Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH

UTAMA – PERILAKU KEKERASAN PADA Tn. H


DI RUANG II / DEWARUCI RSJD
AMINO GONDHOHUTOMO SEMARANG

Disusun Oleh :
Kelompok III :
1. Fajar Aris Sulistyo G01.2005.01774
2. Siti Masudah G01.2005.01781
3. Eka Sulistyawati G01.2005.01759
4. Nur Faizah G01.2005.01786
5. Fitriyani Firdaus G01.2005.01772

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2008
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Profesi keperawatan membantu individu secara utuh bukan hanya
merawat penyakitnya tetapi lengkap dengan semua aspek yaitu bio psikososial
kultural spiritual yang akan berespon terhadap status kesehatan yang
berfluktuasi sepanjang rentang sehat-sakit. Berbagai terapi keperawatan
dikembangkan & difokuskan pada klien secara individu, kelompok keluarga
maupun komunitas.
Perilaku kekerasan merupakan konsep dasar yang perlu diketahui
perawat untuk mengerti perilaku dan pandangan klien terhadap dirinya.,
masalahnya serta lingkungan. Respon individu terhadap stimulus atau stressor
dapat dianalisa dari berbagai komponen perilaku kekerasan sehingga perawat
merencanakan asuhan yang lebih tajam dan berkualitas. Disadari atau tidak,
kesehatan jiwa merupakan kondisi yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia. Sebab adalah wajar dan manusiawi jika seseorang atau
individu menginginkan kesejahteraan sepenuhnya baik fisik, mental,
emosional sosial dan spiritual.
Atas dasar fenomena diatas, kelompok tertarik untuk mengangkat
Asuhan keperawatan Jiwa dengan gangguan perilaku kekerasan.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan adalah:
1. Tujuan Umum
Agar para perawat mampu memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien dengan perilaku kekerasan sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Prosedur).
2. Tujuan Khusus
Agar para pembaca pada umumnya dan perawat pada khususnya mampu
menjelaskan tentang :
a. Pengertian perilaku kekerasan
b. Proses terjadinya kekerasan
c. Pengkajian masalah perilaku kekerasan
d. Rencana tindakan keperawatan
e. Pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi
f. Evaluasi

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan
dengan mengambil bahan-bahan dari berbagai buku melalui studi literatur
atau kepustakaan.

D. Sistematika Penulisan
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II KONSEP TEORI
A. Definisi
B. Proses Terjadinya Masalah
C. Manifestasi Klinis
D. Pohon Masalah
E. Diagnosa Keperawatan
F. Rencana Tindakan
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Masalah Keperawatan
C. Pohon Masalah
D. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan dan Evaluasi
E. Implementasi dan Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri atau
orang lain (Towsend Marry C, 1998).
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1992).
Amuk adalah ekspresi wajah maladaptive dengan kemurahan yang
tidak terkontrol disertai perilaku kekerasan yang dapat membahayakan secara
fisik diri sendiri atau orang lain (Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes, 1996).

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Rentang Respon Marah

Respon adaptif Respon maladaptif

Peringatan Frustasi Pasif Agresif Amuk


(Assertion)

Respon marah yang adaptif meliputi:


a. Peringatan (assertion)
Adalah respon marah dimana individu mampu mengatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa mengalahkan atau
menyakiti orang lain yang akan memberikan ketegangan bagi
individu.
b. Frustasi
Adalah respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan
kepuasan atau rasa aman, individu tidak menemukan alternatif lain.
Respon marah maladaptif meliputi:
a. Pasif
Adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari
suatu tuntutan jiwa.
b. Agresif
Adalah suatu perilaku yang menyertai rasa marah merupakan
dorongan mental untuk bertindak (dapat bertindak secara deskruktif /
konstruktif) dan masih dapat terkontrol.
c. Amuk
Adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang
kontrol dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
2. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis : Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian dapat timbul agresif / amuk.
b. Perilaku reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan
sering mengobservasi kekerasan di rumah / di luar rumah. Semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya: Budaya tertutup, membahas secara diam dan kontrol
sering yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima.
d. Neurobiologis : Banyak terdapat bahwa kerusakan sistem lingkungan,
lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitor
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
3. Faktor Presipitasi
Dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang tua.
a. Kondisi klien
Seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, kurang.
b. Situasi Lingkungan
Sibuk, dapat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai atau pekerjaan.
(Budi Anna Keliat, 1998)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada klien perilaku kekerasan meliputi 5 aspek, yaitu:
1. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
2. Fisik
Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keluar keringat, sakit fisik,
tekanan darah meningkat.
3. Intelektual
Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
4. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
(Budi Anna Keliat, 1998)

D. Pohon Masalah

Resiko mencederai orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan Core problem

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji:


1. Resiko mencederai orang lain dan lingkungan
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada orang
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data objektif
1) Mata merah, wajah agak merah
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri atau orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan atau amuk
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data subjektif
1) Mata merah, wajah agak merah
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri atau orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
a. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.

E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan tidak berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
2. Perilaku kekerasan dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah.
E. Rencana Keperawatan
Nama Klien : Diagnosis Medis :
Ruang : No. Catatan Medik :

Tgl No. Diagnosis Perencanaan


Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5 6
Risiko perilaku TUM
Mencederai diri sendiri Klien tidak mencederai
berhubungan dengan diri sendiri
perilaku kekerasan TUK
1. Klien dapat membina 1.1 Klien mau membalas salam 1.1.1 Beri salam / panggil nama
hubungan saling 1.2 Klien mau menjabat tangan 1.2.1 Sebutkan nama perawat
percaya sambil jabat tangan
1.3 Klien mau menyebutkan 1.3.1 Jelaskan maksud hubungan
nama interaksi
1.4 Klien mau tersenyum 1.4.1 Jelaskan tentang kontrak
yang akan dibuat
1.5 Klien mau kontak mata 1.5.1 Beri rasa aman dan sikap
empati
1.6 Klien mau mengetahui 1.6.1 Lakukan kontak singkat
nama perawat tapi sering
2. Klien dapat 2.1 Klien mengungkapkan 2.1.1 Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi perasaannya. mengungkapkan
penyebab perilaku perasaannya.
kekerasan
2.2 Klien dapat 2.2.1 Bantu klien untuk
mengungkapkan penyebab mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel / kesal perasaan jengkel / kesal
(dari diri sendiri,
lingkungan, atau orang lain)

3. Klien dapat 3.1 Klien dapat 3.1.1 Anjurkan klien


mengidentifikasi tanda mengungkapkan perasaan mengungkapkan apa yang
dan gejala perilaku saat marah / jengkel dialami dan dirasakannya
kekerasan saat jengkel / marah
3.1.2 Sebutkan nama perawat
sambil jabat tangan
3.2 Klien dapat menyimpulkan 3.2.1 Simpulkan bersama klien
tanda dan gejala jengkel / tanda dan gejala jengkel /
kesal yang dialaminya kesal yang dialami klien
4. Klien dapat 4.1 Klien dapat 4.1.1 Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi mengungkapkan perilaku mengungkapkan perilaku
perilaku kekerasan kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa
yang biasa dilakukan dilakukan dilakukan klien (verbal,
pada orang lain, pada
lingkungan, dan pada diri
sendiri)
4.2 Klien dapat bermain peran 4.2.1 Bantu klien bermain peran
sesuai perilaku kekerasan sesuai dengan perilaku
yang biasa dilakukan kekerasan yang biasa
dilakukan
Nama Klien : Diagnosis Medis :
Ruang : No. Catatan Medik :

Tgl No. Diagnosis Perencanaan


Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5 6
4.3 Klien dapat mengetahui 4.3.1 Bicarakan dengan klien,
cara yang biasa dilakukan apakah dengan cara yang
untuk menyelesaikan klien lakukan masalahnya
masalah selesai
5. Klien dapat 5.1 Klien dapat menjelaskan 5.1.1 Bicarakan akibat / kerugian
mengidentifikasi akibat akibat dari cara yang biasa dari cara yang dilakukan
perilaku kekerasan digunakan klien klien
- Akibat pada klien 5.1.2 Bersama klien
sendiri menyimpulkan akibat dari
- Akibat pada orang lain cara yang dilakukan oleh
- Akibat pada klien
lingkungan 5.1.3 Tanyakan kepada klien
“Apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang
sehat”
6. Klien dapat 6.1 Klien dapat menyebutkan 6.1.1 Diskusikan kegiatan fisik
mendemonstrasikan contoh pencegahan perilaku yang biasa dilakukan klien
cara fisik untuk kekerasan secara fisik: 6.1.2 Beri pujian atas kegiatan
mencegah perilaku - Tarik nafas dalam fisik yang biasa dilakukan
kekerasan - Pukul kasur dan bantal
- Dll: kegiatan fisik
6.1.3 Diskusikan dua cara fisik
yang paling mudah
dilakukan untuk mencegah
perilaku kekerasan, yaitu:
tarik nafas dalam dan pukul
kasur serta bantal

6.2 Klien dapat 6.2.1 Diskusikan cara melakukan


mendemonstrasikan cara tarik nafas dalam dengan
fisik untuk mencegah klien
perilaku kekerasan 6.2.2 Beri contoh kepada klien
tentang cara menarik nafas
dalam
6.2.3 Minta klien untuk
mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak 5
(lima) kali
6.2.4 Beri pujian positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam
6.2.5 Tanyakan perasaan klien
setelah selesai
6.2.6 Anjurkan klien untuk
menggunakan cara yang
telah dipelajari saat marah /
jengkel
Nama Klien : Diagnosis Medis :
Ruang : No. Catatan Medik :

Tgl No. Diagnosis Perencanaan


Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5 6
6.3 Klien dapat 6.2.7 Lakukan hal yang sama
mendemonstrasikan cara dengan 6.2.1 sampai 6.2.6
fisik untuk mencegah untuk fisik lain di pertemuan
perilaku kekerasan yang lain
6.4 Klien mengevaluasi 6.4.1 Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam pelaksanaan latihan, cara
melakukan cara fisik pencegahan perilaku
sesuai jadwal yang telah kekerasan yang telah
disusun dilakukan dengan mengisi
jadwal kegiatan harian (self-
evaluation).
6.4.2 Validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan latihan
6.4.3 Berikan pujian atas
keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan kepada klien:
“Apakah kegiatan cara
pencegahan perilaku
kekerasan dapat mengurangi
perasaan marah”.
7. Klien dapat 7.1 Klien dapat menyebutkan 7.2.1 Diskusikan cara bicara yang
mendemonstrasikan cara bicara (verbal) yang baik dengan klien
cara sosial untuk baik dalam mencegah 7.2.2 Beri contoh cara bicara yang
mencegah perilaku perilaku kekerasan baik
kekerasan - Meminta dengan baik - Meminta dengan baik
- Menolak dengan baik - Menolak denga baik
- Mengungkapkan - Mengungkapkan perasaan
perasaan dengan baik dengan baik
7.2 Klien dapat 7.2.1 Minta klien mengikuti contoh
mendemonstrasikan cara cara bicara yang baik
verbal yang baik - Meminta dengan baik”
“Saya minta uang untuk
beli makanan”
- Menolak dengan baik:
“Maaf, saya tidak dapat
melakukannya karena ada
kegiatan lain”
- Mengungkapkan perasaan
dengan baik: “Saya kesal
karena permintaan saya
tidak dikabulkan” disertai
nada suara yang rendah
7.2.2 Minta klien mengulang
sendiri
7.2.3 Beri pujian atas keberhasilan
klien
Nama Klien : Diagnosis Medis :
Ruang : No. Catatan Medik :

