalam batas normal
6. Leher
Leher dalam batas normal
7. Dada
Jantung
- Inspeksi : Terdapat lesi lusen ekspansif dengan kalsifikasi pada costa 5 aspek anterior
dekstra (Foto thorax)
Paru
Tidak terkaji
Payudara dan Ketiak
Payudara dan ketiak dalam batas normal
Posterior
Posterior dalam batas normal
8. Abdomen
Abdomen dalam batas normal
9. Genetalia dan Anus
Genetalia dan anus dalam batas normal
10. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Ekstremitas atas dalam batas normal
Ekstremitas bawah
- Inspeksi : Femur dekstra tampak benjolan teraba keras dan sedikit kemerahan
- Palpasi : terdapat nyeri tekan
11. Kulit dan
kuku Kulit
- Inspeksi : warna kulit sawo matang
- Palpasi : terdapat nyeri tekan pada kulit daerah femur dekstra
Kuku
- Inspeksi : kuku terlihat bersih
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
12. Keadaan lokal
Terdapat benjolan dan sedikit kemerahan di femur desktra
V. Terapi
- Jenis terapi : Morfin
- Dosis dan rute pemberian : 10 mg melalui rute IM
- Indikasi : untuk kondisi nyeri moderat hingga berat pada onset akut maupun kronis
- Kontraindikasi : hipersensivitas dan pasien gejala depresi pernafasan
- Efek samping : mengantuk, gatal, mual dan muntah, konstipasi dll
- Farmakodinamik dan farmakokinetik : Morfin adalah agonis opioid yang memiliki afinitas
terbesar pada reseptor μ. Reseptor ini dalahreseptor opioid analgesik mayor. Reseptor μ dapat
ditemukan pada otak (amigdala posterior, hipotalamus, talamus, dan nukleus kaudatus), saraf
tulang belakang, dan jaringan lain di luar SSP (vaskular, jantung, paru-paru, sistem imun, dan
saluran pencernaan)
Interpretasi : Adanya lesi lusen ekspansif batas sebagian tegas dengan kalsifikasi pada costa 5
aspek anterior dekstra dicurigai suatu enchondroma
Interpretasi : Adanya multiple exostosis pada proksimal dan distal femur dekstra disertai
pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi ringsand arcs di dalamnya
dicurigai chondrosarcoma di 1/3 proksimal tengah femur dekstra
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan MRI
Interpretasi : Adanya eksostosis di daerah proksimal femur dekstra yang menjauhi sela sendi
dengan dengan massa berlobulasi disertai nekrosis sentral menyokong
chondrosarcoma di daerah 1/3 proksimal os femur dekstra
3 DS : Chondrosarcoma Ansietas
1. Pasien mengatakan tindakan
eksisis massa yang akan Tindakan Medis
dilakukan merupakan Mita
pengalaman pertama dalam Eksisi massa
operasi
2. Pasien mengatakan takut Pengalaman pertama
terjadi apa-apa saat eksisi kali
massa
Ansietas
DO :
1. Tampak bingung
2. Tampak gelisah
3. Tampak khawatir
DO :
1. Terdapat benjolan yang besar di
femur dekstra pasien
2. Keterlambatan pasien
mengunjungi layanan kesehatan
5 DS : Kondisi terkait Kesiapan
1. Pasien mengatakan (Chondrocarsoma) Peningkatan
harapannya setelah dilakukan Manajemen
tindakan eksisi massa ingin Perilaku yang Kesehatan Mita
segera sembuh menunjukkan upaya
2. Pasien mengatakan ingin peningkatan kesehatan
mencegah resiko terkait
riwayat penyakitnya Keinginan untuk
melakukan pencegahan
DO :
resiko
1. Pasien tampak bersungguh-
sungguh ingin sembuh
2. Pasien menyetujui untuk
dilakukan tindakan eksisi
massa
3. TD 120/90 mmHg, N:
90x/menit, RR: 19x/menit, S:
36 o C
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
(Berdasarkan Prioritas)
TANGGAL TANGGAL
NO DIAGNOSIS KEPERAWATAN KETERANGAN
PERUMUSAN PENCAPAIAN
1 Nyeri kronis b.d kondisi 31 Maret 2021 31 Maret 2021
muskuloskeletas kronis d.d pasien
mengatakan saat ini merasakan
nyeri pada femur dekstra, pasien
mengatakan terasa benjolan pada
femur dekstra. Pasien tampak
meringis. Skala nyeri 3, terdapat
nyeri tekan
2 Gangguan rasa nyaman b.d 31 Maret 2021 31 Maret 2021
