Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan Rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat menambah
pengetahuan kita lebih jauh tentang “MODEL PELAYANAN PERAWATAN
PALIATIF”.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan atau saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 11 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i

Daftar Isi.......................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................... 2
Bab II Pembahasan..........................................................................................3
2.1 Perkembangan Pelayanan Perawatan Paliatif........................................3
2.2 Model Pelayanan Keperawatan Paliatif................................................ 8
2.3 Prinsip Pelayanan Keperawatan Paliatif................................................10
2.4 Bekerja Secara Interprofesional Dalam Pelayanan Perawatan Paliatif..11
2.5 Memahami Peran Dalam Tim Paliatif.................................................. 13
Bab III Penutup...............................................................................................13
3.1 Kesimpulan...........................................................................................20
3.2 Saran.....................................................................................................20
Daftar Pustaka................................................................................................ 21

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pelayanan perawatan paliatif pada pasien dengan penyakit kronis dan


stadium lanjut atau akhir dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan
atau di rumah pasien. Beberapa model pelayanan perawatan paliatif yang
biasa dilakukan seperti perawatan di rumah, rawat inap maupun rawat
jalan di rumah sakit yang menyediakan layanan dan konsultasi, dan hal
terseut telah dilakukan lebih dari 30 tahun di negara yang telah
menyediakan pelayanan perawatan paliatif. Perawatan paliatif adalah
pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
(dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit
melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan
nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual
(World Health Organization (WHO), 2016).
Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam
perawatan paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi
38.5%, kanker 34%, penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%,
diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%.Pada
tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan penyakit yang
membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan
perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih
dari 60 tahun, dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu
6% (Baxter, et al., 2014).
Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu
Benua Pasifik Barat 29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara masing-masing
22% (WHO,2014). Benua Asia terdiri dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia
Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara.Indonesia merupakan salah satu

1
negara yang termasuk dalam benua Asia Tenggara dengan kata lain bahwa
Indonesia termasuk dalam Negara yang membutuhkan perawatan paliatif.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana perkembangan perawatan paliatif?
2. Bagaimana model pelayanan keperawatan paliatif?
3. Bagaimana prinsip pelayanan keperawatan paliatif?
4. Bagaimana bekerja secara interprofesional dalam pelayanan
perawatan palitif?
5. Bagaimana peran tim medis dalam tim paliatif?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan perawatan paliatif
2. Untuk mengetahui dan memahami model pelayanan keperawatan
paliatif.
3. Untuk mengetahui dan memahami prinsip pelayanan keperawatan
paliatif.
4. Untuk mengetahui dan memahami bekerja secara interprofesional
dalam pelayanan perawatan paliatif.
5. Untuk mengetahui dan memahami peran tim medis dalam tim paliatif.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PERKEMBANGAN PELAYANAN PERAWATAN PALIATIF
1. Masa lalu
Gerakan hospis berkembang secara massif sekitar tahun 1960an,
dimana era pelayanan hospis modern dimulai. Seseorang yang
menggagas gerakan perubahan tersebut adalah Dame Cicely Saunders
(yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Dame). Dame
mengkreasikan sebuah konsep tentang caring, terutama untuk pasien
yang dengan stadium akhir dan menjelang ajal/kematian. Konsep
tersebut merupakan sebuah cara pandangan atau perspektif untuk
melihat sebuah fenomena secara holistic, termasuk pasien. Sehingga
pasien tidak hanya di lihat sebagai individu yang memiliki masalah
fisik saja, tetapi melihat pasien sebagai mahluk yang kompleks. Dame
menyakini bahwa gejala fisik yang di alami oleh pasien juga dapat
mempengaruhi psikologis, emotional, social dan spiritual pasien,
maupun sebaliknya.
sejak awal di saat Dame menggagas dan mendirikan rumah hospis,
Dame telah mengintegrasikan pendidikan dan penelitian dalam
pelayanan di rumah hospis. Rumah hospis pertama yang di dirikan
oleh Dame yaitu rumah hospis yang terletak di kota London pada
tahun 1967. Seiring dengan perkembangan gerakan rumah hospis,
pelayanan perawatan paliatif mulai menekankan pada aspek “Care”
bukan pada aspek “Cure’” atau pengobatan. Sehingga pada saat itu
prioritas intervensi yang dilakukan adalah bagaimana pasien dapat
mengontrol keluhannya, seperti nyeri. pada tahun 1982, dokter
spesialis paliatif mulai diperkenalkan secara formal. pada saat itu
dokter paliatif tidak hanya memberikan pelayanan pada pasien yang
membutuhkan perawatan paliatif, namun juga penelitian mengenai
praktis klinis pada pasien yang mendapatkan perawatan paliatif, dan
melakukan pengajaran ataupun pendidikan berkelanjutan dalam

3
perspektif multidisiplin. Sekalipun konsep hospis modern dan
‘perawatan paliatif’ merupakan hal yang baru, namun pelayanan
yang diberikan di perawatan paliatif mampu
memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap
peningkatan kualitas hidup pasien, mempersiapkan pasien meninggal
dengan damai dan bermartabat, dan memberikan dukungan pada
anggota keluarga setelah pasien meninggal.
Sejak awal pergerakan hospis modern dimana pada saat itu layanan
yang diberikan hanya berfokus pada pasien penderita kanker. namun
beberapa praktisi lalu mengembangkan layanan pada pasien dengan
penyakit tahap lanjut seperti gagal jantung kongestif, penyakit paru
obstruksi menahun, stroke, motor neuron disease, gagal ginjal kronis
dan lain sebagainya.
Di awal abad 20, kebanyakan pasien meninggal di rumah setelah
mendapat perawatan dari pihak keluarga. namun kondisi tersebut
berubah seiring dengan perkembangan dunia kedokteran dan
kesehatan, dan penerapan beberapa metode baru dalam pengobatan
yang mengharus proses perawatan di rumah pasien harus berpindah ke
rumah sakit. Dampak dari hal tersebut, angka kematian pasien yang
meninggal di rumah menurun drastic. Akan tetapi, kebanyakan pasien
kanker akan menghabiskan sisa hidupnya lebih banyak di rumah. hal
ini berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sekitar 90%
pasien kanker mendapatkan perawatan di rumah dari pihak
keluarganya.
2. Masa sekarang dan yang akan datang
telah terjadi perubahan yang dinamis dalam penyediaan perawatan
paliatif terutama di Negara Inggris. Dimana depertemen kesehatan
memperkenalkan program dan panduan baru yang di kenal dengan
sebutan “End of Life Care Strategy” dan “the Gold Standards
Framework”. Program dan panduan tersebut menitik beratkan akan
pentingnya menggunakan standard pelayanan di saat memberikan

4
pelayanan perawatan paliatif pada pasien dan keluarganya terutama di
saat kondisi pasien menjelang ajal/kematian. lebih lanjut, pasien diberi
otonomi untuk memilih tempat selama menjalani proses perawatan,
seperti rumah sendiri, rumah sakit, rumah perawatan, atau rumah
hospis. Sebagai petugas perawatan paliatif, memaksimal sisa waktu
atau umur pasien selama masa perawatan merupakan hal yang
penting. untuk memaksimalkan hal tersebut, kordinasi dengan anggota
tim, dan memberikan pelayanan yang berkualitas menjadi hal yang
sangat dibutuhkan.
saat ini telah banyak panduan atau guideline diterbitkan oleh
lembaga bereputasi yang memberikan penjelasan bagaimana
memberikan pelayanan perawatan paliatif yang berkualitas baik secara
umum maupun untuk kelompok pasien dengan penyakit tertentu
seperti panduan perawatan paliatif untuk pasien kanker paru. Di
panduan tersebut, dijelaskan secara detail mengenai peran masing-
masing anggota tim interprofesional, komunikasi secara efektif pada
pasien, keluarga dan sesama anggota tim.
Secara global, WHO (2014) melaporkan bahwa pendidikan dan
pengetahuan para petugas kesehatan masih sangat minim mengenai
perawatan pasien di area paliatif. WHO memperkirakan sekitar 19 juta
orang di dunia saat ini membutuhkan pelayanan perawatan paliatif,
dimana 69% dari mereka adalah pasien usia lanjut yaitu usia diatas 65
tahun. Sehingga hal ini menjadi tantangan para petugas kesehatan
terutama tenaga professional yang bekerja di area paliatif untuk dapat
memahami dengan baik cara memberikan pelayanan yang berkualitas
pada kelompok lanjut usia tersebut dengan mengacu pada pilosofi dan
standart pelayanan perawatan paliatif.
3. Perawatan paliatif dalam konteks Indonesia
Sejak 2007 pemerintah Indonesia, melalui kementerian kesehatan
telah menerbit aturan berupa kebijakan perawatan paliatif (Keputusan

5
MENKES No.812/Menkes/SK/VII/2007). dimana dasar yang menjadi
acuan di terbitkannya peraturan tersebut yaitu;
 kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin
jumlahnya baik pada pasien dewasa maupun anak
 untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien
dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan selain dengan
perawatan kuratif dan rehabilitative juga diperlukan perawatan
paliatif bagi pasien dengan stadium terminal.
pada peraturan tersebut, menjelaskan bahwa kondisi pelayanan
kesehatan yang belum mampu memberikan pelayanan yang dapat
menyentuh dan memenuhi kebutuhan pasien dengan penyakit stadium
terminal yang sulit di sembuhkan. pada stadium tersebut prioritas
layanan tidak hanya berfokus pada penyembuhan, akan tetapi juga
berfokus pada upaya peningkatan kualitas hidup yang terbaik pada
pasien dan keluarganya. pasien dengan penyakit kronis pada stadium
lanjut maupun terminal dapat mengakses layanan kesehatan seperti
rumah sakit baik umum maupun swasta, puskesmas, rumah
perawatan, dan rumah hospis. Saat peraturan ini di terbitkan ada 5
rumah sakit yang menjadi pusat layanan perawatan paliatif, dimana
rumah sakit tersebut berlokasi di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya,
Denpasar, dan Makassar. Akan tetapi, sekalipun perawatan paliatif
telah di perkenalkan dan di terapkan di beberapa rumah sakit yang
tersebut diatas, pelayanan perawatan paliatif belum menunjukkan
signifikansi. Hal ini mungkin di akibatkan oleh minimnya pendidikan
dan pelatihan tentang perawatan paliatif untuk tenaga kesehatan, dan
juga jumlah tenaga kesehatan yang belajar secara formal mengenai
perawatan paliatif juga masih sangat sedikit. Karena saat ini,
pendidikan untuk level pascasarjana di bidang perawatan paliatif
hanya tersedia di universitas di Negara maju seperti Australia,
Amerika serika, Inggris.

6
Sejarah perkembangan perawatan paliatif di Indonesia bermula saat
sekelompok dokter di Rumah sakit Dr Sutomo, Surabaya, membentuk
kelompok perawatan paliatif dan pengontrolan nyeri kanker pada
tahun 1990 yang selanjutnya kelompok tersebut menjadi “Tim
perawatan paliatif’ pertama di Indonesia. Saat ini kelompok tersebut
dikenal dengan nama “Pusat pengembangan paliatif dan bebas nyeri”,
Pada bulan Februari 1992, secara resmi pelayanan perawatan
paliatif di mulai di Rumah sakit Dr Sutomo, Surabaya. Pelayanan
tersebut didukung 11 orang dokter dan seorang apoteker yang telah
menempuh pendidikan perawatan paliatif untuk level PostGraduate
Diploma melalui pendidikan jarak jauh dari salah satu universitas
yang berada di Negara bagian Australia barat, kota Perth. Atas
kepemimpinan Dr. R. Soenarjadi Tedjawinata yang kemudian dikenal
sebagai Bapak Paliatif Indonesia menginisiasi sebuah kegiatan
seminar nasional dan workshop yang bertema “manajemen nyeri
kanker”. Tujuan dari kegiatan tersebut untuk memperkenalkan
pelayanan perawatan paliatif kepada peserta seminar dan workshop.
kegiatan tersebut dilakukan
pada bulan Oktober 1992 yang pada saat di itu dihadiri oleh sekitar 14
perwakilan rumah sakit pendidikan di Indoensia.
Pada tahun 2006, sebuah organisasi nirlaba membentuk “Rumah
Rachel” yang menyediakan layanan perawatan paliatif khusus untuk
anak yang menderita kanker dan HIV/AIDS. Rumah Rachel
merupakan fasilitas perawatan paliatif yang pertama di Indonesia yang
fokus pada anak-anak berlokasi di Jakarta. Pada tahun 2007, atas
bimbingan dan arahan tim paliatif RS Dr Sutomo, pelayanan paliatif
di tingkat puskesmas di buka, yaitu Puskesmas Balongsari Surabaya.
setahun kemudian pihak puskesmas mengadakan pelatihan perawatan
paliatif untuk relawan dengan mendapatkan dukungan dari
pemerintah kota Surabaya.

7
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, minat para tenaga kesehatan
di bidang perawatan paliatif semakin meningkat, dimana secara rutin
seminar maupun workshop yang bertema perawatan paliatif di
selenggarakan secara rutin seperti di Yogyakarta, Bandung dan di
beberapa kota lainnya. Pada tahun 2013 Kementerian Kesehatan
melalui Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan mengeluarkan panduan teknis pelayanan paliatif kanker.
hal ini menunjukkan bahwa pihak pemerintah semakin serius untuk
memberikan pelayanan perawatan paliaatif bagi masyarakat Indonesia
terkhusus yang menderita kanker.
2.2 MODEL PELAYANAN KEPERAWATAN PALIATIF
1. Perawatan di Rumah
Di beberapa Negara maju seperti Australia, Inggris, Amerika
Serikat, dan Belanda petugas kesehatan di pelayanan primer
(puskesmas) merupakan tim utama dalam penyediaan layanan
terhadap pasien yang mengalami sakit stadium akhir. Dokter memiliki
peran dalam menentukan rencana pengobatan pada pasien sedangkan
perawat merencanakan tindakan keperawatan berbasis kebutuhan
dasar pasien. Beberapa tenaga kesehatan lainya yang dapat
berkontribusi dalam pelayanan perawat paliatif seperti pekerja social
media, fisioterapi, psikolog. rohaniawan dan relawan.
Model terbaru perawatan rumah yang di kembangkan di Inggris
dikenal dengan istilah rapid response team dan respite care team.
Tim cepat tanggap (rapid response team) seperti layanan gawat
darurat yang menyediakan layanan kondisi kritis, di mana dokter dan
perawat akan di panggil ke rumah pasien di saat pasien mengalami
kondisi kritis. Sedangkan respite care tim, merupakan tim yang
menyediakan layanan sebagai pengganti peran keluarga pasien dalam
mengurusi pasien di saat keluarga pasien beristritahat sejenak.
Tujuan dari pelayanan paliatif di rumah adalah untuk
meyediakan pelayanan yang lebih nyaman bagi pasien, sehingga

8
pasien mampu mempersiapkan diri menghadapi kematian yang pasti
akan terjadi.

2. Pelayanan Rawat Inap


a. Rumah Hospital
St Cristopher merupakan rumah hospis pertama yang didirikan
di Inggris di tahun 1960an. Rumah hopis menyediakan tim
perawatan multi disiplin hal ini bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan yang begitu kompleks atau adanya perubahan
kebutuhan dasar dari pasien dengan kondisi dimana hidup terbatas
akibat penyakit yang di derita, serta kebutuhan keluarga pasien.
Beberapa bentuk layanan yang diberikan di rumah hospis yaitu
berupa pengontrolan gejala atau keluhan, rehabilitasi, perawatan
akhir kehidupan atau perawatan menjelang ajal/kematian,
dukungan rawat jalan, konseling keluarga, perawatan sehari dan
dukungan masa berduka.
b. Perawatan Paliatif di Rumah Sakit
Penyediaan layanan di perawatan paliatif di rumah sakit lebih
menguntungkan jika di bandingkan dengan layanan paliatif
lainya. Hal tersebut di akibatkan komposisi petugas di pelayanan
perawatan paliatif memiliki standar dan kualifikasi yang tinggi
serta peluang untuk melibatkan tenaga professional lainya seperti
fisioterapi, rohaniawan, pekerja social medic, okupasi terapi
menjadi lebih memungkinkan terutama di saat pasien dalam
kondisi terminal. Beberapa ruang perawatan paliatif di rumah
sakit didesain menyerupai suasana rumah dimana keluarga dan
kerabat diijinkan untuk tetap berada menemani pasien hingga
malam.
c. Rumah Perawatan
Di Amerika Serikat beberapa rumah perawatan memiliki
kerja sama dengan program rumah hospis, dan kerja sama

9
tersebut dituangkan dalam sebuah kontrak kerjasama. Ansurasi
kesehatan bidang paliatif berkontribusi secara signifikan terhadap
layanan paliatif pada para pasien di rumah perawatan yang
diidentifikasi memiliki keterbatasan harapan hidup. Selain itu
Asuransi kesehatan tersebut juga menjadi pelayanan perawatan di
rumah hospis, layanan social, konsultasi melalui rumah hospis,
pelayanan konselin atau pastoral care (layanan kerohanian).
Beberapa rumah perawatan menyediakan unit perawatan khusus
untuk pasien yang menjelang ajal/kematian, akan tetapi
kebanyakan fasilitas rumah perawatan mengijinkan pasien untuk
menjalani perawatan menjelang ajal/kematian, di ruang
perawatan, pemilihan ruang perawatan biasanya berdasarkan
pilihan pasien.
2.3 PRINSIP PELAYANAN KEPERAWATAN PALIATIF
1. Perilaku dalam Merawat
Perilaku caring meliputi kepekaan, simpati, dan iba. Hal
tersebut menunjukan sebagai bentuk perhatian terhadap pasien,
simana perhatian tersebut ditunjukan untuk semua aspek yang
menyebabkan timbulnya masalah keluhan pada pasien yang
bukan hanya pada aspek medis saja. Selain itu, pendekatan
tersebut juga harus dapat menghargai pasien sebagai individu
yang unik, dan juga hal yang lainya seperti etnis, kemampuan
intelektual, agama dan kepercayaanya. Perilaku caring
merupakan hal yang mendasar dalam pelayanan pasien di
perawatan paliatif. Penetapan diagnosis dengan benar dan
pemberian obat-obatan yang sesuai pada kondisi pasien
mungkin tidak akan efektif bila aspek yang lain pada pasien di
abaikan.
2. Komunikasi
Komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga adalah
hal vital. Komunikasi antara pasien dan perawat akan menjadi

10
lebih terbuka bila pasien menginginkan informasi yang lebih
detail mengenai penyakitnya.

