Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami menyelesaikan
laporan mata kuliah “KEPERAWATAN GAWAT DARURAT” dengan judul
“TRAUMA THORAX DAN ABDOMEN”. Kemudian shalawat serta salam kita
sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup untuk keselamatan umat dunia.

Laporan ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan gadat
darurat di program studi keperawatan Universitas negeri gorontalo.

Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan


laporan ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi yang membaca.

Gorontalo, februari 2020

sTim penulis.

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan
diseluruh kota besar didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat
trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan
insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per
seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar
20-25% . Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan
tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk
menolong korban dari ancaman kematian.

Canadian Study dalam laporan penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban


Trauma Unit" menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3%
dari seluruh trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma
tajam. Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh
korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma
yang disertai dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak
disertai trauma toraks (12.8%) Pengelolaan trauma toraks, apapun jenis dan
penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengelolaan trauma pada
umumnya yakni pengelolaan jalan nafas, pemberian ventilasi dan kontrol
hemodinamik .

Berdasarkan data-data di atas maka kami akan membahas bagaimana tentang


kegawatdaruratan pada trauma thorak dan abdomen. Untuk menambah
pengetahuan kami pada bagian trauma pada umumnya dan kegawatdaruratan pada
trauma thorak pada khususnya.

1
1.2 Rumusan masalah
1. Konsep kegawat daruratan pada trauma thorax.
2. Konsep kegawat daruratan pada trauma abdomen.

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep kegawat daruratan pada trauma thorax.
2. Untuk mengetahui konsep kegawat daruratan pada trauma thorax.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Trauma thorax
1. Definisi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik
lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat
(Brooker, 2001). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak
dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan
obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau
bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.
2. Etiologi
1. Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
yang umumnya berupa trauma tumpul dinding thorax
2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melalui dinding
thorax.
3. Gejala

Gejala yang sering dilihat pada trauma toraks adalah :

1. nyeri dada, bertambah pada saat inspirasi

2. sesak nafas

3. klien menahan dadanya dan bernafas pedek.

3
4. Pembengkakan local dan krepitasi pada saat palpasi

5. Dyspnea, takypnea

6. Takikardi

7. Hypotensi

8. Gelisah dan agitasi

9. sianotik dengan tanda trauma torak atau jejas pada dadanya.

Lebih dari 90 % trauma toraks tidak memerlukan tindakan pembedahan


berupa torakotomi, akan tetapi tindakan penyelamatan dini dan tindakan
elementer perlu dilakukan dan diketahui oleh setiap petugas yang menerima
atau jaga di unit gawat darurat. Tindakan penyelamatan dini ini sangat penting
artinya untuk prognosis pasien dengan trauma toraks. Tindakan elementer ini
adalah :

1. Membebaskan dan menjamin kelancaran jalan nafas.

2. Memasang infus dan resusitasi cairan.

3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri.

4. Memantau keasadaran pasien.

5. Melakukan pembuatan x-ray dada kalau perlu dua arah.

Trauma torak yang memerlukan tindakan dan atau pembedahan gawat/ segera
adalah yang menunjukkan :

1. Obstruksi jalan nafas

2. Hemotorak massif

4
3. Tamponade pericardium / jantung

4. Tension pneumotorak

5. Flail chest

6. Pneumotorak terbuka

7. Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.

4. Jenis trauma thorax

Dinding dada :

1. Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak :

a. Merupakan jenis yang paling sering.

b. Tanda utama adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang


patah, disertai nyeri waktu nafas dan atau sesak.

2. Flailchest :

a. Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu
dinding dada.

b. Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi


nampak bagian tersebut masuk ke dalam dan akan keluar waktu
ekspirasi. Hal ini menyebabkan rongga mediastinum goncangan gerak
( flailing ) yang dapat menyebabkan insertion vena cava inferior
terdesak dan terjepit.

c. Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif


dengan timbulnya tanda-tanda syok.

5
Rongga pleura :

1. Pneumotorak :

a. Disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada.


Dapat berupa pneumotorak yang tertutup dan terbuka atau menegang
(“tension pneumotorak”). Kurang lebih 75 % trauma tusuk
pneumotorak disertai hemotorak.

b. Pneumotorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun


keseluruhan yang menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi
lain. Gejalanya sesak nafas progressif sampai sianosis dengan gejala
syok.