penyakit kronis d.d pasien
mengatakan sedikit mengangkang
akibat benjolan di femur dekstra,
pasien mengatakan tidak nyaman
dibuat untuk jalan dan dan terdapat
benjolan cukup besar di femur
dekstra pasien
3 Ansietas b.d kekhawatiran 31 Maret 2021 31 Maret 2021
mengalami kegagalan d.d pasien
mengatakan tindakan eksisi massa
merupakan pengalaman pertama
kali, pasien mengatakan takut
terjadi apa-apa saat eksisi massa,
pasien tampak bingung, gelisah dan
khawatir
4 Defisit pengetahuan b.d kurang 31 Maret 2021 31 Maret 2021
terpapar informasi d.d pasien
mengatakan bahwa kejadian akibat
jatuh dapat menyebabkan seperti
ini, pasien mengatakan
mengunjungi ke poliklinik
dikarenakan benjolan semakin
membesar selama 5 bulan
5 Kesiapan Peningkatan Manajemen 31 Maret 2021 31 Maret 2021
Kesehatan d.d pasien mengatakan
harapannya setelah dilakukan
eksisi massa ingin segera sembuh,
pasien mengatakan ingin mencegah
resiko terkait riwayat penyakitnya,
pasien tampak bersungguh-
sungguh ingin sembuh dan
menyetujui tindakan eksisi massa
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tanggal/Jam : 31 Maret 2021. 09.00
DIAGNOSIS PARAF
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN & NAMA
1 Nyeri Kronis (D. 0078) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I. 08238)
selama 1x 30 menit, nyeri kronis pada pasien Observasi
dapat teratasi, dengan kriteria hasi hasil 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Tingkat Nyeri (L. 08066) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri Mita
1. Keluhan nyeri di turunkan dari skala 3 2. Identifikasi skala nyeri
(sedang) ke skala 5 (menurun) 3. Identifikasi respons non verbal
2. Meringis di turunkan dari skala 3 (sedang) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
ke skala 5 (menurun) memperingan nyeri
3. Perasaan takut mengalami cedera berulang 5. Monitor keberhasilan terapi komplementer
di turunkan dari 3 (sedang) ke skala 5 yang sudah dilakukan
(menurun)
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
2 Gangguan Rasa Nyaman (D. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 Pengaturan Posisi (I. 01019)
0074) jam, diharapkan gangguan rasa nyaman Observasi
pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Monitor status oksigenasi sebelum dan
Status Kenyamanan (L. 08064) sesudah mengubah posisi Mita
1. Kesejahteraan fisik ditingkatkan dari skala
Terapeutik
2 (cukup menurun) ke skala 5 (meningkat)
2. Tempatkan pada posisi terapeutik
2. Kesejahteraan psikologi ditingkatkan dari
3. Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak
skala 2 (cukup menurun) ke skala 5
kontraindikasi
(meningkat)
4. Tinggikan tempat tidur bagian kepala
3. Keluhan tidak nyaman diturunkan dari
5. Minimalkan gesekan dan tarikan saat
skala 2 (cukup meningkat) ke skala 5
mengubah posisi
(menurun)
6. Ubah posisi setiap 2 jam sekali
7. Jadwalkan secara tertulis untuk perubahan
posisi
Edukasi
8. Ajarkan cara menggunakan postur yang baik
dan mekanika tubuh yang baik selama
melakukan perubahan posisi
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum
mengubah posisi, jika perlu
3 Ansietas (D.0080) Setlah dilakukan tindakan keperawatan 1x 20 Reduksi Ansietas (I. 09314)
menit, diharapkan ansietas dapat teratasi, Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
Tingkat Ansietas (L. 09093) non verbal) Mita
1. Verbalisasi kebingungan diturunkan dari
Terapeutik
skala 2 (cukup meningkat) ke skala 5
2. Ciptakan suasana terapeutik untuk
(menurun)
menumbuhkan kepercayaan
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang
3. Temani pasien untuk mengurangi
dihadapi diturunkan dari skala 2 (cukup
kecemasan, jika memungkinkan
meningkat) ke skala 5 (menurun)
4. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