3. Perawat

Perawat paliatif yang baik yaitu mencangkup proses


perencanaan yang di susun secara teliti, cermat dan berate-hati.
Dimana aspek-aspek seperti pencegahan akan terjadinya kondisi
kritis baik secara fisik berdasarkan progress penyakit pasien
maupun secara emosional, hal tersebut sering terjadi pada
kasuspenyakit kanker yang bersifat progresif. Pelibatan pasien
dan keluarga menjadi hal penting dalam proses perawatan
paliatif karena dapat membantu meminimalisir stress fisik dan
emosional. Selain itu juga membantu pasien atau keluarga untuk
melakukan pencegahan kejadian krisis selama masa perawatan
di rumah.
2.4 BEKERJA SECARA INTERPROFESIONAL DALAM
PELAYANAN PERAWATAN PALIATIF
Beberapa terminology yang sering digunakan untuk menggambaarkan
makna bekerja bersama dalam satu tim yang terdiri dari berbagai latar
belakang disiplin ilmu yang interprofesional, interagency, dan
multidisciplinary. Terma tersebut kadang digunakan secara bertukaran,
dimana secara harfiah dari terma tersebut mengisyaratkan akan makna
bekerja bersama. Namun, maksud utama yang diinginkan adalah bagaimana
para tenaga profesional dengan beragam latar belakang tersebut dapat
bekerja sama dalam sebuah tim (interprofesinal). Hal ini akan berbeda
dengan makna multidisiplin dimana mengacu pada jumlah dari para tenaga
profesional yang terlibat dalam pelayanan yang boleh jadi mereka tidak
bekerja secara tim.
Berdasarkan makna di atas maka dapat disimpulkan bahwa
interprofesional berarti bekerja dengan berbagai tenaga profesional dengan
mengedepankan kolaborasi dalam tim. Sedangkan multidisiplin tidak selalu

11
bermakna para tenaga profesional melakukan kolaborasi dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya dalam proses perawatan pasien. Dimana
diketahui bahwa kolaborasi merupakan hal terpenting dalam proses
pelayanan perawatan, termasuk dalam perawatan paliatif. Seorang perawat
memiliki tanggung jawab secara profesional untuk memastikan dan bekerja
secara kolaboratif dengan tenaga profesional lainnya. Sehingga, kegagalan
dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien boleh jadi karena kurangnya
kolaborasi yang dilakukan oleh para tenaga profesional yang berdampak
terhadap layanan pada pasien yang berujung pada kerugian terhadap pasien
dan keluarganya.
Membangun tim yang baik dan berkualitas membutuhkan perangkat
nilai, nilai-nilai tersebut terperinci sebagai berikut:
1. Humor
Rasa humor atau humor selalu dihubungkan kondisi kesehatan
yang baik, sehingga saat ini menjadi bagian dari terapi karena humor
dapat mengurangi stres sekaligus meningkatkan kreatifitas. Humor di
tempat kerja dapat bermanfaat untuk meningkatkan produktifitas kerja,
pelayanan dan moral; mengurangi perasaan sakit atau stres;
meningkatkan kreatifitas; meningkatkan dan menguatkan kebersamaan
diantara anggota tim, sekaligus meningkat interaksi dan komunikasi.
Sehingga humor memiliki kekuatan untuk mengajarkan sesuatu,
menginspirasi, dan memotivasi. Akan tetapi perlu untuk selalu
memperhatikan situasi kerja kapan saatnya melakukan humor sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman diantara anggota tim.
2. Mudah Untuk Berkomunikasi
Sangat penting untuk setiap anggota tim merasa lebih mudah
berkomunikasi dan diajak komunikasi. Sehingga mudah membangun
budaya diskusi sesama anggota tim terutam di saat menghadapi situasi
kritis dimana kondisi pasien memburuk.
3. Memahami Kebutuhan Orang Lain

12
Setiap anggota tim harus memiliki pandangan dan wawasan yang
luas serta sikap terbuka dengan hal-hal baru. Selain itu juga harus
mampu memahami kondisi setiap anggota tim karena setiap anggota
kemungkinannya memiliki keahlian atau keterampilan dan pengalaman
yang berbeda. Menawarkan bantuan, atau bimbingan dan dukungan
sebelum diminta merupakan keterampilan yang sangat penting dalam
bekerja tim.
4. Percaya Diri Dan Saling Percaya
Percaya diri dan saling percaya merupakan hal yang sulit untuk
dilakukan, akan tetapi kedua hal tersebut menjadi dasar sebagai
karakteristik individu dalam kesuksesan kelompok atau tim. Setiap
anggota harus menjadikan hal tersebut sebagai prinsip dalam bekerja
tim.

5. Menikmati Pekerjaan
Menikmati pekerjaan sekalipun dalam kondisi sulit seperti bekerja
di area paliatif yang menghadapi pasien menjelang ajal/kematian akan
menimbulkan kepuasan. Kepuasan tersebut membuat seseorang akan
merasa lebih nyaman.
6. Kepedulian
Kepedulian terhadap sesama anggota dan tim merupakan hal yang
bersifat dasar dalam membangun tim yang baik. Setiap anggota harus
merasa dirinya berharga dan peduli.
2.5 MEMAHAMI PERAN DALAM TIM PALIATIF
Secara umum tim perawatan paliatif, perawat merupakan tulan punggung
dalam pelayanan. Dokter, pekerja sosial medik, psikolog, rohaniawan, dan
relawan kemungkinannya dapat bekerja sebagai bagian yang terintegral
dengan anggota tim lainnnya. Berikut ini akan dijalaskan peran perawat,
dokter, pekerja sosial medik, fisioterapis, okupasi terapis, dietician
nutrisionist dan rohaniawan.
1. Peran Perawat

13
Beberapa bentuk peran perawat di area perawatan paliatif yang
didefinisikan sebagai satu dukungan untuk berbagai hal menurut Davies
dan Oberie (1990), yaitu:
a. Valuing, memiliki kemampuan untuk menghargai terhadap nilai
dan keyakinan seseorang.
b. Connecting, menunjukkan kemampuan untuk selalu dapat
berinteraksi dengan pasien dan keluarga, dan mencoba memahami
pengalaman yang dialami oleh mereka.
c. Empowering, memberdayakan pasien dan keluarga untuk mendapat
melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan mereka dan untuk
mereka sendiri sesuai dengan harapan yang mereka inginkan.
d. Doing for, selain memberikan pelayanan akan kebutuhan pasien
secara fisik, perawat juga harus memaksimalkan kemampuan
pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah atau keluhan yang
dialami oleh pasien, seperti bagaimana pasien mampu mengatasi
nyeri yang dirasakan dengan mengelola nyeri secara mandiri
melalui teknik relaksasi.
e. Finding meaning, dalam pelayanan perawatan paliatif mendorong
pasien untuk menemukan makna dari kondisi sakitnya atau kondisi
kekiniannya merupakan hal yang penting dalam membantu
menentukan tata kelola keluhan yang dirasakan oleh pasien.
Sehingga dengan menemukan makna dari suatu penderitaan atau
sakit dapat memberikan kekuatan. Sebagai contoh dalam perspektif
Islam, sakit dapat dimaknai sebagai salah jalan Allah untuk
mengingatkan manusia akan pentingnya menjaga kesehatan atau
sakit dapat pula menjadi jalan untuk menggugurkan dosa-dosa.
f. Preserving own integrity, menjaga dan mempertahankan integritas
diri merupakan hal yang terpenting untuk mempertahankan harga
diri, keyakinan diri serta semangat atau spirit sehingga mampu
menjalankan peran dan fungsi sebagai anggota tim secara selektif.
2. Peran Dokter

14
Peran seorang dokter sebagai bagian dari tim pelayanan perawatan
paliatif secara umum yaitu mengatasi keluhan atau masalah pasien yang
bersifat kompleks termasuk memahami kemungkinan penyebab yang
berkenaan dengan diagnosis dan prognosis pasien beserta isu yang
berhubungan keluarga. Dokter memiliki peran untuk memberikan
pengajaran pada para calon dokter, dokter muda, ataupun perawat
mengenai praktik terkini dalam perawatan paliatif. Dokter yang bekerja
di area perawatan paliatif harus memiliki kompetensi dalam hal
memahami dengan baik penyakit keganasan atau penyakit kronis
lainnya yang sering ditemukan pada pasien di area perawatan paliatif.
Sebagai tambahan, seorang dokter juga harus memiliki kualitas
personal seperti kepedulian, keramahan, kematangan atau kedewasaan,
serta kepercayaan diri. Akan tetapi dalam praktis dokter dapat memilih
untuk menjalani peran sebagai tenaga profesional yang turun langsing
menangani pasien dengan melakukan kunjungan ke ruang pasien atau
rumah pasien, atau dapat juga menjalankan peran sebagai konsulen.
3. Peran Pekerja Sosial Medik
Peran penting yang dimiliki oleh pekerja sosial medik dalam tim
interdisiplin yaitu melakukan pengkajian dan masukan terhadap
masalah psikologis, emosional dan sosial pasien dan keluarganya.
Beberapa peran pekerja sosial medik dalam tatanan pelayanan
perawatan paliaf, yaitu:
a. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dan berespon
terhadap lingkungan.
b. Memberikan dorongan internal serta mengajarkan keterampilan
koping psikologis pada pasien secara individu maupun keluarga.
c. Melakukan deteksi dini terhadap adanya gejala psikopatologi.
d. Membantu meningkatkan keyakinan diri dalam sistem keluarga
termasuk pada pasien.
e. Menyediakan layanan pengontrolan keluhan secara spesifik
terutama terkait masalah psikologis, emosional dan sosial.

15
Selain hal tersebut di atas, pekerja sosial medik juga memiliki
peran dalam mengorganisasi pelayanan perawatan dan penempatan
pasien. Peran selanjutnya dapat berupa koordinasi pelayanan berduka
dan evaluasi terhadap pelayanan tersebut yang telah dilakukan oleh
anggota tim. Peran lain yang dimiliki oleh pekerja sosial medik di luar
area klinis yaitu terlibat dalam aktifitas pengajaran dalam tim, terutama
berkenaan dengan isu komunikasi dan keluarga.

4. Peran Fisioterapis
Peran seorang fisioterapi dalam pelayanan perawatan paliatif
berbeda dengan pelayanan rehabilitasi. Dimana intervensi fisioterapi
pada pelayanan rehabilitasi lebih mengutamakan pada upaya
peningkatan kemampuan fungsional pasien, sedangkan di pelayanan
perawatan paliatif tujuan fisioterapi adalah untuk meminimalisir
sumber-sumber yang menyebabkan kelemahan pada pasien. Seorang
fisioterapi memiliki peran yang sangat penting untuk mengatasi keluhan
fisik dan non fisik pasien dengan menggunakan intervensi
nonfarmakologis, meningkatkan kemampuan mobilitas dan mengelola
masalah limphoedema pasien. Selain itu, seorang fisioterapi juga dapat
menjadi bagian dari proses pengelolaan pasien dengan keluhan sesak
atau dyspnea. Fisioterapi dapat mengajarkan pasien berupa relaksasi,
teknik pernapasan, dan memberikan bantuan pada pasien yang
mengalami kesulitan untuk mengelurkan dahak. Fisioterapis juga dapat
mengajarkan keterampilan ke pasien dan keluarganya mengenai cara
memindahkan pasien, mengangkat pasien, serta merekomendasikan alat
bantu berjalan yang cocok untuk memaksimalkan mobilitas pasien.
5. Peran Apoteker
Walker, Scarpaci & McPherson (2010) mengelompokkan peran
apoteker di area perawatan paliatif dalam lima kelompok. Secara detail
setiap kelompok dari peran apoteker akan di jelaskan berikut ini:

16
a. Penyediaan Layanan Obat-Obatan
1) Penyimpanan dan distribusi obat-obatan untuk kelompok pasien
paliatif.
2) Menyediakan obat-obatan generik sesuai dosis dan kebutuhan
pasien paliatif.
3) Mengatur obat-obatan yang akan diberikan sesuai dengan rute
pemberiannya, seperti obat-obatan yang akan diberikan melalui
NGT.
b. Mengoptimalkan Pemberian Obat
1) Mengevaluasi gejala atau keluhan pasien sebagai akibat dari
efek samping obat, dan memberikan rekomendasi mengenai
obat yang cocok dan sesuai dengan kondisi pasien.
2) Memberikan informasi detail mengenai konversi obat-obatan
seperti obat golongan opioid.
3) Membuat rekomendasi mengenai seberapa cepat obat opioid di
berikan ulang, dosis dinaikkan atau dosis diturunkan.
4) Merekomendasikan strategi penetapan dosis yang tepat ketika
mengganti obat dengan obat yang memiliki fungsi yang sama.
c. Pendidikan Dan Informasi Tentang Obat-Obatan
1) Mengajarkan kepada tim perawatan paliatif mengenai prinsi
farmakoterapi pada pasien paliatif.
2) Memberikan informasi kepada pasien dan penjaga pasien
mengenai penggunaan terapi komplementer dan alternatif serta
melakukan pemeriksaan mengenai risiko dan keuntungan
penggunaan terapi tersebut terhadap pasien.
3) Mengajarkan pasien, keluarga dan penjaga pasien mengenai cara
pemberian dan penggunaan obat yang tepat, seperti obat
kategori inhalasi dan nebulizer.
d. Keselamatan Pasien

17
1) Melakukan investasi terhadap kejadian atau kesalahan dalam
pengobatan seperti cara pemberian, dosis dan kontraindikasi
serta interaksi obat.
2) Melakukan analisis trend untuk merencanakan program
pencegahan, pembenahan dan pedoman pengobatan.
3) Mengembangkan strategi pendeteksian dini terhadap potensi
kesalahan yang berkenaan dengan pengobatan pasien.
e. Managemen Dan Administrasi Pelayanan Obat
1) Mengembangkan formula pengobatan sesuai dengan standar
praktik dan pembiayaan yang lebih efektif.
2) Mengembangkan protokol manajemen nyeri dan keluhan fisik
lainnya untuk mengoptimalkan penggunaan obat-obatan.
6. Peran Okupasi Terapis
Okupasi terapis yang memiliki peran utama untuk merancang atau
mendesain alat bantu sesuai dengan kondisi, sehingga pasien dapat tetap
beraktifitas di rumah. Jadi pendekatan yang dilakukan oleh okupasi
terapis dalam menyelesaikan masalah pasien yaitu dengan membantu
menyediakan alat yang sesuai dengan keadaan fisik pasien serta
lingkungan tempat pasien berada. Seorang okupasi terapis dapat
melakukan pemeriksaan mengenai kemampuan pasien untuk hidup
secara mandiri, menyediakan alat bantu serta mengajarkan cara
penggunaannya sehingga pasien dapat beradaptasi dengan lingkungan
tempat tinggalnya dan mampu melakukan aktifitas harian rutin seperti
makan, minum, berpakaian, dan toileting. Selain itu, okupasi terapis
juga dapat menyarankan ke penyedia layanan untuk menyediakan alat-
alat pengaman atau alat bantu berjalan serta alat bantu berdiri di kamar
mandi dan toilet.
7. Peran Dietician Dan Nutrisionist
Dietician dan nutrisionist yang dimaksud adalah tenaga profesional
yang memiliki kompetensi untuk menetapkan pola diet pasien.
Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dietician memiliki andil

18
yang berarti dalam proses perawatan pasien yang membutuhkan
pelayanan perawatan paliatif. Seorang dietician dapat melakukan
pengkajian terhadap pasien dan memberikan masukan terhadap pasien
dan keluarganya mengenai diet dan masukan terhada pasien dan
keluarganya mengenai diet dan makanan tambahan atau supplement
yang dibutuhkan oleh pasien sesuai dengan perkembangan kondisi
ataupun penyakitnya. Beberapa peran seorang dietician yaitu
melakukan skrining dan pengkajian kebutuhan nutrisi dan diet pasien,
merencanakan dan mengembangkan rencana perawatan, serta
melakukan dan memperkenalkan perubahan kebutuhan nutrisi pasien
berdasarkan perkembangan dan prognosisnya.
8. Peran Rohaniawan
Sekalipun rohaniawan terlihat sebagai anggota tim yang perannya
sebagai tenaga garis kedua dibandingkan dengan anggota tim utama
lainnya. Akan tetapi rohaniawan memiliki beberapa peran penting,
dimana rohaniawan merupakan profesional yang lebih kompeten untuk
mengatasi isu-isu yang berkenaan dengan spiritualitas dan religiusitas.
Rohaniawan dapat menjadi advokat pasien dengan tetap
mempertimbangkan pendapat atau pandangan pasien dan keluarga.
Rohaniawan dapat menjalani perannya secara aktif disaat dibutuhkan
keputusan yang berkenaan dengan etik dan isu lainnya yang berkenaan
dengan akhir kehidupan. Memberikan konseling dan berpartisipasi
dalam tindak lanjut masa berduka merupakan aktifitas utama
rohaniawan di lingkungan klinis. Lebih lanjut rohaniawan juga
memiliki peran untuk membantu pasien menjalankan ibadah, berdoa
terutama saat kondisi menjelang ajal/kematian. Olehnya itu peran
rohaniawan sangat penting, termasuk dalam memberikan pengajaran
terhadap tenaga profesional lainnya seperti dokter dan perawat untuk
dapat memahami dan menghadapi pasien yang dapat kondisi sekarat
atau meninggal.

19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perawatan paliatif bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga baik pelayanan di rumah maupun pelayanan di rumah
sakit yang di lakukan oleh dokter, perawat serta tenaga medis lainya secara
profesional dan bersifat care terhadap pasien untuk menghadapi masalah
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan
penilaian yang tertib penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik,
psikososial dan spritual.
3.2 SARAN
Seperti kita ketahui bahwa pelayanan keperawatan paliatif sudah di
terapkan di luar negeri begita juga dengan di indonesia tetapi belum optimal
maka dari itu kita sebagai mahasiswa keperawatan indonesia mari sama-
sama memahami asuhan keperawatan paliatif dan mampu memahami apa
itu keperawatan paliatif agar bisa di terapkan di negara kita sendiri ( Negara
Indonesia).

20
DAFTAR PUSTAKA
Abu-Saad, H. H. (2008). Evidence-based palliative care: across the lifespan. John
Wiley & Sons.
Aitken, S. (2009). Community palliative care: the role of the clinical nurse
specialist. John Wiley & Sons.

Baxter, S. et al. (2014) ‘Global Atlas of Palliative Care at the End of Life’,
Worldwide Palliative Care Aliance. Available at:
https://www.who.int/nmh/Global_Atlas_of_Palliative_Care.pdf.

Becker, R. (2015). Fundamental Aspects of Palliative Care Nursing 2nd Edition:


An Evidence-Based Handbook for Student Nurses (Vol.3). Andrews UK
Limited.
Brown, M. (Ed.). (2015). Palliative Care in Nursing and Healtcare. SAGE.
Bruera, E., & Yennurajalinggam, S. (2016). The palliative care team. Oxford
American Handbook of Hospice and Palliative Medicine and Supportive
Care. Oxford University Press. USA.
Cooper, J. (2006). Stepping into palliative care 1: Relationships and responses
(Vol.1). Radcliffe Publishing.

21
Ise, Y., Morita, T., Maehori, N., Kutsuwa, M., Shiokawa, M., & Kizawa, Y.
(2010). Role of the community pharmacy in palliative care: A nationwide
survey in Japan. Journal of Palliative Medicine, 13(6), 733-737.
Klarare, A., Hagelin, C, L., Furst, C. J., & Fossum, B. (2013). Team interactions
specialized palliative care teams: a qualitative study. Journal of Palliative
Medicine, 11(5), 677-681.
Preedy, V. R. (Ed.). (2011). Diet and Nutrition in palliative care. CRC Press.
Walker, K. A., Scarpaci, L., & McPherson, M. L. (2010). Fifty reasons to love
your palliative care pharmacist. American journal of Hospice and Palliative
Medicine.
Woodruff, R. (2004). Palliative medicine: symptomatic and supportive care for
patients with advanced cancer and AIDS fourth edition. Oxford University
Press, USA.

22

Anda mungkin juga menyukai