Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGI HOLISTIK KEHAMILAN

“IBU HAMIL TM III DENGAN NYERI PINGGANG”

Oleh:

Melanda Puspita Aidi

NIM P05140420009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan

“PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGI HOLISTIK KEHAMILAN PADA

IBU HAMIL TM I DENGAN NYERI PINGGANG BAWAH“

Oleh:

Melanda Puspita Aidi

NIM. P05140420009

Menyetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Nispi Yulyana, M.Keb Ocik Lestari, SST

NIP. NIP. 197708282007012011

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini.

Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas Praktik Kebidanan

Fisiologi Holistik Persalinan dan BBL. Laporan ini terwujud atas bimbingan,

pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :

1. Bunda Yuniarti, SST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes

Kemenkes Bengkulu.

2. Bunda Diah Eka Nugraheni, M.Keb selaku Ketua Prodi Profesi Bidan Jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.

3. Bunda Nispi Yulyana, M.Keb selaku dosen pembimbing akademik.

4. Bidan Ocik Lestari, S.Tr.Keb selaku pembimbing lahan.

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari

bahwa penulisan laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir

kata, penulis berharap semoga laporan pendahuluan ini bermanfaat bagi semua

pihak.

Bengkulu, 09 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii

KATA PENGANTAR.......................................................................................iii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iv

BAB I TINJAUAN TEORI............................................................................1

BAB II TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN.............................................20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................27

i
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Persalinan Normal

1. Pengertian

Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang

dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar yang terjadi

pada kehamilan yang cukup bulan (37–42 minggu) dengan ditandai

adanya kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya penipisan, dilatasi

serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir dengan presentase

belakang kepala tanpa alat atau bantuan (lahir spontan) serta tidak ada

komplikasi pada ibu dan janin (Indah, Firdayanti 2019).

Persalinan adalah proses dimana bayi, Plasenta, dan selaput

ketuban keluar dari uterus ibu bersalin. Persalinan yang normal terjadi

pada usia kehamilan cukup bulan/setelah usia kehamilan 37 minggu atau

lebih tanpa penyulit.

Menurut Mayles dalam (Kemenkes 2016) Persalinan adalah suatu

proses dimana seorang wanita melahirkan bayi yang diawali dengan

kontraksi uterus yang teratur dan memuncak pada saat pengeluaran bayi

sampai dengan pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana proses

persalinan ini akan berlangsung selama 12 sampai 14 jam.

1
Persalinan normal ialah suatu proses pengeluaran bayi dengan

usia cukup bulan, letak memanjang atau sejajar dengan sumbu badan ibu,

presentasi belakang kepala,diameter kepala bayi dan panggul ibu seimbng,

serta dengan tenaga ibu sendiri (Yulizawati 2019)

2. Tanda dan gejala persalinan

a. Tanda dan gejala permulaan persalinan

1) Kepala turun memasuki pintu atas panggul. Pada primigravida

terjadi menjelang minggu ke-36.

2) Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri turun.

3) Perasaan sering atau susah kencing karena kandung kemih tertekan

oleh bagian terbawah janin.

4) Sakit pinggan dan di perut.

5) Servik mulai lembek dan melebar.

b. Tanda-tanda persalinan inpartu

1) Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan.

2) Pengeluaran lendir bercampur darah.

3) Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.

4) Hasil pemeriksaan dalam (PD) menunjukan terjadinya perlukaan,

pendataran, dan pembukaan serviks.

3. Tahapan Proses Persalinan

Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda. Kala I

persalinan dimulai dari ketika telah mencapai kontraksi uterus dengan

frekuensi, intensitas dan durasi yang cukup untuk menghasilkan

2
pendataran dan dilatasi serviks yang progesif. Kala I persalinan selesai

ketika serviks sudah lengkap mencapai (10 cm) sehingga memungkinkan

kepala janin msuk dan lewat. Oleh karena itu, kala I persalinan disebut

dengan stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala II persalinan di

mulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika janin telah

lahir. Kalah II persatinan disebut juga dengan stadium eksplusi janin. Kala

III persalinan di mulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan

lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala III persalinan di sebut

juga dengan stadium pemisah dan eksplusi plasenta (Kostania 2020). Kala

IV juga di anggap penting karna di kala IV ini dapat diamati jika terjadi

pendarahan post partum. Berikut merupakan uraian masing-masing dari

kala persalinan tersebut :

a. Kala I (Kala Pembukaan)

Kala I di mulai dari saat persalinan dimulai (pembukaan nol) sampai

pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, yaitu:

1) Fase laten: berlangsung selama 7-8 jam, serviks membuka hingga 3

cm.

2) Fase aktif: berlangsung selama 6 jam, serviks membuka dari 4 cm

sampi 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering, di bagi atas 3 fase:

a) Fase akselarasi: berlangsung dalam waktu 2 jam pembukaan 3

cm menjadi 4 cm.