3. Perilaku gelisah diturunkan dari skala 2
memicu kecemasan
(cukup meningkat) ke skala 5 (menurun)
Edukasi
5. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian obat antiansietas,
jika perlu
4 Defisit Pengetahuan (D. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x Edukasi Kesehatan (I.12383)
0111) 15 menit, diharapkan defisit pengetahuan Observasi
dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Tingkat Pengetahuan (L.12111) menerima informasi Mita
1. Perilaku sesuai dengan pengetahuan Terapeutik
anjuran ditingkatkan dari skala 2 (cukup 2. Sediakan materi dan media pendidikan
menurun) ke skala 5 (meningkat) kesehatan
2. Persepsi yang keliru terhadap masalah 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
diturunkan dari skala 2 (cukup meningkat) kesepakatan
ke skala 5 (menurun) 4. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Menjalani pemeriksaan yang tepat
Edukasi
diturunkan dari skala 2 (cukup meningkat)
5. Jelaskan faktor resiko yang dapat
ke skala 5 (menurun)
mempengaruhi kesehatan
6. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
7. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat
5 Kesiapan peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x15 Promosi Perilaku Upaya Kesehatan (I.12472)
manajemen kesehatan (D. menit, diaharapkan kesiapan peningkatan Observasi
0112) manajemen kesehatan tercapai, dengan 1. Identifikasi perilaku upaya kesehatan yang
kriteria hasil : dapat ditingkatkan Mita
Manajemen Kesehatan (L.12104)
Terapeutik
1. Melakukan tindakan untuk mengurangi
2. Orientasikan pelayanan kesehatan yang
faktor resiko ditingkatkan dari skala 2
dapat dimanfaatkan
(cukup menurun) ke skala 5 (meningkat)
2. Menerapkan program perawatan Edukasi
ditingkatkan dari skala 2 (cukup menurun) 3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik setiap
ke skala 5 (meningkat) hari
3. Aktivitas sehari-hari efektif memenuhi
tujuan kesehatan ditingkatkan dari skala 2
(cukup menurun) ke skala 5 (meningkat)
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
O:
1. Pasien tampak lebih tenang
2. Pasien sudah mampu memanajemen nyeri dengan
teknik relaksasi napas dalam yang sudah di ajarkan
oleh perawat
TTV
TD : 120/90 mmHg
N : 92 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5 C
A : Masalah Nyeri kronis sudah teratasi
P : Lanjutkan intervensi mandiri
2 31 Maret S:
2021 1. Pasien mengatakan sudah bisa merubah posisi tiap 2
12.00
jam tanpa merasakan nyeri
2. Pasien mengatakan dapat beruabah posisi yang tepat Mita
O:
1. Pasien tampak tenang
2. Pasien tampak terbuka kepada perawat
3. Pasien tampak kooperatif
4. Pasien memahami apa yang dijelaskan oleh perawat
dan sehat
3. Pasien mengatakan informasi yang diberikan oleh
perawat sangat membantu dan bermanfaat
O:
1. Pasien tampak tenang
2. Pasien tampak antusias selama pendidikan kesehatan
3. Pasien kooperatif dan memahami apa yang
disampaikan perawat
A : masalah defisit pengetahuan sudah teratasi
P : lanjutkan intervensi mandiri
5 31 Maret S:
2021 1. Pasien mengatakan memahami apa saaja yang
disamapikan oleh perawat
14.00
2. Pasien mengatakan akan lebih menjaga kesehatannya Mita
O:
1. Pasien tampak kooperatif saat dijelaskan oleh
perawat
2. Pasien tampak antusia dengan penjelasan perawat
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator Diagnostik Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan Keperawatan Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan
Edisi 1. Jakarta: PPNI.
Ruhimat, U., dan A. Hendari. 2016. Difficulty in Diagnosing Secondary Peripheral
Chondrosarcoma: Radiology Versus Anatomical Pathology. Journal Of Medicine And Health.
1(4): 394-408
Journal of Medicine and Difficulty in Diagnosing Secondary...
Health Vol. 1 No. 4. August
2016
Case
Report
*Radiology Department
Faculty of Medicine Padjadjaran University-Hasan Sadikin Hospital
** Faculty of Medicine Padjadjaran University-Hasan Sadikin
Hospital Jl. Pasteur 38 Bandung 40161 Indonesia
Email: undangruhimat@gmail.com
Abstract
Chondrosarcoma is a malignant tumor derived from bone cartilage. This tumor can be
either primary or secondary. Secondary chondrosarcoma has some differences compared to the
primary type i.e. the incidence is rarer, the younger age group, and many are low grade. The
authors report a case of a 26-year-old man came to Hasan Sadikin Hospital with a chief
complaint of a lump in the right thigh with mild pain since 5 months before consulation that is
increasingly enlarging. After undergoing physical and radiological examinations, the patient
was diagnosed with suspect chondrosarcoma in right thigh. Histopathologic examinations were
performed 2 times, one of which used ultrasound guidance, giving a diagnosis of chondroma in
right thigh. However the lesion was finally treated as chondrosarcoma. We suspected that the
patient was more likely to suffer from secondary peripheral chondrosarcoma originating from
malignant transformation of multiple osteochondromas. As widely known, it is almost
impossible to differentiate between the low grade chondrosarcoma and chondroma with full
certainty and this poses a classical problem in diagnostic medicine. Case described here was an
example of the difficulty in distinguishing between these two diseases.
394
Kesulitan dalam Mendiagnosis Chondrosarcoma Perifer Sekunder:
Radiologi versus Patologi Anatomi
*Departemen Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung
** Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung
Jl. Pasteur 38 Bandung 40161 Indonesia
Email: undangruhimat@gmail.com
Abstrak
Chondrosarcoma adalah tumor ganas tulang yang berasal dari kartilago. Tumor ini
dapat berupa tipe primer atau sekunder. Chondrosarcoma tipe sekunder memiliki beberapa
perbedaan dibandingkan tipe primernya antara lain angka kejadian yang lebih jarang, mengenai
kelompok usia yang lebih muda, dan kebanyakan bersifat low grade. Penulis melaporkan kasus
seorang laki-laki berusia 26 tahun datang ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dengan
keluhan utama adanya benjolan di paha kanan sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit yang
semakin membesar disertai keluhan pegal pada paha kanan. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik
dan radiologi pasien didiagnosis dengan suspek chondrosarcoma di daerah femur dekstra.
Pemeriksaan patologi anatomi sebanyak dua kali yang salah satunya menggunakan guiding
USG memberikan diagnosis chondroma di daerah femur dekstra. Pada akhirnya pasien ini
ditatalaksana dengan diagnosis chondrosarcoma. Melihat keadaan klinis dan gambaran
radiologi dari kasus ini penulis cenderung menduga bahwa pasien ini kemungkinan menderita
chondrosarcoma perifer sekunder yang berasal dari transformasi maligna dari multiple
osteochondroma. Chondrosarcoma tipe ini kebanyakan bersifat low grade. Membedakan secara
pasti antara chondrosaroma low grade dengan chondroma merupakan hal yang hampir tidak
mungkin dan merupakan masalah klasik dalam dunia kedokteran diagnostik. Kasus yang
dipaparkan di sini merupakan contoh nyata sulitnya membedakan penyakit-penyakit tersebut.
Laporan Kasus
Seorang laki-laki berusia 26 tahun datang ke Poliklinik Bedah Orthopedi Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung dengan keluhan utama adanya benjolan di paha kanan sejak 5 bulan
sebelum masuk rumah sakit yang semakin lama semakin membesar disertai keluhan nyeri
ringan dan pegal pada tungkai kanan. Pasien masih bisa berjalan tanpa dibantu dan masih bisa
beraktivitas normal. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien awalnya terjatuh pada kaki
kanannya saat bermain bola. Satu bulan kemudian mulai teraba ada benjolan yang semakin lama
semakin membesar. Adanya keluhan demam, penurunan berat badan, mudah lelah ataupun
gangguan pernafasan disangkal. Buang air besar dan kecil tidak ada keluhan. Riwayat penyakit
serupa pada keluarga disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien kompos
mentis dengan tanda vital normal. Pada palpasi di daerah femur dekstra teraba benjolan keras
sebesar bola voli yang sulit digerakkan dari dasarnya dan terasa sedikit nyeri ketika ditekan
disertai kulit yang sedikit kemerahan (gambar 3).
