Anda di halaman 1dari 91

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terucap hanya kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas mengenai
“ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM KORONER AKUT (SKA) ”.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umat yang
senantiasa taat dalam menjalankan syariatnya.
Kami mengucapkan terima kasih tiada tara kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Bila dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal tidak
berkenan bagi pembaca, dengan segala kerendahan kami, kami mohon maaf yang
setulusnya.
Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat kami harapkan untuk
perbaikan makalah ini kedepan. Semoga taufik, hidayah dan rahmat senantiasa
menyertai kita semua menuju terciptanya keridhaan Allah SWT.
Gorontalo, Maret 2020

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
1.1. Latar Belakang..........................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................6
1.3. Tujuan........................................................................................................6
BAB II KONSEP MEDIS.......................................................................................7
2.1. Definisi..........................................................................................................7
2.2. Klasifikasi......................................................................................................8
2.3. Etiologi........................................................................................................17
2.4. Patofisiologi................................................................................................18
2.5. Manifestasi Klinis........................................................................................19
2.6. Komplikasi..................................................................................................20
2.7. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................21
2.8. Penatalaksanaan...........................................................................................22
BAB III PENANGANAN KEGAWATDARURATAN SKA..............................27
3.1. Penanganan Awal........................................................................................27
3.2. Tatalaksana Farmakologis...........................................................................27
BAB IV KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.................................................29
4.1. Pengkajian...................................................................................................29
4.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................38
4.3. Intervensi Keperawatan...............................................................................38
BAB V PENUTUP.................................................................................................91
5.1. Kesimpulan..................................................................................................91
5.2. Saran............................................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................92
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindroma koroner akut merupakan terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan terjadinya infark/iskemik miokard yang terjadi secara akut.
Keadaan ini biasanya disebabkan karena penurunan aliran darah koroner secara
mendadak. Infark miokard akut non elevasi segmen ST (IMANEST) merupakan
salah satu manifestasi dari sindroma koroner akut (Amsterdam et al., 2014).

Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak aretoma


pembuluh darah koroner yang robek atau pecah. Pada kasus ini, hal tersebut dapat
menimbulkan oklusi subtotal pada pembuluh darah koroner yang menyebabkan
penurunan suplai oksigen ke miokardium (PERKI, 2015). Jika hal tersebut
dibiarkan terus terjadi lebih dari 20 menit dapat menimbulkan infark miokard
yang menyebabkan munculnya morbiditas maupun mortalitas (Liwang dan
Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2012, penyakit


jantung iskemik menjadi penyebab nomor satu kematian di seluruh dunia.
Terhitung sebanyak 7.4 juta orang meninggal akibat penyakit jantung iskemik.
Penyakit jantung iskemik adalah penyebab kematian kelima terbanyak pada
negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 39 per 100.000 penduduk
(WHO, 2014). Berdasarkan data Euro Heart Survey (EHS), dari 10.000 pasien
sindroma koroner akut sebanyak 42,3% pasien didiagnosis menderita
IMANEST (Iqbal dan Fox, 2010). Sedangkan di Indonesia, berdasarkan
data penelitian dari Jakarta Acute Coronary Syndrome (JAC) Registry, terdapat
total pasien sindroma koroner akut pada tahun 2007, 2010, dan 2013 sebanyak
1223 pasien, 1915 pasien, dan 1925 pasien yang tergolong sebagai sindroma
koroner akut non elevasi segmen ST (Dharma et al., 2015). Angka tersebut
menunjukkan bahwa penyakit ini mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Kejadian sindroma koroner akut menjadi suatu masalah di bidang
kardiovaskular karena selain meningkatkan angka mortalitas yang tinggi juga
meningkatkan angka perawatan di rumah sakit (PERKI, 2015). Tidak hanya itu,
kejadian morbiditas dan mortalitas pada sindroma koroner akut juga cukup
signifikan yaitu mencakup setengah mortalitas akibat penyakit kardiovaskular.
Kejadian morbiditas dan mortalitas memang lebih rendah pada pasien IMANEST
dibandingkan dengan pasien infark miokard akut elevasi segmen ST (IMAEST),
tetapi masih perlu diperhitungkan karena sekitar 15% pasien meninggal atau
mengalami reinfark dalam waktu 30 hari setelah didiagnosis (Kolansky, 2009).

Penelitian di Thailand menunjukkan angka kejadian mortalitas di rumah sakit


pada pasien yang terdaftar di Thai Acute Coronary Sindromae Registries
(TACSR) sebanyak 526 pasien sindroma koroner akut non elevasi segmen ST
(Kiatchoosakun et al., 2007). Di Spanyol, dari 46.007 kasus ditemukan kejadian
mortalitas di rumah sakit sebesar 4.401 kasus (9.6%) dan angka ini ditemukan
lebih tinggi pada pasien dengan umur 74 tahun (16%) dengan diagnosis infark
miokard (Aguado-Romeo et al., 2007).

Untuk menangani keadaan tersebut diperlukan stratifikasi risiko yang dapat


memberikan prognosis mengenai kejadian mortalitas terutama di rumah sakit.
Salah satu stratifikasi risiko yang dapat digunakan adalah skor Thrombolysis In
Myocardial Infarction (TIMI). Skor TIMI adalah sistem skoring yang dapat
memprediksikan kejadian mortalitas jangka pendek berdasarkan umur dan data
klinis pasien. Sistem skoring ini memberikan prognosis yang bagus mengenai
mortalitas baik pada wanita maupun pria. Semakin meningkatnya skor TIMI
diikuti dengan meningkatnya kejadian mortalitas di rumah sakit (Gevaert et al.,
2014).

Penelitian membuktikan bahwa tingginya skor TIMI merupakan suatu


prediktor terhadap peningkatan risiko terjadinya cardiac events. Sebanyak 64%
pasien dikategorikan dalam status “risiko tinggi” untuk mengalami terjadinya
cardiac events yang serius. Skor TIMI juga dinilai memiliki nilai ketepatan yang
lebih akurat dalam memprediksi mortalitas dan infark miokard baik pada 30 hari
maupaun 360 hari follow up (Fernandes-Berges et al., 2011). Selain menggunakan
skor TIMI sebagai stratifikasi risiko, kadar troponin

T juga merupakan variabel yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas


dalam sindroma koroner akut. Menurut Cannon dan Braunwald, terdapat
hubungan langsung antara peningkatan troponin dengan mortalitas (Cannon dan
Braunwald, 2013). Troponin T merupakan sebuah protein yang keluar dari
miokardium yang mengalami nekrosis pada kondisi infark miokard akut.
Troponin T lebih dipilih sebagai biomarka nekrosis miokardium karena memiliki
spesifitas dan sensitivitas yang tinggi (Xu et al., 2013).

Troponin T juga digunakan sebagai pemeriksaan biomarka jantung untuk


keperluan diagnostik maupun prognostik dalam sindroma koroner akut. Penelitian
di Thailand menyimpulkan bahwa biomarka jantung merupakan salah satu
variabel yang berkaitan erat dengan kejadian mortalitas di rumah sakit. Dari
penelitian tersebut didapatkan odds ratio biomarka jantung yaitu 1,7
(Kiatchoosakun et al., 2007). Peningkatan kadar troponin T pada pasien
IMANEST dihubungkan dengan prognosis yang buruk (Al-Hadi dan Fox, 2009).

Dalam beberapa penelitian ditemukan pula bahwa leukosit yang merupakan


mediator inflamasi ternyata juga memiliki peran dalam proses penyembuhan sel
otot jantung yang nekrosis. Leukosit dalam responnya sebagai reparative
inflammation diinisiasi untuk menggantikan jaringan nekrotik dengan jaringan
parut. Semakin besar luas wilayah infark, maka semakin tinggi pula kadar jumlah
leukosit (Nunez et al., 2005).

Kejadian mortalitas di rumah sakit mengalami peningkatan seiring dengan


meningkatnya hitung jumlah leukosit. Data penelitian mengenai hubungan hitung
jumlah leukosit terhadap mortalitas di rumah sakit membagi perhitungan leukosit
menjadi empat kuartil yaitu Q1 (5,0 – 7,7 x 103/mL), Q2 (7,8 – 9,7 x 103/mL),
Q3 (9,8 – 12,4 x 103/mL), dan Q4 (12,5 x 103/mL).

Dari pembagian tersebut didapatkan jumlah sebanyak 1,208 pasien untuk Q1,
1,756 pasien untuk Q2, 2,379 pasien untuk Q3, dan 4,427 pasien untuk Q4 yang
meninggal di rumah sakit. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi hitung jumlah leukosit yang didapatkan semakin tinggi pula kejadian
mortalitas yang akan dialami (Grzybowski et al., 2004).

Ketiga variabel diatas yaitu skor TIMI, kadar troponin T dan hitung jumlah
leukosit merupakan stratifikasi risiko yang telah banyak diteliti sebagai prediktor
mortalitas. Berdasarkan pemaparan latar belakang permasalahan diatas, maka
penulis merasakan pentingnya dilakukan penelitian mengenai skor TIMI, kadar
troponin T, dan hitung jumlah leukosit sebagai stratifikasi risiko terhadap
mortalitas di rumah sakit pada pasien IMANEST.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis dari Autisme pada pasien Sindrom Koroner
Akut (SKA) ?
2. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada pasien Sindrom
Koroner Akut (SKA) ?
3. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien Sindrom Koroner Akut
(SKA) ?

1.3. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui konsep medis dari pasien Sindrom
Koroner Akut (SKA).
2. Mahasiswa mampu mengetahui penanganan kegawatdaruratan dari
pasien Sindrom Koroner Akut (SKA).
3. Mahasiswa mampu mengetahui konsep keperawatan dari Pasien
Sindrom Koroner Akut (SKA) ?
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan yang diakibatkan
oleh gangguan pada pembuluh darah Koroner yang bersifat progresif, terjadi
perubahan secara tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil. (Susilo., 2013;
Oktavianus & Sari., 2014)

Sindrom Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinik brupa perasaan tidak enak didada atau gejala- gejala lain
sehingga akibat dari iskemia miokard. Sindrom Koroner Akut adalah istilah untuk
tanda-tanda klinis dan gejala iskemia miokard: angina tidak stabil, non ST segmen
elevasi infark miokard, dan elevasi ST segmen infark myocard. Sindrom Koroner
Akut merupakan satu dari tiga penyakit pembuluh darah arteri koroner, yaitu:
STEMI, non STEMIdan unstable angina pectoris. (mulyadi., 2015)

Suatu spektrum penyakit dengan etiologi bermacam-macam, terdapat


ketidakseimbangan antara pemberian dan kebutuhan oksigen miokardium
Meliputi STEMI, non-STEMI, dan angina tak stabil. (Widya., 2014).

Acute coronary syndrome (ACS) mengacu pada spektrum presentasi klinis


mulai dari ST-I sampai elevasi miokard ST-segmen sampai presentasi yang
ditemukan pada infark miokard elevasi non-ST-segmen (NSTEMI) atau angina
yang tidak stabil. Dalam hal patologi, ACS hampir selalu dikaitkan dengan ruptur
plak aterosklerotik dan trombosis parsial atau lengkap dari arteri terkait infark.
Namun, dalam beberapa kasus, penyakit arteri koroner yang stabil dapat
mengakibatkan ACS jika tidak ada ruptur plak dan trombosis, ketika stres
fisiologis (misalnya trauma, kehilangan darah, anemia, infeksi, takiaritmia)
meningkatkan tuntutan pada jantung. Diagnosis infark miokard akut dalam setting
ini memerlukan temuan kenaikan dan penurunan penanda biokimia nekrosis
miokard selain minimal 1 dari yang berikut:

 Gejala iskemik
 Perkembangan gelombang Q patologis pada elektrokardiogram (EKG)
 Perubahan ST-segment-T wave (ST-T) yang signifikan atau blok cabang
bundel kiri yang baru (LBBB)
 Bukti pencitraan hilangnya miokardium baru yang baru atau kelainan
gerak dinding regional yang baru
 Trombus introsoroner diidentifikasi dengan angiografi atau otopsi
(Sumber: Coven. 2016)

2.2. Klasifikasi
1. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
a. Definisi

ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) terjadi karena


sumbatan yang komplit pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan
pengobatan akan dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang
lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami
fibrilasi ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan
kematian.Bantuan medis harus segera dilakukan.( Juliawan, 2012)

ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) adalah kerusakan


jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-
tiba.Kejadian ini erat hubungannya dengan adanya penyempitan arteri
koronaria oeh plak atheroma dan thrombus yang terbentuk akibat
rupturnya plak atheroma.Secara anatomi, arteri koronaria dibagi
menjadi cabang epikardial yang memperdarahi epikard dan bagian
luar dari miokard dan cabang profunda yang memperdarahi endokard
dan miokard bagian dalam. (Oktavianus & Sari., 2014)

Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah


nekrosis miokardium akibat iskemia total. Infark miokardium akut
yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab
tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju.

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara


mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang
sudah ada sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang berkembang
secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu.STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injurivaskular, dimanainjuri
ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan
akumulasi lipid. (Muliadi. 2015).

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot


jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh
proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan
ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST
elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh
darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya
benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat
nutrisi-oksigen dan mati. (Putra. 2012)

adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat


trombus arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor
plak yang kemudian di ikuti oleh pembentukan trombus oleh
trombosit. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak. Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation
myiocardinal infrarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum
koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA
tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (Masturah.2012).

Elevasi segmen ST, Kondisi ini disebut ACS elevasi ST dan


umumnya refleksi Oklusi koroner total akut. Sebagian besar pasien
pada akhirnya Kembangkan ST-Elevation myocardial infarction
(STEMI). Itu Pengobatan utama pada pasien ini adalah reperfusi
segera Dengan angioplasti primer atau terapi brinolitik. (Roffi. 2016)

Gambar.1 Perubahan rekam jantung (EKG) pada serangan jantung


STEMI (sumber:
http://www.isic.or.id/patient_education_and_collaboration/2014/10/s
erangan_jantung_tipe_stemi_st-elevation_myocardial_infarction_5)

Gambar. 2 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) (sumber:


http://www.ina-ecg.com/2015/10/anterior-st-elevation-
myocardial.html)

b. Manifestasi klinis
1) Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti
rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,
dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak
berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai :
berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
2) Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat
nitrat.
3) Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal
jantung akut.
4) Bisa atipik:
 Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
 Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau
atau gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.
(Sumber: Putra.2012)
2. NON-ST Eevasi Miokard Infark (NONSTEMI)
a. Definisi
Non ST-Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI) yang sering
disebut dengan istilah non Q-wave MI atau sub-endocardial MI. Pada
beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko tinggi
untuk terjadinya kemacetan pembuluh darah koroner, yang dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih luas dan aritmia yang
dapat menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya sumbatan
dapat terjadi pada beberapa jam pertama dan menghilang dalam
seiring dengan waktu. (Juliawan, 2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) didefinisikan sebagai
nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan
darah akibat sumbatan akut arteri koroner yang ditandai dengan
adanya segmen ST elevasi pada EKG. Sumbatan ini sebagian besar
disebabkan oleh repture plak, atheroma pada arteri koroner yang
kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi
inflamasi, dan mikroembolisasi distal.Kadang-kadang sumbatan akut
ini dapat pula disebebkan oleh spame arteri koroner, emboli atau
vaskulitis.(Oktavianus & Sari., 2014)
Pada prinsipnya, gejala dan manifestasi klinis dari non STEMI
adalah sama dengan gejala pada unstable angina pectoris (UAP).
Diantara tandanya yaitu:
• Biasanya pada gambaran EKG tampak normal, tetapi dijumpai
adanya T interved dan adanya gelombang ST depresi
• Enzim jantung umumnya normal
• Terjadi injuri pada bagian dari miokard
• Dapat sedikit lega atau untuk sementara waktu dengan istirahat dan
nitrogliserin (Oktavianus & Sari., 2014)
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi
dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau
oklusi parsial arteri koroner utama yang sebelumnya terkena
aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot
jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan jantung.
(Anggraeni. 2014)
Nyeri dada lebih dari 20 menit dengan lokasi khas substernal atau
kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti di peras, perasaan
seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau
tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada
penderita NSTEMI. Pada EKG ditemukan deviasi ST segmen depresi
> 0,5mm , dapat disertai dengan gelombang T inverse. Biomarker
miokard ditandai dengan peningkatan CKMB > 25 µ/l dan Troponin T
positif > 0,03. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis,
sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga
terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia
lebih dari 65 tahun. (Muliadi. 2015)

Gambar. 3 Perbandingan EKG normal dan yang mengalami NSTEMI


(http://www.asuhankeperawatan.net/cara-pemasangan-cepat-
membaca-ekg-12-lead-dan-ekg-1-lead/)

Gambar. 4 Non-ST Elevasi Miokard Infark (NONSTEMI)


(http://jantungoke.blogspot.co.id/2012/12/)

b. Manifestasi klinis
 Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada
angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya
nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.
Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan
keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Biasanya nyeri
dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke
epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa
hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau
penderita DM berkaitan dengan neuropathy.

 Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan
cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang
tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya
disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
 Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah,
dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi
diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
 Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia
ventrikel, gelisah.
(Sumber: Masturah. 2012; Risky.2014)
3. Unstable Angina Pectoris
a. Definisi
Nyeri dada adalah gejala nonspesifik yang dapat menyebabkan
penyakit jantung atau noncardiac. Tidak stabil Angina termasuk dalam
spektrum presentasi klinis yang disebut secara kolektif sebagai
koroner akut Sindrom (ACSs), yang berkisar dari ST-segment
elevation myocardial infarction (STEMI) sampai Non-STEMI
(NSTEMI). Angina tidak stabil dianggap sebagai ACS dimana tidak
ada yang terdeteksi Pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard.
Istilah angina biasanya dicadangkan Untuk sindrom nyeri yang timbul
dari dugaan iskemia miokard. (Tan., 2015)
Unstable angina pectoris (UAP) adalah suatu sindromaklini yang
ditandai dengan episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan
di dada depan. Penyebabnya diperkirakan berkurangnya aliran darah
coroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat, atau
dengan kata lain suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
Angina pectoris didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada
(chest discomfort) akibat iskemia miokard.Perasaan tidak enak di dada
ini berupa nyeri, rasa terbakar, atau rasa tertekan.Kadang-kadang tidak
dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau di ulu
hati. (Oktavianus & Sari., 2014)
Angina pektoris adalah hasil dari iskemia miokard yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara suplai darah miokard dan kebutuhan
oksigen. Ini adalah menyajikan gejala umum (biasanya, nyeri dada) di
antara pasien dengan penyakit arteri koroner (CAD). Sekitar 9,8 juta
orang Amerika diperkirakan mengalami angina per tahun, dengan
500.000 kasus baru angina terjadi setiap tahun. (Alaeddini., 2016)
Yang tegolong dalam unstable angina pectoris (UAP) adalah nyeri
dada yang munculnya tidak tentu, dapat terjadi pada saat penderita
sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat dan
gejalanya bervariasi tergantung bentuk, besar kecil dan keadaan
thrombus. Beberapa kriteria yang dapatdipakai untuk mendiagnosis
angina pectoris yang tidak stabilyaitu:
 Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam
intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pectoris yang
dialami selama ini.
 Angina at restnocturnal yang baru.
 Angina pasca infark miokard
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan nyeri angina meliputi hal-
hal sebagai berikut:
 Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara
meningkatkan oksigen jantung.
 Pajanan terhadap dinding dapat mengakibatkan vasokonstriksi
dan peningkatan tekanan darah disertai peningkatan kebutuhan
oksigen.
 Memakan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke
mesentrik untuk pencernaan, sehingga menurunkan
ketersediaan darah untuk suplai jantung. Pada jantung yang
sudah parah pintasan darah untuk pencernaan membuat
nyeriangina semakin buruk.
 Stress atau emosi akibat situasi yang menegangkan,
menyebabkan frekuensi jantung meningkat akibat pelepasan
adrenalin dan meningkatkan tekanan darah, dengan demikian
beban bekerja jantung meningkat.
Perubahan EKG seperti segmen ST depresi elevasi segmen ST, atau
inversi glombang T mungkin terjadi selama angina tidak stabil tetapi
sementara. Antung spidol, CPK tidak ditinggikan tapi troponin I atau
T mungkin akan sedikit meningkat. Angina tidak stabil secara klinis
tidak stabil dan sering merupakan awal MI atau aritmia atau, lebih
jarang terjadi, kepada kematian mendadak. Rasa sakit atau
ketidaknyamanan angina tidak stabil biasanya lebih kuat,berlangsung
lama, yang dipicu oleh kurang tenaga, terjadi spontan pada saat
istirahat (sebagai angina decubitus), adalah progresif (crescendo) di
alam, atau melibatkan kombinasi dari fitur ini. Angina pada umumnya
dapat hilang dengan istirahat dan nitrogliserin.(Oktavianus dan
Febriana Sartika S., 2014)
b. Manifestasi klinis
Gejala angina tidak stabil serupa dengan infark miokard (MI) dan
meliputi berikut:
 Nyeri dada atau tekanan
 Berkeringat
 Dispnea
 Mual, muntah
 Pusing atau kelemahan mendadak
 Kelelahan
 Nyeri atau tekanan di punggung, leher, rahang, perut, atau bahu
atau lengan.
 Gejala yang terjadi saat istirahat; Menjadi tiba-tiba lebih sering,
parah, atau berkepanjangan berubah dari pola angina biasa; dan
tidak menanggapi beristirahat.
(Sumber: Tan., 2015)

2.3. Etiologi
penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam enam kategori utama:

 Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat


disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak
terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya kontraktilitas
(kardiomiopati).
 Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
 Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
 Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
 Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade).
 Kelainan kongenital jantung.

mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) dipengaruhi oleh beberapa


keadaan, yakni:

 Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)


 Stress emosi, terkejut
 Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.

Faktor resiko
Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner dibagi dua yaitu faktor
resiko yang dapat dimodifikasi dan factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain:

 Hipertensi
 Diabetes
 Hiperkolesterolemia
 Merokok
 Kurang latihan
 Diet dengan kadar lemak tinggi
 Obesitas
 Stress

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:

 Riwayat PJK dalam keluarga


 Usia di atas 45 tahun
 Jenis kelamin laki-laki > perempuan
 Etnis tertentu lebih besar resiko terkena PJK

2.4. Patofisiologi
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada
Sindrom Koroner akut akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel,
sehingga volume residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke
volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV
(End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle
End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya bergantung pada
kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastol atrium dan ventrikel
berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP( Left
Atrium Pressure ), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan
meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut
merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru.

Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan


arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi
pulmonal akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses
yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan
terjadi kongesti sistemik dan edema.

ada beberapa mekanisme patofisiologi sindrom koroner akut :

1. Mekanisme neurohormonal : Pengaturan neurohormonal melibatkan


sistem saraf adrenergik (aktivasi sistem saraf simpatis akan meningkatkan
kadar norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stres oksidatif (peningkatan
kadar ROS/reactive oxygen species), arginin vasopressin (meningkat),
natriuretic peptides, endothelin, neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide,
bradikinin, adrenomedullin (meningkat), dan apelin (menurun).
2. Remodeling ventrikel kiri : Remodeling ventrikel kiri yang progresif
berhubungan langsung dengan memburuknya kemampuan ventrikel di
kemudian hari.
3. Perubahan biologis pada miosit jantung :Terjadi hipertrofi miosit jantung,
perubahan komplek kontraksi-eksitasi, perubahan miokard, nekrosis,
apoptosis, autofagi.
4. Perubahan struktur ventrikel kiri : Perubahan ini membuat jantung
membesar, mengubah bentuk jantung menjadi lebih sferis mengakibatkan
ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, sehingga terjadi peningkatan
dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan peningkatan
hemodynamic overloading.

2.5. Manifestasi Klinis


a. Unstable Angina
 Nyeri dada karena iskemia
 Kejadiannya baru, lebih sering, lebih berat dan lebih lama
dibandingkan nyeri yang pernah dialami sebelumnya
 Sukar dikendalikan dengan obat-obatan
 Terjadi pada saat istirahat atau aktifitas ringan
 Biomarker jantung tidak meningkat.
b. Myocardial infarction
 Nyeri dada iskemia
 Terdapat peningkatan biomarker jantung
 STEMI : terdapat ST elevasi pada pemeriksaan EKG 12 lead
 NonSTEMI : tidak terdapat peningkatan segmen ST
c. Nyeri dada khas angina

Nyeri dada khas angina berupa nyeri dada rasa berat/ ditindih/dihimpit
didaerah retrosternal menjalar kelengan kiri

leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah yang timbul saat aktivitas
dan bekurang saat istirahat.

Untuk nyeri dada angina lamanya <20 menit.

Untuk nyeri dada infark nyeri >20 menit dan tidak berkurang walau
dengan pemberian nitrat.

d. Biasanya disertai gejala sistemik berupa mual,muntah dan keringat dingin


dan kadang-kadang bisa sampai pingsan.
e. Nyeri epigastrium
f. Nyeri dada tidak khas

Nyeri dada yang tidak disertai penjalaran, atau kadang-kadang hanya


keringat dingin dan lemas saat aktivitas biasanya terjadi pada orang tua
atau pada penderita diabetes melitus.

g. Nyeri dada angina equivalen

presentasi klinis tidak berupa nyeri dada tetapi sesak napas.


h. Pingsan, terutama pada orang tua.

2.6. Komplikasi
1. Aritmia
2. Emboli Paru
3. Gagal Jantung
4. Syok Kardiogenik
5. Kematian mendadak
6. Abeurisma Ventrikel
7. Ruptur septum Ventrikuler
8. Ruptur muskulus papilaris
(Sumber: Oktavianus & Sari., 2014)

2.7. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
• Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
• Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
• Laju Endap Darah (LED)
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA, menunjukkan
inflamasi.
• AGD
Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
• Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
b. Rontgen Dada

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung(CTR > 50 %)


diduga gagal jantung atau aneurisma ventrikuler
c. Ekokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi ventrikel, gerakan katup atau


dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

d. Pemeriksaan pencitraan nuklir

Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal
lokasi atau luasnya AMI.

e. Angiografi koroner

Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.Biasanya


dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).Prosedur tidak selalu dilakukan pada
fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.

f. Treatmill test

Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan


sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan

(Sumber: Mulyadi., 2015)

2.8. Penatalaksanaan
Prinsip umum :

1. Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer


untuk menyelamatkan oto jantung dari infark miokard
2. Membatasi luasnya infark miokard
3. Mempertahankan fungsi jantung
4. memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
5. Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan
angina
6. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
a. Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai
berikut:

1. Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,


2. Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT
3. Oksigenasi : Langkah ini segera dilakukan karena dapat
memperbaiki kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami
cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai
dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara
kanul hidung.
4. Nitrogliserin (NTG) : Kontraindikasi bila TD sistolik < 90
mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia. Mula-mula
secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika
sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan
dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit)
dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg.
Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban
awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel;
dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta
menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
5. Morphine : Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan
dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh
sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun,
sehingga preload dan after load menurun, beban miokard
berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena
sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi
pernapasan. Dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg
atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg iv
6. Aspirin: Harus diberikan kepada semua pasien sindrom
koroner akut jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma
bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam
platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal
tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya
lebih baik "chewable" dari pada tablet. Aspirin suppositoria (325
mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah.
7. Antitrombolitik lain : Clopidogrel, Ticlopidine: derivat
tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang
waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara
menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor
platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin
bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal
infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi
trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami
implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat
memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan
pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine
2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang baik dengan
menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan
menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–
5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan
trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi
purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung
sel darah lengkap pada minggu II – III. Clopidogrel sama
efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin,
namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah
komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun
tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap
1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang
membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari
peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet
agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi
dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA
in Patients at Risk of Ischemic Events) menyimpulkan bahwa
Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk
pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada
aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).
b. Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan dalam
pengawasan ketat di ICCU
1) Trombolitik

Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat


trombolitik bermanfaat.Trombolitik awal (kurang dari 6 jam) dengan
strptokinase atau tissue Plasminogen Activator (t-PA) telah terbukti secara
bermakna menghambat perluasan infark, menurunkan mortalitas dan
memperbaiki fungsi ventrikel kiri.

Indikasi :

a) Umur < 70 tahun


b) Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan
pemberian nitrat.
c) Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2 sadapan
EKG
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu streptokinase,
urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA)
dan anisolated plasminogen activator complex (ASPAC).Yang terdapat di
Indonesia hanya streptokinase dan r-TPA.R-TPA ini bekerja lebih spesifik
pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek.

Kontraindikasi :

a) Perdarahan aktif organ dalam


b) Perkiraan diseksi aorta
c) Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatik
d) Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intrakranial
e) Diabetic hemorrhage retinopathy
f) Kehamilan
g) TD > 200/120 mmHg
h) Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan
2) Antikoagulan dan antiplatelet

Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan resiko


untuk terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-
obatan pencegah.Heparin dan Aspirin referfusion trias menunjukkan
bahwa heparin (intravena) diberikan segera setelah trombolitik dapat
mempertahankan potensi dari arteri yang berhubungan dengan infark.

Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.000-40.000


unit dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atau NaCl 0,9% dan
diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat efek, dianjurkan
menambahkan 500 unit intravena langsung sebelumnya.Kecepatan infus
berdasarkan pada nilai APTT (Activated Partial Thromboplastin
Time).Komplikasi perdarahan umumnya lebih jarang terjadi dibandingkan
dengan pemberian secara intermiten.
BAB III
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN SKA

3.1. Penanganan Awal


Penanganan awal Sindrom Koroner Akut dimulai saat diagnosis Angina Pektoris
Tidak Stabil (unstable angina) dan NSTEMI ditegakkan atau bahkan saat kecurigaan terhadap
Sindrom Koroner Akut cukup tinggi, meliputi:

1. Atasi nyeri dada akibat iskemia


2. Melakukan penilaian status hemodinamik dan perbaiki kelainannya. Sebagai contoh
hipertensi dan takikardia merupakan keadaan yang meningkatkan kebutuhan
konsumsi oksigen, dan bisa diatasi dengan pemberiaan penyekat beta dan nitrogliserin
intravena.
3. Hitung risiko untuk terjadi komplikasi menggunakan stratifikasi risiko dini.
4. Berdasarkan estimasi stratifikasi risiko diatas, strategi tatalaksana ditentukan antara
strategi invasif (angiografi koroner dengan tujuan revaskularisasi) atau konservatif
(medikamentosa).
5. Inisiasi terapi antitrombotik (antiplatelet dan antikoagulan) untuk mencegah
terjadinya trombosis baru atau embolisasi dari plak aterosklerosis yang ruptur atau
erosi.
6. Pemberian penyekat beta untuk mencegah terjadinya iskemia berulang dan aritmia
ventrikular maligna.

3.2. Tatalaksana Farmakologis


Penanganan awal diikuti dengan pemberian beberapa terapi farmakologis yang telah
terbukti dapat memperbaiki prognosis jangka panjang, seperti dibawah ini:

1. Pemberian antiplatelet jangka panjang untuk menurunkan risiko trombosis arteri


koroner berulang
2. Beta Bloker
3. Statin

Terapi anti-iskemia dan analgesik


Terapi iskemia dan analgesik diberikan dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi
oksigen oleh miokard. Rangsang nyeri dan kecemasan yang dialami pasien dengan Sindrom
Koroner Akut akan meningkatkan konsumsi oksigen oleh miokard.