3
b) Fase dilatasi maksimal: berlangsung dalam waktu 2 jam

pembukaan dan berslangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9

cm.

b. Fase deselerasi: pembukaan menjadi lebih lambat sekali berlangsung

dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap .

c. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Kala ini disebut juga dengan stadium eksplusi janin atau kala

pengeluaran janin, dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan

berakhir ketika janin sudah dilahirkan. Pada kala ini janin di dorong

keluar dengan kekuatan his dan kekuatan ibu saat mengedan. Pada

primigravida, penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas

agak lambat tapi mantap. Namun pada multigravida penurunan

berlangsung cepat.

d. Kala III (Pelepasan Plasenta)

Stadium pemisah dan eksplusi plasenta, kala III ini dimuali segera

setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta dan selaput ketuban, yang

berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Proses lepasnya plasenta dapat

di perkirakan dengan tanda-tanda, yaitu uterus membundar, uterus

terdorong ke atas karena plsenta dileps se segman bawah rahim, tali

pusat memanjang dan terjadi semburan darah tiba-tiba.

e. Kala IV (Kala Pengawasan)

Kala IV adalah kala pengawasan selama 2 jam setelah bayi dan

plasenta lahir dan untuk mengamati keadaan ibu terutama terhada

4
bahaya pendarahan post partum. Masa post partum merupaka saat

paling keritis untuk mmencegah kematian ibu, terutama kematian yang

disebabkan karena pendrahan. Selama kala IV petugas harus memantai

ibu setiap setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta

dan 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu

kurang atau tidak setabil, maka ibu harus lebih sering di pantau

(Yulizawati 2019).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan

a. Faktor power (Kekuatan mengejan)

Power adalah kekuatan dari ibu untuk mendorong janin keluar dari

jalan lahir. Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan

ialah : his, kontraksi otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari

ligament, dengan kerja sama yang baik dan sempurna. Kesulitan dalam

jalannya persalinan (distosia) karna kelainan his adalah his yang tidak

normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga dapat menghambat

kelancaran persalinan. Kelainan his sering di jumpai pada multigravida

dan grandemulti. Faktor yang memegang peran penting pada kekuatan

his antara lain faktor herediter, emosi, kekuatan, salah pimpinan

persalinan.

b. Faktor Passage (Jalan Lahir)

Faktor jalan lahir yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya

persalinan tindakan anata lain: ukuran panggul sempit, kelainan pada

vulva, kelainan pada vagina, kelainan pada serviks uteri, uterus dan

5
ovarium. Faktor jalan lahir di bagi atas: bagian keras: tulang-tulang

panggul, bagian lunak: otot-otot, jaringan-jaringan, dan ligament-

ligament.

c. Faktor Passanger (Janin)

Faktor bayi atau janin yang sangat berpengaruh pada proses

persalinan. Pada keadaan normal, bentuk bayi, berat badan bayi, posisi

dan letak dalam perkembangannya sampai pada akhir kehamilan dan

siap untuk di lahirkan, bayi mempunyai kekuatan mendorong ddirinya

keluar sehingga persalinan berjalan dengan spontan.

d. Pisikis ibu

Psikis ibu merupakan hubungan saling mempengaruhi yang rumut

antara dorongan psikologi dan fisiologis dalam diri wanita dengan

pengaruh doringan tersebut pada proses kelahiran bayi. Salah satu

kondisi psikologis yang dapat mempengaruhi atau menghambat proses

persalinan adalah rasa cemas. Beberapa determinan terjadinya

kecemasan pada ibu bersalin :

1) Cemas sebagai akibat dari nyeri persalinan

2) Keadaan fisik ibu

3) Kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan

4) Dukungan dari lingkungan sosial (suami/keluarga)

5) Latar belakang psikososial (pendidikan dan sosial ekonomi)

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lamanya Persalinan

6
Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan sehingan persalinan

berlangsung lama yaitu:

a. Faktor ibu

1) Usia ibu

Usia ibu merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan

dengan kualitas kehamilan atau berkaitan dengan kesiapan ibu

dalam reproduks. Usia reproduksi yang optimal bagi seseorang ibu

untuk hamil dan melahikan ialah 20-35 tahun karena pada usia ini

secara fisik dan psikologi ibu sudah cukup matang dalam

menghadapi kehamilan dan persalinan.jika umur ibu kurang dari

20 tahun maka semakin muda umur ibu maka fungsi reproduksi

belum berkembang dengan sempurna sehinga kemungkinn terjadi

komplikasi dalam persalinan akan lebih besar. JIka usia ibu lebih

dari 35 tahun juga akan beresiko, maka semakin tua umur ibu maka

akan terjadi kemunduran yag progesif dari endrometrium sehingga

untuk mencukupi nutrisi di butuhkan pertumbuha plasenta yang

lebih luas sehingga menyebabkan proses kehamilan dan persalinan

beresiko

2) His

His merupakan suatu kontraksi dari otot-otot rahmim yang

fisiologis pada persalinan. His dikatakan baik apabila memiliki

7
frekuensi kurang dari 2x10 menit dengan durasi lebih dari 40 detik,

dan his di katakan kurang baik jika memiliki frekuensi kurang dari

2x10 menit dursi kurang dari 40 detik (Surtiningsih 2017).

3) Paritas

Paritas adalah wanita yang sudah melahirkanbayi hidup. Paritas

primipara yaitu wanita yang telah melahirkan bayi hidup sebanyak

satu kali, multipara yaitu wanita yang telah melahrkan bayi hidup

beberapa kali di mana persalinan tersebut tidak lebih dari 5 kali,

dan grande multipara yaitu wanita yang melahirkan bayi hidup

lebih dari 5 kali. Paritas dikatakan beresiko bila paritas lebih dari 4

kali sedangkan paritas yang tidak beresiko jika melahirkan 2-3 kali.

Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka

kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi

pula kematian maternal (Rohani and Nusantara 2017).

b. Faktor janin

1) Sikap janin

Sikap janin adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu

dengan yang lain dengan bagian yang lain. Janin mempunyai

postur yang khas (sikap) saat berada di dalam rahim. Hal ini

merupakan suatu akibat dari pola pertumbuhan janin dan sebagian

akibat penyesuaian janin terhadap bentuk organ janin. Paa kondisi

normal punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi ke arah dada,

8
paha fleksi ke arah sendi lutut, tangan di silangkan di depan toraks

dan tali pusat terletak di antara lengan dan tungkai sikap janin ini

di sebut sebagai fleksi umum. Penyimpangan sikap normal dapat

menyebabkan kesulitan saat anak akan di lahirkan. Misalnya, pada

saat presentasi kepala dengan kepala janin ekstensi atau fleksi yang

kurang dapat menyebabkan diameter kepala janin berada di posisi

yang tidak menguntugkan terhadap ukuran pangul ibu.

2) Letak janin

Menurut Mochtar dalam (Made Ayu 2017), letak janin adalah

hubungan panjang sumbu (punggung) tubuh janin terhadap

panjang sumbu (punggung) tubuh ibu. Letak janin di bedakan

menjadi 3 yaitu :

a) Letak memanjang

Sumbu bayi sejajar dengan panjang sumbu (punggung) ibu.

Posisi ini masih di bedakan menjadi 2 bagian meliputi :

(1) Letak kepala berada di bagian bawah rongga rahim (janin

letak memanjang presentasi kepala). Letak janin inilah

yang di harapkan, karena dengan posisi ini daoat

memudahkan proses persalinan alami melalui jalan lahir.

Karena ketika persalinan berlangsung, kepala janin akan

terdorong ke arah pintu jalan lahir. Jika kepala sudah

berhasil keluar, maka seluruh bagian tubuh akan mudah

utuk dikeluaran.

9
(2) Kepala berada di bagian atas rongga rahim (janin letak

memanjang presentasi sumsang). Letak biasanya

bervariasi, ada yang bokong saja di bagian bawah rahim

dan ada pula yang kaki terlebih dahulu.

b) Letak lintang

Sumbu panjang janin melintang dan membentuk sudut tegak

lurus terhadap sumbu panjang tubuh ibu.

c) Letak miring

Letak janin tidak memanjang dan tidak lintang.

3) Malposisi

Malposisi merupakan posisi abnormal dari puncak kepala janin

(dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) dipanggul ibu.

Malposisi juga merupakan sebagai petunjuk tidak berada di

anterior.

4) Malpresentasi

Presentasi janin tersering adalah presentasi belakang kepala.

Pada posisi tersebut, kepala janin fleksi dan waja janin menghadap

kearah punggung ibu. Hal inimemungkinkan diameter anterior-

posterior yang terpendek dari kepala janin bergerak melewati

panggul dan mengakibatkan kemajuan dalam penurunan kepala

janin secara efisien. Namun bila janin mengalami malpresentasi

maka hal ini bisa terjadi pada posisi dahi, bahu, muka dengan dagu

posterior atau kepala sulit lahir pada presentasi bokong. Jadi dapat

10
di simpulkan bahwa malpresentasi merupakan semua presentasi

janin selain presentasi belakang kepala.

5) Janin besar

Janin yang besar kemungkinan dapat di lahirkan dengan mudah

melalui panggung yang lebih luas, sedangkan janin kecil mungkin

dapat di lahirkan mudah dengan melalui panggul yang kecil. Ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkiraan berat dan

ukuran janin, faktor yang pertama yaitu besr dan beratnya ibu. Ibu

yang gemuk cenderung memiliki janin yang besar juga. Faktor

yang kedua ialah paritas. Secara umum bayi-bayi cenderung

mnjadi lebih besar dengan meningkatnya paritas. Faktor ketiga

adalah keadaan ibu, dimana ibu yang diabetes atau keadaannya

tidak terkendali denga baik cenderung mendapat bayi yang lebih

besar. Batasan berat normal bayi yang umum untuk bayi aterem

sebaiknya kisaran 2500-4000 gram.

6) Kelainan kongenital

Hal ini sering terjadi apabila ada kelainan pada janin, misalnya

hidrosefalus, pertumbuhan janin lebih dari 4000 gram, bhu yang

lebar dan (gameli) kembar.

c. Faktor Jalan Lahir

1) Disporposisi Kepala Panggul (DKP)

DKP adalah ketidakseimbangan antara luasnya panggul dengan

besarnya janin kemungkinan penyebab DKP yaitu :

11
a) Bayi besar (diproporsi absolut) yaitu faktor hereditas,

postmaturitas, diabetes, dan multiparitas.

b) Presentasi abnormal (disproposi relatif)

Janin lahir normal dalam posisi occipito anterior. Jika

kepala fleksi dengan baik kemudian kepala dalam posisi

diameter suboccipito bregmatika dima na diameternya (9,5 cm)

dan akan mudah melewati panggul. Pada presentasi yang lain

akan menghasilkan presentasi dengan diameter yang lebih

besar ( 11,5 cm- 13,5 cm).

c) Panggul sempit

Ibu bertubuh pendek < 150 cm yang biasanya berkaitan

dengan malnutrisi dan terjadinya kelainan panggul merupakan

resiko tinggi dalam persalian, tinggi badan < 150 berkaitan

dengan panggul sempit. Tinggi bada ibu <145 cm terjadi

ketidakseimbangan antara luas panggul dan besarnya kepala

janin.

d) Abnormalitas pada sustem reproduksi

Misalnya seperti tumor pada pelvis, stenosis vagina kongenital,

perineum kaku, dan tumor vagina.

