Anda di halaman 1dari 40

KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :


HALUSINASI PENDENGARAN

Disusun oleh :
Kelompok 2

1. Annisa Afianria Yoja Cindona (2122.0005)


2. Bagus Dian Saputra (2122.0010)
3. Cindy Nurfitriani (2122.0011)
4. Hikmah Pujiarti (2122.0022)
5. Icha Kristina (2122.0023)
6. Muhammad Fachri Azhari (2122.0035)
7. Mustika Damayanti (2122.0041)
8. Naura Nazifa (2122.0045)
9. Rian Achmad Ma’ruf (2122.0056)

Dosen Pembimbing :
Marwan Riki Ginanjar, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di
dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu
dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan
ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa memang sangat
mengkhawatirkan (Yosep, 2007).
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah
suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional
secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan dengan
orang lain. Sedangkan menurut American Nurses Associations (ANA)
keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus dalam praktek keperawatan
yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri
sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa.
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk
menilai dan berespon pada realita. Klien tidak dapat membedakan
rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien juga tidak mampu untuk memberikan respon yang akurat,
sehingga tampak perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah penyerapan
(persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua panca indera dan terjadi disaat individu sadar penuh (Depkes dalam
Dermawan dan Rusdi, 2013)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012). Halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2012).
Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran
mencapai lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi penglihatan menduduki
peringkat kedua dengan rata-rata 20%. Sementara jenis halusinasi yang lain
yaitu halusinasi pengucapan, penghidu, perabaan, kinesthetic, dan cenesthetic
hanya meliputi 10%,(Muhith, 2015). Menurut Videbeck (2008) dalam Yosep
(2009) tanda pasien mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien tampak
berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga
karena pasien menganggap ada yang berbicara dengannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis
merumuskan bagaimana penatalaksanaan asuhan keperawatan pada klien
dengan masalah utama gangguan persepsi sensori: halusinasi.

C. TUJUAN
Adapun tujuan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Ny. A
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
b. Mampu melakukan analisa data dan menegakkan diagnosa
keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran
c. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada Ny. A dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada Ny. A dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. A dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
f. Mampu mendokumentasikan keperawatan pada Ny. A dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Teori
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan ransangan internal (pikiran) dan rangsangan ekternal (dunia
luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan
suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono,
2010).

2. Klasifikasi
Menurut Yusuf, dkk (2015), jenis halusinasi terdari dari:
a. Halusinasi Pendengaran
Halusinasi Pendengaran yaitu klien mendengar bunyi atau suara, suara
tersebut membicarakan tentang klien dan suara yang didengar dapat
berupa perintah yang memberitahu pasien untuk melakukan sesuatu,
kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai dirinya sendiri.
b. Halusinasi Penglihatan
Halusinasi Penglihatan yaitu klien melihat gambaran yang jelas atau
samar tanpa adanya stimulus yang nyata dari lingkungan, stimulus
dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometri, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks, melihat orang yang telah
meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuknya menakutkan.
c. Halusinasi Penciuman
Halusinasi Penciuman yaitu klien mencium sesuatu bau yang muncul
dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata.
d. Halusinasi Pengecapan
Halusinasi Pengecapan yaitu klien merasakan sesuatu yang tidak
nyata, biasanya merasakan rasa yang tidak enak.
e. Halusinasi Perabaan
Halusinasi Perabaan yaitu klien merasakan sesuatu pada kulitnya
tanpa stimulus yang nyata atau merasakan ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas.

3. Etiologi
Menurut (Yosep, 2011):
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehuidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi
1) Faktor Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk di interprestasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untukmenentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009) pada klien dengan
halusinasi pendengaran adalah bicara atau tertawa sendiri, marah-marah
tanpa sebab, mendekatkan telinga kearah tertentu, menutup telinga,
mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.
Karakteristik perilaku yang dapat ditunjukan klien dan kondisi
halusinasi menurut Direja (2011).
a. Data Subyektif :
Klien mendengarkan suara atau bunyi tanpa stimulus nyata, melihat
gambaran tanpa stimulus yang nyata, mencium nyata stimulus yang
nyata, merasa makan sesuatu, merasa ada sesuatu pada kulitnya,takut
terhadap suara atau bunyi yang di dengar,ingin memukul dan
melempar barang.

b. Data Obyektif :
Klien berbicara, senyum dan tertawa sendiri, pembicaraan kacau dan
terkadang tidak masuk akal, tidak dapat membedakan hal yang nyata
dan tidak nyata, menarik diri dan menghindar dari orang lain,
disorientasi, tidak bisa memusatkan perhatian atau konsentrasi
menurun, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung, ekpresi wajah
tegang, muka merah dan pucat, tidak mampu melakukan aktifitas
mandiri dan kurang mengontrol diri, menunjukan perilaku, merusak
diri dan lingkungan.
5. Komplikasi
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
ingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya
yang meminta dia untuk melakuka sesuatu hal diluar kesadarannya
(Prabowo, 2014). Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Keliat,
2012).