Pada tanggal 19 Juni 2015, pada pasien dilakukan pemeriksaan radiologi konvensional.
Foto toraks memperlihatkan adanya lesi lusen ekspansif batas sebagian tegas dengan kalsifikasi
pada costa 5 aspek anterior dekstra curiga suatu enchondroma. Tidak tampak adanya metastasis
intrapulmonal. Foto pelvis dan femur dekstra memperlihatkan adanya multiple exostosis pada
proksimal dan distal femur dekstra disertai pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi
rings and arcs di dalamnya curiga suatu chondrosarcoma di 1/3 proksimal-tengah femur
dekstra (gambar 4-5).
Gambar 4 Foto Toraks Memperlihatkan Adanya Lesi Lusen Ekspansif Batas Sebagian Tegas
dengan Kalsifikasi Pada Costa 5 Aspek Anterior Dekstra Curiga Suatu Enchondroma
Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada tanggal 29 Juni
2015. Pada tanggal 2 Juli 2015 didapatkan hasil laporan patologi anatomi berupa massa tumor
yang terdiri dari sel-sel chondrocyte dengan lacunar space, sebagian sitoplasma bervakuola, inti
kecil bulat, hiperkromatik sebagian binucleated, di sekitarnya tampak matrix cartilago hyalin,
tidak tampak sel ganas, dengan simpulan chondroma ad regio proksimal femur dekstra.
Pada tanggal 1 September 2015 dilakukan pemeriksaan MRI proksimal femur
dekstradengan potongan axial-coronal-sagital T1WI, axial-coronal-sagital T1WI+kontras,
coronal-sagital STIR, dan axial T2WI. Simpulannya adalah adanya eksostosis di daerah
proksimal femur dekstra yang menjauhi sela sendi terdekat dengan massa berlobulasi disertai
nekrosis sentral menyokong chondrosarcoma di daerah 1/3 proksimal os femur dekstra (gambar
6,7,8).
Gambar 6 MRI Femur Dekstra Potongan Sagital, Koronal dan Aksial T1WI
Gambar 7 MRI Femur Dekstra Potongan Sagital, Koronal dan Aksial T2WI
Gambar 8 MRI Femur Dekstra Potongan Sagital STIR (kiri) dan T1WI Post Kontras (kanan).
Keterangan :
Pada STIR bayangan hiperintens merupakan ekstensi massa ke jaringan lunak yang sebagian merupakan cartilage cap dengan
ketebalan lebih dari 2 cm. Pada T1WI post kontras terlihat area yang non-enhance kemungkinan bagian cystic dari tumor atau
cartilage yang memang tidak memberikan penyengatan nekrosis
Pada tanggal 19 Oktober 2015 pada pasien dilakukan pemeriksaan USG massa tumor di
femur dekstra untuk penandaan (marker) guiding core biopsy. Pada pemeriksaan USG femur
dekstra proksimal didapatkan adanya massa solid inhomogen dengan kalsifikasi multipel curiga
disertai nekrosis sentral di dalamnya. Lokasi penandaan dilakukan pada area massa yang paling
solid serta menjauhi area nekrosis dan vaskular dengan kedalaman kurang lebih 6 cm dari
permukaan kulit (gambar 9).
Gambar 9 USG Massa Femur Dekstra Memperlihatkan Adanya Massa Solid Inhomogen dengan
Kalsifikasi Multipel dan Area-Area Anekhoik Kistik Bersepta Curiga
Suatu Nekrosis Sentral
Pada hari yang sama dilakukan tindakan core biopsy di ruang operasi. Tindakan core
biopsy dilakukan pada area massa yang sudah ditandai. Sampel biopsi lalu dikirim ke
laboratorium patologi anatomi untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Pada tanggal 23 Oktober 2015, didapatkan hasil laporan patologi anatomi berupa
adanya massa tumor yang terdiri dari sel-sel chondrosit yang tumbuh hiperplastis dengan
matriks chondroid mengalami hialinisasi bersebukan ringan sel radang limfosit, tidak ditemukan
adanya sel-sel ganas. Simpulan akhir adalah chondroma di daerah proksimal femur dekstra
(gambar 10). Chondroma merupakan istilah umum untuk semua tumor jinak pada cartilage.6
Gambar 10 Hasil Patologi Anatomi Terakhir Menunjukkan Adanya Chondroma di Femur Dekstra
Pada tanggal 3 November 2015 diadakan joint conference antara Departemen Bedah
Orthopedi, Radiologi, dan Patologi Anatomi untuk membahas kasus ini. Hasil dari pertemuan
tersebut diputuskan bahwa pasien akan ditatalaksana dengan diagnosis akhir berupa
chondrosarcoma di daerah femur dekstra dengan rencana tindakan eksisi massa pada akhir
bulan desember 2015.
Diskusi
Penilaian lesi fokal pada tulang membutuhkan pemeriksaan yang cermat dan sistematis
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, radiologi, dan patologi anatomi. Dalam
hal ini dibutuhkan kerja sama yang baik antara klinisi, ahli radiologi, dan ahli patologi anatomi
untuk mencapai diagnosis akhir. Klinisi merupakan pihak yang paling awal dalam mendeteksi
adanya tumor tulang. Adanya benjolan pada bagian tubuh disertai pembengkakan jaringan lunak
dengan atau tanpa rasa nyeri perlu dicurigai suatu tumor tulang walaupun kemungkinan lain
seperti tumor jaringan lunak, infeksi, ataupun trauma juga perlu dipertimbangkan. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan pencitraan radiologi yang dalam hal ini biasanya diawali dengan foto
konvensional (X-Ray). Foto konvensional merupakan modalitas first line untuk melihat adanya
lesi tulang, reaksi periosteal, dan lain sebagainya. Pemeriksaan Computed Tomography (CT)
bisa dilakukan apabila hasil dari foto konvensional masih meragukan terutama untuk melihat
ekstensi destruksi korteks tulang dan perluasan tumor. Pemeriksaan CT dapat memberikan
informasi yang lebih mendetil tentang keadaan tulang dan jaringan di sekitarnya. Pemeriksaan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) masih menjadi modalitas utama untuk melihat keadaan
bone marrow dan jaringan lunak. Luas dan ekstensi dari massa tumor serta keterlibatan
neurovaskular bisa dilihat dengan lebih baik dengan MRI dan sangat penting untuk menentukan
tindakan selanjutnya terhadap pasien. Sementara pemeriksaan USG lebih banyak dilakukan
untuk menuntun (guiding) tindakan biopsi.1,4,7
Dari hasil pemeriksaan klinis dan radiologis, selanjutnya perlu dipertimbangkan apakah
lesi sebaiknya dibiarkan (leave me alone lesion/don’t touch lesion) yang biasanya meliputi
tumor-tumor jinak ataupuntumor like lesion yang sudah sangat jelas gambarannya, atau perlu
dilakukan tindakan biopsi (bisa berupa fine needle biopsy, core biopsy, ataupun biopsi
insisi/eksisi) pada kasus-kasus dengan kecurigaan adanya keganasan pada tulang. Dalam hal ini
banyak faktor yang memengaruhi keputusan biopsi antara lainriwayat adanya keganasan
sebelumnya, nyeri yang sangat hebat, komorbid, risiko cedera pada struktur terdekat, dan faktor
compliance pasien untuk dilakukan biopsi.1,4,7
Gambar 11 Alur Tatalaksana Diagnosis untuk Lesi Fokal pada Tulang.1
Keterangan :
Kasus yang telah dijelaskan di atas merupakan salah satu contoh nyata sulitnya
membedakan secara pasti antara chondrosarcoma low grade dengan chondroma (dalam hal ini
berupa osteochondroma) walaupun pemeriksaan yang dilakukan sudah cukup lengkap meliputi
pemeriksaan klinis, radiologi, dan patologi anatomi.