Pemberian obat analgesik (morphine) akan membantu mengurangi nyeri dan


kecemasan yang dialami pasien Sindrom Koroner Akut sehingga konsumsi oksigen dapat
diturunkan.

Beberapa panduan untuk terapi anti-iskemia dan analgesik dirangkum di bawah ini.

1. Oksigen yang dianjurkan bila saturasi O2 perifer < 90 %


2. Nitrogliserin, isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual dan dilanjutkan dengan
pemberiaan kontinu melalui intravena, manfaat nitrogliserin antara lain:
 Dilatasi arteri koroner
 Dilatasi sistem vena/venodilator akan menurunkan perload/ volume ventrikel
dan tekanan baji arteri pulmonalis, sehingga berguna pada pasien dengan
kongesti pulmonal.
 Dilatasi arteri sistemik, mengurangi aferload sehingga konsumsi oksigen
turun.
 Terminasi angina variant / angina Prinzmental /angina vasospasme
 Meningkatkan aliran darah melalui kolateral
BAB IV
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

4.1. Pengkajian
Nama Pengkaji :

Tanggal Pengkajian :

Ruang Pengkajian :

Jam :

A. BIODATA PASIEN

Nama :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaaan :

Usia :

Status Pernikahan :

No RM :

Diagnosa Medis :

Tanggal Masuk RS :

Alamat :

B. BIODATA PENANGGUNG JAWAB

Nama :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Hubungan dengan Klien :

Alamat :
C. PENGKAJIAN PRIMER
Airways (jalan nafas)
Sumbatan:

(x) Benda asing

(x) Broncospasme

(x) Darah

(x) Sputum

(x) Lendir

Suara nafas:

(x) Snowring

(x) Gurgling

(ada ) Murmur

Breathing (pernafasan)

Sesak dengan:

(ada) Aktivitas

(X) Tanpa aktivitas (istirahat)

(x) Menggunakan otot tambahan

Frekuensi: …….x/mnt

Irama:

(x) Teratur (x)

Tidak Kedalaman:

(x) Dalam (x)

Dangkal Reflek batuk:

(x) Ada

(x)Tidak
Batuk:

(x) Produktif

(x) Non Produktif

Sputum:

(x) Ada

(x) Tidak

Warna: ………………..

Konsistensi: ………………………...

Bunyi nafas:

(ada )

Ronchi

(x) Creakless

(x) Wheezing

( ) …………………………..

BGA: ……………………………….………………………………………

Circulation (Sirkulasi) Sirkulasi perifer:

Nadi: 100-120x/mnt

Irama: (x) Teratur (v)Tidak

Denyut:

(x)Lemah

(ada)Kuat

(x)Tdk Kuat

TD: >200/120mmHg

Ekstremitas:
(x) Hangat

(ada)Dingin

Warna kulit:

(x) Cyanosis

(ada ) Pucat

(x) Kemerahan

Nyeri dada:

(v) Ada

(x) Tidak

Karakterisrik nyeri dada:

(x) Menetap

(v) Menyebar

(x) Seperti ditusuk-tusuk

(v) Seperti ditimpa benda berat

EKG: menunjukkan keabnormalan pergerakan dinding ventricular dan


mendeteksi rupture papiler atau septal.

Capillary refill:

(v) < 3 detik (x) > 3detik

Edema:

(x) Ya (v)Tidak

Lokasi edema:

(x) Muka (x) Tangan

(x) Tungkai (x) Anasarka

Disability

( ) Alert/perhatian
( ) Voice respons/respon terhadap suara

( ) Pain respons/respon terhadap nyeri

(v) Unrespons/tidak berespons (biasanya sampai jatuh pingsan)

( ) Reaksi pupil

Eksposure/Environment/Event

Pemeriksaan seluruh bagian tubuh terhadap adanya jejas dan perdarahan:

- Tidak ada fraktur

- Tidak ada perdarahan

Pencegahan hipotermi: x

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan:

- Pemeriksaan Laboratorium

 Elektrolit

Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,


misalnya hipokalemi, hiperkalemi.

 Sel darah putih

Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.

 Laju Endap Darah (LED)

Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA, menunjukkan inflamasi.

 AGD

Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.

 Kolesterol atau Trigliserida serum

Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.

a. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung(CTR > 50 %) diduga
gagal jantung atau aneurisma ventrikuler

b. Ekokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi ventrikel, gerakan katup atau dinding


ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

c. Pemeriksaan pencitraan nuklir

Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi
atau luasnya AMI.

d. Angiografi koroner

Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.Biasanya dilakukan


sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel
kiri (fraksi ejeksi).Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.

e. Treatmill test

Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan


sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan

(Sumber: Mulyadi., 2015)

Event/penyebab kejadian:

D. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keluhan utama (bila nyeri = PQRST):
Keluhan utama nyeri dada yang khas, terasa berat ditindih benda berat.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Medikasi/Pengobatan terakhir.
4. Last meal (makan terakhir)
5. Event of injury/penyebab injury
6. Pengalaman pembedahan.
7. Riwayat penyakit sekarang:
Penyakit sekarang mengalami sindrom coroner akut
8. Riwayat penyakit dahulu: Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit
seperti ini

Pemeriksaan Fisik:

a. BB :
b. Kepala
1. Kulit kepala, rambut
2. Mata
3. Hidung
4. Telinga
5. Mulut
6. Leher
c. Pemeriksaan dada
1. Jantung
I : bentuk simetris
P : ictus cordis teraba di ics v mitklavikula
P : pekak (ada pembesaran jantung atau tidak)
A : S1 dan S2 terdapat suara tambahan murmur
2. Paru – Paru
I : bentuk simetris, terdapat retraksi dada, otot bantu nafas??
P : pengembangan paru tidak sama
P : pekak
A : vaskuler
3. Abdomen
I : tidak ada pembesaran abdomen, bentuk datar
A : peristaltik 14 x/mnt
P : terdapat nyeri tekan di kuadran II
P : terdengar tympani pada usus redup pada dan ginjal
4. Genetlia
Terpasang kateter
5. Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus, di sebelah kanan terpasang manset
tensi di sebelah kiri
Ekstremitas bawah : tidak ada oedem maupun fraktur.
Aterosklerosis

Trombosis koroner

Konstriksi Arteri Koronaria


Dx. Pola Napas
Aliran Darah menurun Tidak Efektif

Pengembangan paru tidak


O2 dan nutrisi menurun optimal

Hipertrofi ventrikel kiri


Iskemik jaringan miokard

Beban akhir meningkat,


Nekrosis (jika>30 menit) ventrikel kiri daya dilatasi
ventrikel kiri meningkat
Dx.Nyeri Akut
Infark miokard

Infark transmural Denyut jantung meningkat


Produksi asam laktat dan daya kontraksi jantung
meningkat Infark sub endokardial meningkat

Metabolisme Anaerob Suplai O2 ke Miokard Mekanisme kompensasi


meningkat menurun mempertahankan curah
jantung dan perfusi perifer

Hipoksia

Integritas membran sel


berubah

Kontraktilitas menurun
Dx. Penurunan Curah
Jantung

Beban Jantung Meningkat

Gagal Jantung kiri


Tidak mampu mempertahankan
curah jantung Terhambatnya aliran darah

Bendungan atrium kiri

Perfusi jaringan menurun


Hipertensi Pulmonal

Perfusi jaringan menurun


Tekanan hidrostatik kapiler paru
meningkat
Hipotensi, Asidosis Metabolik dan
Hipoksemia Fatique
Tekanan onkotik meningkat

Dx. Perfusi Perifer Dx. Intoleransi


Transudasi Cairan
Tidak Efektif Aktivitas

Edema paru / cairan

Dx. Gangguan
Pertukaran Gas
4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
2. Penurunan curah jantung (D. 0008)
3. Nyeri Akut (D.0077)
4. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
5. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
6. Intoleransi aktivitas (D.0056)

4.3. Intervensi Keperawatan


No Diagonasa Luaran keperawatan Intervensi keperawatan Rasional
1. Pola nafas tidak efektif Pola nafas Manajemen jalan nafas Manajemen jalan nafas
(D.0005)b.d nyeri saat
bernafas d.d ortopnea Setelah melakukan tindakan Observasi Observasi:
Kategori : fisiologis keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitor pola 1. Untuk mengetahui
Sub kategori: respirasi maka pola nafas tidak efektif nafas(frek apakah ada
Definisi : nspirasi dan/atau dapat diatasi dengan uensi,kedalamanan,us gangguan pada
ekspirasi yang tidak 1. Ventilasi semenit aha nafas) pernafasan
memberikan ventilasi adekuat 2. Kapasitas vital 2. Monitor bunyi nafas 2. Untuk mengetahui
Penyebab : 3. Diameter thoraks tambahan(mis,gurglin apakah ada
1. Depresi pusat anterior-posterior g,mengi,wheezing,ron gangguan bunyi
pernafasan 4. Tekanan ekspirasi khi kering napas
2. Hambatan upaya 5. Tekanan inspirasi 3. Monitor sputum 3. Membantu pasien
nafas (nyeri saat Ket (jumlah,warna,aroma) memulai pernapasan
bernafas , kelemahan 1. Menurun secara normal
otot ,pernafasan) 2. Cukup menurun Terapeutik:
3. Gangguan 3. Sedang Terapeutik 1. Air hangat
neurumuskulor 4. Cukup meningkat 1. Berikan minum memobilisasi dan
4. Posisi tubuh yang 5. Meningkat hangat mengeluarkan secret
menghambat 2. Mengencerkan dan
ekspansi paru Tingakt nyeri mengeluarkan secret
5. Deformitas dinding Setelah melakukan tindakan 2. Lakukan fisio terapi di jalan napas
dada keperawatan selama 3 x 24 jam dada 3. Penghisapan lendir
6. Deformitas tulang maka tingkat nyeri dapat tidak selalu rutin
dada diatasi dengan 3. Lakukan penghisapan dan waktu harus
7. Efek agen 1. Keluhan nyeri lendir dibatasi untuk
marfakologis 2. Meringgis Kurang dari 15 detik mencegah hipoksia
Gejala tanda dan mayor 3. Kesulitan tidur 4. Memaksimalkan
Subjektf Ket sediaan oksigen
1. Dispnea 1. Meningkat 4. Berikan oksugen,jika untuk klien
Gejala dan tanda minor 2. Cukup meninglat perlu 5. Untuk
1. penggunaan otot bantu 3. Sedang memperlancar nafas
pernafasan 4. Cukup menurun 5. Keluarkan sumbatan klien
2. fase eksans 5. Menurun benda padat dengan 6. Untuk mencegah
memanjang forsep McGILL gangguan
3. pola nafas abnormal 6. Pertahankan pertukaran gas
(ms,takipnea,bradipne kepatenan jalan nafas
a,hiperventilasi,kussm dengan headtil-chin-
aul,chehyne-stokes) lift(jaw-thrust jika
subjektif curiga trauma Edukasi:
1. ortopnea servikal) 1. Untuk menjaga
objektif Edukasi keseimbangan
1. pernafasan pursed- 1. Anjurkan asupan cairan klien
lip cairan 2000ml/hari ,
2. diameter thoraks jika tidak 2. Batuk adalah
anterior – posterior kontraindikasi mekanisme
meningkat 2. Ajarkan tehnik batuk pembersihan jalan
3. ventilsi semenit efektif napas alami untuk
menrun mempertahankan
4. kapasital menurun kebersihan jalan
5. tekanan ekspirasi napas
menurun Kolaborasi:
6. tekanan inspirasi 1. Memudahkan
menurun Kolaborasi pengenceran dan
7. Ekskursi dada 1. Kolaborasi pemberian pembuangan secret
berubah bronkodilator,ekspekt
Kondisi klinis terkait oran,mukolitik,jika Dukungan ventilasi
1. Cedera kepala perlu. Observasi:
2. Trauma thoraks Dukungan ventilasi 1. Untuk mengetahui
3. Deresi sisitem saraf Observasi apakah otot-otot
pusat 1. Identifikasi adanya bantu napas itu
kelelahan otot bantu sendiri berfungsi
nafas dengan baik atau
tidak
2. Perubahan posisi
teratur dapat
2. Identifikasi efek meningkatkan
perubahn posisi kesehatan
Terhadap status 3. Penurunan saturasi
pernafasan oksigen dapat
3. Monitor status menunjukkan
respirasi dan perubahan status
oksigenasi kesehatan klien
(mis,frekuensi,dam yang dapat
kedalaman mengakibatkan
nafas,penggunaan hipoksia
otot bantu nafas
,bunyi nafas
tambahan,saturasi Terapeutik:
oksugen) 1. Jalan nafas yang
Terapeutik : paten dapat
1. Pertahankan memberikan
kepatenan jalan nafas kebutuhan oksigen
di semua jaringan
tubuh secara
adekuat
2. Membantu
memaksimalkan
2. Berikan posisi semi ekspansi paru dan
fowler atau fowler menurunkan upaya
pernafasan
3. Posisi yang nyaman
dapat menurunkan
3. Fasilitas mengubah nyeri
posisi senyaman 4. Memaksimalkan
mungkin sediaan oksigen
4. Berikan oksigenasi untuk klien
sesuai
kebutuhan(mis,nasal
kanul,masker
wajah,masker
rebreathing atau non Edukasi:
rebreathing) 1. Untuk
Edukasi meningkatkan
1. Ajarkan ventilasi alveoli dan
melakukan mengurangi tingkat
tehnik stress baik itustres
relaksasi nafas fisik maupun
dalam emosional
2. Untuk mengkaji
kemampuan klien
2. Ajarkan dalam mengubah
mengubah posisi secara
posisi secara mandiri dan
mandiri mengetahui keadaan
umum pasien
3. Batuk adalah
mekanisme
3. Ajarkan tehnik pembersihan jalan
batuk efektif napas alami untuk
mempertahankan
kebersihan jalan
napas
Kolaborasi:
1. Pemberian
Kolaborasi bronkodilator via
1. Kolaborasi pemberian inhalasi akan
bronkhodilator,jika langsung menuju
perlu area broncus yang
mengalami spasme
sehingga lebih cepat
berdilatasi.

Stabilisasi jalan nafas


Observasi
Stabilisasi jalan nafas 1. Untuk mengetahui
Observasi ukuran dan tipe
1. Identifikasi ukuran selang yang
dan tipe selang digunakan oleh
orofaringeal atau pasien.
nasofaringeal 2. Untuk menegtahu
gangguan yang ada
2. Monitor suara nafas pada jalan nafas
setelah selang jalan klien (seperti lendir,
nafas benda asing dll
terpasang(mis,sesak 3. Untuk mengetahui
nafas,mengorok) komplikasi yang
3. Monitor komplikasi terjadi ketika pasien
pemasangan selang telah di pasangkan
jalan nafas selang jalan nafas.
4. Untuk mengetahui
keadaan jantung
4. Monitor kesimetrisan pada permukaan
pergerakan dinding dada.
dada
5. Untuk menetahui
saturnasi oksigen
5. Monitor saturasi klien dikarenakan
oksigen (spo2) dan penurunan saturnasi
co2 oksigen dapat
menunjukan
perubahan status
kesehatan klien
yang dapat
mengakibatkan
hipoksia pada
Terapeutik pasien
1. Gunakan alat
Terapeutik
pelindung diri
1. penggunaan APD
(mis,sarung
bertujuan untuk
tangan,kacamata,mas
mengehindari
ker)
terjadinya resiko
infeksi terhadap
2. Posisiskan kepala
perawat dan pasien.
pasien sesuai dengan
2. agar si pasien
kebutuhan
nyaman pada saat di
lakukan intervensi
keperawatan ketika
berada pada posisi
3. Lakukan pengisipan
yang
mulut dan orofaring
dibutuhkannya.
3. agar tidak terjadi
sumbatan jalan
4. Insersikan selang nafas pada pasien
oro/nasofaring dengan sehingga bisa
bernafas dengan
tepat
baik.
5. Pastikan selang 4. agar mempermudah
oro/nasofaring memberikan
saturasi okesigen
mencapai dasar lidah
kepada pasien.
dan menahan lidah 5. agar pasien
tidak jatuh menerima Saturasi
okesigen dengan
kebelakang
baik dan
pemberiannya harus
6. Fiksasi selang tepat agar pasien
oro/nasofaring dengan tidak meringis
cara yang tepat ketika terjadi
7. Pastikan pemasangan kesalahan
pemberian selang.
selang endotrakeal
6. Agar selang tidak
dan trakeostomi
gampang tercabut
hanaya oleh tim
7. agar pemberian
medis yang kompeten
intervensi lebih
8. Fasilitas pemasanagan
tepat maka yang
selang endotrakeal
berkompoten dapat
dengan menyiapkan
melakukan
peralatan intubasi dan
pemasangan selang
peralatan darurat yang
dengan tepat.
dibutuhkan
8. Agar pasien dapat
tetap bernapas pada
saat prosedur
anastesi (bius),
9. Berikan oksigen
selama operasi, atau
100% selama 3-5
pada pasien dengan
menit , sesuai
kondisi berat yang
kebutuhan mengalami
kesulitan nafas
9. Agar pasien
10. Auskultasi dada menerima saturasi
setelah intubasi
oksigen dengan
cepat yang dapat
memenuhi

11. Gembungkan amnset kebutuhan.

endotrakeal/trakeosto 10. untuk memastikan

mi bahwa pemasangan

12. Tandai selang selang dilakukan

endotrakeal pada bibir dengan cara yang

atau mulut tepat.

13. Verifikasi posisi 11. untuk mengetahui

selang dengan apakah intervensi di

menggunakan x-ray lakukan secara

dada, pastikan trakea tepat.

2-4 cm di atas karina. 12. Untuk menghindari


salah pemasangan
Edukasi selang endotrakeal
1. Jelaskan tujuan dari 13. Untuk mengtahui
prosedur stabilisasi letak posis selang
jalan nafas sudah sesuai

Kolaborasi
Edukasi
1. Kolaborasi pemilihan
1. Agar klien
ukuran dan tipe
megetahui tujuan
selang endotrakeal
dari prosedur
atau selang
stabilisasi jalan
trakeostomi yang
nafas
memiliki volume
tinggi, manset yang Kolaborasi
memiliki tekanan 1. Agar tindakan
darah. optimal

2. Penurunan curah jantung Curah jantung Perawatan jantung Perawatan jantung


b.d perubahan Setelah dilakukan tindakan Observasi: Observasi:
kontraktilitas d.d keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi tanda dan 1. agar dapat
perubahan kontraktilitas , masalah keperawatan gejala primer mengetahui tanda
paroxysmal noctumal penurunan curah jantung penurunan curah dan gejala primer
dyspnea ( PND ), ortopnea, membaik dengan kriteria hasil jantung (meliputi penurunan curah
batuk, terdengar suara sebagai berikut: dispnea,kelelahan,ede jantung pada pasien
jantung s3 dan/atau s4, 1. Kekuatn nadi ma,ortopnea
ejection fraction ( EF) perifer (3) proksimal nokturnal
menurun (D. 0008) 2. Ejuction fraction dyspnea,peningkatan
Kategori : fisiologis (EF) (3) CVP)
Sub kategori : respirasi 3. Cerdiac index (CI) 2. Monitor tekanan 2. untuk mengetahui /
(3) darah ( termasuk mengkaji keadaan
Definisi: ketidakadekuatan 4. Stroke volume tekanan darah klien
jantung memompa darah indeks (SVI) (3) ortostatik,jika perlu)
untuk memenuhi kebutuhan Ket : 3. Monitor fungsi alat 3. untuk membantu
metabolisme tubuh. 1. Menurun pacu jantung jantung klien
2. Cukup menurun berdetak lebih
Penyebab : 3. Sedang teratur dan normal,
1. Perubahan 4. Cukup meningkat tidak terlalu lambat
kontraktilitas 5. meningkat atau cepat
Gejala dan tanda mayor 1. 4. Monitor saturasi 4. untuk mengetahui
Subjektif oksigen kandungan oksigen
Perubahan kontraktilitas: dalam darah
1. Paroxysmal nocturnal 5. Monitor EKG 12 5. untuk mengetahui
dyspnea (PND) sadapan kesehatan jantung
2. Ortopnea pada pnederita atau
3. Batuk kondisi tertentu.
Objektif Agar dapat
Perubahan kontraktilitas : mendeteksi adanya
1. Terdengar suara kelainan jantung
jantung s3 dan s4 dalam waktu cepat
2. Ejuction fraction (EF) Terapeutik: Terapeutik:
menurun 1. Posisikan pasien semi 1. Untuk
Gejala dan tanda minor fowler atau fowler mempermudah
Subjektif dengan kaki kebawah pasien dalam proses
1. Perubahan preload atau posisi yang inspirasi dan
( tidak tersedia ) nyaman. ekspirasi
Objektif 2. Berikan terpai 2. Pengalihan
Perubahan preload : relaksasi,jika perlu. perhatian untuk
1. Murmur jantung meringankan yang
2. Berat badan di rasakan oleh
bertambah pasien
3. Purmonary artery 3. Berikan dukungan 3. Agar terciptanya
wedge pressure emosional dan koping yang efektif
( PAWP) menurun. spritual.
Edukasi : Edukasi:
Kondisi klinis terkait 1. Ajarkan beraktivitas 1. Untuk lebih
1. Sindrom koroner akut fisik sesuai toleransi. mengefisienkan hal-
hal yang di lakukan
agar tidak
mengganggu proses
pernapasan
2. Anjurkan beraktivitas 2. Agar klien dapat
fisik secara bertahap melakukan aktifitas
dengan lebih baik
dan tidak
mengganggu proses
pernapasan
Kolaborasi: Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian 1. Untuk mengurangi
anti aretmia, jika adanya kerja
perlu jantung yang
berlebihan akibat
kompensasi tubuh
terhadap proses
pernapasan
Manajemen Aritmia Manajemen Aritmia
Observasi: Observasi:
1. Identifikasi jenis 1. Untuk mengetahui
aritmia jenis aritmia apa
yang di derita oleh
pasien
2. monitor frekuensi dan 2. Untuk menilai
durasi aritmia kegawatan yang
muncul di
masing;masing
irama dan terapi
yang diberkan
sesuai jenis
gangguan irama
yang muncul
3. monitor saturasi 3. Dapat mengetahui
oksigen kandungan oksigen
dalam darah
Terapeutik: Terapeutik:
1. pasang jalan nafas 1. Untuk
buatan (mis, mempermudah jalan
OPA,NPA,ETT) jika napas
perlu
2. berikan oksigen 2. Memaksimalkan
sesuai indikasi.. sediaan oksigen
untuk klien
Edukasi : Edukasi: -

kolaborasi: Kolaborasi:
1. kolaborasi anti 1. Untuk mengurangi
aritmia, jika perlu gejala aritmia yang
2. pemberian dialami pasien
cardioversi,jika perlu 2. Untuk mengobati
pasien yang
memiliki penyakit
aritmia

3. Perfusi perifer tidak efektif Perfusi perifer Manajemen sensasi perifer Manajemen sensasi
b.d penurunan aliran arteri Setelah dilakukan tindakan perifer
dan vena. d.d nadi perifer keperawatan selama 3x24 jam Observasi : Observasi:
menurun atau tidak teraba ( masalah keperawatan 1. identifikasi penyebab 1. Untuk mencegah
D.0009 ) hopovolemia membaik dengan perubahan sensasi agar tidak terjadi
Kategori : fisiologis kriteria hasil sebagai berikut: gejala-gejala dari
Subkategori : respirasi 1. edema perifer (3) perubahan sensasi
2. nyeri ekstremitas(3) perifer
Definisi : 3. parastesia(3) 2. periksa sensasi tajam 2. Mengetahui tingkat
Penurunan sirkulasi darah 4. kelemahan otot (3) atau tumpul. perubahan sensasi
pada level kapiler yang dapat tajam atau tumpul
mengganggu metabolisme Ket : Terapeutik : Terapeutik:
tubuh. 1. meningkat 1. hindari pemakaian 1. Agar tidak terjadi
Penyebab: 2. cukup meningkat benda-benda hal-hal yang tidak
1. penurunan aliran arteri 3. sedang berlebihan suhunya diinginkan pada
dan vena 4. cukup menurun terlalu panas atau pasien
2. penurunan kosentrasi 5. menurun dingin
hemoglobin Edukasi : Edukasi:
Gejala dan tanda mayor 1. anjurkan penggunaan 1. Mengetahui
subjektif termometer untuk perubahan suhu
- menguji suhu air
Objektif Kolaborasi : Kolaborasi:
- nadi perifer menurun 1. Kolaborasi pemberian 1. Untuk
atau tidak ada analgesik,jika perlu meningkatkan
Gejala tanda minor ambang nyeri
Subjektif
1) nyeri
ekstremitas(klaudikas Perawatan sirkulasi Perawatan sirkulasi
i intermiten) Observasi : Observasi:
Objektif 1. Periksa sirkulasi 1. Perbaikan sirkulasi
1. edema perifer (mis, nadi perifer
perifer edema, meningkatkan
pengisian kapiler, oksigen yang baik
warna, suhu,
anklebrachial index )
2. Indetifikasi faktor 2. Untuk mengetahui
resiko gangguan faktor resiko
sirkulasi (mis, gangguan sirkulasi
diabetes, perokok, pada pasien
orang tua, hepertensi
dan kadar kolestrol
tinggi)
3. Monitor, panas, 3. Mengetahui
kemerahan nyeri, atau keadaaan umum
bengkak pada pasien
ekstremitas.
Terapeutik : Terapeutik:
1. Lakukan pencegahan 1. Untuk mncegah
infeksi tidak terkontaminasi
dengan kuman agar
tidak terjadi
penyebaran infeksi
2. Hindari pengkuran 2. Untuk memantau
tekanan darah pada jika konsentrasi Hb
ekstermitas dengan tidak menurun
keterbatasan perifer.
Edukasi : Edukasi:
1. Anjurkan minum obat 1. Agar tidak dapat
pengontrol tekanan menyebabkan
darah secara teratur tekanan darah naik.
Tekanan darah yang
naik turun ini dapat
menimbulkan efek
yang buruk bagi
kesehatan
2. Anjurkan menghidari 2. Untuk menghindari
penggunaan obat terjadinya interaksi
penyekat beta. obat yang tidak
diinginkan
3. Anjurkan program 3. Untuk
rehabilitas vaskular.. menghindarkan
pasien efek
penyakit.
4. Gangguan pertukaran gas Pertukaran gas Pemantauan respirasi Pemantauan respirasi
(D.0003)b.d perubahan Observasi Observasi:
membran Setelah melakukan tindakan 1. monitorfrekuensi, 1. untuk mengetahui
alveolus-kapiler d.d Pola keperawatan selama 3 x 24 jam irama ,kedalaman,dan kecepatan, irama,
nafas maka pertukaran gas dapat upaya napas kedalaman, dan
abnormal(mis,cepat/lambat diatasi dengan kriteria hasil : upaya untuk
Kategori : fisiologis 1. Dipsnea bernapas
Subkategori : respirasi 2. Bunyi nafas tambahan 2. monitor pola 2. untuk mengetahui
Defnisi : kelebihan atau 3. Takikardi nafas(seperti apakahh ada
kekurangan oksigenasi Ket: bradipnea,takipnea gangguan pola
dan/atau eleminasi 1. Meningkat hiperventilasi,kussma napas
karbondioksida pada 2. Cukup meninglat ul,cheyne-
membran alveolus – kapiler. 3. Sedang stokes,biot.ataksik)
Penyebab : 4. Cukup menurun 3. monitor kemampuan 3. batuk efektif dapat
1. Ketidakseimbangan 5. Menurun batuk efektif membantu
ventilasi-perfusi Respon ventilasi mekanik mengeluarkan
2. perubahan membran dahak bila ada
alveolus-kapiler Setelah melakukan tindakan 4. monitor adanya 4. untuk meperlancar
gejala dan tanda mayor keperawatan selama 3 x 24 jam produjsi sputum proses pernapasan
subjektif maka respon ventilasi mekanik 5. monitor adanya 5. agar tidak
1. dispnea dapat diatasi dengan kriteria sumbatan jalan nafas menghambat
objektif hasil : jalannya napas
1. PCO2 1. Sekresi jaalan nafas 6. palpasi kesimetrisan 6. meningkatkan
meningkat 2. Saturasi oksigen ekspansi paru ekspansi paru dan
/menurun 3. Suara nafas tambahan memaksimalkan
2. PO2 menurun 4. FlO2 memenuhi oksigenasi
3. Takikardi kebutuhan 7. monitor saturasi 7. Dapat mengetahui
4. Ph arteri Ket : oksigen kandungan oksigen
meningkat/me 1. Menurun dalam darah
nurun 2. Cukup menurun 8. monitor hasil x-ray 8. Untuk mengetahui
5. Bunyi nafas 3. Sedang toraks kondisi tubuh
tambahan 4. Cukup meningkat terapeutik Terapeutk:
Gejala dan minor 5. meningkat 1. atur interval 1. Membsntu
Subjektif pemantauan , respirasi mengatur
1. Pusing sesuai kondisi pasien interval,respirasi
2. Penglihatan 2. dokumentasikan hasil sesuai kondisi
kabur pemantauan pasien
Subjektif 2. Mendekumentasi
1. Sianosis hasil pmentauan
2. Diaforesis pasien
3. Gelisah
4. Nafas cuping hidung
5. Pola nafas edukasi Edukasi :
abnormal(mis,cepat/la 1. jelaskan tujuan dan 1. Untuk menjelaskan
mbat prosedur pemantauan tujuan dan prosedur
,regular/iregular,dalam pemantaun pada
/dangkal) pasien
6. Warna kulit 2. informasikan hasil 2. Untuk
abnormal(mis,pucat, pemantauan,jika perlu meningkatkan hasil
kebiruan) informasi
7. Kesadaran menurun pemantauan
Kondisi klinis terkait Terapi oksigen Terapi oksigen
1. Gagal jantung
kongesif Observasi Observasi :
2. Pneumonia 1. monitor kecepatan 1. Untuk mengtahui
3. Tuberkulosis paru aliran oksigen kecepatan oksigen
4. Infeksi di dalam tubuh
2. monitor posisi alat 2. Untuk mengetahui
terapi oksigen posisi terapi pasien
3. monitor tanda dan 3. Untuk mengetahui
gejala toksikasi dimana terjadinya
oksigen dan etelektasisdan gejala
atelectasis toksikasi oksigen
4. Untuk menjega
4. monitor tingkat terjadinya
kecemasan akibat kecemasan
terapi oksigen 5. Untuk menjega
5. monitor integritas kerusakan mukuso
mukosa hidung akibat hidung
pemasangan oksige Terapeutik :
Terapeutik : 1. membantu
1. bersihkan sekret pada membersihkan
mulut,hidung sekret pada mulut
trakea,jika perlu hidung
2. membantu
2. pertahankan mempertanhannkan
kepatenan jalan nafas kepatenan jalan
nafas
3. membantu dan
3. siapkan dan atur mengatur peraltan
peralatan pemberian pemberian oksigen
oksigen 4. untuk menjega agar
4. berikan oksigen klien tidak
tambahan ,jika perlu kekurangan ogsigen

Edukasi :
Edukasi 1. untuk mengajarkan
1. ajarkan pasien dan kepada pasien atau
keluarga cara keluarga cara
menggunakan oksigen menggukan oksigen
dirumah secara mandiri
Kolaborasi :
kolaborasi 2. agar dapat
1. kolaborasi memantau oksigen
pemantauan oksigen pada saat
saat aktivitas dan/atau beraktifitas tidur
tidur
pengaturan posisi
pengaturan posisi observasi
observasi 1. Agar dapat
1. monitor status mengontrol
oksigenasi sebelum pernafasan klien
dab sesudah
mengubah posisi 2. Agar dapat
2. monitor alat traksi memobilisasi
agar selalu tepat tulang, reduksi
dislokasi, distraksi
interforamina
dengan cepat dan
mengurangi rasa
nyeri
terapeutik
terapeutik 1. Agar klien tidak
1. tempatkan pada banyak beraktivitas
matras/tempat tidur sehingga
terapeutik yang tepat meminimalisir
pergerakan
2. Agar klien tetap
2. tempatkan pada posisi nyaman pada posisi
terapeutik keadaannya
3. Agar klien mudah
3. tempatkan bel atau dalam
lampu pangggilan memanggil/memint
dalam jangkauan a bantuan perawat
atau dokter
4. Agar klien dengan
4. tempatkan objek yang mudah menjangkau
sering digunakan objek yang diambil
dalam jangkauan 5. Agar klien tidak
5. sediakan matras yang mudah jatuh
kokoh/padar 6. Agar klien tetap
6. atur posisi yang nyaman dalam
disukai,jika tidak posisinya
kontraindikasi 7. Agar pernapasan
7. atur posisi untuk klien tetap lancar
mengurangi
sesak(mis.semi
flower) 8. untuk memperlancar
8. atur posisi yang jalan napas klien
meningkatkan 9. mencegah
drainage terjadinya
9. posisikan tubuh pada pergeseran
kesajajaran tubuh 10. Agar klien tidak
yang tepat pegal pada lehernya
10. berikan bantal yang 11. Agar klien tidak
tepat pada leher melakukan gerakan
11. motivasi melakuakn yang dapat
romaktif atau pasif memperparah
keadaannya
12. meningkatkan
ekspansi paru dan
12. tinggikan tempat tidur memaksimalkan
bagian kepala oksigenasi
13. Agar dapat
meminimalisir rasa
13. hindari menempatkan nyeri
pada posisi yang
dapat meningkatkan 14. Mencegah
nyeri deformitas
14. hindari posisi yang
menimbukan 15. Mencegah
ketegangan pada luka dekubitus
15. ubah posisi setiap 2 edukasi
jam 1. Agar klien tetap nyaman
edukasi dalam memposisikan
1. informasikan saat tubuhnya
akan dilakukan kolaborasi
perubahan posisi -
kolaborasi
-
5 Nyeri akut(D.0077)b.d agen Tingkat nyeri Manejemen nyeri Manajemen nyeri
pecedera fisik Obektif Observasi
(mis,abses,ampurasi,terbak Setelah melakukan tindakan 1. identifikasi skala 1) untuk mengetahui
ar,terpotong,menganglat keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri lokasi, durasi,
berat,prosedur maka tingkat nyeri dapat frekuensi, kualitas,
operasi,trauma,latihan fisik diatasi dengan kriteria hasil : intensitas nyeri dari
berlebihan)d.d mengeluh 1. Keluhan nyeri pasien
nyeri,tampak 2. Merimgis 2. identifikasi respon 2) untuk mengetahui
meringis,frekuensi nadi 3. Gelisah nyeri non verbal bagaimana skala
meningkat,pola nafas 4. Kesulitan tidur nyeri yang
berubah. Ket : dirasakan pasien
Kategori : psikologis 1. Meningkat 3. identifikasi faktor 3) untuk mengetahui
Subkategori : nyeri dan 2. Cukup meningkat yang memperberat faktor yang
keamanan 3. Sedang dan memperingan memperberat dan
Definisi: pengalaman sensorik 4. Cukup meningkat nyeri memperinga
atau emosional yang berkaitan 5. Meningkat nyeri
dengan kerusakan jaringan 4. identifikasi 4) untuk mengetahui
aktual atau fungsional , status kenyamanan pengetahuan dan bagaimana
dengan onset mendadak atau keyakinan tentang pengaruh nyeri pada
lambat dan berintesitas ringan Setelah melakukan tindakan nyeri kualitas hidup
hingga berat yang keperawatan selama 3 x 24 jam pasien
berlangsung kurang dari 3 maka status kenyamanan dapat 5. identifikasi pengaruh 5) untuk mengetahui
bulan diatasi dengan kriteria hasil : nyeri pada kualitas efek samping saat
Penyebab : 1. keluhan tidak nyaman hidup menggunakan
1. Agen pecedera 2. gelisah analgetik
fisiologis(mis,inflama 3. keluhan sulit tidur 6. monitor keberhasilan 6) untuk menetahui
si,iskemia,neolasma) ket : terapi komplementer jika pengobatan
2. Agen pecedera kimia 1. meningkat yang sudah diberikan komplementer
(mis,terbakar,bahan 2. cukup meningkat sudah efektif.
kimia iritan) 3. sedang 7. monitor efek samping 7) Untuk mencegah
3. Agen pecedera fisik 4. cukup menurun penggunaan anelgesik hal-hal yang
(mis,abses,amputasi,te 5. menurun membuat kondisi
rbakar,terotong,menga klien menurun.
nkat berat,prosedur
operasi,trauma,latihan Terapeutik
Terapeutik
fisik berlebihan) 1. berikan tehnik 1) agar nyeri yang
Gejala dan tanda mayor nonfarmakologis dirasakan pasien
Subjektif untuk mengurangi berkurang
1. Mengeluh nyeri rasa nyeri (mis,TENS
Objektif hipnosis,akupresur,ter
1. Tamak meringis api
2. Bersikap protektif musik,biofeedback,ter
(mis,waspada posisi a[i pijat,teknik
menghindari nyeri) imajiansi
3. Gelisah terbimbing,kompres
4. Frekuensi nadi hangat ,/dingin,terapi
meningkat bermain)
5. Sulit tidur 2. kontrol lingkungan 2) agar pasien nyaman
Gejala dan tanda minor yang memperberat sehingga proses
Subjektif rasa nyeri,(mis,suhu perawatan lebih
- ruangan,pencahayaan, optimal
Objektif kebisingan)
1. Tekanan darah 3. fasiliats istrahat dan 3) agar istirahat dan
meningkat tidur tidur pasien
2. Pola nafas berubah terpenuhi
3. Nafsu makam berubah 4. pertimbagkan jenis 4) agar dapat diketahui
4. Roses berfikir dan sumber nyeri strategi untuk
terganggu dalam pemelihan meredakan nyeri
5. Menarik diri strategi meredakan yang dirasakan
6. Berfokus pada diri nyeri pasien
sendiri Edukasi
Edukasi
7. Diaforesisis 1. jelaskan penyebab
1) untuk mengetahui
Kondisi klinis terkait ,periode,dan pemicu
penyebab, periode,
1. Cedera traumatis nyeri
dan pemicu dari
2. Infeksi
nyeri yang
3. Glaukoma
dirasakan pasien
4. Kondisi pembedahan 2. jelaskan strategi
2) agar mengetahui
5. Sindrom koroner akut meredakan nyeri
bagaimana strategi
yang dilakukan
untuk meredakan
nyeri
3. anjurkan
3) untuk meringankan
menggunakan
rasa nyeri yang di
analgesik secara tepat alami pasien dengan
tepat
kolaborasi Kolaborasi
1. kolaborasi penberian
1. agar penggunaan
analgesik,jika perlu
analgetik sesuai
dengan anjuran
dokter
Pemberian analgesik
Pemberian analgesik

Observasi
Observasi
1. identifikasi
1. nyeri merupakan
karakteristik
penegalaman
nyeri(mis,pencetus,pe
subyektif dan harus
reda,kualitas
di jelaskan oleh
lokasi,intensitas,freku
pasien. Identifikasi
ensi durasi)
karakteristik nyeri
dan faktor yang
berhubungan
merupakan suatu
hal yang amat
penting untuk
memilih intervensi
yang cocok dan
untuk mengevaluasi
dan keefktifan dari
terapi yang
diberikan.
2. identifikasi riwayat 2. untuk mengetahui
alergi obat obat yang tepat
untuk diberikan
kepada pasien dan
mencegah alergi
3. identifikasi keseuaian 3. agar dapat
jenis analgesik menangani nyeri
(mis,narkotika,non klien secara optimal
narkotik,atau
NSAID)dengan
tingkat keparahan
nyeri
4. monitor tanda-tanda 4. untuk mengetahui
vital sebelum dan efektivitas obat
sesudah pemberian yang diberikan
anelgesik
5. monitor efektivitas 5. untuk menegetahui
analgesic efektivitas dari
pemberian analgesik
yang dilakukan
Terapi oksigen
Terapeutik 1. agar pasien nyaman
1. diskusikan jenis dengan pemberian
analgesik yang analgesik yang
disukai untuk dilakukan
mencapai analgesik
optimal,jika perlu 2. agar kadar dekam
2. pertimbangkan serum tetap normal
penggunaan infus
kontinu ,atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dakam serum 3. agar pengobatan
3. tetapkan target klien lebih optimal
efektifitas analgesik
untuk
mengoptimalkan
respos pasien 4. untuk merekam
4. dokumentasikan analgesik yang
respons terhadap efek cocok dengan
analgesik dan efek kondisi pasien
yang tidak diinginkan

Edukasi
Edukasi 1. agar pasien dapat
1. jelaskan efek terapi melaporkan efek
samping obat yang tidak di
harapkam.
kolaborasi
kolaborasi 1. untuk pengobatan
1. kolaborasi pemberian yang lebih optimal
dosisi dan jenis
analgesik,sesuai in
dikasi
pemberian obat
pemberian obat
observasi
observasi 1. mencegah
1. identifikasi terjadinya alergi
kemungkinan pada tubuh klien
alergi,interaksi,dan
kontraindikasi obat, 2. mencegah klien
2. periksa tanggal agar tidak terkena
kadarluarsa obat efek samping yang
tidak di inginkan
3. mencegah hal-hal
3. monitor efek yang tidak di
terapetuk obat inginkan
4. mencegah adanya
4. monitor efek samping efek yang tidak
, toksisistas,dan diharapkan
interaksi obat terapeutik
terapeutik 1. agar klien dapat
1. fasilitas minum obat mengetahui dosis-
dosis yang di
berikan
2. agaar pengobatan
2. tandatangani klien lebih optimal
pemberian
narkotika,sesuai
protokol 3. agar klien dapat
3. dokumentasikan mengetahui jenis
pemberian obat dan bentuk obat dan
respon terhadap obat reaksi obat
4. agar tidak terjadi
4. buang obat yang tidak efek samping
terpakai atau terhadap klien
kadaarluwarsa 5. mencegah hal yang
5. hindari pemberian tidak di iningkah
obat jeis terhadap dosis yang
hipnotik,narkotika, di berikan
dan antibiotiik 6. agar pasien dapat
6. lakukan prinsip 6 mengetahui dosis-
benar dosis yang di
(pasien,obat,dosis,rute berikan
,waktu,dokumentasi)p
erhatiakn prosedur
pemberian obat yang
aman dan akurat Edukasi
edukasi 1. klien dapat
1. jelaskan jenis mengetahui
obat,alasan prosedur efek obat
pemberian,tondakan yang di inginkan
yang diharapkan,dan
efek samping sebelum
pemberiam 2. dapat mengetahui
2. jelaskan faktor yang keamanan
dapat meningkatkan penggunaan obat
dan menurunkan
efektifitas obat kolaborasi
kolaborasi -
-
tehnik distraksi
tehnik distraksi Observasi
observasi 1. mencegah
1. identifikasi penurunan terjadinya
tingkat penurunan energi
energi,ketidakmpuan dan ketidakmapuan
berkonsentrasi , atau klien
gejala lain yang
menggangun
kemampuan kognitif 2. agar klien dapat
2. identifikasi tehnik mengetahui tehnik
relaksasi yang pernah relaksasi
efektig digunakan 3. untuk mengetahui
3. identifikasi kemampaun klien
kesediaan,kemampua
n, dan penggunaan
tehnik sebelumnya 4. untuk efektivitas
4. periksa ketegangan dan perubahan
otot,frekuensi kondisi klien
nadi,tekanan sebelum dan
darah,dan suhu sesudah tehnik
sebelum dan sesudah distraksi di lakukan
latihan 5. untuk mengethaui
5. monitor respon respon klien
terhadap terapi terhadap terapi
relaksasi relaksasi
terapeutik
terapeutik 1. rangsangan yang
1. ciptakan lingkungan berlebih dari
tenang dan tanpa lingkungan akan
gangguan dengan memperberat
pencahayaan dan suhu kondisi klien
ruang nyaman,jika
memungkinkan 2. agar pasien dapat
2. berikan informasi memahami dan
tertulis tentang dapat
persiapan dan memeprsiapkan diri
prosedur tehnik sebelum melakukan
relaksasi tehnik distraksi
3. proses konvesi akan
3. gunakan pakaian terhalang akan
longgar terhalang oleh
pakaian yang ketat
dann menyerap
keringat
4. agar membuat klien
4. gunakan nada suara terdistraksi dan
lembut dengan irama nyaman
lambat dan berirama 5. untuk tindakan yang
5. gunakan relaksasi maksimal kepada
sebagai strategi klien
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis
lain,jika sesuai edukasi
edukasi 1. agar klien
1. jelaskan mengetahui
tujuan,manfaat,batasa prosedur dan
n,dan jenis relaksasi manfaat yang akan
yang diterima oleh klien
bersedia(mis,musik,m dari tindakan yang
editasi ,nafas di lakukan
dalam,relaksasi otot
progresif) 2. agar klien
2. jelaskan secara rinci mengetahui manfaat
intervensi relaksasi dari relaksasi yang
yang dipilih di terima klien
3. posisi yang nyaman
3. anjurkan mengambil akan membantu
posisi nyaman memberikan
kesempatan pada
otot untuk relaksasi
seoptimal mungkin.
4. Agar otot klien
4. anjurkan rileks dan relaksasi saat
merasakan sensasi melakukan
relaksasi relakaksasi sehingga
tindakan akan
optimal
5. Agar klien terbiasa
5. anjurkan sering dan tindakan akan
mengulangi atau maksimal
melatih tehnik yang
dipilih 6. Agar klien paham
6. demonstrasikan dan dengan gerakan
latih tehnik relaksasi tindakan.
(mis,nafas dalam
perengangan,atau
imajinasi terbimbing)
6 Intoleransi aktivitas d.b Toleransi aktivitas Terapi aktivitas Terapi aktivitas
ketidaksemimbangan Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
antara suplai dan keperawatan selama 3X24 jam 1. Monitor respon 1. Untuk mengetahui
kebutuhan oksigen masalah keperawatan emosional, fisik, respon emosional
kelelahan d.d frekuensi intolenransi aktivitas membaik social, dan spiritual fisik social spiritual
jantung meningkat >20% dengan kriteria hasil sebagai terhadap aktivitas terhadap aktivitas.
dari kondisi istrahat, berikut : Teraupeutik : Terapeutik :
tekanan darah berubah > 1. Dispnea saat aktivitas 1. Libatkan keluarga 1. Agar keluarga
20% dari kondisi istrahat, (3) dalam aktivitas jika terlibat dalam
gambaran EKG 2. Dyspnea setelah perlu aktivitas
menunjukan aritmia aktivitas (3) Edukasi : Edukasi :
gambar EKG menunjukan 3. Perasaan lemah (3) 1. Anjarkan cara 1. Dapat mengetahui
iskemia ( D.0056 ) 4. Aritmia saat aktivitas melakukan aktivitas langkah aktivitas
Kategori : fisiologi (3) individu individu
Subkategori : aktifitas Ket : 2. Anjurkan keluarga 2. Agar keluarga
istrahat 1. Meningkat memberi pengutan terlibat dalam
2. Cukup meningkat positif atas pratisipasi memberikan
Definisi : ketidakcukupan 3. Sedang dalam aktivitas pengutan positif
energi untuk melakukan 4. Cukup menurun pada klien.
aktivitas sehari-hari. 5. Menurun Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan 1. Untuk mengetahui
Penyebab : terapis okupasi dalam terapi okupasi
1. Ketidakseimbangan merencanakan dan dalam
antara suplai dan memonitor program merencanakan
kebutahan oksigen aktivitas jika sesuai program aktifitas
2. Kelelahan 2. Rujuk pada pusat atau 2. Untuk dapat
3. Tirah baring program aktivitas menimalisirkan
Gejala tanda mayor: komunitas jika perlu. keadaan klien
Objektif : Manajemen energi : Manajemen energi :
1. Frekuensi jantung Observasi : Observasi :
meningkat >20% 1. Monitor pola tidur 1. Untuk mengetahui
dari kondisi dan jam tidur pola tidur Yang baik
istrahat. Terapeutik :
Gejala tanda minor : Terapeutik : -
Subjektif : - Edukasi :
1. Disnea saat/setelah Edukasi : 1. Dapat
aktivitas 1. Anjurkan tirah baring memimalisirkan
Objektif : kenyaman klien
1. Tekanan darah 2. Agar dapat
berubah berubah 2. Anjurkan melakukan memberikan
>20% dari kondisi aktivitas secara aktivitas secara
istirahat bertahap berahap
2. Gambar EKG 3. Untuk dapat
menunjukan aritmia 3. Anjurkan strategi menstrategikan
saat/setelah aktivitas koping untuk koping untuk
3. Gambaran EKG mengurangi kelelahan mengurangi
menunjukan iskemia kelelahan
Kondisi klinis terkait : Kolaborasi :
1. Aritmia Kolaborasi : 1. agar asupan gizi
1. Kolaborasi dengan klien dapat
ahli gizi tentang cara terpenuhi dengan
meningkatkan asupan baik.
makanan.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya
menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf
otonom). Lapisan jantung terdiri dari : Endokardium, Miokardium,
Pericardium Ruang Jantung terbagi atas empat
ruang: Atrium kanan dan atrium kiri yang dipisahkan oleh septum intratrial,
Ventrikel kanan dan ventrikel kiri yang dipisahkan oleh septum. Katup jantung
terdiri dari : Katup Trikuspidalis, Katup pulmonal ,Katup Bikuspid, Katup Aorta.

Pembuluh darah dalam jantung : Arteri Koroner, Vena Kava Superior,


Vena kava Inferior, Vena Pulmonalis, Aorta, Arteri Pulmonalis.

Fisiologi jantung terbagi dalam beberapa bagian diantaranya Sistem


pengaturan jantung terdapat serabut parkinje yang merupakan serabut otot jantung
khusus,nodus sinoatrial,nodus atrioventrikular,dan berkas A-V. Aktivitas
kelistrikan jantung  ,siklus jantung,bunyi jantung, frekuensi jantung,curah
jantung,cara kerja jantung.

5.2. Saran
Kita sebagai perawat sebaiknya memahami dan dapat mengaplikasikan
segala sesuatu yang terdapat dimakalah ini agar terciptanya perawat yang
professional dalam menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Alaeddini Jamshid, MD, FACC, FHRS. 2016. “Angina Pectoris”. Medscape,
desember 2016. http://emedicine.medscape.com/article/150215-
differential 15 maret 2020
Coven, David L, MD, PhD. 2016. “Acute Coronary Syndrome”. Medscape,
desember 2016 http://emedicine.medscape.com/article/1910735-
overview 15 maret 2020
Oktavianus dan Febriana Sartika Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem
Kardiovaskuler Dewasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Widya Josephine. 2014. “Sindrom Koroner Akut”. (online). April 2014.
https://josephinewidya.wordpress.com/2014/04/30/definisi-etiologi-
faktor-risiko-dan-klasifikasi-sindrom-koroner-akut/ 11 Mei 2017.
Corwin J. Elizabeth (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Krisanty Paula, S.Kep, Ns, dkw (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Jakarta : TIM
Rizky Pribadi. 2014. “Non-ST Elevasi miokard Infark” (online). Januari 2014.
http://kalangkangmencrang.blogspot.co.id/2014/01/non-st-elevasi-
miokard-infark-nstemi.html 15 maret 2020
Roffi Marco. (2016). “2015 ESC Guidelines for the management of acute
coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment
elevation”. European Heart Journal, is a available on the ESC website
http://www.escardio.org/guidelines 15 maret 2020hal: 273
Tan Walter, MD, MS. 2015. “Unstable Angina”. Medscape 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/159383-workup#showall 15 maret
2020

Anda mungkin juga menyukai