2. Hemotoraks :

a. Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan


bila jumlah darah sampai 300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah
darah sampai 800 ml dan hemotorak berat bila jumlah darah melebihi
800 ml.

b. Gejala utamanya adalah syok hipovolemik .

3. Kerusakan paru:

a. 75 % disebabkan oleh trauma torak ledakan. (“blast injury”) .


Perdarahan yang terjadi umumnya terperangkap dalam parenkim paru

6
b. Gejala klinis mengarah ke timbulnya distress nafas karena kekurangan
kemampuan ventilasi. Perdarahan yang timbul akan membawa akibat
terjadinya hipotensi dan gejala syok.

4. Kerusakan trakea, bronkus dan sistem trakeobronkoalveolar.

a. Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau


bawah kulit bawah dada sehingga menimbulkan emfisema subkutis.

b. Disebabkan oleh sebagian besar akibat trauma torak tumpul di daerah


sternum

c. Secara klinis leher membesar emfisematous dengan adanya krepitasi


pada dinding dada. Sesak nafas sering menyertai dan dapat timbul
tension pneumotorak.

5. Kerusakan jaringan jantung dan perikardium.

a. Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer


dan syok obstruktif primer. Bendungan vena di daerah leher
merupakan tanda penyokong adanya tamponade ini. Juga akan nampak
nadi paradoksal yaitu adanya penurunan nadi pada waktu inspirasi,
yang menunjukkan adanya massa (cair) pada rongga pericardium yang
tertutup.

b. Penyebab tersering adalah trauma torak tajam di daerah parasternal II –


V yang menyebabkan penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah
terjepitnya jantung oleh himpitan sternum pada trauma tumpul torak.

c. Melakukan fungsi perikardium yang mengalami tamponade dapat


bertujuan diagnostik sekaligus langkah pengobatan dengan membuat
dekompressi terhadap tamponadenya.

7
6. Kerusakan pada esofagus.

a. Relatif jarang terjadi, menimbulkan nyeri terutama waktu menelan dan


dalam beberapa jam timbul febris. Muntah darah / hematemesis, suara
serak, disfagia atau distress nafas.

b. Tanda klinis yang nampak umumnya berupa empisema sub kutis, syok
dan keadaan umum pasien yang tidak nampak sehat. Sering dijumpai
tanda “Hamman” yang berupa suara seperti mengunyah di daerah
mediastinum atau jantung bila dilakukan auskultasi. Diagnosis dapat
dibantu dengan melakukan esofagoram dengan menelan kontras.

7. Kerusakan Ductus torasikus:

a. Menimbulkan gejala chylotoraks. Gejala klinis ditimbulkan oleh


akumulasi chyle dalam rongga dada yang menimbulkan sesak nafas
karena kollaps paru. Kejadian ini relatif jarang dan memerlukan
pengelolaan yang lama dan cermat.

8. Kerusakan pada Diafragma :

a. Disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen, atau luka


tembus tajam kearah torakoabdominal.

b. Akan menimbulkan herniasi organ perut. Kanan lebih jarang


dibandingkan kiri.

c. Gejala klinis sering terlewatkan karena 30 % tidak memberikan tanda


yang khas. Sesak nafas sering nampak dan disertai tanda-tanda
pneumotoraks atau gejala hemotoraks.

8
5. Penanganan kegawat daruratan

ATLS menggunakan pendekatan primary dan secondary survey. Pendekatan


ini berfokus pada pencegahan kematian dan cacat pada jam-jam pertama setelah
terjadinya trauma.

1. Primary survey

Pendekatan ini ditujukan untuk mempersiapkan dan menyiapkan metoda


perawatan individu yang mengalami multiple secara konsisten dan enjaga tim
agar tetap berfokus pada prioritas keperawatan. Masalah-masalah yag
mengancam nyawa terkait jalan nafas, sirkulasi, dan status kesadaran pasien
diidentifikasi, di evaluasi, serta dilakukan tindakan dalam hitungan menit
sejak dating di unit gawat darurat.

