Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL

KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


PADA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
(CARA MENGONTROL MARAH SECARA VERBAL)
DI WISMA ABIYASA
RS JIWA Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG

Disusun Oleh:

RISKA UMAMI

20194030091

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019 - 2020
A. TOPIK: Kontrol Perilaku Kekerasan Secara Verbal
B. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial, yang terus menerus membutuhkan
adanya orang lain di sekitarnya. Salah satu kebutuhan manusia untuk
melakukan interaksi dengan sesama manusia. Interaksi ini dilakukan tidak
selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
individu, sehingga mungkin terjadi suatu gangguan terhadap kemampuan
individu untuk interaksi dengan orang lain.
Kelompok adalah kumpulan individu yang memilih hubungan satu
dengan yang lain. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar
belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif,
takut, kebencian, kompetitif, kesamaan ketidaksamaan, kesukaan dan menarik
diri.
Terapi kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh
sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan diskusi satu sama lain
yang dipimpin, diarahkan oleh terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih.
Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi dengan
sejumlah pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas kelompok
yaitu agar pasien dapat belajar kembali bagaimana cara bersosialisasi dengan
orang lain, sesuai dengan kebutuhannya memperkenalkan dirinya.
Menanyakan hal-hal yang sederhana dan memberikan respon terhadap
pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
dan dapat merasakan arti berhubungan dengan orang lain.
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan.
Wilson dan Kneisl menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah
manual, rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman
seseorang serta meningkatkan repon social dan harga diri.
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk
melakukan kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan adalah perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman. Ekspresi marah yang segera karena suatu sebab adalah
wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah
yang tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering diekspresikan secara
tidak langsung.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan tidak konstruktif pada waktu
terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui tentang respon
kemarahan seseorang dan fungsi positif marah.
Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK)
pasien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya. Tentu saja pasien yang mengikuti terapi ini
adalah pasien yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku kekerasan
sehingga saat TAK pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota
kelompok lain.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan
2. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
b. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan fisik
c. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara social
d. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan spiritual
e. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh minum
obat
D. ISI (PERILAKU KEKERASAN)
1. Definisi
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi
dua yaitu perilaku kekerasan secara verbal dan fisik. Sedangkan marah
tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu
perangkat perasaan-perasaan tertentu dengan perasaan marah.
2. Penyebab perilaku kekerasan
Kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, demam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,
kebutuhan akan status, dan prestise yang tidak terpenuhi.
 Frustasi: seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi
frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika tidak mampu
menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan
orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
 Hilangnya harga diri: pada dasarnya manusia itu mempunyai
kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak
terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah
diri, tidak berani bertindak, gampang tersinggung, gampang marah,
dan sebagainya.
 Kebutuhan akan status dan pretise: manusia pada umumnya
mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin
dihargai dan diakui statusnya.
3. Rentang respon marah
Respon kemarahan dapat di fluktuasi dalam rentang adaptif-mal
adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar. Rentang Respons Perilaku Kekerasan


Sumber: Keliat (1999)
Keterangan:
1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
2. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah
dan tidak dapat menemukan alternatif
3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif : perilaku yang menyertai marah
5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol

Tabel. Perbandingan antara perilaku asertif, pasif dan agresif/kekerasan


Pasif Asertif Agresif
Isi Pembicaraan Negatif dan Positif dan Menyombongkan
merendahkan diri, menawarkan diri, diri, merendahkan
contohnya contohnya orang lain, contoh
perkataan: perkataan: perkataan:
“Dapatkah saya?” “Saya dapat…” “Kamu selalu…”
“Dapatkah kamu?” “Saya akan…” “Kamu tidak
pernah…”
Tekanan suara Cepat lambat, Sedang Keras dan ngotot
mengeluh
Posisi badan Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong ke
kepala depan
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang aman akan menyerang
acuh/mengabaikan orang lain
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi
tenang menyerang
Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata melotot dan
tidak kontak mata dipertahankan
sesuai dengan
hubungan
Sumber: Keliat (1999)
4. Gejala marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang
menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu
bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada pasien
dalam keadaan marah diantaranya sebagai berikut:
a. Fisik
Mata melotot,/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar dan ketus.
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran.
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
5. Perilaku marah
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asesif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan
marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk mengembangkan diri pasien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul basanya disertai akibat konflik perilaku
“acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan.
6. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien
marah untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi: menerima suatu pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluran secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok, dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketagangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda
yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap
rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
c. Resepsi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya: seseorang anak yang sangat benci
pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut
ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
d. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement: melepaskan perasaan yang tertekan bisaanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.
E. JADWAL KEGIATAN

Pelaksanaan kegiatan terapi aktivitas kelompok pada pasien dengan


resiko perilaku kekerasan, yaitu
a. Hari/Tanggal : Selasa, 31 Desember 2019
b. Waktu : Pkl. 09.30 – Selesai
c. Alokasi waktu : Perkenalan dan pengarahan (5 menit)
Terapi kelompok (30 menit)
Penutup (5 menit)
d. Tempat : Wisma Abiyasa
F. SESI YANG DIGUNAKAN
Dalam terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi 4 sesi, yaitu :
a. SESI I : Melatih napas dalam
b. SESI II : Melatih 5 benar obat
c. SESI III : Melatih control marah secara verbal
d. SESI IV : Melatih control marah secara spiritual
G. PESERTA TAK
a. Kriteria pasien
1) Pasien yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya
Terapi Aktifitas Kelompok
2) Kondisi fisik dalam keadaan baik
3) Mau mengikuti kegiatan terapi aktifitas
b. Proses seleksi
1) Mengobservasi pasien yang masuk kriteria.
2) Mengidentifikasi pasien yang masuk kriteria.
3) Mengumpulkan pasien yang masuk kriteria.
4) Membuat kontrak dengan pasien yang setuju ikut TAK, meliputi:
menjelaskan tujuan TAK pada pasien, rencana kegiatan kelompok dan
aturan main dalam kelompok.
H. ANTISIPASI MASALAH
a. Penanganan terhadap pasien yang tidak aktif dalam aktivitas
1) Memanggil pasien
2) Memberi kesempatan pada pasien untuk menjawab sapaan perawat
atau pasien lain
b. Bila pasien meninggalkan kegiatan tanpa izin
1) Panggil nama pasien
2) Tanyakan alasan pasien meninggalkan kegiatan
c. Bila pasien lain ingin ikut
1) Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada pasien yang
telah dipilih
2) Katakan pada pasien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin didikuti
oleh pasien tersebut
I. URAIAN TUGAS DAN SUSUNAN PELAKSANA
Uraian Tugas Tim Terapis
a. Leader
Uraian tugas:
1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan
2) Memimpin jalannya terapi kelompok
3) Memimpin diskusi
b. Observer
Uraian tugas:
1) Mengamati semua proses kegiatanyang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara
2) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota
kelompok denga evaluasi kelompok
c. Fasilitator
Uraian tugas:
1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
3) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan
4) Membimbing kelompok selama permainan diskusi
5) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
6) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah

Nama-Nama Tim Terapis


a. SESI I
Leader : Adhy Irawan
Observer : Mazid Ramdhani Firdaus
Fasilitator : Riska Umami
Puspa Apriliyanti
b. SESI II
Leader : Mazid Ramdhani Firdaus
Observer : Adhy Irawan
Fasilitator : Riska Umami
Puspa Apriliyanti
c. SESI III
Leader : Riska Umami
Observer : Puspa Apriliyanti
Fasilitator : Adhy Irawan
Mazid Ramdhani Firdaus
d. SESI IV
Leader : Riska Umami
Observer : Adhy Irawan
Fasilitator : Mazid Ramdhani Firdaus
Puspa Apriliyanti
J. RENCANA PELAKSANAAN
a. Memilih pasien yang mengikuti TAK sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan di wisma Abiyasa.
b. Peserta TAK kurang lebih 9 orang
c. Persiapan waktu yang akan digunakan ada dalam Tabel 1.

Tabel 1. Tabel Rincian Alokasi Waktu TAK (Selasa, 31 Desember 2019).


No. Kegiatan Alokasi Keterangan
waktu
1. Tahap orientasi:
 Memberi salam terapeutik:
salam dari terapis 5 menit Di pimpin oleh Leader
 Evaluasi/validasi:
menanyakan perasaan
pasien saat ini
 Kontrak
2. Tahap kerja:
 Sesi III 10 menit Di pimpin oleh Leader
(Melatih control marah
secara verbal)
3. Tahap terminasi:
 Evaluasi 5 menit Di pimpin oleh Leader
 Rencana tindak lanjut
 Kontrak yang akan datang
d. Setting Tempat

: Leader Fasilitator

: Observer

: Pasien

Jumlah Perawat
Mahasiswa Ners : 4 Orang
CI : 1 Orang
Pasien : 9 Orang

K. PROSES PELAKSANAAN
(Terlampir)
L. PROSES EVALUASI
1. Evaluasi input
• Tim berjumlah 4 orang dengan 1 Leader, 2 Fasilitator, 1 Observer.
• Lingkungan nyaman
2. Evaluasi Proses
• Leader & Co Leader berada di samping pasien dan menjelaskan
peraturan permainan dengan jelas.
• Fasilitator menempatkan diri di samping pasien
• Observer menempatkan diri di samping barisan pasien untuk
mengawasi jalannya kegiatan.
• Minimal 9 orang pasien yang mengikuti permainan dapat
mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
• Minimal 5 orang pasien aktif mengikuti kegiatan, maksimal 2
orang yang keluar.
3. Evaluasi Hasil
• 70% Pasien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
• 70% Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan
fisik
• 70 % Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara social
• 50% Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan
spiritual
• 80% Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh
minum obat
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:


EGC. 2005.

Anda mungkin juga menyukai