Berdasarkan literatur, chondrosarcoma low grade memang sulit sekali dibedakan
dengan chondromabaik secara radiologi maupun patologi anatomi. Gambaran radiologi
keduanya mirip walaupun pada chondrosarcoma low grade keterlibatan soft tissue dan destruksi
korteks lebih sering terjadi. Pemeriksaan patologi anatomi pun biasanya hanya bisa ditemukan
sel-sel kondrosit dengan selularitas yang normal dan tidak ditemukan adanya sel binucleated/
trinucleated.1,4,5,10
Secara radiologi, kita patut mencurigai suatu lesi osteochondroma berubah menjadi
chondrosarcoma bila terdapat keterlibatan jaringan lunak yang cukup besar disertai kalsifikasi,
destruksi pada korteks tulang, ukuran cartilage cap yang besar (lebih dari 2 cm pada dewasa
dan 3 cm pada anak-anak) dan meningkatnya ukuran cartilage cap setelah maturitas tulang
tercapai.1,8
Pada kasus ini, pasien diduga memiliki Hereditary Multiple Exostoses/ Multiple
Osteochondroma walaupun memang seharusnya anggota keluarga pasien diperiksa juga untuk
membuktikan adanya faktor herediter. Kecurigaan transformasi menjadi maligna muncul dari
fakta bahwa pada pemeriksaan MRI terlihat keterlibatan soft tissue yang sangat intensif di
daerah proksimal-tengah femur dekstra ditambah dengan adanya kalsifikasi chondroid di daerah
tersebut. Adanya cartilage cap yang cukup besar (terlihat pada MRI sekuen T2WI dan STIR)
semakin menyokong kecurigaan ke arah keganasan.
Gambar 15 Eksostosis Berbentuk Sessile dengan Kalsifikasi pada Metadiafisis Proksimal Os Tibia
Disertai Pembengkakan Jaringan Lunak dengan Kalsifikasi Tipe Chondroid di Dalamnya.
Keterangan : Dalam Hal Ini Kemungkinan Terdapat Ostechondroma yang Sudah Mengalami Transformasi Menjadi
Chondrosarcoma.1
Simpulan
Chondrosarcoma perifer sekunder merupakan kasus yang jarang terjadi dibandingkan
dengan tipe primernya. Penyakit ini biasanya bersifat low grade dan terjadi akibat transformasi
maligna dari lesi tumor jinak kartilago sebelumnya (osteochondroma atau enchondroma).
Pemeriksaan klinis, radiologi, dan patologi anatomi sulit membedakan secara pasti antara
chondrosarcoma low grade dengan osteochondroma ataupun enchondroma.
Laporan kasus ini merupakan bukti nyata sulitnya membedakan kedua hal tersebut.
Terdapat perbedaan antara hasil pemeriksaan klinis-radiologi (chondrosarcoma) dengan
pemeriksaan patologi anatomi (chondroma). Namun setelah diadakan joint conference antara
Departemen Bedah Orthopedi, Radiologi dan Patologi Anatomi, diambil simpulan bahwa pasien
ini akan ditatalaksana sebagai chondrosarcoma.
Daftar Pustaka
1. Wu JS, Hochman MG. Bone tumors: a practical guide to imaging. London: Springer; 2012.
2. Helms CA. Fundamentals of skeletal radiology. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2014.
3. Greenspan A. Orthopedic imaging a practical approach. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2010.
4. Lakshmanan P. Chondrosarcoma. 2014 [cited 25 November 2015]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1258236-overview.
5. Manaster B, May DA, Disler DG. The requisites – musculoskeletal imaging. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2013.
6. Wikipedia. Chondroma. 2014 [cited 25 November 2015]. Available from:
https://en.wikipedia.org/wiki/Chondroma.
7. Miller TT. Bone tumors and tumorlike conditions: analysis with conventional radiography. Radiology.
2008;246(3):662-74.
8. Yochum TR, Rowe LJ. Essentials of skeletal radiology. 3 rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2005.
9. Woude HJvd, Smithuis R. Bone tumor-systematic approach and differential diagnosis. 2015 [cited 25
November 2015]. Available from: http://radiologyassistant.nl/en/p494e15cbf0d8d/bone-tumor-systematic-
approach-and-differential-diagnosis.html.
10. Gelderblom H, Hogendoorn PC, Dijkstra SD, van Rijswijk CS, Krol AD, Taminiau AH, et al. The clinical
approach towards Chondrosarcoma. Oncologist. 2008;13(3):320-9.