Komponen primary survey :

a. Airway

b. Breathing

c. Circulation

d. Disability

e. Exposure and environment

a. Airway

Penilaian jalan nafas merupakan langkah pertama pada penanganan


pasien trauma. Penilaian jalan nafas dilakukan bersamaan dengan
menstabilkan leher. Tahan kepala dan leher pada posisi netral dengan tetap
mempertahankan leher dengan menggunakan servical collar dan
meletakkan pasien pada spine board.

9
Dengarkan suara spontan yang menandakan pergerakan udara melalui
pita suara. Jika tidak ada suara buka jalan nafas pasien dengan
menggunakan chin lift atau maneuver modified jaw thrust. Periksa
orofaring, jalan nafas mungkin terhalang sebagian atau sepenuhnya oleh
cairan (darah,saliva,muntahan) atau serpihan kecil seperti gigi, makanan
atau benda asing. Intervensi sesuai dengan kebutuhan (suction, reposisi)
dan kemudian evaluasi kepatenan jalan nafas.

Alat-alat untuk mempertahankan jalan nafas seperti nasofaring,


orofaring, LMA, pipa trakea, combitube atau cricothyotomy mungkin
dibutuhkan untuk membuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas.

b. Breathing

Untuk menilai pernafasan perhatikan proses respirasi sontan dan catat


kecepatan, kedalaman serta usaha untuk melakukannya, periksa dada
untuk mengetahui penggunaan otot bantu nafas dan gerakan naik turunnya
dinding dada secara simetris saat respirasi.

Cedera tertentu misalnya luka terbuka, flail chest dapat dilihat dengan
mudah. Lakukan auslkultasi suara pernafasan bila didapatkan adanya
kondisi serius dari pasien. Selalu diasumsikan bahwa pasien yang tidak
tenang atau tidak dapat bekerja sama berada dalam kondisi hipoksia
sampai terbukti sebaliknya.

Intervensi keperawatan :

1) Oksigen tambahan untuk semua pasien.

2) Persiapkan alat bantu pertukaran udara bila diperlukan

3) Pertahankan posisi pipa trakea

10
4) Bila terdapat trauma thorak, tutup luka dada selama proses
penghisapan, turunkan tekanan pneumotoraks, stabilisasi bagian-
bagian yang flail dan masukkan pipa dada.

5) Perlu dilakukan penilaian ulang status pernafasan pasien.

c. Circulation

Penilaiaan primer mengenai status sirkulasi pasien trauma mencakup


evaluasi adanya perdarahan, denyut nadi dan perfusi.

1) Perdarahan

Lihat tanda-tanda kehilangan darah eksternal yang massif dan


tekan langsung daerah tersebut. Jika memungkinkan, naikkan daerah
yang mengalami perdarahan sampai diatas etinggian jantung.
Kehilangan darah dalam jumlah bear dapat terjadi didalam tubuh.

2) Denyut nadi

Denyut nadi diraba untuk mengetahui ada atau tidaknya nadi,


kualitas, laju dan ritme. Denyut nadi mungkin tidak dapat dilihat
secara langsung setelah terjadi trauma. Raba denyut nadi karotis.
Sirkulasi di evaluasi melalui auskultasi apical. Cari suara denguban
jantung yang menandakan adanya penyumbatan pericardial. Mulai dari
tindakan pertolongan dasar sampai dengan lanjut untuk pasien yang
tidak teraba denyut nadinya.

3) Perfusi kulit

Beberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin, kulit basah,
pucat, sianosis atau bintik-bintik mungkin menandakan keadaan syok
hipovolemik. Cek warna, suhu kulit, adanya keringat dan crt. Waktu
crt adalah ukuran perfusi yang cocok pada anak-anak, tetapi

11
kegunaannya berkurang seiring dengan usia pasien dan menurunnya
kondisi kesehatan. Namun demikian, semua tanda-tanda syok terjadi
belum tentu akurat dan tergantung pada pengkajian. Selain kulit tanda-
tanda hipoperfusi juga Nampak pada organ lain, misalnya oliguria,
perubahan tingkat esadaran, takikardi dan distritmia. Selain itu perlu
diperhatikan juga adanya penggelembungan atau pengempisan
pembuluh darah di leher yang tidak normal. Mengembalikan volume
sirkulasi darah mrupakan tindakan yang penting untuk dilakukan
dengan segera.

