Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


RESIKO PERILAKU KEKERASAN

OLEH: KARLINA ARDI WARDANI 2030059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2020
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

1. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka
perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri
orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk,
yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau perilaku kekerasan
terdahulu (riwayat perilaku kekerasan) (Damaiyanti dan Iskandar, 2014)

2. RENTANG RESPON MARAH

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF


ASERTIF FRUSTASI PASIF AGRESIF KEKERASAN
Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan marah
mengungkapka mencapai tidak dapat mengekspresikan dan
n marah tanpa tujuan mengungkapkan secara fisik, tapi bermusuhan
menyalahkan kepuasan/ perasaannya, masih terkontrol yang kuat dan
orang lain dan saat marah tidak berdaya mendorong hilang control
memberikan dan tidak dan menyerah orang lain disertai amuk,
kelegaan. dapat dengan ancaman. merusak
menemukan lingkungan.
alternatifnya
.

Menurut Yosep, (2010) perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan
ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan
tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
individu. Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif)
sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif) (Damaiyanti dan Iskandar,
2014).
3. TANDA DAN GEJALA
Menurut Yosep (2010), perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda
dan gejala perilaku kekerasan:
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Jalan mondar-mandir (Damaiyanti dan Iskandar, 2014).

4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko menurut Nanda-I, (2018-2020):
a. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
1) Akses pada senjata
2) Impulsive
3) Bahasa tubuh negative
4) Pola kekerasan tidak langsung
5) Pola kekerasan diarahkan pada orang lain
6) Pola ancaman kekerasan
7) Pola perilaku kekerasan antisosial
8) Perilaku bunuh diri
9) Riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak
10) Riwayat merencanakan pembakaran
11) Riwayat kasar pada binatang
12) Riwayat pelanggaran kendaraan bermotor
13) Riwayat penyalahgunaan zat
14) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
15) Gangguan fungsi kognitif
16) Gangguan neurologis
17) Intoksikasi patologi
18) Komplikasi perinatal
19) Komplikasi prenatal
20) Gangguan psikosis
b. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
1) Isyarat perilaku niat bunuh diri
2) Konflik orientasi seksual
3) Konflik hubungan interpersonal
4) Masalah pekerjaan
5) Menjalani tindakan seksual autoerotic
6) Kurang sumber personal
7) Isolasi social
8) Ide bunuh diri
9) Rencana bunuh diri
10) Petunjuk verbal niat bunuh diri
11) Usia ≥ 45 tahun
12) Usia 15 - 19 tahun
13) Riwayat upaya bunuh diri berulang
14) Status pernikahan
15) Pekerjaan
16) Pola kesulitan dalam keluarga
17) Masalah kesehatan mental
18) Masalah kesehatan fisik
19) Gangguan psikologis.

5. ETIOLOGI
a. Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan
adalah:
1) Teori biologis
a) Neurologic factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter, dendrit,
akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat ransangan dan
pesan-pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Genetic factor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat
dormant (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh
faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya
dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut
hukum akibat perilaku agresif.
c) Cycardian rhytm (irama sirkardian tubuh)
Irama sirkardian tubuh, memegang peranan pada individu. Menurut penelitian
pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya
pekerjaan sekitar jam 9 dan 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi
untuk bersikap agresif.
d) Biochemistry factor
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak (epineprin, norepineprin,
dopamin, asetilkolin dan serotonin) sangatt berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar
tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui
impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent.
Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan
GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya perilaku agresif.
e) Brain area disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik, tumor
otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan. (Damaiyanti dan Iskandar, 2014)
2) Teori psikologis
a) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang (life span history). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun di mana anak tidak dapat mendapat kasih sayang
dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidarberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku
tindak kekerasan.
b) Imitation, modeling and information processing thory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media
atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan
pemukulan pada boneka dengan reward positif pula (makin keras pukulannya
akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara mengasihi dan mecium
boneka tersebut dengan reward positif pula (makin baik belaiannya mendapat
hadiah coklat). Setelah anak-anakkeluar dan diberi boneka ternyata masing-
masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan
dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa
agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan (Damaiyanti dan
Iskandar, 2014).

b. Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan
sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi
3) Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan
alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan keluarga.

6. PENILAIAN TERHADAP STRESSOR


Penilaian stressor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi stres
bagi individu. Itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan respon
sosial. Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam
kaitannya dengan kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan makna,
intensitas, dan pentingnya sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan
makna yang diberikan kepada orang yang berisiko (Stuart dan Laraia, 2001 dalam
Damaiyanti dan Iskandar, 2014).
Respon perilaku adalah hasil dari respon emosional dan fisiologis, serta analisis
kognitif seseorang tentang situasi stres. Caplan (1981, dalam Stuart dan Laraia,
2001) menggambarkan empat fase dari respon perilaku individu untuk
menghadapi stres, yaitu:
a) Perilaku yang mengubah lingkungan stres atau memungkinkan individu untuk
melarikan diri dari itu.
b) Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan eksternal dan
setelah mereka.
c) Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan rangsangan
emosional yang tidak menyenangkan
d) Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan maslah dan gejala
sisa dengan penyesuaian internal (Damaiyanti dan Iskandar, 2014).

7. SUMBER KOPING
Menurut Stuart dan Laraia (2001), sumber koping dapat berupa aset ekonomi,
kemampuan dan keterampilan, teknik defensif, dukungan sosial dan motivasi.
Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan
penting pada saat ini. Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energi,
dukungan spiritual, keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan
sosial, sumber daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan
dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk.
Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencari
informasi, mengidentifikasi masalah, menimbang alternatif dan melaksanakan
rencana tindakan. Keterampilan sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang
melibatkan orang lain, meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan kerjasama
dan dukungan dari orang lain, dan memberikan kontrol sosial individu yang lebih
besar. Akhirnya, aset materi beripa barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang.
Sumber koping sangat meningkatkan pilihan seseorang mengatasi di hampir
semua situasi stres. Pengetahuan dan kecerdasan yang lain dalam menghadapi
sumber daya yang memungkinkan orang untuk melihat cara yang berbeda dalam
menghadapi stres. Akhirnya, sumber koping juga termasuk kekuatan ego untuk
mengidentifikasi jaringan sosial, stabilitas budaya, orientasi pencegahan kesehatan
dan konstitusional (Damaiyanti dan Iskandar, 2014).

8. MEKANISME KOPING
Menurut Stuart dan Laraia (2001), mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain:
a) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal
bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat bencai pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil bahwa menbenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakan.
d) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman
suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e) Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya.
Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya (Damaiyanti dan Iskandar,
2014).
9. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Faktor penyebab perilaku kekerasan menurut Yosep (2009), pada dasarnya
pengkajian pada klien perilaku kekerasan ditujukan pada semua aspek, yaitu
biopsikososial-kultural-spiritual.
1) Aspek biologis
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah,
pupil melebar, pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan reflex cepat. Hal ini disebabkan oleh
energy yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2) Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit
hati, menyalahkan dan menuntut.
3) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,
peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat
perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan,
bagaimana informasi diproses, diklarifikasi dan diintegrasikan.
4) Aspek social
Meliputi interaksi social, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan
kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa
sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara
keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari
orang lain, menolak mengikuti aturan.
5) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa (Damaiyanti dan Iskandar, 2014).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Risiko perilaku kekerasan
2) Harga diri rendah kronik
3) Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
(Damaiyanti dan Iskandar, 2014).

C. MASALAH KEPERAWATAN DAN POHON MASALAH


Masalah keperawatan:
1) Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
2) Perilaku Kekerasan
3) Harga diri rendah kronis (Damaiyanti dan Iskandar, 2014).
Pohon masalah:

Risiko perilaku kekerasan (pada


diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan verbal)
EFFECT

Perilaku kekerasan
CORE PROBLEM

Harga diri rendah kronis


CAUSA

(Damaiyanti dan Iskandar, 2014)


D. RENCANA KEPERAWATAN
PERENCANAAN
TG NO DIAGNOSA
KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
L DX KEPERAWATAN TUJUAN
EVALUASI
1 2 3 4 5 6 7
Perilaku kekerasan 1. Klien dapat membina 1. Klien mau membalas 1. Beri salam/ panggil Hubungan saling
hubungan saling salam nama klien percaya merupakan
percaya 2. Klien mau menjabat 2. Sebutkan nama landasan utama
tangan perawat sambal jabat untuk hubungan
3. Klien mau tangan selanjutnya
menyebutkan nama 3. Jelaskan maksud
4. Klien mau tersenyum hubungan interaksi
5. Klien mau kontak 4. Jelaskan tentang
mata kontrak yang akan
6. Klien mengetahui dibuat
nama perawat 5. Beri rasa aman dan
7. Menyediakan waktu sikap empati
untuk kontrak 6. Lakukan kontak
singkat tapi sering
2. Klien dapat 1. Klien dapat 1. Beri kesempatan Beri kesempatan
mengidentifikasi mengungkapkan untuk untuk
penyebab perilaku perasaannya mengungkapkan mengungkapkan
kekerasan 2. Klien dapat perasaannya perasaannya dapat
mengungkapkan 2. Bantu klien untuk membantu
penyebab perasaan mengungkapkan mengurangi stress
jengkel/ kesal (dari penyebab jengkel/ dan penyebab
diri sendiri, dari kesal perasaan jengkel/
lingkungan/ orang kesal dapat diketahui
lain)

3. Klien dapat 1. Klien dapat 1. Anjurkan klien 1. Untuk mengetahui


mengidentifikasi mengungkapkan mengungkapkan apa hal yang dialami
tanda-tanda perilaku perasaan saat marah/ yang dialami saat dan dirasa saat
kekerasan jengkel marah/ jengkel jengkel
2. Klien dapat 2. Observasi tanda 2. Untuk mengetahui
menyimpulkan tanda- perilaku kekerasan tanda-tanda klien
tanda jengkel/ kesal pada klien jengkel/ kesal
yang dialami 3. Simpulkan bersama 3. Menarik
klien tanda-tanda kesimpulan
jengkel/ kesal yang bersama klien
dialami klien. supaya klien
mengetahui secara
garis besar tanda-
tanda marah/ kesal
1. Klien dapat
4. Klien dapat mengungkapkan 1. Anjurkan klien untuk 1. Mengeksplor
mengidentifikasi perilaku kekerasan mengungkapkan asi perasaan klien
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan perilaku kekerasan terhadap perilaku
yang biasa dilakukan 2. Klien dapat bermain yang biasa dilakukan kekerasan yang
peran dengan perilaku klien biasa dilakukan
kekerasan yang biasa 2. Bantu klien bermain 2. Untuk
dilakukan peran sesuai dengan mengetahui
3. Klien dapat perilaku kekerasan perilaku kekerasan
mengetahui cara yang yang biasa dilakukan yang biasa
biasa dapat 3. Bicarakan dengan dilakukan dan
menyesuaikan klien apakah cara dengan bantuan
masalah atau tidak yang klien lakukan perawat bisa
masalahnya selesai? membedakan
perilaku
konstruktif dan
destruktif
3. Dapat
membantu klien
dapat menemukan
cara yang dapat
menyelesaikan
Klien dapat menjelaskan masalah
5. Klien dapat akibat dari cara yang 1. Bicarakan akibat atau
mengidentifikasi digunakan klien kerugian dari cara 1. Membantu klien
untuk menilai
akibat perilaku yang dilakukan klien
perilaku kekerasan
kekerasan 2. Bersama klien yang dilakukannya
2. Dengan
menyimpulkan akibat
mengetahui akibat
vara yang dilakukan
perilaku kekerasan
oleh klien
diharapkan klien
dapat merubah
perilaku destruktif
yang dilakukannya
menjadi perilaku
yang konstruktif.
Klien dapat melakukan
6. Klien dapat cara berespon terhadap 1. Tanyakan pada 1. Agar klien dapat
mengidentifikasi cara kemarahan secara klien “apakah ia ingin mempelajari cara
konstruktif dalam konstruktif mempelajari cara baru yang lain yang
merespon terhadap yang sehat?” konstruktif
kemarahan. 2. Berikan pujian 2. Dengan
jika klien mengetahui mengidentifikasi
cara lain yang sehat cara yang
3. Diskusikan konstruktif dalam
dengan klien cara lain merespon
yang sehat terhadap
a. Secara fisik: Tarik kemarahan dapat
nafas dalam jika membantu klien
sedang kesal/ menemukan cara
memukul bantal/ yang baik untuk
Kasur atau olah raga mengurangi
atau pekerjaan yang kejengkelannya
memerlukan tenaga sehingga klien
b. Secara verbal: tidak stress lagi
katakana bahwa anda 3. Reinforcement
sedang kesal/ positif dapat
tersinggung/ jengkel memotivasi klien
(saya kesal anda dan
berkata seperti itu; meningkatkan
saya marah karena harga dirinya
mama tidak 4. Berdiskusi
memenuhi keingina dengan klien
saya untuk memilih
c. Secara social: lakukan cara yang lain
dalam kelompok cara- sesuai dengan
cara marah yang kemampuan klien
sehat; latihan asentif.
Latihan manajemen
perilaku kekerasan.
d. Secara spiritual:
anjurkan klien
sembahyang, berdo’a/
ibadah lain; meminta
pada Tuhan untuk
diberi kesabaran,
mengadu pada Tuhan
kekerasan/
kejengkelan.

Klien dapat 1. Bantu klien memilih


7. Klien dapat mendemonstrasikan cara cara yang paling tepat 1. Memberikan
mendemonstrasikan mengontrol perilaku untuk klien simulasi kepada
cara mengontrol kekerasan 2. Bantu klien klien untuk
perilaku kekerasan a. Fisik: Tarik nafas mengidentifitasi menilai respon
dalam, olah raga, manfaat cara dipilih perilaku
menyiram tanaman 3. Bantu keluarga klien kekerasan secara
b. Verbal: untuk menstimulasi tepat
mengatakannya cara tersebut (role 2. Membantu klien
secara langsung play) dalam membuat
dengan tidak 4. Berreinforcement keputusan
menyakiti positif atau terhadap cara
c. Spiritual: keberhasilan klien yang telah
sembahyang, berdo’a menstimulasi cara dipilihnya dengan
atau ibadah lain tersebut melihat
5. Anjurkan klien untuk manfaatnya
menggunakan cara 3. Agar klien
yang telah dipelajari mengetahui cara
saat jengkel/ marah marah yang
konstruktif
4. Pujian dapat
meningkatkan
motivasi dan
harga diri klien
5. Agar klien dapat
melaksanakan
cara yang telah
dipilihnya jika ia
sedang kesal/
1. Identifikasi marah
Keluarga klien dapat: kemampuan keluarga
8. Klien mendapat a. Menyebutkan cara merawat klien dari 1. Kemampuan
dukungan keluarga merawat klien yang sikap apa yang telah keluarga dalam
dalam mengontrol berperilaku kekerasan dilakukan keluarga mengidentifikasi
perilaku kekerasan b. Mengungkapkan rasa terhadap klien selama akan
puas dalam merawat ini memungkinkan
klien 2. Jelaskan peran serta keluarga untuk
keluarga dalam melakukan
merawat klien penilaian
3. Jelaskan cara cara terhadap perilaku
merawat klien: kekerasan
a. Terkait dengan cara 2. Meningkatkan
mengontrol perilaku pengetahuan
marah secara keluarga tentang
konstruktif cara merawat
b. Sikap tenang, bicara klien sehingga
tenang dan jelas keluarga terlibat
c. Membantu klien dalam perawatan
mengenal penyebab ia klien
marah 3. Agar keluarga
4. Bantu keluarga dapat merawat
mendemonstrasikan klien dengan
cara merawat klien perilaku
5. Bantu keluarga kekerasan.
mengungkapkan 4. Agar keluarga
perasaannya setelah mengetahui cara
melakukan merawat klien
demonstrasi melalui
demonstrasi yang
dilihat keluarga
secara langsung
5. Mengeksplorasi
perasaan keluarga
setelah
melakukan
1. Jelaskan jenis-jenis demonstrasi
obat yang diminum
Klien dapat menyebutkan klien pada keluarga 1. Klien dan
9. Klien dapat obat-obatan yang klien keluarga dapat
menggunakan obat- diminum dan 2. Diskusikan manfaat mengetahui
obatan yang diminum kegunaannya (jenis, minum obat dan nama-nama obat
dan kegunaannya waktu, dan efek) kerugian berhenti yang diminum
(jenis, waktu, dosis Klien dapat minum obat minum obat tanpa oleh klien.
dan efek). sesuai program seijin dokter 2. Klien dan
pengobatan 3. Jelaskan prinsip benar keluarga dapat
minum obat (baca mengetahui
nama yang tertera kegunaan obat
pada botol obat, dosis yang dikonsumsi
obat, waktu dan cara klien
minum) 3. Klien dan
4. Ajarkan klien minta keluarga
obat dan minum tepat mengetahui
waktu prinsip benar agar
5. Anjurkan klien tidak terjadi
melaporkan pada kesalahan dalam
perawat/ dokter jika mengkonsumsi
merasakan efek yang obat
tidak menyenangkan 4. Klien dapat
6. Beri pujian, jika klien memiliki
minum obat dengan kesadaran
benar. pentingnya
minum obat dan
bersedia minum
obat dengan
kesadaran sendiri
5. Mengetahui efek
samping sedini
mungkin
sehingga tidakan
dapat dilakukan
sesegera mungkin
untuk
menghindari
komplikasi
6. Reinforcement
positif dapat
memotivasi
keluarga dan
klien serta dapat
meningkatkan
harga diri

(Damaiyanti dan Iskandar, 2014)


E. STRATEGI PELAKSANAAN
N KLIEN KELUARGA
O SP1P SP1K
1 Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
2 Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan klien
3 Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala
4 Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan perilaku kekerasan, serta proses terjadinya perilaku kekerasan
5 Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
6 Membantu klien mempraktikkan latihan cara mengontrol
perilaku kekerasan secara fisik yaitu 1 latihan nafas dalam
7 Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian

SP2P SP2K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan
2 Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara perilaku kekerasan
fisik yaitu 2 pukul kasur dan bantal Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien
3 Menganjurkan klien memasukkan kedalam kegiatan harian perilaku kekerasan

SP3P SP3K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
2 Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan sengan cara minum obat (discharge planning)
verbal/ social Menjelaskan follow up klien setelah pulang
3 Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian

SP4P
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2 Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
spiritual
3 Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian

SP5P
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2 Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan minum
obat
3 Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian
(Damaiyanti dan Iskandar, 2014)
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
N
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN
TGL O EVALUASI
KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN
DX
1 2 3 4 5 6
Perilaku kekerasan S1P1 perilaku kekerasan Melakukan SP1P perilaku S: “saya mau berbincang 10 menit saja.”
kekerasan: “Saya mudah marah bila keinginan saya tidak
1. Mengidentifikasi penyebab dipenuhi orang tua saya”
perilaku kekerasan “Saya langsung teriak - teriak dan membanting
2. Mengidentifikasi tanda dan barang apapun disekitar saya”
gejala perilaku kekerasan “Saya menjadi jengkel dan barang-barang saya
3. Mengidentifikasi akibat rusak”
perilaku kekerasan “Biasanya saya langsung pergi dan main buat
4. Menyebutkan cara mengontrol menenangkan hati”
perilaku kekerasan “Saya mau latihan kalau marah saya Tarik nafas
5. Membantu latihan cara 1 dalam.. Tarik dari hidung perlahan dan keluarkan
perilaku kekerasan: latihan lewat mulut dan diulang sebanyak 5 kali”
nafas dalam “Saya mau latihan nafas dalam setiap pagi jam
6. Menganjurkan memasukkan 7.00 dan sore jam 16.00”
dalam jadwal harian O: pembicaraan cepat, mata melotot, klien
terlihat gelisah, klien menulis dijadwal harian
latihan Tarik nafas dalam setiap hari pukul 07.00
dan 16.00
A: SP1P tercapai
P: perawat: SP2P pada pukul 09.00 diruang
perawatan klien.
Klien: motivasi klien untuk latihan mengontrol
marah Tarik nafas dalam sesuai jadwal harian
setiap hari pukul 07.00 dan 16.00.

S: “10 menit saja ya kita berbincang”


SP2P perilaku kekerasan Melakukan SP2P perilaku “ saya belum latihan Tarik nafas dalam karena
kekerasan: belum jadwalnya”
1. Mengevaluasi jadwal “saya mau lagi diajarkan cara mengontrol marah
kegiatan harian klien dengan memukul Kasur dan bantal”
2. Melatih klien mengontrol “ pokoknya nanti kalua saya marah saya
perilaku kekerasan dengan langsung pukul bantal dan Kasur sekerasnya
cara fisik 2: pukul Kasur atau untuk melampiaskan marah saya”
bantal “saya mau latihan setiap hari pukul 10.00 dan
3. Menganjurkan klien 17.00”
memasukkan ke dalam
jadwal harian klien O: pandangan tajam, suara tinggi, klien menulis
dijadwal harian latihan pukul Kasur dan bantal
setiap hari pukul 10.00 dan 17.00

A: SP2P tercapai

P: perawat: lanjutkan SP3P pada pukul 10.30


diruang perawatan klien
Klien: motivasi klien untuk latihan mengontrol
marah pukul Kasur dan bantal setiap hari pukul
10.00 dan 17.00 sesuai jadwal