e) Kelainan velpis dan vagina

Pada awal persalinan mungkin serviks masih tebal dan

belum menipis. Dengan bertambah majunya pembukaan

persalinan dan semakin meningkatnya aktivitas otot uterus,

12
serviks menjadi lunak dan mendatar serta segmen bawah rahim

menjadi terbentu. Bila ketebalannya sudah tidak ada atau

terjadiya penipisan, makadi katakan bahwa serviks sudah 100%

menipis. Pada primigravida akan mengalami penipisan serviks

dalam 3 minggu terakhir kehamilan dan suatu penipisan serviks

yang sempurna akan terjadi pada ssat memasuki proses

perslinan. Sedangkan pada mulitpara sering terjadi perlukaan

serviks tanpa didahului dengan penipisan dari serviks. Pada ibu

multipara akan memasuki persalinan dengan serviks yang

lunak dimana penipisan serviks belum terjadi dengan baik,

namum pembukaan dan penipisan yang cepat akan terjadi

dalam waktu yang bersamaan.

6. 60 Langkah Asuhan Persalinan Normal

a. Melihat tanda dan gejala kala dua :

1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua :

a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran

b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum atau

vaginanya.

c) Perineum menonjol.

d) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.

b. Menyiapkan pertolongan persalinan

13
2) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap

digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan

menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.

3) Mengenakan baju penutup atau celemk plastik yang bersih.

4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci

kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan

mengeringkan tangan dengan handuk yang bersih.

5) Memakai satu sarung tangan steril untuk semua pemeriksaan

dalam.

6) Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan

memakai sarung tangan steril) dan meletakkan kembali di partus

set tanpa terkontamianasi tabung suntik).

c. Memastikan pembukaan lengkap dengan janin baik

7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati

dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang

sudah dibasahi air DTT. Jika mulut vaginan, perineum atau anus

terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan

sekesama dengan cara menyeka dari depan ke belakang.

Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah

yang benar. Menggati sarung tangan jika terkontaminasi

(meletekkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam

larutan dekontaminasi).

14
8) Dengan menggunakan teknik akseptik, melakukan pemeriksaan

dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah

lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah sedangkan pembukaan

sudah lengkap, lakukan amniotomi.

9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan

yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin

0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta

merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

Mencuci kedua tangan.

10) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir

untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (100-

180x/menit).

a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.

b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan

semua hasil pemeriksaan serta asuhan lainnya pada partograf.

d. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan

meneran

11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin

baik. Membasmi ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai

dengan keinginannya.

a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.

Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta

15
janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan

mendokumentasikan hasil pemeriksaan.

b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat

mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai

meneran.

12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk

meneran (pada saat his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan

pastikan ibu merasa nyaman).

13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang

kuat untuk meneran:

a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai

keinginan untuk meneran.

b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk

meneran.

c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan

pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang)

d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.

e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi

semangat pada ibu.

f) Menganjurkan asupan cairan per oral.

g) Menilai DJJ setiap lima menit.

h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi

segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu

16
primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk

segera. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran.

i) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil

posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 69

menit, anjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak

kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat diantara kontraksi.

e. Persiapan pertolongan kelahiran bayi

14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,

letakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.

15) Meletakkan kain yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.

16) Membuka partus set.

17) Memakai sarung tangan steril pada kedua tangan.

f. Menolong kelahiran bayi

18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm lindungi

perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan

tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut

dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala

keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk menrean perlahan-

lahan atau bernafas cepat saat kepala lahir.

19) Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bai dengan kain

atau kasa yang bersih.

17
20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai

jika hal itu terjadi dan kemudian meneruskan segera proses

kelahiran bayi.:

a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan

lewat bagian atas kepala bayi.

b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di

dua tempat dan memotongnya.

21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara

spontan.

g. Lahir bahu

22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua

tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk

meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke

arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah

arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan

ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.

23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala

bayi yang ebrada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan

bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan

kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan

lengan bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan

menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan

siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.

18
24) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di

atas (Anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk

menyangganya saat punggung kaki lahir. Memegang kedua mata

kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran bayi.

h. Penanganan bayi baru lahir

25) Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakan

bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih

rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan

bayi di tempat yang memungkinkan). Bila bayi mengalami

asfiksia, lakukan resusitasi.

26) Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan

biarkan kontak kulit ibu-bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin

secara IM.

27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat

bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu

dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).

28) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari

gunting dan memotong tali pusat diantara dua klem tersebut.

29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan

menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering,

menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi

mengalami kesulitan bernafas ambil tindakan yang sesuai.

19
30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk

memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu

menghendakinya.

i. Oksitosin

31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi

abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.

32) Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.

33) Dalam waktu 2 menit setelah kelaihran bayi, berikan suntikan

oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha atas ibu bagian luar, setelah

mengaspirasinya terlbeih dahulu.

j. Peregangan tali pusat terkendali

34) Memindahkan klem pada tali pusat.

35) Meletakkan satu tangan di atas kain yang berada di atas perut ibu,

tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk

melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang

tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.

36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan

penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan

tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan

cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial)

dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio

uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detil, hentikan

20
penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi beriku

mulai.

a) Jika uterus telah berkontraksi, meminta ibu atau seseorang

anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.

k. Mengeluarkan plasenta

37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil

menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas,

mengikuti jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah

pada uterus.

a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga

berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva.

b) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali

pusat selama 15 menit : mengulangi pemberian oksitosin 10

unit IM, menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi

kandung kemih dengan menggunakan teknik akseptik jika

perlu, meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan,

mengulangi peregangan tali pusat selama 15 menit berikutnya,

dan merujuk ibu jikaplasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit

sejak kelahiran bayi,

38) Jika plasenta terlihat di introitus baginam melanjutkan kelahiran

plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta

dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar hingga selaput

21
ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput

ketuban tersebut.

a) Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan steril dan

memeriksa bagina dan serviks ibu dengan seksama.

Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps steril

untuk melepaskan bagian selaput ketuban yang tertinggal.

l. Pemijatan uterus

39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan massase

uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan

massase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus

berkontraksi (fundus menjadi keras).

m. Menilai perdarahan

40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun

janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan

selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam

kantung plastik atau tempat khusus.

a) Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan massase

selama 15 detik mengambil tindakan yang sesuai.

41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan

segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

n. Melakukan prosedur pasca persalinan

42) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan

baik.

22
43) Mencelupkan kedua tangan memakai sarung tangan ke dalam

larutan klorin 0,5% membilas kedua tangan yang masih bersarung

tangan tersebut dengan air DTT dan mengeringkannya dengan kain

yang bersih dan kering.

44) Menempatkan klem tali pusat steril atau mengikatkan tali DTT

dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.

45) Mengikat satu lagi simpul mati di bagian pusat yang bersebarangan

dengan simpul mati yang pertama.

46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan

klorin 0,5%.

47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya.

Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.

48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

49) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan

pervaginam:

a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.

b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.

c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.

d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan

perawatan yang sesuai untuk menatalaksanakan atonia uteri.

e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan

penjahitan dengan anestesi lokal dan menggunakan teknik yang

sesuai.

23
50) Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan massase

uterus dan memeriksa kontraksi uterus.

51) Mengevaluasi kehilangan darah.

52) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap

15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30

menit selama jam kedua pascapersalinan.

a) Memeriksa temperature tubuh ibu sekali setiap jam selama dua

jam pertama pascapersalinan.

b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak

normal.

o. Kebersihan dan keamanan

53) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk

dekontaminasi (10 menit). Memcuci dan membilas peralatan

setelah dekontaminasi.

54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat

sampah yang sesuai.

55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan

cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakain

yang bersih dan kering.

56) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.

Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan

makanan yang diinginkan.

24
57) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan

dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan menggunakan air

bersih.

58) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,

membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam

larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

p. Dokumentasi

60) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

(Prawirohardjo 2016).

B. Nyeri Persalinan

1. Pengertian Nyeri Persalinan

Rasa nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan tubu, nyeri muncul bila

ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan

stimulus nyeri. Nyeri merupakan pengalam sensori nyeri dan emosional

yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan actual dan

potensil yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh. Nyeri muncul dengan

tanda-tanda seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, mellilit, emosi, perasaan

takut dan mual (Rahman, Handayani, and Mallongi 2017).

Nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu

bagian tubuh. Secara umum rasa nyeri digambarkan sebagai keadaan yang

tidak nyaman,sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak

25
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau

potensial atau menggambarkan suatu istilah kerusakan. Nyeri biasa terjadi

karena adanya rangsangan mekanik atau kimia pada daerah kulit di ujung

syaraf bebas yang disebut nosireseptor.

Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik

yang terkait dengan kontraksi uterus dilatasi dengan penipisan serviks

serta penurunan janin selama proses persalinan. Nyeri persalinan kala I

fase aktif sering dialami oleh ibu yang akan bersalin. Pada pembukaan 4

sampai dengan 10 nyeri dirasakan semakin berat. Nyeri ini berasal dari

bagian bawah abdomen akibat pembukaan dan penipisan serviks,

kemudian nyeri menyebar ke punggung bawah dan turun ke paha yang

disebabkan oleh tekanan kepala janin terhadap tulang belakang ibu. Nyeri

ini dirasakan selama kontraksi dan akan berkurang pada interval antar

kontraksi.

2. Skala ukur nyeri

Intensitas nyeri adalah laporan mandiri tentang nyeri. Perawat bisa

mendapatkan laporan mandiri ini dengan meminta klien untuk mengukur

nyeri pada skala yang harus mereka bayangkan atau menunjukkan skala

yang ada pada klien. Individu yang mengalami nyeri mungkin

mendapatkan kesulitan untuk berkonsentrasi pada tugas mental dan merasa

kesulitan untuk berespons terhadap skala yang harus mereka bayangkan.

Di beberapa rumah sakit sangat menguntungkan jika disediakan salinan

skala intensitas nyeri di tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh tiap

26
klien, biasanya ditempelkan di dinding sebelah tempat tidur. Intensitas

nyeri merupakan suatu gambaran untuk mendeskripsikan seberapa parah

nyeri yang dirasakan oleh klien, pengukuran nyeri sangat subyektif dan

bersifat individual sehingga intensitas nyeri yang dirasakan akan berbeda

dengan individu lainnya (Tamsuri, 2007 dalam (Wiarto, 2017).

Penilaian dan pengukuran derajat nyeri sangatlah penting dalam proses

diagnosis penyebab nyeri, sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya

yang tepat meliputi tindakan farmakologi dan tindakan non farmakologi.