Berikan 1-2 liter cairan isotonic kristaloid solution (0,9% normal


salin atau ringer laktat). Ada anak-anak pemberian berdasarkan berat
badan yaitu 20 ml per kg bb. Dalam pemberian caran perlu
diperhatikan repon pasien dan setiap 1 ml darah yang hilang
dibutuhkan 3 ml cairan kristaloid.

d. Disability

Tigkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan mnemonic AVPU.


Sebagai tambahan, cek kondisi pupil, ukuran, kesamaan dan reaksi
terhadap cahaya. Pada saat survey primer, penilaian neurologis hanya
dilakukan secara singkat. Pasien yang memiliki resiko hipoglikemia,
misalkan pasien dengan dm. harus di cek kadar gula dalam darahnya.
Apabila didpat kondisi hipoglikemi berat maka bias diberikan dextrose
3%. Adanya penurunan tingkat kesadaran akan dilakukan pengkajian lebih
lanjut pada survey sekunder. GCS dapat dihitung segera setelah
pemeriksaan survey sekunder. Mnemonic AVPU meliputi : aware (sadar),
verbal (berespons terhadap suara),pain (berespon terhadap rangsang nyeri),
unresponsive (tidak berespon).

e. Exposure dan environment control (pemaparan dan control


lingkungan)

12
Exposure

Lepas semua pakaian klien secara cepat untuk memeriksa cedea,


perdarahan, atau keanehan lainnya. Perhatikan kondisi klien secara umum,
catat kondisi tubuh atau adanya zat bau kimia seperti alcohol, bahan bakar
atau urine.

Environmental control

Klien harus dilindungi dari hipotermia. Hipotermia penting karena ada


kaitannya dengan vaso kontriksi pembuluh darah dan koagulopati.
Pertahankan atau kembalikan suhu normal tubuh dengan mengeringkan
klien dan gunakan lampu pemanas, selimut, pelindung kepala, system
penghangat udara, dan berikan cairan.

2. Secondary survey

Pada survey ini dilakukan pemeriksaan lengkap head to toe. Apabila


ditemukan masalah maka tidak akan dilakukan tindakan dengan segera, akan
dicatat dan diprioritaskan untuk tindakan selanjutnya.

Pada secondary survey ini dilakukan tindakan sebagai berikut :

a. Full set of vital signs, five intervensions and facilication of family


presence

b. Give comfort measures

c. History and head to toe examination

d. Inspect the posterior surfaces

a. Full set of vital signs, five intervensions and facilication of family


presence

13
Pemeriksaan tanda-tanda vital adalah hal dasar untuk menentukan
tindakan selanjutnya. 5 intervensi meliputi :

1) Pemasangan monitor jantung

2) Pasang nasogastrik tube

3) Pasang foley kateter

4) Pemeriksaan laboratorium

5) Pasang oksimetri

Memfasilitasi kehadiran keluarga berarti memberikan kesempatan


untuk bersama klien walaupun klien dalam keadaan gawat darurat.
Berdasarkan kesepakatan emergency nurses association, keluarga
diberikan kesempatan untuk bersama dengan pasien selama proses
invasive dan resusitasi. Pihak medis harus mempunyai standar prosedur
tentang bagaimana cara menenangkan, mendukung dan memberikan
informasi pada anggota keluarga.

b. Give comfort measures

Korban trauma sering mengalami masalah terkait dengan kondisi fisik


dan psikologisnya. Metode farmakologis dna non farmakologis banyak
digunakan untuk menurunkan rasa nyeri dan kecemasan. Dokter dan
perawat yang terlibat dalam tim trauma harus bias mengenali keluhan dan
melaukan intervensi bila dibutuhkan.

c. History and head to toe examination

History

14
Jika klien sadar dan kooperatif, lakukan pengkajian pada pasien unuk
mendapa informasi tentang riwayat kesehatan klien, anggota keluarga juga
bias menjadi sumber informasi. Informasi penting tentang bagaimana
proses terjadinya trauma harus diperoleh dari klien atau keluarganya untuk
mempermudah dalam menentukan tindakan selanjutnya.

Head

Pada kepa;a dilakukan inspeksi secara sitematis, palpasi tengkorak


untuk mendapatkan fragmen tulang yang tertekanm hematoma, laserasi
dan nyeri. Ekimosis di belakang telinga atau didaerah periorbital adalah
indikasi adanya fraktur tengkorak bacilar.

Face

Inspeksi wajah degan seksama. Perhatikan apakah ada cairan keluar


dari telinga, hidung, mata dan mulut. Cairan jenih yang keluar dari hidung
dan telinga diasumsikan sebagai cairan serebrospinal.

Neck

Inspeksi leher klien dan pastikan bahwa pada saat pengkajian leher
klien tidak bergerak. lakukan inspeksi dan palpasi terhadap adanya luka,
jejas ekimosis, distensi pembuluh darah leher, udara dibawah kulit dan
dviasi trakea.

Chest

Inspeksi dada untuk mengetahui adanya ketidaksimetrisan, perubahan


bentuk, traua penetrasi atau luka lain, lakukan auskultasi jantung dan paru.

15
Palpasi dada untuk mengetahui adanya perubahan bentuk, udara dibawah
kulit dan area lebam/jejas.

Abdomen

Inspeksi perut untuk mengetahui adanya memar, massa, pulsasi atau


obyek yang menancap. Perhatikan adanya pengeluaran isi perut, auskultasi
suara perut di 4 kuadran dan secara lembut palpasi dinding perut untuk
memeriksa adanya kekakuan, nyeri, rebound pain.

Pelvis

Periksa panggul untuk mengetahui adanya perdarahan, lebam, jejas,


perubahan bentuk, atau trauma penetrasi. Pada laki-laki periksa adanya
priapism, sedangkan pada wanita periksa adanya pendarahan. Inspeksi
daerah perineum terhadap adanya darah, feses atau adanya darah dan
untuk mengetahui posisi prostat.

Ekstremitas

Periksa keempat tungkai untuk mengetahui adanya perubahan bentu,


dislokasi, ekimosis, pembengkakan, atau adanya luka lain. Periksa
sensorik, motorik dan kondisi neurovascular pada masing-masing
ekstremitas. Lakukan palpasi untuk mengetahui adanya jejas, lebam,
krepitasi dan ketidaknormalan suhu.

d. Inspect the posterior surfaces

Dengan tetap mempertahankan kondisi tulang belakang dalam kondisi


netral, miringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini membutuhkan beberapa
orang anggota tim. Pemimpin tim menilai keadaan posterior klien dengan
mecari tanda-tanda jejas, lebam, perubahan warna atau luka terbuka.

16
Palpasi tulang belakang untuk mencari tonjolan, perubahan bentuk,
pergeseran atau nyeri. Pemeriksaan rectal dapat dilakukan pada tahap ini
apabila belum dilakukan pada saat pemeriksaan panggul dan pada saat
kesempatan ini juga dapat digunakan untuk mengambil baju klien yang
berada dibawah tubuh klien. Apabila pada pemeriksaan tulang belakang
tidak ditemukan adanya kelainan atau ganggguan dank lien dapat
terlentang makan backboard dapat diambil.

3. Monitoring dan evaluasi

Setelah secondary survey selesai dilakukan, prioritaskan klien dan rawat


cedera sesuai dengan waktunya. Beberapa cedera tertentu yang ditemukan
pada saat survey sekunder dapat dinilai dengan mendetail dan terfokus.

Klien yang mengalami rauma thorak harus melakukan pemeriksaan thorak


secara teratur. Pada saat klien trauma berada di unit gawat darurat, nilai ulang
kien secara regular dan teratur untuk mengetahui penurunan kondisi atau
cedera yang tidak terdeteksi sebelumnya.

B. Trauma abadomen

1. Definisi
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga
terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ.
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka
tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).

17
2. Etiologi
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang
menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak
yang menyebabkan kerusakan yang besar di dalam abdomen. Selain
luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk,
akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal
di abdomen.Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang
merusak, yaitu :
a. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh
jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan
bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi,
kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar di dalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan
tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal
diabdomen.

3. Gejala
a. Trauma tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedalam
rongga peritonium):

18
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2) Respon stres simpatis
3) Perdarahan dan pembekuan darah
4) Kontaminasi bakteri
5) Kematian sel
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati
sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk
mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat
berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ
berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus
pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal
sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi
b. Trauma tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam
rongga peritonium) ditandai dengan:
1) Kehilangan darah.
2) Memar/jejas pada dinding perut.
3) Kerusakan organ-organ.
4) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity)
dinding perut.
5) Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
Menurut Scheets (2002), secara umum seseorang dengan trauma
abdomen menunjukkan manifestasi sebagai berikut :
1) Laserasi, memar,ekimosis
2) Hipotensi
3) Tidak adanya bising usus
4) Hemoperitoneum
5) Mual dan muntah
6) Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi
pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis),
7) Nyeri
8) Pendarahan

19
9) Penurunan kesadaran
10) Sesak
11) Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan
oleh perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi
recumbent.
12) Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan
peritoneal
13) Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh
(pinggang) pada perdarahan retroperitoneal.
14) Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum
atau labia pada fraktur pelvis
15) Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap
pada kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada
hematoma limfe
4. Jenis Trauma Abdomen
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Trauma tumpul (blunt injury)
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian
pintu mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa
menyebabkan trauma kompresi ataupun crush injury terhadap
organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun
organ berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama
organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil), dan
mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis. Trauma tarikan
(shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya
adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman
(misalnya seat belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman
bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada
suatu tabrakan motor bisa mengalami trauma
decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama antara
suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti

20
rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak)
dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-
bag tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen. Pada
pasien-pasien yang mengalami laparotomi karena trauma
tumpul, organ yang paling sering kena adalah lien (40-55%),
hepar (35-45%), dan usus (5-10%). Sebagai tambahan, 15%
nya mengalami hematoma retroperitoneal.
b. Trauma tajam (penetration injury)
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun
terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap
organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary
cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang
mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering
mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%),
dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan kerusakan yang
lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru,
dan berapa besar energy kinetiknya maupun kemungkinan
pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan
tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus
(50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah
abdominal (25%).
Trauma pada abdomen dibagi lagi menjadi 2 yaitu trauma pada
dinding abdomen dan trauma pada isi abdomen.
a. Trauma pada dinding abdomen
Trauma dinding abdomen dibagi menjadi kontusio dan laserasi.
1) Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra
abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan

21
darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai
tumor.
2) Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang
menembus rongga abdomen harus di eksplorasi
(Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi karena trauma penetrasi.
b. Trauma pada isi abdomen
Sedangkan trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth
& Brunner (2002) terdiri dari:
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya
cedera pada dinding abdomen.
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan
diagnostik ahli bedah.
3) Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau
sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
5. Penanganan Kegawat daruratan Trauma Abdomen
a. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi
di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan jalan napas.
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat

22
mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10
detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat
dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan
resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan
bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada
dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1.     Stop makanan dan minuman
2.    Imobilisasi
3.    Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda
tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya
tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan
melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau
untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ
tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam
tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut
dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4.   Imobilisasi pasien.

23
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.     
b. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen,
seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa
lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka
keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
b. Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk
menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan
peluru atau adanya udara retroperitoneum.
c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang
ada.
d. Uretrografi
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada :
- fraktur pelvis
- trauma non-penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul:
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk
pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk

24
pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan
darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior
dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada
penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk
mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau
udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya
memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum,
kolon ascendens atau decendens dan dubur
C.

25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegawat daruratan dapat didefinisikan sebagai nsituasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan
segera , guna menyelamatkan jiwa /nyawa penanganan kegawat daruratan obstetrik
ada tidak hanya membutuhkan sebuah tim medis yang menangani kegawat daruratan
tetati lebih pada membutuhkan petugas kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-
kasus kegawat daruratan.

3.2 Saran
Sangat penting bagi kita calon perawat masa depan untuk mengingat bagaimana konsep
dalam pengelolaan pasien dengan trauma thorak.yang terpenting adalah memegang
prinsip kegawata daruratan yaitu primary survey dengan menilai airway, breathing,dan
circulation.

26
DAFTAR PUSTAKA

27

Anda mungkin juga menyukai