S: “saya tadi pukul 10.00 latihan memukul Kasur


SP3P perilaku kekerasan Melakukan SP3P perilaku dan bantal dikamar saya tanpa disuruh”
kekerasan: “saya mau lagi diajarkan cara mengontrol
1. Mengevaluasi jadwal perilaku kekerasan dengan bicara baik-baik”
kegiatan harian klien “kalau saya meminta sesuatu tidak perlu marah-
2. Melatih klien mengontrol marah tapi saya harus bicara”
perilaku kekerasan dengan “kalau ada yang suruh-suruh saya terus saya
cara social/ verbal tidak mau saya juga harus menolaknya dengan
3. Menganjurkan klien baik”
memasukkan kedalam jadwal “nah, kalau saya kesal sama orang saya juga
kegiatan harian harus ungkapkan”
“saya mau latihan ini setiap hari pukul 13.00 aja
setelah makan siang”

O: klien kooperatif, klien terlihat tenang, klien


memasukkan kedalam jadwal harian latihan
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
social/ verbal setiap hari pukul 13.00.

A: SP3P tercapai

P: perawat: lanjutkan SP4P pada keesokan


harinya pukul 08.00 diruang perawatan klien

Klien: memotivasi klien untuk latihan


mengontrol perilaku kekerasan dengancara
social/ verbal setiap hari pukul 13.00 sesuai
jadwal harian
S: “kita berbincang 15 menit ya”
SP4P perilaku kekerasan Melakukan SP4P perilaku “pukul 13.00 kemarin saya sudah latihan
kekerasan: menyampaikan sesuati dengan baik pada teman
1. Mengevaluasi jadwal saya sekamar”
kegiatan harian klien “kemarin sore pukul 16.00 saya latihan tarik
2. Melatih klien mengontrol nafas dalam terus pukul 17.00 saya latihan pukul
perilaku kekerasan dengan bantal dan kasur”
cara spiritual “tadi pagi pukul 07.00 saya latihan tarik nafas
3. Menganjurkan klien dalam dilapangan sekalian saya senam pagi”
memasukkan kedalam jadwal “kalau saya marah sebaiknya saya langsung
kegiatan harian klien istighfar”
“Saya harus rajin sholat 5 waktu supaya lebih
tenang dan tidak mudah marah”
“saya akan lakukan sesuai jadwal sholat setiap
hari”

O: kontak mata baik, klien kooperatif, klien


menulis dijadwal harian sholat 5 waktu sesuai
jadwal sholat.

A: SP4P tercapai

P:
Perawat: lakukan SP5P pada pukul 09.00 di
ruang perawatan klien
Klien: motivasi klien untuk sholat 5 waktu sesuai
jadwal sholat setiap hari

S: “kita berbincang 10 menit ya”


SP5P Melakukan SP5P perilaku “ saya dapat obat 3 macam dari dokter”
kekerasan: “oh, berarti yang warnanya orange itu CPZ
1. Mengevaluasi jadwal supaya pikiran saya tenang dan tidak marah-
kegiatan harian klien marah lagi”
2. Melatih klien mengontrol “terus yang warna putih itu supaya saya rileks
perilaku kekerasan dengan dan tidak tegang ya disebut THP”
minum obat “yang warna merah jambu itu disebut HPL
3. Menganjurkan klien supaya saya tidak marah-marah lagi kan?”
memasukkan ke dalam “Semua obatnya harus saya minum sehari 3 kali
jadwal kegiatan harian klien kan?”
“ saya akan minum obat sesuai jadwal dan
teratur, baik di rumah sakit sekarang atau sudah
pulang ke rumah nanti”
“saya akan minum obat setiap hari pukul 7 pagi,
1 siang dan 7 malam.”

O: kontak mata baik, klien kooperatif, klien


memasukkan ke dalam jadwal kegiatah harian
minum obat setiap pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7
malam.

A: SP5P tercapai

P:
Perawat: lanjutkan SP budaya perilaku kekerasan
pukul 10.00 di ruang perawatan klien
Klien: motivasi klien untuk minum obat sesuai
jadwal harian setiap hari pukul 7 pagi, 1 siang,
dan 7 malam.
(Damaiyanti dan Iskandar, 2014)
Daftar Pustaka

Nanda. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 Edisi


11 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Samarinda: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai