Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PROSEDUR TINDAKAN INTRAPARTUM

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas

Dosen Pembimbing :

Krisnawati, A.Per.Pen., M.MKes.

Disusun Oleh :

Kelompok 03-B

1. Merisa Zuliana Wati (P27810419054)


2. Nadya Arisya Putri (P27810419060)
3. Natasyah Adinda F. (P27810419063)
4. Nikmah Miladiyah (P27810419064)
5. Rico Irwanto (P27810419077)
6. Salsabil Putri Hidayati (P27810419078)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SIDOARJO

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
dalam perkuliahan Keperawatan Maternitas semester keempat. Makalah ini
membahas mengenai Prosedur Tindakan Intrapartum Makalah ini tidak dapat
terselesaikan tanpa bantuan dari beberapa pihak oleh karena itu, pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Krisnawati, A.Per.Pen., M.MKes. selaku dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Maternitas
2. Bapak/Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Surabaya Prodi D3 Keperawatan
Sidoarjo.
3. Teman-teman sekelompok atas motivasinya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan
pada makalah ini. Hal ini karena keterbatasan kemampuan dari penulis.
Penulis berharap semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi manfaat
kepada pembaca dan utamanya kepada  penulis sendiri. Penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna
penyempurnaan makalah ini.

Sidoarjo, 16 Februari 2021

Penyusun Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................iii

A. BAB I PENDAHULUAN...............................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................2
1.3. Tujuan.......................................................................................2
1.4. Manfaat.....................................................................................2
B. BAB II PEMBAHASAN................................................................3
2.1. Definisi Persalinan....................................................................3
2.2. Tanda-Tanda Persalinan............................................................3
2.3. Faktor yang Berperan dalam Persalinan...................................4
2.4. Management Nyeri pada Tindakan Intrapartum.......................5
2.5. Observasi Kala I, II, III, IV.......................................................9
2.6. Observasi Pendarahan pada Tindakan Intrapartum...................14
C. BAB III PENUTUP........................................................................19
3.1. Kesimpulan...............................................................................19
3.2. Saran..........................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Tindakan intra partum atau persalinan atau adalah proses dimana bayi,
Plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu bersalin. Persalinan
yang normal terjadi pada usia kehamilan cukup bulan/setelah usia
kehamilan 37 minggu atau lebih tanpa penyulit. Pada akhir kehamilan ibu
dan janin mempersiapkan diri untuk menghadapi proses persalinan. Janin
bertumbuh dan berkembang dalam proses persiapan menghadapi kehidupan
di luar Rahim. Ibu menjalani berbagai perubahan fisiologis selama masa
hamil sebagai persiapan menghadapi proses persalinan dan untuk berperan
sebagai ibu.Persalinan dan kelahiran adalah akhir kehamilan dan titik
dimulainya kehidupan di luar Rahim bagi bayi baru lahir.Persalinan dimulai
sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks yang
membuka dan menipis dan berakhir dengan lahirnya bayi beserta plasenta
secara lengkap Pengalaman persalinan bisa dialami oleh ibu pertama kali
(primi), maupun kedua atau lebih (multi). (Fauziah, 2015)

Primigravida yaitu wanita yang hamil untuk pertama kali, sedangkan


multigravida adalah seorang ibu yang hamil untuk kedua atau lebih.Tanda-
tanda kehamilan primigravida seperti perut tegang, labla mayora tampak
bersatu, hypen seperti pada beberapa tempat, vagina sempit dengan rugae
yang utuh jari, perineum utuh dan baik. Pada serviks terdapat pembukaan
yang di dahului dengan pendataran dan setelah itu baru pembukaan
(pembukaan rata-rata 1 cm dalam 2 jm) persalinan.Dilatasi serviks terjadi
karena komponen muskulofibrosa tertarik dari serviks kea rah atas, akibat
kontraksi uterus yang kuat. Persalinan juga dapat diartikan serangkaian
kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan, disusul
dengan pengeluaran placenta dan laput janin dari tubuh ibu

1
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1. Bagaimana management nyeri pada procedure tindakan intrapartum?
1.2.2. Bagaimana observasi kala I,II,III,IV pada prosedur tindakan
intrapartum?
1.2.3. Bagaimana observasi perdarahan pada prosedur tindakan
intrapartum?

1.3. TUJUAN
1.3.1. Mampu mendeskripsikan management nyeri pada procedure
tindakan intrapartum
1.3.2. Mampu mendeskripsikan observasi kala I,II,III,IV pada tindakan
intrapartum
1.3.3. Mampu mendeskripsikan observasi perdarahan pada prosedur
tindakan intrapartum

1.4. MANFAAT
Dalam pembuatan makalah ini diharapkan pembaca dapat menambah
pengetahuan tentang bagaimana proses penyakit pada Prosedur Tindakan
Inpartum dan bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien
yang menderita penyakit Prosedur Tindakan Inpartum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI PERSALINAN


Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar. Persalinan adalah rangkaian
proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini
di mulai dengan kontraksi persalinan sejati, dan di akhiri dengan pelahiran
plasenta.

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang


terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung selama 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Persalinan normal WHO
adalah persalinan yang di mulai secara spontan beresiko rendah pada awal
persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan, bayi di lahirkan
spontan dengan presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37
hingga 42 minggu lengkap. Setelah persalinan ibu dan bayi dalam keadaan
baik.

2.2. TANDA-TANDA PERSALINAN


1. Adanya Kontraksi Rahim
Secara umum, tanda awal bahwa ibu hamil untuk melahirkan
adalah mengejangnya rahim atau di kenal dengan istilah kontraksi.
Kontraksi tersebut berirama, teratur, dam involuter, umumnya kontraksi
bertujuan untuk menyiapkan mulut lahir untuk membesar dan
meningkatkan aliran darah di dalam plasenta.

2. Keluarnya Lendir Bercampur Darah


Lendir disekresi sebagai hasil proliferasi kelenjar lendir servik
pada awal kehamilan. Lendir mulanya menyumbat leher rahim,
sumbatan yang tebal pada mulut rahim terlepas, sehingga menyebabkan
keluarnya lendir yang berwarna kemerahan bercampur darah dan

3
terdorong keluar oleh kontraksi yang membuka mulut rahim yang
menandakan bahwa mulut rahim menjadi lunak dan membuka. Lendir
inilah yang dimaksud sebagai bloody slim.

3. Keluarnya Air-Air (Ketuban)


Proses penting menjelang persalinan adalah pecahnya air ketuban.
Selama sembilan bulan masa gestasi bayi aman melayang dalam cairan
amnion. Keluarnya air-air dan jumlahnya cukup banyak, berasal dari
ketuban yang pecah akibat kontraksi yang makin sering terjadi.

4. Pembukaan Serviks
Penipisan mendahului dilatasi servik, pertama-pertama aktivitas
uterus dimulai untuk mencapai penipisan, setelah penipisan kemudian
akivitas uterus menghasilkan dilaktasi servik yang cepat. Membukanya
lehar rahim sebagai respon terhadap kontraksi yang berkembang. Tanda
ini tidak dirasakan oleh pasien tetapi dapat diketahui dengan
pemeriksaan dalam.

2.3. FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PERSALINAN


1. Power (Tenaga Yang Mendorong Bayi Keluar)
Seperti his atau kontraksi uterus kekuatan ibu mengedan, kontraksi
diafragma, dan ligamentum action terutama ligamentum rotundum.

2. Passager (Faktor Jalan Lahir)


Perubahan pada serviks, pendataran serviks, pembukaan servik
dan perubahan pada vagina dan dasar panggul.

3. Passanger
Passanger utama lewat jalan lahir adalah janin. Ukuran kepala
janin lebih lebar daripada bagian bahu, kurang lebih seperempat dari
panjang ibu. 96% bayi dilahirkan dengan bagian kepala lahir pertama.
Passanger terdiri dari janin, plasenta, dan selaput ketuban.

4
4. Psikis Ibu
Penerimaan klien atas jalannya perawatan antenatal (petunjuk
dan persiapan untuk menghadapi persalinan), kemampuan klien untuk
bekerjasama dengan penolong, dan adaptasi terhadap rasa nyeri
persalinan.