6. Rentang Respon

Rentang respon neurobiologis (Muhith, 2015 dalam Tambunan, 2018)


7. Mekanisme koping
Menurut Keliat (2013), perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan
dengan respon neurobiologi termasuk :
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari
menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber
infeksi, gas beracun dan 12 lain-lain, sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
8. Fase Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut (Kusumawati, 2011) :
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien
Fase I: Comforting Klien mengalami perasaan  Tersenyum atau
Ansietas Sedang mendalam seperti ansietas, tertawa yang tidak
Halusinasi kesepian, rasa bersalah, dan sesuai
menyenangkan takut dan mencoba untuk  Menggerakkan bibir
berfokus pada pikiran tanpa suara
menyenangkan untuk  Pergerakan mata yang
meredakan ansietas. cepat
Individu mengenali bahwa  Respon verbal yang
pikiran-pikiran dan lambat jika sedang
pengalaman sensori berada asyik
dalam kendali kesadaran  Diam dan asyik
jika ansietas dapat ditangani. sendiri
Nonpsikotik
Fase II:  Pengalaman sensori  Meningkatnya tanda-
Condemning menjijikkan dan tanda sistem syaraf
Ansietas Berat menakutkan otonom akibat
Halusinasi menjadi  Klien mulai lepas kendali ansietas seperti
menjijikkan dan mungkin mencoba peningkatan denyut
untuk mengambil jarak jantung, pernafasan,
dirinya dengan sumber yang dan tekanan darah.
dipersepsikan. Klien  Rentang perhatian
mungkin mengalami menyempit
dipermalukan oleh  Asyik dengan
pengalaman sensori dan pengalaman sensori
menarik diri dari orang lain. dan kehilangan
Psikotik ringan kemampuan
membedakan
halusinasi dan realita
Fase III: Klien berhenti  Kemauan yang
Controlling menghentikan perlawanan dikendali-kan
Ansietas berat terhadap halusinasi dan halusinasi akan lebih
Pengalaman sensori menyerah pada halusinasi diikuti
menjadi berkuasa tersebut. Isi halusinasi  Kesukaran
menjadi menarik. Klien berhubungan dengan
mungkin mengalami orang lain
pengalaman kesepian jika  Rentang perhatian
sensori halusinasi berhenti. hanya beberapa detik
Psikotik atau menit.
 Adanya tanda-tanda
fisik ansietas berat:
berkeringat, tremor,
tidak mampu
mematuhi perintah.
Fase IV:  Pengalaman sensori menjadi  Perilaku teror akibat
Conquering mengancam Jika klien panik.
Panik mengikuti perintah  Potensi kuat suicide
Umumnya menjadi halusinasi. atau homicide
melebur dalam  Halusinasi berakhir dari  Aktivitas fisik
halusinasinya beberapa jam atau hari jika merefleksi-kan isi
tidak ada intervensi halusinasi seperti
terapeutik. perilaku kekerasan,
Psikotik Berat agitasi, menarik diri,
atau katatonia.
 Tidak mampu
berespon terhadap
perintah yang
komplek.
 Tidak mampu
berespon lebih dari
satu orang

