Disusun oleh :
Kelompok 2
Dosen Pembimbing :
Marwan Riki Ginanjar, S.Kep.,Ns.,M.Kep
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di
dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu
dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan
ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa memang sangat
mengkhawatirkan (Yosep, 2007).
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah
suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional
secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan dengan
orang lain. Sedangkan menurut American Nurses Associations (ANA)
keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus dalam praktek keperawatan
yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri
sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa.
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk
menilai dan berespon pada realita. Klien tidak dapat membedakan
rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien juga tidak mampu untuk memberikan respon yang akurat,
sehingga tampak perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah penyerapan
(persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua panca indera dan terjadi disaat individu sadar penuh (Depkes dalam
Dermawan dan Rusdi, 2013)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012). Halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2012).
Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran
mencapai lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi penglihatan menduduki
peringkat kedua dengan rata-rata 20%. Sementara jenis halusinasi yang lain
yaitu halusinasi pengucapan, penghidu, perabaan, kinesthetic, dan cenesthetic
hanya meliputi 10%,(Muhith, 2015). Menurut Videbeck (2008) dalam Yosep
(2009) tanda pasien mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien tampak
berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga
karena pasien menganggap ada yang berbicara dengannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis
merumuskan bagaimana penatalaksanaan asuhan keperawatan pada klien
dengan masalah utama gangguan persepsi sensori: halusinasi.
C. TUJUAN
Adapun tujuan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Ny. A
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
b. Mampu melakukan analisa data dan menegakkan diagnosa
keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran
c. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada Ny. A dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada Ny. A dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. A dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
f. Mampu mendokumentasikan keperawatan pada Ny. A dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Teori
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan ransangan internal (pikiran) dan rangsangan ekternal (dunia
luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan
suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono,
2010).
2. Klasifikasi
Menurut Yusuf, dkk (2015), jenis halusinasi terdari dari:
a. Halusinasi Pendengaran
Halusinasi Pendengaran yaitu klien mendengar bunyi atau suara, suara
tersebut membicarakan tentang klien dan suara yang didengar dapat
berupa perintah yang memberitahu pasien untuk melakukan sesuatu,
kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai dirinya sendiri.
b. Halusinasi Penglihatan
Halusinasi Penglihatan yaitu klien melihat gambaran yang jelas atau
samar tanpa adanya stimulus yang nyata dari lingkungan, stimulus
dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometri, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks, melihat orang yang telah
meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuknya menakutkan.
c. Halusinasi Penciuman
Halusinasi Penciuman yaitu klien mencium sesuatu bau yang muncul
dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata.
d. Halusinasi Pengecapan
Halusinasi Pengecapan yaitu klien merasakan sesuatu yang tidak
nyata, biasanya merasakan rasa yang tidak enak.
e. Halusinasi Perabaan
Halusinasi Perabaan yaitu klien merasakan sesuatu pada kulitnya
tanpa stimulus yang nyata atau merasakan ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas.
3. Etiologi
Menurut (Yosep, 2011):
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehuidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
1) Faktor Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk di interprestasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untukmenentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009) pada klien dengan
halusinasi pendengaran adalah bicara atau tertawa sendiri, marah-marah
tanpa sebab, mendekatkan telinga kearah tertentu, menutup telinga,
mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.
Karakteristik perilaku yang dapat ditunjukan klien dan kondisi
halusinasi menurut Direja (2011).
a. Data Subyektif :
Klien mendengarkan suara atau bunyi tanpa stimulus nyata, melihat
gambaran tanpa stimulus yang nyata, mencium nyata stimulus yang
nyata, merasa makan sesuatu, merasa ada sesuatu pada kulitnya,takut
terhadap suara atau bunyi yang di dengar,ingin memukul dan
melempar barang.
b. Data Obyektif :
Klien berbicara, senyum dan tertawa sendiri, pembicaraan kacau dan
terkadang tidak masuk akal, tidak dapat membedakan hal yang nyata
dan tidak nyata, menarik diri dan menghindar dari orang lain,
disorientasi, tidak bisa memusatkan perhatian atau konsentrasi
menurun, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung, ekpresi wajah
tegang, muka merah dan pucat, tidak mampu melakukan aktifitas
mandiri dan kurang mengontrol diri, menunjukan perilaku, merusak
diri dan lingkungan.
5. Komplikasi
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
ingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya
yang meminta dia untuk melakuka sesuatu hal diluar kesadarannya
(Prabowo, 2014). Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Keliat,
2012).
6. Rentang Respon
9. Penatalaksanaan
Terapi dalam jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dan
farmakologi, tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas yang
sesuai dengan gejala atau penyakit klien yang akan mendukung penyembuhan
klien jiwa. Pada terapi tersebut juga harus dengan dukungan keluarga dan
sosial akan memberikan peningkatan penyembuhan karena klien akan merasa
berguna dalam masyarakat dan tidak merasa diasingkan dengan penyakit yang
dialaminya (Kusmawati & Hartono, 2010).
a. Psikofarmakologis
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat.
Obat yang digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan
psikofarmaka atau psikotropika atau pherentropika. Terapi gangguan
jiwa dengan menggunakan obat-obatan disebut dengan
psikofarmakoterpi atau medikasi psikotropika yaitu obat yang
mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental penderita
karena kerjanya pada otak/sistem saraf pusat. Obat bias berupa
haloperidol, Alprazolam, Cpoz, Trihexphendyl.
b. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
ganggua jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladatif
menjadi perilaku adaptif dengan melakuakn tindakan yang di tujukan
pada kondisi fisik kien.
c. Terapi modalitas
Terapi utama dalam keperawatan jiwa, yang diberikan dalam upaya
mengubah perilaku klien dan perilaku maladaptif menjadi perilaku
adaptif. Jenis terapi meliputi: terapi aktivitas (musik, seni,menari,
relaksasi, sosial), psikososial, psikoterapi, terapi perilaku kelompok,
terapi keluarga, terapi rehabilitas, terapi psikodrama, terapi
lingkungan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data subjektif dan objetif
secara sistematis dengan tujuan membuat penetuan tindakan keperawatan
bagi individu, keluarga, dan komunitas dengan cara mengeksplorasi data
yang didapat dari klien baik secara fisik maupun bio-psiko-spiritual
(Damayanti & Iskandar, 2014)
2. Intervensi
TUK 1 : Setelah 3x interaksi klien Bina hubungan saling percaya Kepercayaan dari pasien
Klien dapat menunjukkan tanda-tanda dengan menggunakan prinsip merupakan hal yang mutlak
membina percaya kepada perawat komunikasi teraupetik serta akan memudahkan
hubungan saling 1. Ekspresi wajah bersahabat 1. Sapa klien dengan ramah dalam pendekatan dan
percaya 2. Menunjukkan rasa senang baik verbal maupun non tindakan keperawatan kepada
3. Ada kontak mata verbal klien
4. Mau berjabat tangan 2. Perkenalkan nama
5. Mau menyebut nama lengkap, nama panggilan
6. Mau menjawab salam yang disukai klien
7. Mau duduk berdampingan 3. Buat kontrak yang jelas
dengan perawat 4. Tunjukkan sikap jujur dan
8. Bersedia mengungkapkan menepati janji setiap kali
masalah yang dihadapi berinteraksi
5. Tunjukkan sikap empati
dan menerima apa adanya
TUK 2 : Setelah 3x interaksi pasien 1. Kontak yang sering dan 1. Kepercayaan klien
Klien dapat menyebutkan isi, waktu, singkat secara bertahap kepada perawat dapat
mengenal frekuensi dan situasi serta 2. Observasi tingkah laku diperoleh ddari kontak
halusinasi kondisi yang menimbulkan klien terkait dengan yang sering
halusinasi halusinasinya. Jika 2. Tingkah laku pasien
ditemukan klien sedang terkait halusinasinya
berhalusinasi tanyakan: menunjukkan isi, waktu,
a. Apakah klien frekuensi sertakan situasi
mengalami sesuatu? dan kondisi yang
b. Jika klien menjawab menimbulkan halusinasi
“iya” tanyakan apa
yang dialaminya
TUK 3 : Setelah 3x interaksi klien 1. Upaya untuk memutus 1. Reinforcement dapat
Klien dapat menyatakan perasaan dan siklus halusinasi sehingga meningkatkan harga diri
mengendalikan respon saat mengalami halusinasi tidak berlanjut klien
halusinasinya halusinasi yaitu marah, takut, 2. Diskusikan manfaat cara 2. Diskusikan cara baru
sedih, senang, cemas dan yang digunakan klien jika untuk memutus timbulnya
jengkel bermanfaat berikan pujian halusinasi
1. Klien dapat menyebutkan 3. Katakan “saya tidak mau
tindakan yang biasanya dengar kau” pada saat
dilakukan untuk halusinasi muncul
mengendalikan halusinasinya 4. Menemui perawat/orang
2. Klien dapat menyebutkan lain, teman/anggota
cara baru keluarga yang lain untuk
3. Klien dapat memilih cara bercakap-cakap atau
mengatasi halusinasi seperti mengatakan halusinasi
yang telah di diskusikan yang didengar
dengan klien 5. Membuat jadwal sehari-
4. Klien dapat melakukan cara hari agar halusinasi tidak
yang telah dipilih untuk sempat muncul
mengendalikan halusinasinya 6. Meminta keluarga, teman,
5. Klien dapat mengetahui perawat jika tampak
aktivitas kelompok berbicara sendiri
TUK 4 : 1. Keluarga dapat saling 1. Membina hubungan 1. Hubungan saling percaya
Klien dapat percaya dengan perawat saling percaya dengan merupakan dasar untuk
dukungan dari 2. Keluarga dapat menyebutkan nama, memperlancar hubungan
keluarga dalam menyebutkan pengertian, tujuan pertemuan dengan interaksi selanjutnya
mengatasi tanda dan tindakan untuk sopan dan ramah. 2. Anjurkan klien
halusinasinya mengendalikan halusinasi menceritakan
3. Efektivitas cara dalam halusinasinya kepada
menyelesaikan masalah keluarga
3. Untuk mendapatkan
bantuan keluarga dalam
mengontrol halusinasinya
4. Diskusikan halusinasinya
pada saat tenang
a. Pengertian halusinasi
b. Gejala halusinasi
yang dialami klien
c. Cara yang dapat
dilakukan klien dan
keluarga untuk
memutus halusinasi
d. Cara merawat
anggota keluarga
yang berhalusinasi di
rumah, misalkan:
beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri,
makan bersama,
berpergian bersama.
e. Beri informasi waktu
follow up atau kapan
perliu medapat
bantuan: halusinasi
tidak terkontrol dan
resiko mencederai
diri, orang lain dan
lingkungan
TUK 5 : 1. Klien dan keluarga dapat 1. Diskusikan dengan klien 1. Dengan menyebutkan
Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan keluarga tentang dosis dosis, frekuensi dan
memanfaatkan dan efek samping obat dan frekuensi serta manfaat obat diharapkan
obat dengan 2. Klien dapat manfaat minum obat klien melaksanakannya
baik mendemonstrasikan 2. Anjurkan klien minta
penggunaan obat dengan sendiri obat dengan
benar perawat
3. Klien mendapatkan 3. Nilai kemampuan klien
informasi tentang efek dalam pengobatannya
samping obat sendiri
4. Klien dapat memahami 4. Anjurkan klien untuk
akibat berhenti minum obat bicara dengan dokter
tanpa konsultasi tentang manfaat obat
5. Klien dapat menyebutkan 5. Dengan mengetahui efek
prinsip 5 benar penggunaan samping, klien akan tahu
obat apa yang harus dilakukan
setelah minum obat
6. Diskusikan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi dengan
dokter
7. Program pengobatan
dapat berjalan dengan
lancar
8. Bantu klien menggunakan
obat dengan prinsip 5
benar (benar dosis, benar
obat, benar waktunya,
benar caranya dan benar
pasiennya.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
HALUSINASI
A. Klien
SP I
1. Identifikasi halusinasi klien: isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, obat bercakap-cakap,
melakukan kegiatan
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik
SP II
1. Ealuasi kegiatan menghardik. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis,
guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik dan minum
obat
SP III
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dg bercakap-cakap saat terjadi
halusinasi
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat
dan bercakap-cakap
SP IV
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap. Beri
pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dg melakukan kegiatan harian (mulai 2
kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dan kegiatan harian
SP V
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap &
kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol
B. Keluarga
SP I
1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan proses terjadinya
halusinasi (gunakan booklet)
3. Jelaskan cara merawat klien halusinasi
4. Latih cara merawat halusinasi: hardik
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP II
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik.
Beri pujian
2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
3. Latih cara memberikan/ membimbing minum obat
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP III
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik
dan memberikan obat. Beri pujian t
2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi
3. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutama saat
halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP IV
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik,
memberikan obat & bercakap-cakap. Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP V
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik &
memberikan obat & bercakap-cakap & melakukkan kegiatan harian dan
follow up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM
BAB III
TINJAUAN ASKEP
A. INTERVENSI
N DX TUJUAN KRITERIA INTERVENSI
O KEPERAWATAN EVALUASI
1. Gangguan Sensori TUM: Setelah dilakukan Bina hubungan
Persepsi: Halusinasi Klien tidak satu kali interaksi saling percaya
Pendengaran mencederai diri, klien mampu dengan
orang lain, atau membina hubungan menggunakan
lingkungan saling percaya prinsip
TUK: dengan perawat, komunikasi
Klien dapat dengan k riteria terapeutik
membina hasil: a. Sapa klien
hubungan saling - Membalas sapaan dengan ramah,
percaya perawat baik verbal
- Ekspresi wajah maupun non
bersahabat dan verbal
senang b. Perkenalkan
- Ada kontak mata diri dengan
- Mau berjabat sopan
tangan c. Tanyakan
- Mau nama lengkap
menyebutkan nama klien dan nama
- Klien mau duduk panggilan
berdampingan kesukaan klien
dengan perawat d. Jelaskan
- Klien mau maksud dan
mengutarakan tujuan
masalah yang berinteraksi
dihadapi e. Berikan
perhatian pada
klien,
perhatikan
kebutuhan
dasarnya
2. Beri
kesempatan
klien
mengungkapkan
perasaannya
3. Dengarkan
ungkapan klien
dengan empati
B. IMPLEMENTASI
N TANGGAL DAN JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
O KEPERAWATAN
1. Membina hubungan S: - pasien mau
saling percaya dengan memperkenalkan
pasien dirinya
2. Membantu pasien - Pasien mau
mengenal halusinasi, isi, menceritakan isi,
jenis, waktu, frekwensi jenis, waktu,
halusinasi frekuensi
3. Menjelaskan cara cara halusinasi
mengontrol halusinasi O: Pasien dapat
4. Mengajarkan pasien memperagakan
mengontrol halusinasi cara menghardik
dengan cara pertama: - Pasien mampu
menghardik halusinasi mengenal isi,
jenis, waktu, dan
frekwensi
halusinasi.
- Pasien
mengetahui cara
mengontrol
halusinasi
A: Masalah
halusinasi belum
teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
1. Evaluasi cara
menghardik
2. Lanjutkan SP 2
- Evaluasi jadwal
kegiatan harian
pasien
- Melatih
mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap
- Menganjurkan
memasukkan
jadwal kegiatan
harian
1. Mengevaluasi cara S: Pasien
mengontrol halusinasi mengatakan
dengan cara menghardik mengerti cara
2. Melatih pasien mengontrol
mengontrol halusinasi halusinasi yang
dengan cara kedua: pertama dan
bercakap-cakap kedua
3. Menganjurkan O:
memasukkan kejadwal - Pasien dapat
latihan harian memperagakan
cara mengontrol,
menghardik dan
bercakap-cakap
- Pasien tidak
banyak melamun
A: Masalah
halusinasi belum
teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
- Evaluasi
kegiatan harian
yang sudah
dimasukkan
jadwal
- Melatih
mengontrol
halusinasi dengan
cara melakukan
kegiatan
- Memasukkan
jadwal
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai uraian kasus secara narasi dengan
sedikit membandingkan antara kasus dimiliki dengan teori/penelitian terdahulu
Pemberian asuhan keperawatan diberikan pada pasien Ny. A berusia 35 tahun
dengan masalah keperawatan gangguan persepsi sensori : Halusinasi.
A. Pengkajian Keperawatan
Data diperoleh saat pengkajian pada tanggal 22 Oktober 2020 dengan
metode wawancara, observasi langsung maupun catatan medis.. Data
pengkajian yang didapat dominan menunjukkan masalah keperawatan
gangguan persepsi sensori: Halusinasi.
Data didukung dengan data objektif berupa klien tampak sering
menyendiri, berbicara dan tersenyum sendiri, gelisah dan takut maupun data
subjektif yang berupa klien mengatakan bahwa ia sering mendengar suara
bisikan yang menyuruhnya untuk memukul anaknya, klien merasa takut bila
mendengar suara itu muncul. Klien mengatakan suara tersebut muncul
biasanya saat pagi hari ketiaka ia tidak ada kegiatan atau sedang sendiri.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat
profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan
pasien, baik aktal maupun potensial yang ditetapkan berdasarkan analisa dan
pengkajian (Asmadi, 2008).
Setelah data dikumpulkan melalui proses pengkajian dan analisa data
maka diganosa ditegakkan disesuaikan dengan teori dan juga kasus. Maka
diagnosa keperawatan yang muncul adalah Gangguan persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran. Diagnosa tersebut ditegakkan karena alasan utama
dari pasien masuk rumah sakit, karena pasien sering mendengar ada bisikan
yang menyuruhnya untuk memukul anaknya, pasien juga mengatakan ia
merasa takut dengan suara-suara tersebut dan suara tersebut muncul di pagi
hari ketika ia sedang sendiri atau tidak ada kegiatan,
C. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan
terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa
keperawatan yang telah ditegakkan. Adapun intervensi keperawatan atau
strategi pelaksanaan yang dilakukan pada pasien Ny. A (35 Tahun) dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran adalah :
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, kemampuan klien dalam mengotrol
halusinasi merupakan hal yang yang sangat mempengaruhi dalam mengaruhi
suara halusinasi yang datang. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan pada
halusinasi betujuan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan tanda dan
gejala halusinasi yang dialami pasien gangguan halusinasi.
Dalam kasus diatas, di pengkajian penulis mengumpulkan data-data
terkait penyakit pasien dengan berbagai metode. Dari pengkajian tersebut
didapatkan data bahwa Pasien Ny. A (32 Tahun) masalah keperawatan yang
muncul adalah gangguan persepsi sensori : Halusinasi, Resiko Perilaku
Kekerasan, dan Harga Diri Rendah. Dari ketiga masalah keperawatan
tersebut yang menjadi masalah inti (core problem) dari pasien Ny. A (35
tahun) adalah gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran.
Berdasarkan diagnosa tersebut maka intervensi keperawatan dibuat
sesuai dengan teori dan diimplementasikan sesuai dengan kondisi klinis
pasien hingga evaluasi atas tindakan keperawatan yang telah dilakukan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
B. Saran
Semua manusia pasti pernah, bahkan seringkali mengalami masalah-
masalah yang dapat membuat manusia semakin dewasa, matang, dan cerdas
bila dihadapi dengan kepala dingin, rasional dan berpikir positif. Maka dari
itu penting sekali untuk berkepala dingin, berpikiran terbuka serta positif
dalam mengahadapi masalah agar kita dapat menemukan solusi atas masalah
yang dihadapi bukan malah berpikiran negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ade Herman Surya, (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed. 1.
Nuha Medika: Yoyakarta.
Fitria N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan. Jakarta : Salemba Medika.
Keliat, B A. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional JIWA. Jakarta:
EGC.
Kelliat, (2013) . Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Kusumawati, F. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Kusumawati, Farad, Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Medika.
Tambunan, Ermida Yanthi Boru. (2018). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien
Jember
Yusuf, Ahmad Dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.