5. Penolong
Meliputi ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman,
kesabaran, pengertiannya dalam menghadapi klien baik primipara dan
multipara

2.4. MANAGEENT NYERI PADA TINDAKAN INPARTUM


Rasa nyeri pada persalinan adalah manifestasi fisiologis dari adanya
kontraksi (pemendekan) otot rahim, sebagai kontraksi miometrium,
merupakan proses fisiologis dengan intensitas yang berbeda pada masing
masing individu. karena nyeri persalinan berbeda dengan nyeri lainnya,
yaitu nyeri persalinan merupakan bagian dari proses yang normal sedangkan
nyeri yang lain mengikuti kondisi patologis. Peristiwa fisiologis pada saat
persalinan terkadang dapat menimbulkan trauma pada ibu karena nyeri yang
dialaminya. Beberapa ibu bahkan ada yang trauma untuk hamil dan
melahirkan lagi karena takut akan mengalami nyeri yang sama. Bagi ibu
yang pernah melahirkan, nyeri persalinan merupakan nyeri yang paling
menyakitkan apalagi bagi ibu- ibu yang baru pertama kali merasakanya
(Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Mengingat dampak nyeri cukup signifikan bagi bayi dan ibu, maka
harus ada upaya mengurangi rasa nyeri tersebut, baik tindakan medis
maupun non medis. Nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan
peningkatan aktifitas sistem saraf simpatis, perubahan tekanan darah, denyut
jantung, pernafasan dan apabila tidak segera diatasi maka akan
meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stres. Nyeri pada ibu bersalin

5
juga menyebabkan meningkatnya kadar katekolamin atau hormon stres
seperti epinefrin dan kortisol. Peningkatan kadar katekolamin atau hormon
stres dapat mengurangi kemampuan tubuh menahan rasa nyeri.

Pengelolaan nyeri persalinan merupakan salah satu tujuan perawatan


bersalin dengan mengurangi nyeri sebesar- besarnya dengan kemungkinan
efek samping dan resiko yang kecil.
metode terapi non-farmakologi yang dapat dipilih,dalam menangani nyeri
diantaranya:
1. Masase dan Sentuhan
Terapi masase merupakan manipulasi dari jaringan lunak tubuh
yang bertujuan untuk menurunkan rasa nyeri dan memberi efek
relaksasi. Mekanisme terapi masase dalam menurunkan nyeri diduga
dengan meningkatkan produksi endorfin dalam tubuh. Melalui
peningkatan endorfin, transmisi sinyal antara sel saraf menjadi
menurun sehingga dapat menurunkan ambang batas persepsi terhadap
nyeri.
Sudah terdapat beberapa studi yang menunjukkan bahwa masase
mungkin efektif dalam penurunan rasa nyeri. Studi terbaru dari Iraq
menunjukkan bahwa metode masase bagian punggung saat kala I
persalinan efektif dalam menurunkan rasa nyeri pasien. Studi ini juga
menunjukkan bahwa skor rasa nyeri pada pasien yang menerima
metode terapi masase punggung lebih rendah dibandingkan dengan
pasien yang melakukan metode perubahan posisi saat kala I. Namun,
perlu dicatat bahwa studi ini memiliki berbagai keterbatasan. Jumlah
sampel yang digunakan masih sangat kecil dan studi ini juga tidak
melakukan pengukuran objektif untuk mengetahui derajat nyeri
(misalnya : tanda vital dan penanda nyeri lainnya).

2. Pergerakan Dan Posisi Maternal


Salah satu kunci dalam manajemen nyeri persalinan adalah dengan
membuat pasien merasa nyaman. Pasien sering kali bergerak, berjalan,

6
dan mengubah posisinya untuk mencapai rasa nyaman saat bersalin.
Selain itu, posisi tertentu juga dapat memberikan keuntungan pada
pasien bersalin, seperti mempercepat persalinan dan membantu
memperbaiki masalah kegawatdaruratan persalinan. Posisi-posisi,
seperti hand-to-knee dan squatting sudah dinilai dapat mempengaruhi
diameter pelvis sehingga dapat mempercepat persalinan. 
Efikasi metode pergerakan dan posisi maternal pada kala satu dan
dua sudah diteliti pada beberapa studi. Beberapa studi menunjukkan
bahwa posisi duduk dan banyak pergerakan saat persalinan kala I
memiliki skor intensitas nyeri yang lebih rendah dibanding posisi
terlentang. Menurut studi lain, posisi terlentang memberikan intensitas
nyeri yang lebih tinggi pada pasien dibandingkan dengan posisi
lainnya. Selain itu, studi Cochrane juga mengatakan bahwa pasien
bersalin yang sering tegak dan banyak bergerak memiliki waktu
persalinan yang lebih cepat dan lebih jarang menjalani operasi sesar. 
Keuntungan juga ditemukan pada persalinan kala II, dimana
bantuan pada persalinan, tindakan epistiotomi, gangguan denyut
jantung janin lebih jarang ditemukan pada pasien dengan posisi
persalinan tidak terlentang tanpa anestesi epidural. Namun, pada
pasien persalinan kala II yang menggunakan anestesi epidural tidak
ditemukan adanya perbedaan efek analgesia yang diberikan oleh
pergerakan dan perubahan posisi. 

3. Teknik Bernapas Dengan Relaksasi


Ritme dari bernapas sangat penting untuk mencapai relaksasi saat
bersalin. Nyeri persalinan, terutama saat fase laten, dapat menurun
dengan teknik bernapas ini. Teknik yang digunakan biasanya adalah
dengan ritme yang lambat (6 – 12 napas / menit) sampai sedang (30 –
60 napas / menit), tanpa melakukan hiperventilasi.  Ritme napas harus
beradaptasi dengan intensitas kontraksi pasien. Sebuah studi
menunjukkan bahwa dibandingkan teknik lainnya, teknik bernapas
merupakan metode non-farmakologi yang paling banyak digunakan

7
dalam menurunkan rasa nyeri. Teknik ini juga dianggap pasien sangat
bermanfaat dalam menurunkan rasa nyeri saat persalinan, namun
berdasarkan review sistematik cochrane, bukti klinis yang ada masih
insufisien dan penelitian lanjutan mengenai korelasi dan kausalitas
masih harus dilakukan

4. Aplikasi Dingin Atau Panas


Pemberian rasa dingin dan panas secara bergantian merupakan
salah satu cara non-farmakologi dalam menurunkan nyeri persalinan.
Rasa dingin dapat menyebabkan rasa baal, menstimulasi reseptor saraf
perifer, dan melambatkan transmisi nyeri ke sistem saraf pusat
sehingga intensitas nyeri pada pasien dapat berkurang. Rasa panas
sendiri dapat melambatkan impuls saraf ke otak dengan menstimulasi
reseptor panas pada kulit dan jaringan yang lebih dalam.
Aplikasi rasa dingin biasanya diberikan pada lokasi punggung,
abdomen bawah, paha, dan/atau perineum. Sedangkan aplikasi rasa
panas biasa diberikan pada daerah punggung bawah ketika pasien
merasa nyeri pada daerah punggung. Efikasi metode ini ditemukan
signifikan dalam menurunkan rasa nyeri pada beberapa studi. Selain
itu, aplikasi panas dan dingin juga ditemukan dapat memperpendek
waktu persalinan. Namun, perlu dicatat bahwa studi yang dilakukan
masih memiliki jumlah sampel yang kecil dan tanpa
menggunakan enpoint yang objektif sehingga masih mungkin terdapat
bias. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan, juga untuk meneliti lama
dan metode terapi yang lebih spesifik.

5. Musik Dan Audioanalgesik


Stimulasi suara, seperti musik atau suara alam, dapat menjadi suatu
distraksi bagi pasien bersalin sehingga dapat menurunkan rasa nyeri.
Selain itu, metode ini juga dilaporkan mungkin dapat menurunkan rasa
anxietas pada pasien. Metode ini dapat dilakukan dengan pemilihan
musik yang pasien pilih sebelum persalinan. Studi terbaru

8
menunjukkan bahwa musik dapat menurunkan rasa nyeri persalinan
pada fase laten, namun pada fase aktif tidak ditemukan adanya
manfaat.

2.5. OBSERVASI KALA I, II, III, IV


Asuhan persalinan normal tidak berdasarkan teknik tertentu, tetapi
terjadi secara spontan. Tenaga kesehatan membantu pasien yang akan
melahirkan sesuai dengan tahap kala persalinan. Tenaga kesehatan harus
memastikan asuhan persalinan normal terjadi secara steril dan aman.
1. Persiapan Pasien
Asuhan persalinan normal yang dipersiapkan wanita hamil adalah
pikiran dan mental yang positif, yaitu berkeyakinan bahwa melahirkan
adalah proses normal dari seorang wanita. Wanita hamil yang siap
melahirkan juga memerlukan asupan makanan dan cairan yang cukup.
Selain itu, yang juga penting bagi wanita yang hendak menjalani asuhan
persalinan normal adalah mendapat dukungan emosional dari suami dan
keluarga. Saat tanda persalinan telah muncul, maka pasien dipersiapkan
pada posisi nyaman di tempat tidur di dalam ruang persalinan.

2. Peralatan
Peralatan yang diperlukan dalam tindakan asuhan persalinan
normal secara keseluruhan terbagi untuk peralatan untuk persalinan dan
peralatan untuk resusitasi bayi. Secara umum diperlukan sebuah ruang
khusus untuk bersalin yang memiliki tirai pembatas antara pasien dan
meja bersalin yang dapat membantu pasien dalam posisi setengah
duduk dan litotomi. Alat yang perlu disiapkan selama persalinan normal
adalah:
1) Sarung tangan yang terdiri dari sarung tangan bersih, sarung tangan
steril, dan sarung tangan panjang steril untuk manual plasenta
2) Apron panjang dan sepatu boot
3) Kateter urin
4) Spuit, intravenous catheter, benang jahit

9
5) Cairan antiseptik (iodophors atau chlorhexidine)
6) Partus set, terdiri dari klem arteri, gunting, gunting episiotomi,
gunting tali pusat, klem tali pusat, spekulum, forsep
7) Kain bersih untuk bayi
8) Sanitary pads
9) Obat-obatan seperti oxytocin, ergometrin, misoprostol, magnesium
sulfat, tetrasiklin 1% salep mata, cairan normal salin lengkap
dengan infus set
Selain peralatan untuk proses persalinan, juga perlu disiapkan
peralatan untuk resusitasi bayi baru lahir, seperti laringoskop neonatus,
sungkup oksigen neonatus, pipa endotrakeal dengan stylet dan
konektor, epinefrin, spuit 1 cc dan 3 cc, pipa orogastrik, gunting
plester, dan tabung oksigen.

3. Posisi
Pada kala I, kontraksi uterus akan dirasakan semakin sering dan
kuat sehingga ibu hamil dapat dibiarkan di tempat tidur dengan posisi
sesuai keinginan ibu agar merasa nyaman. Namun, dapat disarankan
agar ibu berbaring miring ke kiri bila punggung janin ada di sebelah
kiri. Setelah pembukaan lengkap dan memasuki kala II, ibu sebaiknya
berada di meja bersalin agar dapat diposisikan setengah duduk dan
litotomi. Posisi ini dipertahankan hingga janin dan plasenta dilahirkan.
Memasuki kala IV, ibu dapat berbaring kembali atau duduk untuk
memulai inisiasi menyusu dini (IMD).

4. Prosedur
Prosedur asuhan persalinan normal berbeda pada setiap kala I
hingga kala IV.
1. Prosedur Kala I
Kala I dimulai dengan kontraksi uterus dan dilatasi serviks,
terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten
adalah pembukaan serviks 1–3 cm dan berlangsung sekitar 8 jam,

10
sedangkan fase aktif adalah pembukaan serviks 4–10 cm
berlangsung sekitar 6 jam. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada
kala I adalah:
 Pemeriksaan tanda vital ibu, yaitu tekanan darah setiap 4 jam
serta pemeriksaan kecepatan nadi dan suhu setiap 1 jam
 Pemeriksaan kontraksi uterus setiap 30 menit
 Pemeriksaan denyut jantung janin setiap 1 jam, pemeriksaan
denyut jantung bayi yang dipengaruhi kontraksi uterus dapat
dilakukan dengan prosedur cardiotocography (CTG)
 Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam untuk menilai
dilatasi serviks, penurunan kepala janin, dan warna cairan
amnion
 Terdapat beberapa tindakan yang dilakukan pada kala I tetapi
kurang memberikan manfaat, sehingga tidak dilakukan secara
rutin, yaitu pemasangan kateter urin dan prosedur enema. Ibu
dilarang mengejan sebelum kala I selesai, karena dapat
menyebabkan kelelahan dan ruptur serviks.

2. Prosedur Kala II
Kala II merupakan fase dari dilatasi serviks lengkap 10 cm
hingga bayi lahir. Pada kala ini pasien dapat mulai mengejan sesuai
instruksi penolong persalinan, yaitu mengejan bersamaan dengan
kontraksi uterus. Proses fase ini normalnya berlangsung maksimal
2 jam pada primipara, dan maksimal 1 jam pada multipara.
Tindakan persalinan normal pada kala II adalah:
 Persiapan melahirkan kepala bayi
 Jaga perineum dengan cara menekannya menggunakan satu
tangan yang dilapisi dengan kain kering dan bersih
 Jaga kepala bayi dengan tangan sebelahnya agar keluar dalam
posisi defleksi, bila perlu dilakukan episiotomy

11
 Periksa apakah ada lilitan tali pusat pada leher, jika terdapat
lilitan maka dicoba untuk melepaskannya melalui kepala janin,
jika lilitan terlalu ketat maka klem dan potong tali pusat
 Persiapan melahirkan bahu bayi setelah kepala bayi keluar dan
terjadi putaran paksi luar
 Posisikan kedua tangan biparietal atau di sisi kanan dan kiri
kepala bayi
 Gerakkan kepala secara perlahan ke arah bawah hingga bahu
anterior tampak pada arkus pubis
 Gerakkan kepala ke arah atas untuk melahirkan bahu posterior
 Pindahkan tangan kanan ke arah perineum untuk menyanggah
bayi bagian kepala, lengan, dan siku sebelah posterior,
sedangkan tangan kiri memegang lengan dan siku sebelah
anterior
 Pindahkan tangan kiri menelusuri punggung dan bokong, dan
kedua tungkai kaki saat dilahirkan
Saat proses melahirkan kala II ini, dilarang mendorong
abdomen ibu karena dapat menyebabkan komplikasi ruptur
uteri

12
3. Prosedur Kala III
Kala III adalah setelah bayi lahir hingga plasenta keluar.
Asuhan persalinan yang dilakukan adalah:
 Periksa adakah bayi ke-2
 Suntikkan oksitosin intramuskular pada lateral paha ibu, atau
intravena bila sudah terpasang infus
 Pasang klem tali pusat 3 cm dari umbilikus bayi, lalu tali pusat
ditekan dan didorong ke arah distal atau ke sisi plasenta, dan
pasang klem tali pusat ke-2 sekitar 2 cm dari klem pertama
 Gunting tali pusat di antara kedua klem, hati-hati dengan perut
bayi
 Lalu bayi diberikan kepada petugas kesehatan lain yang
merawat bayi, atau bayi segera diletakkan di dada ibu untuk
inisiasi menyusu dini (IMD)
 Lakukan peregangan tali pusat saat uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan plasenta
 Cara peregangan tali pusat adalah satu tangan membawa klem
ke arah bawah, sedangkan tangan lainnya memegang uterus
sambil didorong ke arah dorso kranial
 Jika tali pusat bertambah panjang maka pindahkan klem
hingga jarak 5-10 cm dari vulva ibu, lakukan peregangan tali
pusat berulang dengan perlahan hingga plasenta lahir spontan
 Jika dalam 30 menit plasenta tidak lahir spontan, atau
terjadi retensio plasenta, maka lakukan manual plasenta
Saat proses melahirkan plasenta, dilarang menarik tali pusat
terlalu keras karena dapat menyebabkan plasenta keluar tidak
utuh. Plasenta yang keluar harus diperiksa apakah keluar utuh.
Jaringan plasenta yang tertinggal di dalam uterus dapat
menyebabkan komplikasi di masa nifas seperti infeksi
postpartum atau perdarahan pervagina.

13
4. Prosedur Kala IV
Kala IV adalah fase setelah plasenta lahir hingga 2 jam
postpartum. Pada kala ini dilakukan penilaian perdarahan
pervaginam, bila ditemukan robekan jalan lahir maka perlu
dilakukan hecting. Setelah itu, tenaga medis harus menilai tanda-
tanda vital ibu, memastikan kontraksi uterus baik, dan memastikan
tidak terjadi perdarahan postpartum. Selain itu, ibu sebaiknya
dimotivasi untuk melakukan IMD dalam waktu minimal 1 jam
setelah melahirkan. Setelah proses IMD selesai atau 1 jam setelah
lahir, bayi akan diberikan suntikan vitamin K intramuskular di
anterolateral paha kiri, dan 1 jam setelahnya diberikan imunisasi
hepatitis B pada anterolateral paha kanan. Memandikan bayi
selama 24 jam pertama sebaiknya dihindari untuk mencegah
hipotermia.

2.6. OBSERVASI PERNDARAHAN PADA TINDAKAN INPARTUM


Perdarahan pasca persalinan (PPP) > 500 ml yang didapat setelah
persalinan pervaginam atau > 1000ml setelah persalinan per abdominam
(cesarean section). Berdasarkan waktu kejadian, perdarahan pascapersalinan
dapat dibagi menjadi tipe dini/primer, yaitu terjadi pada 24 jam pasca
persalinan dan tipe lambat/sekunder, yaitu terjadi pasca 24 jam sampai
dengan 42 hari setelah persalinan.
Epidemiologi Amat bervariasi di berbagai belahan dunia karena
dipengaruhi multifaktorial. Beberapa faktor yang mempengaruhi dapat
berupa faktor klinis bahkan nonklinis. Secara keseluruhan 4–6% persalinan
akan diikuti perdarahan pasca persalinan (Saifuddin, 2002; Cunningham,
2010).
Faktor Risiko Terdapat 4 penyebab utama terjadinya PPP yaitu; 4 T:
Tone, Tissue, Trauma, Thrombin
1. Tone, terjadi karena lemahnya kontraksi (hipotoni) bahkan hilangnya
kontraksi (atonia) uterus pasca persalinan.

14
2. Tissue yaitu adanya jaringan plasenta yang tertinggal sebagian maupun
seluruhnya (retensio plasenta) di dalam uterus.
3. Trauma, karena adanya perlukaan jalan lahir mulai dari perineum,
vagina, serviks (laserasi) sampai dengan robeknya dinding uterus
(ruptura uteri).
4. Thrombin, yaitu adanya gangguan hemostasis yang dapat terjadi sejak
sebelum persalinan maupun setelahnya.

Atonia uteri adalah penyebab PPP yang kerap ditemui di kebanyakan


kasus. Pada beberapa kasus meskipun tidak didapatkan faktor risiko, atonia
uteri juga dapat terjadi sehingga observasi dan monitor kontraksi uterus
pascapersalinan wajib dilakukan.

Atonia uteri dapat bersifat primer, yaitu berdiri sendiri tanpa ada
penyebab PPP lainnya atau bersifat sekunder ketika didapatkan penyebab
lain PPP sehingga terjadi atonia uteri. Pada kasus laserasi jalan lahir yang
tak tertangani dengan baik, atonia uteri sekunder dapat muncul sehingga
pemeriksaan dan evaluasi jalan lahir menjadi suatu pemeriksaan yang wajib
dikerjakan setelah persalinan (Cunningham, 2010).

Prediksi terjadinya PPP dapat diketahui karena adanya faktor risiko


yang diketahui sebelumnya. Faktor risiko yang dimaksud yang dapat
dikenali bersifat klinis dan terbagi menjadi dua (Tabel 2.6) yaitu ;

Tabel 2.6 ( Faktor Risiko Perdarahan Pasca Persalinan )

Faktor Risiko Antenatal

1. Usia ≥ 35 th 1 1,5x (pervaginam) 1,9x (SC)

2. BMI ≥ 30 1,5x

3. Grandemulti 1,6x

4. Postdate 1,37x

15
5. Makrosomia 2,01x

6. Gemelli 4,46x

7. Myoma 1,9x (pervaginam 3,6x (SC)

8. APB 12,6x

9. Riwayat HPP 2,2x

10. Riwayat SC 2,2x

Faktor Risiko Intrapartum

Induksi
1. 1,5x
Persalinan

2. Partus lama:

-Kala I 1,6x

-Kala II 1,6x

- Kala II 2,61x

Epidural
3. 1,3x
Analgesia

Vakum /
4. 1,66x
Forsep

5. Episiotomi 2,18x

6. Korioamnitis 1,3x (pervaginam) 2,69x (SC)

Induksi
7. 1,6x
Persalinan

Selain itu didapatkan pula hal-hal yang bersifat non klinis yang dapat
mempengaruhi terjadinya PPP. Faktor non klinis tersebut menjadi suatu

16
tantangan yang hanya dapat diselesaikan bersama-sama dengan melibatkan
kerjasama lintas sektor, di antaranya:

1. Sistem rujukan
2. Pendidikan
3. Budaya dan kultur
4. Geografi
5. Status ekonomi
6. Pembiayaan
7. Akses rumah sakit dan lain-lain

Patogenesis

Ketika kehamilan memasuki akhir bulan, aliran darah yang mengalir


melalui low-resistance placental bed uterus dapat mencapai sekitar 500–800
ml/menit. Pembuluh darah yang mensuplai aliran darah ke placental bed
melewati sela-sela serabut miometrium yang berbentuk anyaman. Kontraksi
miometrium setelah terjadi persalinan akan diikuti retraksi miometrium.

Retraksi miometrium merupakan karakteristik unik otot polos uterus


yang ditandai dengan ukuran serabut otot yang lebih pendek dari panjang
semula setelah terjadi kontraksi. Pembuluh darah yang terletak diantara
serabut miometrium akan terjepit dan terbuntu saat terjadi kontraksi dan
retraksi sehingga aliran darah terhenti. Susunan serabut miometrium yang
berbentuk anyaman uterus ini disebut the living ligatures atau physiologic
sutures.

Mekanisme penghentian perdarahan pascapersalinan berbeda dengan


tempat lain yang peran faktor vasospasme dan pembekuan darah sangat
penting, pada perdarahan pascapersalinan penghentian perdarahan pada bekas
implantasi plasenta terutama karena adanya kontraksi dan retraksi
miometrium sehingga menyempitkan dan membuntu lumen pembuluh darah.
Adanya sisa plasenta atau bekuan darah dalam jumlah yang banyak dapat
mengganggu efektivitas kontraksi dan retraksi miometrium sehingga dapat
menyebabkan perdarahan tidak berhenti. Kontraksi dan retraksi miometrium

17
yang kurang baik dapat mengakibatkan perdarahan walaupun sistem
pembekuan darahnya normal, sebaliknya walaupun sistem pembekuan darah
abnormal asalkan kontraksi dan retraksi miometrium baik dapat
menghentikan perdarahan.

18
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar. Persalinan adalah rangkaian
proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini
di mulai dengan kontraksi persalinan sejati, dan di akhiri dengan pelahiran
plasenta.
 Tanda-tanda persalinan :
1. Adanya kontraksi rahim
2. Keluarnya lendir bercampur darah
3. Keluarnya air-air (ketuban)
4. Pembukaan serviks
 Faktor yang berprean dalam persalinan :
1. Power (tenaga yang mendorong bayi keluar)
2. Passager (Faktor jalan lahir)
3. Passanger
4. Psikis ibu
5. Penolong
 Metode terapi non-farmakologi yang dapat dipilih,dalam menangani
nyeri diantaranya:
1. Masase dan Sentuhan
2. Pergerakan Dan Posisi Maternal
3. Teknik Bernapas Dengan Relaksasi
4. Aplikasi Dingin Atau Panas
5. Musik Dan Audioanalgesik

3.2. SARAN
Adapun saran-saran dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Bagi Mahasiswa

19
 Diharapkan dapat memahami dan mengetahui mengenai asuhan
keperawatan pada pasien Prosedur Tindakan Intrapartum
2. Bagi Institusi Pendidikan
 Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menambah buku-
buku di perpustakaan.
Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat mengetahui dan memahami tentang asuhan
keperawatan pada pasien Prosedur Tindakan Intrapartum serta dapat
memberikan kritik dan saran nya agar makalah ini dapat menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Demikian saran yang dapat penulis sampaikan semoga
dapat membawa manfaat bagi semua pembaca.

20
DAFTAR PUSTAKA

Teknik Asuhan Persalinan Normal - Alomedika

https://www.researchgate.net/publication/326694371_Perdarahan_Pasca_Persalin
an_-_Bab_16_Buku_Gawat_Darurat_Medis_

Tata Laksana Non-farmakologi pada Nyeri Persalinan - Alomedika

PURNOMO WAHYUDI NIM. A31600963.pdf (stikesmuhgombong.ac.id)

21

Anda mungkin juga menyukai