9. Penatalaksanaan
Terapi dalam jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dan
farmakologi, tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas yang
sesuai dengan gejala atau penyakit klien yang akan mendukung penyembuhan
klien jiwa. Pada terapi tersebut juga harus dengan dukungan keluarga dan
sosial akan memberikan peningkatan penyembuhan karena klien akan merasa
berguna dalam masyarakat dan tidak merasa diasingkan dengan penyakit yang
dialaminya (Kusmawati & Hartono, 2010).
a. Psikofarmakologis
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat.
Obat yang digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan
psikofarmaka atau psikotropika atau pherentropika. Terapi gangguan
jiwa dengan menggunakan obat-obatan disebut dengan
psikofarmakoterpi atau medikasi psikotropika yaitu obat yang
mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental penderita
karena kerjanya pada otak/sistem saraf pusat. Obat bias berupa
haloperidol, Alprazolam, Cpoz, Trihexphendyl.
b. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
ganggua jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladatif
menjadi perilaku adaptif dengan melakuakn tindakan yang di tujukan
pada kondisi fisik kien.
c. Terapi modalitas
Terapi utama dalam keperawatan jiwa, yang diberikan dalam upaya
mengubah perilaku klien dan perilaku maladaptif menjadi perilaku
adaptif. Jenis terapi meliputi: terapi aktivitas (musik, seni,menari,
relaksasi, sosial), psikososial, psikoterapi, terapi perilaku kelompok,
terapi keluarga, terapi rehabilitas, terapi psikodrama, terapi
lingkungan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data subjektif dan objetif
secara sistematis dengan tujuan membuat penetuan tindakan keperawatan
bagi individu, keluarga, dan komunitas dengan cara mengeksplorasi data
yang didapat dari klien baik secara fisik maupun bio-psiko-spiritual
(Damayanti & Iskandar, 2014)
2. Intervensi

Diagnosa Rencana Tindakan keperawatan


keperawatan Tujuan Kriteria hasil intervensi Rasional
Perubahan TUM :
Persepsi Sensori: Klien dapat
Halusinasi mengontrol atau
mengendalikan
halusinasi yang
dialaminya

TUK 1 : Setelah 3x interaksi klien Bina hubungan saling percaya Kepercayaan dari pasien
Klien dapat menunjukkan tanda-tanda dengan menggunakan prinsip merupakan hal yang mutlak
membina percaya kepada perawat komunikasi teraupetik serta akan memudahkan
hubungan saling 1. Ekspresi wajah bersahabat 1. Sapa klien dengan ramah dalam pendekatan dan
percaya 2. Menunjukkan rasa senang baik verbal maupun non tindakan keperawatan kepada
3. Ada kontak mata verbal klien
4. Mau berjabat tangan 2. Perkenalkan nama
5. Mau menyebut nama lengkap, nama panggilan
6. Mau menjawab salam yang disukai klien
7. Mau duduk berdampingan 3. Buat kontrak yang jelas
dengan perawat 4. Tunjukkan sikap jujur dan
8. Bersedia mengungkapkan menepati janji setiap kali
masalah yang dihadapi berinteraksi
5. Tunjukkan sikap empati
dan menerima apa adanya
TUK 2 : Setelah 3x interaksi pasien 1. Kontak yang sering dan 1. Kepercayaan klien
Klien dapat menyebutkan isi, waktu, singkat secara bertahap kepada perawat dapat
mengenal frekuensi dan situasi serta 2. Observasi tingkah laku diperoleh ddari kontak
halusinasi kondisi yang menimbulkan klien terkait dengan yang sering
halusinasi halusinasinya. Jika 2. Tingkah laku pasien
ditemukan klien sedang terkait halusinasinya
berhalusinasi tanyakan: menunjukkan isi, waktu,
a. Apakah klien frekuensi sertakan situasi
mengalami sesuatu? dan kondisi yang
b. Jika klien menjawab menimbulkan halusinasi
“iya” tanyakan apa
yang dialaminya
TUK 3 : Setelah 3x interaksi klien 1. Upaya untuk memutus 1. Reinforcement dapat
Klien dapat menyatakan perasaan dan siklus halusinasi sehingga meningkatkan harga diri
mengendalikan respon saat mengalami halusinasi tidak berlanjut klien
halusinasinya halusinasi yaitu marah, takut, 2. Diskusikan manfaat cara 2. Diskusikan cara baru
sedih, senang, cemas dan yang digunakan klien jika untuk memutus timbulnya
jengkel bermanfaat berikan pujian halusinasi
1. Klien dapat menyebutkan 3. Katakan “saya tidak mau
tindakan yang biasanya dengar kau” pada saat
dilakukan untuk halusinasi muncul
mengendalikan halusinasinya 4. Menemui perawat/orang
2. Klien dapat menyebutkan lain, teman/anggota
cara baru keluarga yang lain untuk
3. Klien dapat memilih cara bercakap-cakap atau
mengatasi halusinasi seperti mengatakan halusinasi
yang telah di diskusikan yang didengar
dengan klien 5. Membuat jadwal sehari-
4. Klien dapat melakukan cara hari agar halusinasi tidak
yang telah dipilih untuk sempat muncul
mengendalikan halusinasinya 6. Meminta keluarga, teman,
5. Klien dapat mengetahui perawat jika tampak
aktivitas kelompok berbicara sendiri
TUK 4 : 1. Keluarga dapat saling 1. Membina hubungan 1. Hubungan saling percaya
Klien dapat percaya dengan perawat saling percaya dengan merupakan dasar untuk
dukungan dari 2. Keluarga dapat menyebutkan nama, memperlancar hubungan
keluarga dalam menyebutkan pengertian, tujuan pertemuan dengan interaksi selanjutnya
mengatasi tanda dan tindakan untuk sopan dan ramah. 2. Anjurkan klien
halusinasinya mengendalikan halusinasi menceritakan
3. Efektivitas cara dalam halusinasinya kepada
menyelesaikan masalah keluarga
3. Untuk mendapatkan
bantuan keluarga dalam
mengontrol halusinasinya
4. Diskusikan halusinasinya
pada saat tenang
a. Pengertian halusinasi
b. Gejala halusinasi
yang dialami klien
c. Cara yang dapat
dilakukan klien dan
keluarga untuk
memutus halusinasi
d. Cara merawat
anggota keluarga
yang berhalusinasi di
rumah, misalkan:
beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri,
makan bersama,
berpergian bersama.
e. Beri informasi waktu
follow up atau kapan
perliu medapat
bantuan: halusinasi
tidak terkontrol dan
resiko mencederai
diri, orang lain dan
lingkungan
TUK 5 : 1. Klien dan keluarga dapat 1. Diskusikan dengan klien 1. Dengan menyebutkan
Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan keluarga tentang dosis dosis, frekuensi dan
memanfaatkan dan efek samping obat dan frekuensi serta manfaat obat diharapkan
obat dengan 2. Klien dapat manfaat minum obat klien melaksanakannya
baik mendemonstrasikan 2. Anjurkan klien minta
penggunaan obat dengan sendiri obat dengan
benar perawat
3. Klien mendapatkan 3. Nilai kemampuan klien
informasi tentang efek dalam pengobatannya
samping obat sendiri
4. Klien dapat memahami 4. Anjurkan klien untuk
akibat berhenti minum obat bicara dengan dokter
tanpa konsultasi tentang manfaat obat
5. Klien dapat menyebutkan 5. Dengan mengetahui efek
prinsip 5 benar penggunaan samping, klien akan tahu
obat apa yang harus dilakukan
setelah minum obat
6. Diskusikan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi dengan
dokter
7. Program pengobatan
dapat berjalan dengan
lancar
8. Bantu klien menggunakan
obat dengan prinsip 5
benar (benar dosis, benar
obat, benar waktunya,
benar caranya dan benar
pasiennya.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
HALUSINASI
A. Klien
SP I
1. Identifikasi halusinasi klien: isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, obat bercakap-cakap,
melakukan kegiatan
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik

SP II
1. Ealuasi kegiatan menghardik. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis,
guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik dan minum
obat

SP III
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dg bercakap-cakap saat terjadi
halusinasi
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat
dan bercakap-cakap

SP IV
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap. Beri
pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dg melakukan kegiatan harian (mulai 2
kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dan kegiatan harian
SP V
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap &
kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol

B. Keluarga
SP I
1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan proses terjadinya
halusinasi (gunakan booklet)
3. Jelaskan cara merawat klien halusinasi
4. Latih cara merawat halusinasi: hardik
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian

SP II
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik.
Beri pujian
2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
3. Latih cara memberikan/ membimbing minum obat
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian

SP III
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik
dan memberikan obat. Beri pujian t
2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi
3. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutama saat
halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP IV
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik,
memberikan obat & bercakap-cakap. Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP V
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik &
memberikan obat & bercakap-cakap & melakukkan kegiatan harian dan
follow up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM
BAB III
TINJAUAN ASKEP

A. INTERVENSI
N DX TUJUAN KRITERIA INTERVENSI
O KEPERAWATAN EVALUASI
1. Gangguan Sensori TUM: Setelah dilakukan Bina hubungan
Persepsi: Halusinasi Klien tidak satu kali interaksi saling percaya
Pendengaran mencederai diri, klien mampu dengan
orang lain, atau membina hubungan menggunakan
lingkungan saling percaya prinsip
TUK: dengan perawat, komunikasi
Klien dapat dengan k riteria terapeutik
membina hasil: a. Sapa klien
hubungan saling - Membalas sapaan dengan ramah,
percaya perawat baik verbal
- Ekspresi wajah maupun non
bersahabat dan verbal
senang b. Perkenalkan
- Ada kontak mata diri dengan
- Mau berjabat sopan
tangan c. Tanyakan
- Mau nama lengkap
menyebutkan nama klien dan nama
- Klien mau duduk panggilan
berdampingan kesukaan klien
dengan perawat d. Jelaskan
- Klien mau maksud dan
mengutarakan tujuan
masalah yang berinteraksi
dihadapi e. Berikan
perhatian pada
klien,
perhatikan
kebutuhan
dasarnya
2. Beri
kesempatan
klien
mengungkapkan
perasaannya
3. Dengarkan
ungkapan klien
dengan empati

TUK 2: Klien mampu 1. Adakan


Klien dapat mengenal kontak sering
mengenal halusinasinya dan singkat
halusinasinya dengan criteria secara bertahap
hasil: 2. Tanyakan apa
- Klien dapat yang didengar
menyebutkan waktu dari
timbul halusinasi halusinasinya
- Klien dapat 3. Tanyakan
mengidentifikasi kapan
kapan frekwensi, halusinasinya
situasi saat terjadi dating
halusinasi 4. Tanyakan isi
- Klien dapat halusinasinya
mengungkapkan 5. Bantu klien
perasaan saat mengenal
muncul halusinasi halusinasi
- Jika
menemukan
pasien sedang
halusinasi
tanyakan
apakah ada
suara yang
didengar
- Jika pasien
menjawab ada,
lanjutkan apa
yang dikatakan
- Katakan
bahwa perawat
percaya, pasien
mendengar
suara itu,
namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya (
dengan nada
bersahabat
tanpa menuduh/
menghakimi)
- Katakan
bahwa pasien
lain juga ada
yang seperti
pasien
- Katakan
bahwa perawat
akan membantu
pasien
6. Diskusikan
dengan klien:
- Situasi yang
menimbulkan/
tidak
menimbulkan
halusinasi
- Waktu,
frekwensi
terjadinya
halusinasi (pagi,
sore, siang dan
malam/ atau
jika sendiri,
jengkel atau
sedih)
7. Diskusikan
dengan klien
apa yang
dirasakan jika
terjadi
halusinasi
(marah, takut,
sedih, senang,
beri ksempatan
pasien
mengungkapkan
perasaannya)
TUK 3: - Klien dapat 1. Identifikasi
Klien dapat mengidentifikasi bersama pasien
mengontrol tindakan yang tindakan yang
halusinasinya dilakukan untuk bias dilakukan
mengendalikan bila terjadi
halusinasi halusinasi
- Klien dapat 2. Diskusikan
menunjukkan cara manfaat dan
baru untuk cara yang
mengontrol digunakan
halusinasinya klien, jika
bermanfaat beri
pujian
3. Diskusikan
cara baik
memutus atau
mengontrol
halusinasi
- Tutup mata,
telinga,
katakana “ Saya
tidak mau
dengar, kamu
suara palsu”
- Temui orang
lain atau
perawat untuk
bercakap-cakap
atau
mengatakan
halusinasi yang
didengar
- Membuat
jadwal kegiatan
sehari-hari
- Meminta
teman, keluarga
atau perawat
menyapa klien
jika tampak
bicara sendiri
atau melamun
4. Bantu klien
memilih dan
melatih cara
mengontrol
halusinasi
secara bertahap
5. Beri
kesempatan
untuk
melakukan cara
yang dilatih,
evaluasi
hasilnya jika
benar beri
pujian
6. Anjurkan
klien mengikuti
TAK jenis
orientasi realita
atau stimulasi
persepsi:
TUK 4: - Klien dapat 1. Anjurkan
Klien dapat memilih cara klien
dukungan dari mengatasi memberitahu
keluarga dalam halusinasi keluarga jika
mengontrol - Klien mengalami
halusinasinya melaksanakan cara halusinasi
yang telah dipilih 2. Diskusikan
memutus dengan keluarga
halusinasinya (Pada saat
keluarga
berkunjung atau
kunjungan
rumah)
- Gejala
halusinasi yang
dialami pasien
- Cara klien dan
keluarga yang
dapat memutus
halusinasi
- Cara merawat
anggota
keluarga yang
mengalami
halusinasi
dirumah:
Beri kegiatan,
jangan biarkan
sendiri
- Beri informasi
waktu follow up
atau kapan perlu
mendapat
bantuan
halusinasi tidak
terkontrol dan
risiko
mencederai
orang lain
3. Diskusikan
dengan klien
dan keluarga
tentang jenis,
dosis, frekwensi
dan manfaat
obat
4. Pastikan
klien minum
obat sesuai
dengan program
dokter
TUK 5: Keluarga dapat 1. Anjurkan
Klien dapat membina hubungan klien bicara
menggunakan saling percaya dengan dokter
obat dengan dengan perawat tentang manfaat
benar untuk - Keluarga dapat dan efek
mengendalikan menyebut samping obat
halusinasi pengertian, tanda yang dirasakan
dan tindakan untuk 2. Diskusikan
mengalihkan akibat berhenti
halusinasi obat tanpa
- Klien dan konsultasi
keluarga dapat 3. Bantu klien
menyebutkan menggunakan
manfaat, dosis dan obat dengan
efek samping obat prinsip 5 benar
- Klien minum obat
teratur
- Klien dapat
informasi tentang
manfaat dan efek
samping obat
- Klien dapet
memahami akibat
berhenti minum
obat tanpa
konsultasi
- Klien dapat
menyebutkan
prinsip 5 benar
penggunaan obat

B. IMPLEMENTASI
N TANGGAL DAN JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
O KEPERAWATAN
1. Membina hubungan S: - pasien mau
saling percaya dengan memperkenalkan
pasien dirinya
2. Membantu pasien - Pasien mau
mengenal halusinasi, isi, menceritakan isi,
jenis, waktu, frekwensi jenis, waktu,
halusinasi frekuensi
3. Menjelaskan cara cara halusinasi
mengontrol halusinasi O: Pasien dapat
4. Mengajarkan pasien memperagakan
mengontrol halusinasi cara menghardik
dengan cara pertama: - Pasien mampu
menghardik halusinasi mengenal isi,
jenis, waktu, dan
frekwensi
halusinasi.
- Pasien
mengetahui cara
mengontrol
halusinasi
A: Masalah
halusinasi belum
teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
1. Evaluasi cara
menghardik
2. Lanjutkan SP 2
- Evaluasi jadwal
kegiatan harian
pasien
- Melatih
mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap
- Menganjurkan
memasukkan
jadwal kegiatan
harian
1. Mengevaluasi cara S: Pasien
mengontrol halusinasi mengatakan
dengan cara menghardik mengerti cara
2. Melatih pasien mengontrol
mengontrol halusinasi halusinasi yang
dengan cara kedua: pertama dan
bercakap-cakap kedua
3. Menganjurkan O:
memasukkan kejadwal - Pasien dapat
latihan harian memperagakan
cara mengontrol,
menghardik dan
bercakap-cakap
- Pasien tidak
banyak melamun
A: Masalah
halusinasi belum
teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
- Evaluasi
kegiatan harian
yang sudah
dimasukkan
jadwal
- Melatih
mengontrol
halusinasi dengan
cara melakukan
kegiatan
- Memasukkan
jadwal
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai uraian kasus secara narasi dengan
sedikit membandingkan antara kasus dimiliki dengan teori/penelitian terdahulu
Pemberian asuhan keperawatan diberikan pada pasien Ny. A berusia 35 tahun
dengan masalah keperawatan gangguan persepsi sensori : Halusinasi.

A. Pengkajian Keperawatan
Data diperoleh saat pengkajian pada tanggal 22 Oktober 2020 dengan
metode wawancara, observasi langsung maupun catatan medis.. Data
pengkajian yang didapat dominan menunjukkan masalah keperawatan
gangguan persepsi sensori: Halusinasi.
Data didukung dengan data objektif berupa klien tampak sering
menyendiri, berbicara dan tersenyum sendiri, gelisah dan takut maupun data
subjektif yang berupa klien mengatakan bahwa ia sering mendengar suara
bisikan yang menyuruhnya untuk memukul anaknya, klien merasa takut bila
mendengar suara itu muncul. Klien mengatakan suara tersebut muncul
biasanya saat pagi hari ketiaka ia tidak ada kegiatan atau sedang sendiri.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat
profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan
pasien, baik aktal maupun potensial yang ditetapkan berdasarkan analisa dan
pengkajian (Asmadi, 2008).
Setelah data dikumpulkan melalui proses pengkajian dan analisa data
maka diganosa ditegakkan disesuaikan dengan teori dan juga kasus. Maka
diagnosa keperawatan yang muncul adalah Gangguan persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran. Diagnosa tersebut ditegakkan karena alasan utama
dari pasien masuk rumah sakit, karena pasien sering mendengar ada bisikan
yang menyuruhnya untuk memukul anaknya, pasien juga mengatakan ia
merasa takut dengan suara-suara tersebut dan suara tersebut muncul di pagi
hari ketika ia sedang sendiri atau tidak ada kegiatan,

C. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan
terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa
keperawatan yang telah ditegakkan. Adapun intervensi keperawatan atau
strategi pelaksanaan yang dilakukan pada pasien Ny. A (35 Tahun) dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran adalah :
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien


mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi yang sering dijumpai pada pasien adalah halusinasi
pendengaran. Halusinasi pendengaran bila tidak tangani dengan tepat
dapat berakibat mencederai pasien sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
Hal itu disebabkan karena pasien tidak dapat mengontrol suara-
suara/halusinasi pendengaran yang dialaminya.
Untuk itu penerapan strategi pelaksanaan dengan mengontrol
halusinasi sangat penting untuk dilakukan pada pasien halusinasi, selain
dapat menjalin hubungan saling percaya, juga dapat meningkatkan
kesembuhan pasien. Menurut penelitian yang dilakukkan Agustina (2019)
menyebutkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dalam
melakukan cara pengontrolan halusinasi terhadap perilaku pasien
halusinasi pendengaran.
Penerapan pengetahuan merupakan kemampuan intelektual yang
harus dilakukan oleh perawat pada saat melakukan tindakan keperawatan
jiwa. Pengetahuan pasien yang kurang baik dapat meyebabkan kurang
aktifnya kegiatan. Maka diperlukan pengetahuan pasien yang baik agar
kegiatan memberikan cara mengontrol halusinasi tersebut bisa berguna
untuk kesembuhan pasien halusinasi (Agustina, 2019).
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan
dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan
jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa
adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya.
Menurut Andri, dkk (2019) ada pengaruh pemberian implementasi
keperawatan terhadap pengendalian diri klien halusinasi pada pasien
skizofrenia. Semakin baik pelaksanaan intervensi keperawatan maka
pengendalian diri klien halusinasi semakin baik pula. Pelaksanaan
intervensi keperawatan klien halusinasi dilakukan agar klien halusinasi
mampu mengendalikan halusinasinya dengan cara menghardik, bercakap-
cakap dengan teaman atau perawat serta melakukan aktivitas terjadwal.
Dengan cara menghardik halusinasinya, dapat dilakukan dengan
menutup telinga dan melakukan penyangkalan terhadap suara/bisikan yang
didengar seperti “saya tidak mau dengar. Hal ini dikarenakan pada saat
responden menutup telinga dan menyangkal saat melakukan terapi
menghardik pasien menjadi lebih fokus dan berkonsentrasi pada
halusinasinya. Bercakap-cakap dengan teman atau perawat dilakukan
untuk mengalihkan perhatian klien halusinasi, saat terdengar suara/bisikan
dengan bercakap-cakap dapat membuat pikiran terfokus pada topik yang
dibicarakan sehingga tidak terdengar lagi suara/bisikan yang tidak ada
sumbernya (Andri, dkk, 2019).
Klien yang mengalami halusinasi biasanya sukar untuk mengontrol
diri dan sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Perawat harus
mempunyai kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan
mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya
secara terapeutik dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien
halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati terbuka dan selalu
memberi penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal
halusinasi yang klien alami. Tindakan keperawatan, membantu klien
mengenali halusinasi, melatih klien mengontrol halusinasi, melatih
bercakap-cakap dengan orang lain, melatih klien beraktivitas secara
terjadwal (Yosep, 2010 dalam Andri, dkk, 2019).
Selain strategi pelaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan
halusinasi pendengaran, tindakan atau intervensi keperawatan yang dapat
diterapkan pada pasien dengan halusinasi pendengaran adalah terapi
okupasi maupun terapi aktivitas kelompok.
Dalam penelitian Sari, dkk (2019) menyebutkan bahwa ada
pengaruh terapi okupasi : berkebun dalam menurunkan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien halusinasi. Setelah diberikan terapi okupasi,
terjadi penurunan gejala halusinasi pendengaran karena pada saat
pelaksanaan terapi okupasi dapat meminimalisasi interaksi pasien dengan
dunianya sendiri, mengeluarkan pikiran, perasaan, atau emosi yang selama
ini mempengaruhi perilaku yang tidak disadarinya, memberi motivasi dan
memberikan kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien
dari halusinasi yang dialami sehingga pikiran pasien tidak terfokus dengan
halusinasinya khususnya pada pasien halusinasi pendengaran,
mempengaruhi pasien lain tetap focus dan menikmati aktivias yang
diberikan untuk mengikuti teman sekelompoknya sehingga halusinasi
dapat dialihkan (Sari,dkk, 2019)
Selain itu dalam penelitian Livina, dkk (2018) menyebutkan Terapi
aktivitas kelompok dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam
mengontrol halusinasi dan perubahan perilaku menjadi lebih adaptif. Hal
ini dikarenakan saat dilakukannya terapi aktivitas kelompok, terjadinya
interaksi antar pasien, dan juga dengan perawat sehingga dapat
menstimulasi persepsi pasien. Penatalaksanaan yang dilakukan kepada
pasien halusinasi bertujuan untuk mengontrol, mengurangi, atau bahkan
menghilangkan halusinasi yang dialami pasien terutama pada pasien
dengan halusinasi pendengaran.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, kemampuan klien dalam mengotrol
halusinasi merupakan hal yang yang sangat mempengaruhi dalam mengaruhi
suara halusinasi yang datang. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan pada
halusinasi betujuan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan tanda dan
gejala halusinasi yang dialami pasien gangguan halusinasi.
Dalam kasus diatas, di pengkajian penulis mengumpulkan data-data
terkait penyakit pasien dengan berbagai metode. Dari pengkajian tersebut
didapatkan data bahwa Pasien Ny. A (32 Tahun) masalah keperawatan yang
muncul adalah gangguan persepsi sensori : Halusinasi, Resiko Perilaku
Kekerasan, dan Harga Diri Rendah. Dari ketiga masalah keperawatan
tersebut yang menjadi masalah inti (core problem) dari pasien Ny. A (35
tahun) adalah gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran.
Berdasarkan diagnosa tersebut maka intervensi keperawatan dibuat
sesuai dengan teori dan diimplementasikan sesuai dengan kondisi klinis
pasien hingga evaluasi atas tindakan keperawatan yang telah dilakukan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

B. Saran
Semua manusia pasti pernah, bahkan seringkali mengalami masalah-
masalah yang dapat membuat manusia semakin dewasa, matang, dan cerdas
bila dihadapi dengan kepala dingin, rasional dan berpikir positif. Maka dari
itu penting sekali untuk berkepala dingin, berpikiran terbuka serta positif
dalam mengahadapi masalah agar kita dapat menemukan solusi atas masalah
yang dihadapi bukan malah berpikiran negatif.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Marisca. (2019). _Tingkat Pengetahuan Pasien dalam Melakukan Cara


Mengontrol dengan Perilaku Pasien Halusinasi Pendengaran. Jakarta
Selatan : STIKes Indonesia Maju. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan
Indonesia. Vol. 7 No. 4
Andri,dkk. (2019). Implementasi Keperawatan dengan pengendalian diri klien
halusinasi dengan pasien skizofrenia. Bengkulu. Universitas
Muhammadiyah Bengkulu. Jurnal Kesmas Asclepius (JKA). Volume 1,
Nomor 2
Livina, dkk. (2018). Peningkatan Kemampuan Pasien Dalam Mengontrol
Halusinasi Melalui Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi.
Semaranng : Jurnal Ners Widya Husada. Volume 5, No. 1, Hal. 35-40
Sari, dkk. (2019). Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Gejala Halusinasi
Pendengaran Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Rawat Inap Di
Yayasan Aulia Rahma Kemiling. Bandar Lampung : Universitas Mitra
Indonesia. Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung, Volume VII. No I
April 2019
Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.

Bandung: Refika Aditama.

Direja, Ade Herman Surya, (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed. 1.
Nuha Medika: Yoyakarta.
Fitria N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan. Jakarta : Salemba Medika.
Keliat, B A. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional JIWA. Jakarta:
EGC.
Kelliat, (2013) . Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Kusumawati, F. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Kusumawati, Farad, Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:

Salemba Medika
Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta: Nuha Medika

S. N. Ade Herma Direja. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Tambunan, Ermida Yanthi Boru. (2018). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien

dengan gangguan persepsi : halusinasi pendengaran di RSJ Dr.

Radjiman Wediodiningrat Lawang Malang. Jember : Universitas

Jember

Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Jakarta: Refika Aditama

Yusuf, Ahmad Dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai