Disusun Oleh :
Kelompok III :
1. Fajar Aris Sulistyo G01.2005.01774
2. Siti Masudah G01.2005.01781
3. Eka Sulistyawati G01.2005.01759
4. Nur Faizah G01.2005.01786
5. Fitriyani Firdaus G01.2005.01772
A. Latar Belakang
Profesi keperawatan membantu individu secara utuh bukan hanya
merawat penyakitnya tetapi lengkap dengan semua aspek yaitu bio psikososial
kultural spiritual yang akan berespon terhadap status kesehatan yang
berfluktuasi sepanjang rentang sehat-sakit. Berbagai terapi keperawatan
dikembangkan & difokuskan pada klien secara individu, kelompok keluarga
maupun komunitas.
Perilaku kekerasan merupakan konsep dasar yang perlu diketahui
perawat untuk mengerti perilaku dan pandangan klien terhadap dirinya.,
masalahnya serta lingkungan. Respon individu terhadap stimulus atau stressor
dapat dianalisa dari berbagai komponen perilaku kekerasan sehingga perawat
merencanakan asuhan yang lebih tajam dan berkualitas. Disadari atau tidak,
kesehatan jiwa merupakan kondisi yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia. Sebab adalah wajar dan manusiawi jika seseorang atau
individu menginginkan kesejahteraan sepenuhnya baik fisik, mental,
emosional sosial dan spiritual.
Atas dasar fenomena diatas, kelompok tertarik untuk mengangkat
Asuhan keperawatan Jiwa dengan gangguan perilaku kekerasan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan adalah:
1. Tujuan Umum
Agar para perawat mampu memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien dengan perilaku kekerasan sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Prosedur).
2. Tujuan Khusus
Agar para pembaca pada umumnya dan perawat pada khususnya mampu
menjelaskan tentang :
a. Pengertian perilaku kekerasan
b. Proses terjadinya kekerasan
c. Pengkajian masalah perilaku kekerasan
d. Rencana tindakan keperawatan
e. Pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi
f. Evaluasi
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan
dengan mengambil bahan-bahan dari berbagai buku melalui studi literatur
atau kepustakaan.
D. Sistematika Penulisan
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II KONSEP TEORI
A. Definisi
B. Proses Terjadinya Masalah
C. Manifestasi Klinis
D. Pohon Masalah
E. Diagnosa Keperawatan
F. Rencana Tindakan
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Masalah Keperawatan
C. Pohon Masalah
D. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan dan Evaluasi
E. Implementasi dan Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri atau
orang lain (Towsend Marry C, 1998).
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1992).
Amuk adalah ekspresi wajah maladaptive dengan kemurahan yang
tidak terkontrol disertai perilaku kekerasan yang dapat membahayakan secara
fisik diri sendiri atau orang lain (Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes, 1996).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada klien perilaku kekerasan meliputi 5 aspek, yaitu:
1. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
2. Fisik
Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keluar keringat, sakit fisik,
tekanan darah meningkat.
3. Intelektual
Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
4. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
(Budi Anna Keliat, 1998)
D. Pohon Masalah
E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan tidak berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
2. Perilaku kekerasan dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah.
E. Rencana Keperawatan
Nama Klien : Diagnosis Medis :
Ruang : No. Catatan Medik :
9. Klien dapat 9.1 Klien dapat menyebutkan 9.1.1 Diskusikan dengan klien
mendemonstrasikan jenis, dosis, dan waktu tentang jenis obat yang
kepatuhan minum minum obat serta manfaat diminumnya (nama, warna,
obat untuk dari obat itu (prinsip 5 benar, besarnya); waktu minum obat
mencegah perilaku benar orang, obat, dosis, (jika 3 kali: pkl.07.00,
kekerasan waktu dan cara pemberian) 13.00,19.00 cara minum obat
Nama Klien : Diagnosis Medis :
Ruang : No. Catatan Medik :
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan tanggal 25 November 2007, pukul 11.30 WIB.
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : STM
Alamat : Tlogoweru 7/2 Guntur, Demak
Tanggal masuk : 22 Desember 2007
Pekerjaan : Swasta
b. Situasi Lingkungan
Sibuk, dapat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai atau pekerjaan.
(Budi Anna Keliat, 1998)
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada klien perilaku kekerasan meliputi 5 aspek, yaitu:
1. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
2. Fisik
Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keluar keringat, sakit fisik,
tekanan darah meningkat.
3. Intelektual
Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
4. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
(Budi Anna Keliat, 1998)
H. Pohon Masalah
F. Pengkajian Fokus
1. Demografi
Jika enema retensi diberikan (kolon merupakan tempat utama untuk
pertukaran kalium), kateter rectal yang memiliki balon dapat diresepkan
untuk memfasilitasi retensi jika diperlukan. Pasien harus menahan resin
selama 30 sampai 45 menit untuk meningkatkan pengambilan kalium.
Setelah itu, bersihan enema diresepkan untuk menghilangkan resin
kayaxalate untuk mencegah empaksi fekal.
2. Riwayat kesehatan
- Pasien yang kadar serum kaliumnya tinggi dan meningkat
memerlukan hemodialisis, peritoneal dialysis, atau hemofiltrasi
dengan segera.
- Glukosa, insulin atau kalsium glukonat secara intravena dapat
digunakan sebagai tindakan darurat sementara untuk menangani
hiperglikemia. Glukosa dan insulin mendorong kalium kedalam sel-
sel, sehingga kadar serum kalium menurun sementara sampai kalium
diambil melalui proses dialysis. Kalium akan keluar dari sel dan
kembali meningkat sampai ke tingkat yang berbahaya kecuali diambil
melalui proses dialysis. Kalsium glukonat membantu melindungi hati
dari efek tingginya kadar serum kalium.
- Natrium bikarbonat dapat diberikan untuk menaikkan ph plasma,.
Natrium bikarbonat meningkatkan ph, menyebabkan kalium bergerak
kedalam sel, sehingga kadar serum kalium pasien menurun. Ini
merupakan terapi jangka panjang lain, seperti pembatasan diet dan
dialysis.
- Semua produk kalium eksternal dihilangkan atau dikurangi.
3. Data fokus
Mempertahankan keseimbangan cairan. Penatalaksanaan
keseimbangan cairan didasarkan pada berat harian, pengukuran
tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,
tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan
parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka, dan
perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantian cairan. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru dan
hilang sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga
dipertimbangkan dalam penatalaksanaan cairan.
Kelebihan cairan. Dapat dideteksi melalui temuan klinis seperti
dispnea, takikardia, dan distensi vena leher. Paru-paru auskultasi akan
adanya tanda krekles basah. Karena edema pulmonal dapat
diakibatkan oleh pemberian cairan parenteral yang berlebihan, maka
kewaspadaan penggunaannya harus ditingkatkan untuk mencegah
kelebihan cairan. Terjadinya edema seluruh tubuh dikaji dengan
pemeriksaan area prasakaral dan partibial beberapa kali dalam sehari.
Pertimbangan nutrisional. Diet protein dibatasi sampai 1g/kg selama
fase oligurik untuk menurunkan pemecahan protein dan mencegah
akumulasi produk akhir toxic. Kebutuhan kalori dipenuhi dengan
pemberian diet tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek
samping terhadap protein yang luas (pada diet tinggi karbohidrat,
protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi dibagi
untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan
mengandung kalium dan fosfat (pisang, buah dan jus jeruk, kopi)
dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2g/hari. Pasien
mungkin memerlukan nutrisi parenteral total.
Cairan iv dan diuretic. Aliran darah ke ginjal yang adekuat pada
banyak pasien dapat dipertahankan melalui cairan intravena dan
medikasi. Manito, furosemid, atau asam etrakinik dapat diresepkan
untuk mengawali diuresis dan mencegah atau mengurangi gagal ginjal
berikutnya. Jika gagal ginjal akut disebabkan oleh hipovolemia akibat
hipoproteinemia, infuse albumin dapat diresepkan. Syok dan infeksi
ditangani, jika ada.
Disusun Oleh :
Nama : La Ode Hendi K.
NIM : G01.2005.01787
A. Pengertian
Idiopathic Respiratory Distress Syndrome (IRDS) / Penyakit
Membran Hialin merupakan gejala yang terjadi dari dispnea atau hiperpnea
dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali/menit, stanosis, merintih waktu
ekspirasi (experatory grunting) dan retraksi di daerah epigastrium, sprasternal,
interkostal pada saat inspirasi. Syndrom ini adanya kelainan di dalam paru.
Apabila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara
ke dalam paru.
B. Etiologi
Penyebab IRDS atau PMH adalah kekurangan surfaktan, suatu zat
aktif pada alveok yang mencegah kolaps paru.
IRDS atau PMH seringkali terjadi pada bayi prematur, karena
produksi surfaktan yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22 baru
mencapai jumlah cukup atau menjelang cukup bulan. Makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya PMH atau IRDS.
Kelainan ini merupakan penyebab utama kematian.
C. Patofisiologi
Seperti telah disebut diatas, penyebab IRDS adalah kekurangan
surfaktan paru. Surfaktan adalah zat yang memegang dalam pengembangan
paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protain, karbohidrat dan
lemak. Fungsi surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan
alveolus hingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara pada
akhir ekspirasi. Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin. Defisiensi zat
surfaktan yang ditemukan pada IRDS akan menyebabkan kemampuan paru
untuk mempertahankan stabilitas menjadi terganggu, alveolus akan kembali
kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya
dibutuhkan tekanan negatif intra toraks yang lebih besar dan disertai usaha
inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya
hipoksia ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2, dan Asidosis.
Hipoksia akan menimbulkan:
a. Oksigenisasi jaringan menurun sehingga terjadi metabolisme anaerdak
yang menimbulkan asam laktat dan asam organik lain yang menyebabkan
terjadinya asidosis metabolik bayi.
b. Kerusakan endotel kapiler dan epitel alveolus yang akan menyebabkan
terjadi transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya
fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk
suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga
menyebabkan gangguan sirkulasi darah dari dan ke jantung.
Secara singkat patofisiologi dapat dilukiskan sebagai berikut :
Atelektasis Hipoksemia Hipoksia Asidosis Transudasi
Penurunan aliran darah paru Hambatan pembentukan zat surfaktan
Atelektasis.
Hal ini berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.
D. Manifestasi Klinik
PMH atau IRDS umumnya terjadi pada bayi premature dengan berat
badan 1000-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Gangguan
pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang
karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik
maka gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama. Bayi tampak
dispnea dan hiperpnea, sianosis karena pirau vena arteri dalam paru atau
jantung, retraksi suprasternal, epigastrum, interkostal & merintih. Tanda lain
yang dapat terjadi adalah bradikardia, hipotensi, kardiomegali, edema
terutama di daerah dorsal tangan dan kaki, hipotermia dan tonus yang
menurun. Gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi.
E. Penatalaksanaan
Medik
Tindakan yang perlu dilakukan ialah:
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Dengan cara meletakkan bayi
dalam incubator, kelembaban ruangan yang harus adekuat (70-80%).
2. Pemberian oksigen (O2) yang sebaiknya dilakukan dengan pemeriksaan
analisis gas darah arteri pada PMH / IRDS berat diperlukan bantuan
pernafasan dengan respirator.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostatis dan menghindari dehidrasi.
4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan adalah pemberian surfaktan eksogen
(surfaktan dari luar)
Keperawatan
Bayi dengan PMH / IRDS adalah bayi premature kecil pada umumnya dengan
berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36
minggu. Oleh karena itu, bayi itu tergolong bayi risiko tinggi.
Tatalaksana Perawatan Bayi Premature adalah:
1. Dirawat dalam incubator dengan suhu optimum, tidak dipakaikan baju
agar memudahkan pengamatan (gerakan dada / perut bayi)
2. Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperpnea segera berikan O 2
secara rumat sampai 2 l per menit.
3. Bila bayi menderita asedosis metabolik serta kekurangan cairan sebagai
akibat bayi dalam mampu minum. Perlu di pasang infus dengan cairan
glukosa 5% - 10% dan bikarbonas natrikus 11/2% dalam perbandingan
4:1. Banyaknya cairan disesuaikan dengan umur dan berat badan yaitu 60-
125 ml/kg BB/hari.
F. Pengkajian
1. Demografi
a. Usia pada bayi premature
b. Jenis kelamin
c. Pekerjaan
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat afaksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir
kehamilan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah
lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam.
3. Data fokus
a. Pola Nutrisi : Nutrisi kurang dari kebutuhan
b. Pola Eliminasi : BAK terjadi penurunan output urin
c. Pola Pernafasan : Kurang hidung retraksi superkosta dengan,
ekspiratory.
d. Pola Metabolik : Sianosis, takikardi, hipotensi sistemik.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Kajian Foto Toraks
- Pola retikulagranular difus bersama kronkogram udara yang saling
tumpang tindih
- Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat inflasi paru buruk
- Kemungkinan terdapat kardiogali bila sistem lain yang terkena bayi
dari ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung dan kongestif.
- Bayangan timus yang besar
b. Gas darah arteri, asidosis, respiratory & metabolik
c. Hitung darah lengkap
d. Elektrolit, kalsium, kalium, glukosa serum
H. Dx. Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b/d peranan fungsi paru
b. Perubahan Nutrisi : kurang dari kebutuhan nutrisi tubuh b/d sistem
pencernaan Kulit tipis Sistem pencernaan
Risiko Infeksi Bayi Prematur
belum sempurna
c. Status hemodinamik yang tidak stabil b/d sedasi yang berlebihan,
analgesia
d. Infeksi b/dJaringan
ketidakberhasilan
lemak upaya penyapihan
Hipoksia sebelumnya Belum
Belum bisa
bisa
belum terbentuk menghisap
menghisap
I. Pathway Keperawatan
Pengaturan suhu IRDS Risiko nutrisi kurang
belum sempurna
dari kebutuhan
Penurunan fungsi
Sianosis
tubuh
Hipotermi Gangguan
pernafasan
J. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan fungsi paru
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
sistem pencernaan belum sempurna
c. Hiportemi : berhubungan dengan sianosis
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pengaturan suhu belum sempurna