Tgl No. Diagnosis Perencanaan


Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5 6
7.3 Klien mempunyai jadwal 7.3.1 Diskusikan dengan klien
untuk melatih cara bicara tentang waktu dan kondisi
yang baik cara bicara yang dapat dilatih
di ruangan, misalnya:
meminta obat, baju, dll;
menolak ajakan merokok,
tidur tidak pada waktunya;
menceritakan kekesalan
kepada perawat
7.3.2 Susun jadwal kegiatan untuk
melatih cara yang telah
dipelajari
7.4 Klien melakukan evaluasi 7.4.1 Klien mengevaluasi
terhadap kemampuan pelaksanaan latihan cara
cara bicara yang sesuai bicara yang baik dengan
dengan jadwal yang telah mengisi jadwal kegiatan
disusun (Self-evaluation)
7.4.2 Validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan latihan
7.4.3 Berikan pujian atas
keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien:
“Bagaimana perasaanmas
Hartoyo setelah latihan bicara
yang baik? Apakah keinginan
marah berkurang?
7.2.4 lien mengulang sendiri
7.2.5 Beri pujian atas keberhasilan
klien
8. Klien dapat 8.1 Klien dapat menyebutkan 8.1.1 Diskusikan dengan klien
mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang biasa kegiatan ibadah yang pernah
cara sosial untuk dilakukan dilakukan
mencegah perilaku 8.2 Klien dapat 8.1.2 Bantu klien menilai kegiatan
kekerasan mendemontrasikan cara ibadah yang dapat dilakukan
ibadah yang dipilih diruang gawat
8.1.3 Bantu klien memilih kegiatan
ibadah yang akan dilakukan
8.1.4 Minta klien
mendemonstrasikan kegiatan
ibadah yang dipilih
8.1.5 Beri pujian atas keberhasilan
klien
8.3 Klien melakukan evaluasi 8.3.1 Diskusikan dengan klien
terhadap kemampuan kegiatan ibadah yang pernah
melakukan kegiatan ibadah dilakukan
8.3.2 Bantu klien menilai kegiatan
ibadah yang dapat dilakukan
8.4 Klien melakukan evaluasi diruang gawat
terhadap kemampuan 8.4.1 Klien mengevaluasi
melakukan kegiatan ibadah pelaksanaan kegiatan ibadah
dengan mengisi jadwal
kegiatan harian (self-
evaluastion)
8.4.2 Validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan latihan
8.4.3 Berikan pujian atas
keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien:
“Bagaimana perasaan mas
hartoyo setelah melakukan
ibadah? Apakah keinginan
marah berkurang?

9. Klien dapat 9.1 Klien dapat menyebutkan 9.1.1 Diskusikan dengan klien
mendemonstrasikan jenis, dosis, dan waktu tentang jenis obat yang
kepatuhan minum minum obat serta manfaat diminumnya (nama, warna,
obat untuk dari obat itu (prinsip 5 benar, besarnya); waktu minum obat
mencegah perilaku benar orang, obat, dosis, (jika 3 kali: pkl.07.00,
kekerasan waktu dan cara pemberian) 13.00,19.00 cara minum obat
Nama Klien : Diagnosis Medis :
Ruang : No. Catatan Medik :

Tgl No. Diagnosis Perencanaan


Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5 6
9.2 Klien mendemonstrasikan 9.1.2 Diskusikan dengan klien
kepatuhan minum obat tentang manfaat minum obat
sesuai jadwal yang secara teratur:
ditetapkan - Beda perasaan sebelum
minum obat dan sesudah
minum obat
- Jelaskan bahwa dosis
hanya boleh diubah oleh
dokter
- Jelaskan mengenai akibat
minum obat yang tidak
teratur, misalnya,
penyakitnya kambuh
9.3 Klien mengevaluasi 9.3.1 Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam pelaksanaan minum obat
mematuhi minum obat dengan mengisi jadwal
kegiatan harian (self-
evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum
obat klien
9.3.3 Berikan pujian atas
keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien:
“Bagaimana perasaan mas
Hartoyo dengan minum obat
secara teratur? Apakah
keinginan untuk marah
berkurang?
10. Klien dapat 10.1 Klien mengikuti TAK: 10.1.1 Anjurkan klien untuk ikut
mengikuti TAK: Stimulasi persepsi TAK: Stimulasi persepsi
Stimulasi persepsi pencegahan perilaku pencegahan perilaku
pencegahan perilaku kekerasan kekerasan
kekerasan 10.1.2 Klien mengikuti TAK:
Stimulasi persepsi
pencegahan perilaku
kekerasan (kegiatan
tersendiri)
10.1.3 Diskusikan dengan klien
tentang kegiatan selama
TAK
10.1.4 Fasilitasi klien untuk
mempraktikkan hasil
kegiatan TAK dan beri
pujian atas keberhasilannya.
10.2 Klien mempunyai jadwal 10.2.1 Diskusikan dengan klien
TAK: Stimulasi persepsi tentang jadwal TAK
pencegahan perilaku 10.2.2 Masukkan jadwal TAK ke
dalam jadwal kegiatan
harian klien
10.3 Klien melakukan evaluasi 10.3.1 Klien mengevaluasi
terhadap pelaksanaan TAK pelaksanaan TAK dengan
mengisi jadwal kegiatan
harian (self-evaluastion)
10.3.2 Validasi kemampuan klien
dalam mengikuti TAK
10.3.3 Beri pujian atas kemampuan
mengikuti TAK
10.3.4 Tanyakan kepada klien: “
Bagaimana perasaan mas
hartoyo setelah ikut TAK?
11. Klien 11.1 Keluarga dapat 11.1.1 Identifikasi kemampuan
mendapatkan mendemonstrasikan cara keluarga dalam merawat
dukungan merawat klien klien sesuai dengan yang
keluarga dalam telah dilakukan keluarga
melakukan cara terhadap klien selama ini
pencegahan 11.1.2 Jelaskan keuntungan peran
perilaku serta keluarga dalam
kekerasan merawat klien
Tgl No. Diagnosis Perencanaan
Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5 6
11.1.3 Jelaskan cara merawat klien:
- Terkait dengan cara
mengontrol perilaku
marah secara konstruktif
- Sikap dan cara bicara
- Membantu klien
mengenal penyebab
marah dan pelaksanaan
cara pencegahan perilaku
kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
11.1.5 Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
9.3.5 Anjurkan keluarga
mempraktikkannya pada
klien selama di rumah sakit
dan melanjutkannya setelah
pulang ke rumah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH
UTAMA – PERILAKU KEKERASAN PADA Tn. H
DI RUANG II / DEWARUCI
RSJD AMINO GONDHOHUTOMO SEMARANG

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan tanggal 25 November 2007, pukul 11.30 WIB.
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : STM
Alamat : Tlogoweru 7/2 Guntur, Demak
Tanggal masuk : 22 Desember 2007
Pekerjaan : Swasta

Penanggung jawab pasien


Nama : Ny. P
Umur :-
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tlogoweru 7/2 Guntur, Demak
Hubungan dengan keluarga : Adik

II. Alasan Masuk


Klien bingung, bicara kacau, teriak-teriak, mengamuk, memukul ibu dan
bapak.
III. Faktor Predisposisi
a. Klien pernah dirawat jiwa Peringatan (assertion)
b. Adalah respon marah dimana individu mampu mengatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak
c. setuju tanpa mengalahkan atau menyakiti orang lain yang akan
memberikan ketegangan bagi individu.

IV. Marah adalah perasaan jengkel yang


timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai
ancaman (Stuart & Sundeen, 1992).

F. Proses Terjadinya Masalah


2. Rentang Respon Marah

Respon marah maladaptif meliputi:


a. Pasif
Adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari
suatu tuntutan jiwa.
b. Agresif
Adalah suatu perilaku yang menyertai rasa marah merupakan
dorongan mental untuk bertindak (dapat bertindak secara deskruktif /
konstruktif) dan masih dapat terkontrol.
c. Amuk
Adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang
kontrol dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
3. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis : Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian dapat timbul agresif / amuk.
b. Perilaku reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan
sering mengobservasi kekerasan di rumah / di luar rumah. Semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya: Budaya tertutup, membahas secara diam dan kontrol
sering yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima.
d. Neurobiologis : Banyak terdapat bahwa kerusakan sistem lingkungan,
lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitor
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
4. Faktor Presipitasi
Dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang tua.
a. Kondisi klien
Seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, kurang.

b. Situasi Lingkungan
Sibuk, dapat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai atau pekerjaan.
(Budi Anna Keliat, 1998)

G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada klien perilaku kekerasan meliputi 5 aspek, yaitu:
1. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
2. Fisik
Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keluar keringat, sakit fisik,
tekanan darah meningkat.
3. Intelektual
Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
4. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
(Budi Anna Keliat, 1998)

H. Pohon Masalah

Resiko mencederai orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan Core problem

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji:


4. Resiko mencederai orang lain dan lingkungan
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada orang
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data objektif
1) Mata merah, wajah agak merah
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri atau orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
5. Perilaku kekerasan atau amuk
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data subjektif
1) Mata merah, wajah agak merah
Nada suara tinggi da

F. Pengkajian Fokus
1. Demografi
Jika enema retensi diberikan (kolon merupakan tempat utama untuk
pertukaran kalium), kateter rectal yang memiliki balon dapat diresepkan
untuk memfasilitasi retensi jika diperlukan. Pasien harus menahan resin
selama 30 sampai 45 menit untuk meningkatkan pengambilan kalium.
Setelah itu, bersihan enema diresepkan untuk menghilangkan resin
kayaxalate untuk mencegah empaksi fekal.
2. Riwayat kesehatan
- Pasien yang kadar serum kaliumnya tinggi dan meningkat
memerlukan hemodialisis, peritoneal dialysis, atau hemofiltrasi
dengan segera.
- Glukosa, insulin atau kalsium glukonat secara intravena dapat
digunakan sebagai tindakan darurat sementara untuk menangani
hiperglikemia. Glukosa dan insulin mendorong kalium kedalam sel-
sel, sehingga kadar serum kalium menurun sementara sampai kalium
diambil melalui proses dialysis. Kalium akan keluar dari sel dan
kembali meningkat sampai ke tingkat yang berbahaya kecuali diambil
melalui proses dialysis. Kalsium glukonat membantu melindungi hati
dari efek tingginya kadar serum kalium.
- Natrium bikarbonat dapat diberikan untuk menaikkan ph plasma,.
Natrium bikarbonat meningkatkan ph, menyebabkan kalium bergerak
kedalam sel, sehingga kadar serum kalium pasien menurun. Ini
merupakan terapi jangka panjang lain, seperti pembatasan diet dan
dialysis.
- Semua produk kalium eksternal dihilangkan atau dikurangi.
3. Data fokus
 Mempertahankan keseimbangan cairan. Penatalaksanaan
keseimbangan cairan didasarkan pada berat harian, pengukuran
tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,
tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan
parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka, dan
perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantian cairan. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru dan
hilang sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga
dipertimbangkan dalam penatalaksanaan cairan.
 Kelebihan cairan. Dapat dideteksi melalui temuan klinis seperti
dispnea, takikardia, dan distensi vena leher. Paru-paru auskultasi akan
adanya tanda krekles basah. Karena edema pulmonal dapat
diakibatkan oleh pemberian cairan parenteral yang berlebihan, maka
kewaspadaan penggunaannya harus ditingkatkan untuk mencegah
kelebihan cairan. Terjadinya edema seluruh tubuh dikaji dengan
pemeriksaan area prasakaral dan partibial beberapa kali dalam sehari.
 Pertimbangan nutrisional. Diet protein dibatasi sampai 1g/kg selama
fase oligurik untuk menurunkan pemecahan protein dan mencegah
akumulasi produk akhir toxic. Kebutuhan kalori dipenuhi dengan
pemberian diet tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek
samping terhadap protein yang luas (pada diet tinggi karbohidrat,
protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi dibagi
untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan
mengandung kalium dan fosfat (pisang, buah dan jus jeruk, kopi)
dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2g/hari. Pasien
mungkin memerlukan nutrisi parenteral total.
 Cairan iv dan diuretic. Aliran darah ke ginjal yang adekuat pada
banyak pasien dapat dipertahankan melalui cairan intravena dan
medikasi. Manito, furosemid, atau asam etrakinik dapat diresepkan
untuk mengawali diuresis dan mencegah atau mengurangi gagal ginjal
berikutnya. Jika gagal ginjal akut disebabkan oleh hipovolemia akibat
hipoproteinemia, infuse albumin dapat diresepkan. Syok dan infeksi
ditangani, jika ada.

 Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat. Jika asidosis berat


terjadi, gas darah arteri harus dipantau; tindakan ventilasi yang tepat
harus dilakukan jika terjadi masalah pernafasan. Pasien memerlukan
terapi natrium karbonat atau dialysis.
 Pemantauan berlanjut selama fase pemulihan. Fase oligurik gagal
ginjal akut berlangsung dari 10 sampai 20 hari dan diikuti fase
diuretic, dimana haluaran urin mulai meningkat, menunjukkan bahwa
fungsi ginjal telah membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan untuk
menentukan jumlah natrium, kalium, dan cairan yang diperlukan
selama pengkajian terhadap hidrasi lebih dan hidrasi kurang.

Setelah fase diuretic, pasien diberikan diet tinggi protein, tinggi


kalori dan didorong untuk melakukan aktifitas secara bertahap.
TUGAS PORTOFOLIO
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
IDIOPATHIC RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
(IRDS) / PENYAKIT MEMBRAN HIALIN (IPMH)

Disusun Oleh :
Nama : La Ode Hendi K.
NIM : G01.2005.01787

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2007
IDIOPATHIC RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
(IRDS) / PENYAKIT MEMBRAN HIALIN (IPMH)

A. Pengertian
Idiopathic Respiratory Distress Syndrome (IRDS) / Penyakit
Membran Hialin merupakan gejala yang terjadi dari dispnea atau hiperpnea
dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali/menit, stanosis, merintih waktu
ekspirasi (experatory grunting) dan retraksi di daerah epigastrium, sprasternal,
interkostal pada saat inspirasi. Syndrom ini adanya kelainan di dalam paru.
Apabila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara
ke dalam paru.

B. Etiologi
Penyebab IRDS atau PMH adalah kekurangan surfaktan, suatu zat
aktif pada alveok yang mencegah kolaps paru.
IRDS atau PMH seringkali terjadi pada bayi prematur, karena
produksi surfaktan yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22 baru
mencapai jumlah cukup atau menjelang cukup bulan. Makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya PMH atau IRDS.
Kelainan ini merupakan penyebab utama kematian.
C. Patofisiologi
Seperti telah disebut diatas, penyebab IRDS adalah kekurangan
surfaktan paru. Surfaktan adalah zat yang memegang dalam pengembangan
paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protain, karbohidrat dan
lemak. Fungsi surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan
alveolus hingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara pada
akhir ekspirasi. Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin. Defisiensi zat
surfaktan yang ditemukan pada IRDS akan menyebabkan kemampuan paru
untuk mempertahankan stabilitas menjadi terganggu, alveolus akan kembali
kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya
dibutuhkan tekanan negatif intra toraks yang lebih besar dan disertai usaha
inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya
hipoksia ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2, dan Asidosis.
Hipoksia akan menimbulkan:
a. Oksigenisasi jaringan menurun sehingga terjadi metabolisme anaerdak
yang menimbulkan asam laktat dan asam organik lain yang menyebabkan
terjadinya asidosis metabolik bayi.
b. Kerusakan endotel kapiler dan epitel alveolus yang akan menyebabkan
terjadi transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya
fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk
suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga
menyebabkan gangguan sirkulasi darah dari dan ke jantung.
Secara singkat patofisiologi dapat dilukiskan sebagai berikut :
Atelektasis  Hipoksemia  Hipoksia  Asidosis  Transudasi 
Penurunan aliran darah paru  Hambatan pembentukan zat surfaktan 
Atelektasis.
Hal ini berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.
D. Manifestasi Klinik
PMH atau IRDS umumnya terjadi pada bayi premature dengan berat
badan 1000-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Gangguan
pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang
karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik
maka gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama. Bayi tampak
dispnea dan hiperpnea, sianosis karena pirau vena arteri dalam paru atau
jantung, retraksi suprasternal, epigastrum, interkostal & merintih. Tanda lain
yang dapat terjadi adalah bradikardia, hipotensi, kardiomegali, edema
terutama di daerah dorsal tangan dan kaki, hipotermia dan tonus yang
menurun. Gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi.

E. Penatalaksanaan
Medik
Tindakan yang perlu dilakukan ialah:
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Dengan cara meletakkan bayi
dalam incubator, kelembaban ruangan yang harus adekuat (70-80%).
2. Pemberian oksigen (O2) yang sebaiknya dilakukan dengan pemeriksaan
analisis gas darah arteri pada PMH / IRDS berat diperlukan bantuan
pernafasan dengan respirator.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostatis dan menghindari dehidrasi.
4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan adalah pemberian surfaktan eksogen
(surfaktan dari luar)
Keperawatan
Bayi dengan PMH / IRDS adalah bayi premature kecil pada umumnya dengan
berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36
minggu. Oleh karena itu, bayi itu tergolong bayi risiko tinggi.
Tatalaksana Perawatan Bayi Premature adalah:
1. Dirawat dalam incubator dengan suhu optimum, tidak dipakaikan baju
agar memudahkan pengamatan (gerakan dada / perut bayi)
2. Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperpnea segera berikan O 2
secara rumat sampai 2 l per menit.
3. Bila bayi menderita asedosis metabolik serta kekurangan cairan sebagai
akibat bayi dalam mampu minum. Perlu di pasang infus dengan cairan
glukosa 5% - 10% dan bikarbonas natrikus 11/2% dalam perbandingan
4:1. Banyaknya cairan disesuaikan dengan umur dan berat badan yaitu 60-
125 ml/kg BB/hari.

4. Jika bayi apnea harus segera dilakukan tindakan penyelamatan (resusitasi).


Caranya bayi dibaringkan kepala letak eksistensi, isap lendirnya, O 2 agak
dibesarkan. Sementara tindakan darurat ini dengan Kolaborasi dokter.

F. Pengkajian
1. Demografi
a. Usia pada bayi premature
b. Jenis kelamin
c. Pekerjaan
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat afaksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir
kehamilan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah
lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam.
3. Data fokus
a. Pola Nutrisi : Nutrisi kurang dari kebutuhan
b. Pola Eliminasi : BAK terjadi penurunan output urin
c. Pola Pernafasan : Kurang hidung retraksi superkosta dengan,
ekspiratory.
d. Pola Metabolik : Sianosis, takikardi, hipotensi sistemik.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Kajian Foto Toraks
- Pola retikulagranular difus bersama kronkogram udara yang saling
tumpang tindih
- Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat inflasi paru buruk
- Kemungkinan terdapat kardiogali bila sistem lain yang terkena bayi
dari ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung dan kongestif.
- Bayangan timus yang besar
b. Gas darah arteri, asidosis, respiratory & metabolik
c. Hitung darah lengkap
d. Elektrolit, kalsium, kalium, glukosa serum

H. Dx. Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b/d peranan fungsi paru
b. Perubahan Nutrisi : kurang dari kebutuhan nutrisi tubuh b/d sistem
pencernaan Kulit tipis Sistem pencernaan
Risiko Infeksi Bayi Prematur
belum sempurna
c. Status hemodinamik yang tidak stabil b/d sedasi yang berlebihan,
analgesia
d. Infeksi b/dJaringan
ketidakberhasilan
lemak upaya penyapihan
Hipoksia sebelumnya Belum
Belum bisa
bisa
belum terbentuk menghisap
menghisap

I. Pathway Keperawatan
Pengaturan suhu IRDS Risiko nutrisi kurang
belum sempurna
dari kebutuhan

Penurunan fungsi
Sianosis
tubuh

Hipotermi Gangguan
pernafasan
J. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan fungsi paru
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
sistem pencernaan belum sempurna
c. Hiportemi : berhubungan dengan sianosis
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pengaturan suhu belum sempurna

K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL


a. Dx : Pola nafas tidak efektif b/d penurunan fungsi paru
Tujuan :
KH : Pola nafas efektif

Anda mungkin juga menyukai