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin menggunakan metode pengukuran

skala nyeri meliputi Numeric Rating Scale (NRS) dan Wong Baker

FACES Pain Rating Scale, masing-masing dari kelebihan serta kekurangan

skala pengukuran nyeri tersebut meliputi:

a. Numeric Rating Scale (NRS)

Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10

untuk menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS

diklaim lebih mudah dipahami, lebih sensitif terhadap jenis kelamin,

etnis, hingga dosis. NRS juga lebih efektif untuk mendeteksi penyebab

nyeri akut ketimbang VAS dan VRS. Namun, kekurangannya adalah

keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak

memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti

dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang

menggambarkan efek analgesik. Skala numerik dari 0 hingga 10, di

27
bawah, nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan

sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat hebat.

Gambar 2.1
Numeric Rating Scale (NRS)

b. Verbal Rating Scale (VRS)

Skala ini memakai dua ujung yang sama seperti VAS atau skala

reda nyeri. Skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau

angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan

dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri

dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang,

cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Kekurangan skala ini

membatasi pilihan kata klien sehingga skala ini tidak dapat

membedakan berbagai tipe nyeri.

gambar 2.2
Verbal Rating Scale (VRS)

28
c. Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale (VAS) adalah skala linear yang

menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin

dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang

10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter ( Gambar 2.3).

Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan

deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung

yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala

dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi

menjadi skala hilangnya atau reda rasa nyeri. Digunakan pada klien

anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaan

sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS

tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual

dan motorik serta kemampuan konsentrasi.

Gambar 2.3
Verbal Rating Scale (VRS)

d. Wong Baker FACES Pain Rating Scale

Skala nyeri ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya

dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa

kita menanyakan keluhannya. Skala Nyeri ini adalah skala kesakitan

yang dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Skala ini

29
menunjukkan serangkaian wajah mulai dari wajah gembira pada 0,

“Tidak ada sakit hati” sampai wajah menangis di skala 10 yang

menggambarkan “Sakit terburuk”. Pasien harus memilih wajah yang

paling menggambarkan bagaimana perasaan mereka. Penilaian skala

nyeri ini dianjurkan untuk usia 3 tahun ke atas. Tidak semua klien

dapat memahami atau menghubungkan skala intensitas nyeri dalam

bentuk angka. Klien ini mencakup anak-anak yang tidak mampu

mengkomunikasikan ketidaknyamanan secara verbal, klien lansia

dengan gangguan kognisi atau komunikasi, dan orang yang tidak bisa

berbahasa inggris, sehingga untuk klien jenis ini menggunakan skala

peringkat Wong Baker FACES Pain Rating Scale. Skala wajah

mencantumkan skala angka dalam setiap ekspresi nyeri sehingga

intensitas nyeri dapat di dokumentasikan oleh perawat.

Gambar 2.4
Wong Baker FACES Pain Rating Scale

3. Teknik untuk mengurangi rasa nyeri

Teknik untuk mengurangi rasa nyeri akibat kontraksi sebelum proses

persalinan kala I yaitu sebagai berikut :

30
a. Kompres hangat

Kompres hangat dapat meningkatkan suhu kulit, mengurangi

spasme otot dan meningkatkan ambang nyeri. Harus diperhatikan saat

kompres hangat adalah panas dari alat kompres harus dirasakan

senyaman mungkin oleh pendamping persalinan, karena ibu dapat

tidak bereaksi terhadap panas yang berlebihan.

b. Kompres dingin

Kompres dingin berguna untuk mengurangi ketegangan nyeri sendi

dan otot, mengurangi pembengkakan dan menyejukkan kulit.

c. Pijat counterpressure

Tekanan yang dilakukan saat kontraksi pada tulang sacrum ibu atau

kepalan salah satu tangan atau peremasan pada kedua pinggul

membantu untuk mengurangi rasa nyeri punggung yang dirasakan oleh

ibu. Pada peremasan panggul dapat mengurangi regangan yang terjadi

akibat penekanan internal dari kepala janin. Counterpressure tidak bisa

diteruskan jika ibu merasa penekanan ini tidak mengurangi rasa nyeri

yang dideritanya.

d. Pengeluaran Suara (Pernafasan)

Teknik pernafasan yang tepat dapat mengurangi rasa nyeri

persalinan. Teknik persalinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1) Teknik pernafasan kala I awal

Dilakukan dengan cara tiap kali kontraksi dari awal sampai

akhir kontraksi ibu diminta untuk menarik nafas dalam-dalam dan

31
teratur melalu hidung dan keluarkan melalui mulut. Pada puncak

kontraksi bernafaslah dan pendek-pendek melalui mulut tetapi

jangan terlalu lama karena bisa mengakibatkan ibu kekurangan

oksigen.

2) Teknik pernafasan kala I akhir

Kontraksi pada kala I akhir akan terjadi selama satu menit.

Ibu tidak diizinkan mengejan terlalu awal. Minta ibu untuk

mengatakan “huh-huh pyuh” sambil bernafas pendek-pendek lalu

bernafas panjang. Masa transisi ini adalah masa yang paling sulit

karena kontraksi akan sangat kuat tetapi serviks belum membuka

sepenuhnya.

e. Effleurage Massase

Effluersge massase adalah teknik pemijatan, usapan lembut dan

panjang atau tidak putus-putus. Manfaat dari effleurage massase ini

adalah meningkatan produksi oktsitosin enodegen sehingga

merangsang kontraksi uterus, meningkatan rasa nyaman dan

menurunkan hormone stress. Sentuhan yang nyaman dapat membantu

mempercepat persalinan dan menurunkan augmentasi kontraksi

dengan oksitosin dan menggunakan rangsangan massase abdomen

yang efektif dapat meningkatkan kekuatan atau frekuensi kontraksi.

Ada dua cara dalam melakukan effleurage massase, yaitu :

a. Secara perlahan sambil menekan dari area pubis atas sampai

umbilicus dan keluar mengelilingi abdomen bawah sampai area

32
pubis, ditekan dengan lembut dan ringan tanpa tekanan yang kuat

tapi diusahakan ujung jari tidak lepas dari permukaan kulit. Pijatan

dapat dilakukan beberapa kali, saat pemijatan diperhatikan respon

ibu.

33
Ibu dalam posisi berbaring atau setengah duduk, lalu letakkan kedua telapak
tangan pada perut dan secara bersamaan digerakkan melingkar ke arah pusat ke
simpisis atau bisa menggunakan satu telapak tangan dengan gerakan melingkar
atau satu arah.

BAB II

TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN

A. Pengertian Manajemen Kebidanan SOAP

Pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan kebidanan

sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian harus akurat,

lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam

merumuskan suatu diagnosa kebidanan dan memberikan pelayanan kebidanan

sesuai dengan respon individu sebagaimana yang telah ditentukan sesuai

standar dalam praktek kebidanan dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor

900/MENKES/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan. Penyusuanan data

sebagai indikator dari data yang mendukung diagnosa kebidanan adalah suatu

kegiatan kognitif yang komplek dan bahkan pengelompokkan data fokus

adalah suatu yang sulit.

1. Langkah-Langkah Manajemen SOAP

Adapun Langkah-langkah manajemen kebidanan SOAP adalah sebagai

berikut :

a. Data Subjektif

Data subjektif merupakan pendokumentasikan hanya pengumpulan data

klien melalui anamnesa yaitu tentang apa yang dikatakan klien, seperti

1
identitas pasien, kemudiaan keluhan yang diungkapakan pasien pada

saat melakukan anamnesa kepada pasien (Rukiyah, 2014). Biodata yang

antara lain :

1) Nama

Dikaji dengan masa yang jelas, lengkap, untuk menghindari adanya

kekeliruhan atau untuk membedakan dengan klien atau pasien

lainnya.

2) Umur

Untuk mengetahui faktor resiko yang sangat berpengaruh terhadap

proses reproduksi seseorang.

3) Agama

Untuk memeberikan motivasi dorongan moril sesuai dengan agama

yang sedang di anut oleh pasien.

4) Suku bangsa

Untuk mengetahui adat istiadat yang menguntungkan dan

merugikan.

5) Pendidikan

Untuk mengetahui tingkat intelektual, tingkat penerimaan informasi

hal-hal baru atau pengetahuan baru karena tingkat pendidikan yng

lebih tinggi mudah mendapatkan informasi.

6) Pekerjaan

Untuk mengetahui status ekonomi keluarga pasien.

7) Alamat

2
Untuk mengetahui tempat tinggal pasien.

8) Keluhan Utama

Untuk mengetahui keluhan yang sedang dirasakan pasien saat

pemeriksaan.

9) Riwayat Kesehatan

Untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien pada saat ini, dahulu

maupun riwayat kesehatan keluargany apakah terdapat penyakit

menurun, menahun, ataupun menular.

10) Pola Kebutuhan sehari-hari

Makanan

Frekuensi : Berapa kali makan dalam sehari

Jenis : Jenis makanan yang dikonsumsi

Keluhan : Ada atau tidak keluhan yang dirasakan

Minuman

Frekuensi : Berapa kali minum dalam sehari

Jenis : Jenis minum yang dikonsumsi

11) Eliminasi

Frekuensi : Berapa kali BAK dan BAB dalam sehari

Konsistensi : Untuk mengetahui apakah BAK dan BAB pasien

normal atau tidak

Keluhan : Ada atau tidak keluhan yang dirasakan

12) Personal Hygiene

3
Dikaji untuk mengetahui apakah pasien menjaga kebersihanya

sehari-hari.

13) Pola Aktifitas

Dikaji untuk mengetahui kegiatan apa yang dilakukan pasien sehari-

hari.

14) Pola Istirahat

Untuk mengetahui pola istirahat pasien sehari-hari, seperti berapa

lama tidur malam dan tidur siang pasien.

b. Data Objektif

Data Objektif yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil analisa

dan fisik klien, hasil laboratorium, dan test diagnostik lain yang

dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assasment yaitu apa

yang dilihat dan diraskan oleh bidan setelah melakukan pemeriksaan

terhadap pasien ( Rukiyah, 2014).

1) Pemeriksaan Umum

a) Keadaan Umum

Untuk mengetahui keadaan umum pasien apakah baik, lemah

atau keadaan umummnya pasien pucat dan lemas.

b) Kesadaran

Untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu composmetis, apatis,

ataupun samnolen.

c) TekananDarah

4
untuk mengetahui berapa tekanan darah pasien.

d) Suhu

Untuk mengetahui berapa suhu badan pasien.

e) Denyut Nadi

Untuk mengetahui berapa nadi pasien dihitung per menit.

f) Respirasi

Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung

per menit.

g) Berat Badan

Untuk mengetahui berapa berat badan pasien.

2) Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Untuk menilai bentuk kepala, dan kelainan.

b) Rambut

Untuk menilai warna, distribusi, kerontokan dan kebersihan.

c) Muka

Untuk menilai terdapat oedem atau chloasma pada muka.

d) Mata

Untuk menilai apakah kunjungtiva pucat atau merah, dan sklera

berwarna putih atau tidak.

e) Hidung

Untuk mengetahui kebersihan dan pembesaran polip.

f) Telinga

5
Mengetahui bentuk telinga simetris atau tidak, dan kebersihan

telinga.

g) Mulut

Untuk mengetahui kebersihan, dan melihat adakah caries dan

mukosa bibir terlihat lembab atau tidak.

h) Leher

Untuk mengetahui adakah pembekaan vena jugularis, kelenjar

tiroid, dan kelenjar limfe.

i) Abdomen

Untuk menegtahui adakah bekas operasi, maupun nyeri tekan.

j) Genetalia

Untuk mengetahui adakah oedem dan varises vagina, dan

kelainan yang mengganggu.

k) Anus

Melihat adakah hemoroid dan keluhan lain.

l) Ektermitas

Melihat apakah bentuk simetris, melihat adakah edema, dan

mengecek bagian kaki adakah varisens dan respon terhadap cek

patella.

3) Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan jika memerlukan penegakan diagnosa.

6
c.

d. Assesment

Assesment merupakan masalah atau diagnosa yang ditegakkan

berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang

dikumpulkan atau disimpulkan yang dibuat dari data subjektif dan

objektif.

Pendokumentasiaan hasil analisis dan interprestasi (kesimpulan)

dari dat subjektif dan objektif. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti

perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya

perubahan pasien, dapat terus diikuti dan dia,nil keputusan/tindakan

yang tepat.

Ny.”…..” umur… tahun G P A dengan Emesis Gravidarum.

e. Planning

Perencanaan atau planning adalah suatu pencatatan

menggambarkan pendokumentasiaan dari perencanaan dan evaluasi

berdasrkan assesment yaitu rencan apa yang akan dialkukan

berdasarkan hasil evaluai tersebut.

Perencanaan dibuat saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan

disusun berdasarkan hasil analisis dan interprestasi data yang

bertujuaan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal

mungkin danmempertahankan kesejahteraannya.

1
DAFTAR PUSTAKA

Hadianti, Dian Nur and Rika Resmana. 2018. “Kemajuan Persalinan Berhubungan
Dengan Asupan Nutrisi.” Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan 6(3):231
.
Herinawati, Herinawati, Titik Hindriati, and Astrid Novilda. 2019. “Pengaruh
Effleurage Massase Terhadap Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Di Praktik
Mandiri Bidan Nuriman Rafida Dan Praktik Mandiri Bidan Latifah Kota
Jambi Tahun 2019.” Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi 19(3):590.

Indah, Firdayanti, Nadyah. 2019. “Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal Pada


Ny. N Dengan Usia Kehamilan Preterm Di RSUD Syekh Yusuf Gowa
Tanggal 01 Juli 2018.” Jurnal Widwifery 1(1):1–14.

JNPK-KR. 2014. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. keenam. Jakarta:


Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi.

Kemenkes, RI. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan Normal Dan Bayi Baru
Lahir. Pertama. edited by A. Suryana. Jakarta: Kemenkes RI.

Kostania, Gita. 2020. “Model Pelaksanaan Dan Evaluasi Asuhan Kebidanan


Berkesinambungan Dalam Praktik Kebidanan.” Jurnal Kebidanan Dan
Kesehatan Tradisional 05:1–13.

Made Ayu, Elin Supliyani. 2017. “Karakteristik Ibu Bersalin Kaitannya Dengan
Intensitas Nyeri Persalinan Kala 1 Di Kota Bogor.” Jurnal Kebidanan
3(4):204–10.

MDG’S. 2015. “Pencapaian Tujuan MDGs Bidang Kesehatan.” 1–4.

Nita, Venita, Andryani Rika, and Lidya Aryanti. 2014. “Pengaruh Massage
Effleurage Terhadap Nyeri Persalinan Pada Ibu Inpartu Kala I Fase Aktif Di
Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sinta Bandar Lampung.” Jurnal Kesehatan
Holistik 8(4):192–97.

Nurhidayanti, Sitti, Ani Margawati, and Martha Irene Kartasurya. 2018.


“Kepercayaan Masyarakat Terhadap Penolong Persalinan Di Wilayah
Halmahera Utara.” Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia 13(1):46.

1
Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. keempat. edited by dr. T.
Rachimhadhi. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Puspitasari, Indah and Dwi Astuti. 2017. “Tehnik Massage Punggung Untuk
Mengurangi Nyeri Persalinan Kala I.” Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan 8(2):100.

Rahman, Stang Abdul, Ary Handayani, and Anwar Mallongi. 2017. “Penurunan
Nyeri Persalinan Dengan Kompres Hangat Dan Massage Effleurage.” Jurnal
MKMI 13(2):147–51.

Respati, Supriyadi Hari, Sri Sulistyowati, and Ronald Nababan. 2019. “Analisis
Faktor Determinan Kematian Ibu Di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah
Indonesia.” Jurnal Kesehatan Reproduksi 6(2):52.

RISKESDAS. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018.

Rohani, Siti and Medica Bakti Nusantara. 2017. “Faktor-Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Persalinan.” Jurnall Ilmu Kesehatan 2(1):61–68.

S. Notoadmodjo. 2012. “Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta (2012).” Metodologi Penelitian Kesehatan.

Surtiningsih. 2017. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lama Waktu Persalinan


Di Puskesmas Klampok Kabupaten Banjarnegra.” Jurnal Ilmiah Kebidanan
8:101–15.

Susiana, Sali. 2019. “Faktor Penyebab Dan Upaya Penanganan Angka Kematian
Ibu.” Midwifery.

Yulizawati, DKK. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Pertama.
Sidoarjo: Indomedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai