Disusun Oleh :
1. Lailatul fitria
2. Rahmah
3. Siti rusdiayanti
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah Farmakologi tentang “ penyulit / komplikasi ibu
dan Janin pada kala 3 dan 4. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen
pengampu Dr. Ayu Tika P. selaku dosen mata kuliah asuhan kebidanan persalinan yang
sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan terutama bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa didalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan j
auh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi per
baikan makalah ini. Kami selaku tim penulis makalah ini menyampaikan mohon maaf jika ad
Penulis
2
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………..…3
3
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan merupakan pengeluaran hasil konsepsi (janin dan ari) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan
lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010).
Persalinan adalah suatu proses yang dimulai dengan adanya kontraksi uterus
yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi dan
kelahiran plasenta, dimana proses tersebut merupakan proses alamiah (Wulanda,
2012) .
Persalinan yang normal terjadi pada usia kehamilan cukup bulan/setelah usia kehamilan
37 minggu atau lebih tanpa penyulit. Pada akhir kehamilan ibu dan janin mempersiapkan diri
untuk menghadapi proses persalinan. Janin bertumbuh dan berkembang dalam proses
persiapan menghadapi kehidupan di luar Rahim. Ibu menjalani berbagai perubahan fisiologis
selama masa hamil sebagai persiapan menghadapi proses persalinan dan untuk berperan
sebagai ibu.Persalinan dan kelahiran adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan
di luar Rahim bagi bayi baru lahir.Persalinan dimulai sejak uterus
berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks yang membuka dan
menipis dan berakhir dengan lahirnya bayi beserta plasenta secara lengkap
Pengalaman persalinan bisa dialami oleh ibu pertama kali (primi), maupun kedua
atau lebih (multi). (Fauziah, 2015).
Proses persalinan selalu diharapkan berjalan secara fisiologis, akan tetapi
hal tersebut tidak selalu berjalan lancar. Tiga faktor penting yang
mempengaruhi proses persalinan yaitu, power yang merupakan his dan
kekuatan meneran ibu, passage yang merupakan jalan lahir, dan passanger
yaitu janin dan plasenta (Prawirohardjo, Sarwono, 2010). Ketiga faktor
tersebut mempengaruhi lancarnya proses persalinan. Jika salah satu dari tiga
faktor tersebut tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan masalah dalam
proses persalinan. Beberapa masalah yang dapat timbul antara lain
4
perdarahan (42%), partus lama/macet (9%), dan penyebab lain (15%) (Ditjen
Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014). Dari beberapa masalah yang dapat
timbul saat persalinan tersebut dapat menyumbangkan angka kematian ibu di
Indonesia.
Bentuk persalinan
b.Persalinan buatan
Apabila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar, misalnya ekstrasi forcep,
ekstraksi vakum atau dengan tindakan sectio caesarea. Proses pengeluaran bayi
dengan alat dilakukan jika ada indikasi, baik itu dari ibunya maupun janinnya.
c. Persalinan anjuran
Persalinan anjuran dilakukan untuk merangsang adanya proses persalinan yakni
menimbulkan munculnya kontraksi uterus guna mempercepat persalinan. Tindakan
pada persalinan anjuran berupa pemberian obat-obatan seperti Misoprostol, Oksitosin
drip dan Lamanaria. Kondisi yang sering menjalani proses persalinan anjuran adalah
kehamilan dengan post matur sesuai dengan indikasi (Manurung 2011 ).
Persalinan terdiri dari empat kala yaitu kala 1 , kala II , kala III , kala IV .
A. kala 1 dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai
pembukaan lengkap ( 10 cm ).
Dalam kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase :
1. Fase laten
Pembukaan 1 - 3 cm
a. Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan perapisan dan pembukaan serviks
secara bertahap .
b. Pembukaan serviks < 4 cm .
5
c. Biasanya berlangsung kurang lebih 8 jam .
2. Fase aktif
Pembukaan 4 - 10 cm
a. Fase akselerasi dari pembukaan 3 - 4 cm.
b. Fase dilatasi maksimal dari pembukaan 4 - 9 cm.
c. Fase delerase dari pembukaan 9 - 10 cm.
6
dilakukan pemantauan, yaitu pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
Pemantauan pada kala IV dilakukan:
1. .Setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan.
2. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
3. Jika utrus tidak berkontraksi dengan baik,
lakukan penatalaksanaan atonia uteriyang sesuai.Kontraksi uterus selama kala empat
umumnya tetap kuat dengan amplitudo sekitar60 sampai 80 mmHg, kekuatan kontraksi ini
tidak diikuti oleh interval pembuluh darahtertutup rapat dan terjadi kesempatan membentuk
trombus. Melalui kontraksi yang kuatdan pembentukan trombus terjadi penghentian
pengeluaran darah postpartum. Kekuatanhis dapat diperkuat dengan memberi obat
uterotonika. Kontraksi ikutan saat menyusui bayi sering dirasakan oleh ibu postpartum,
karena pengeluaran oksitosin oleh kelenjarhipofisis posterior.
Pengeluaran oksitosin sangat penting yang berfungsi:
1. Merangsang otot polos yang terdapat disekitar alveolus kelenjar mamae,
sehinggASI dapat dikeluarkan.
2. Oksitosin merangsang kontraksi uterus dan mempercepat involusi uteri.
3. Kontraksi otot uterus yang disebabkan oksitosin mengurangi perdarahan
postpartum
Melahirkan secara normal adalah suatu kebanggan tersendiri bagi setiap ibu yang
mengalaminya. Tak jarang banyak kita dengar di masyarakat mengatakan bahwa jika dapat
melahirkan dengan normal artinya wanita tersebut sudah menjadi ibu yang sesungguhnya hal
ini dikarenakan perjuangan yang dilakukan seorang ibu untuk melahirkan seorang bayi yang
akan menjadi generasi penerus pada keluarganya. Namun, ada beberapa komplikasi pasca
persalinan (nifas) yaitu, perdarahan, infeksi nifas, dan preeclampsia (Fibriana, 2007).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum (1999) dalam (Fibriana, 2007)
komplikasi persalinan kala IV yang paling banyak ditemukan yaitu perdarahan sebanyak
9,6% atau sebanyak 68 orang dari 221 orang yang mengalami persalinan. Perdarahan yang
terjadi pada persalinan kala IV adalah perdarahan yang jumlahnya sebanyak lebih dari 500 ml
yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1000 ml setelah persalinan
abdominal (Nugroho, 2012). Perdarahan persalinan kala IV adalah salah satu resiko terbesar
yang menyebabkan terjadinya kematian maternal.
7
Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
a. Power (kekuatan)
Kekuatan meliputi tenaga ibu mengedan dan kontraksi uterus. Tenaga utama
dalam persalinan adalah tenaga atau kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi dan
retraksi otot-otot rahim.
1) Kontraksi (his)
Kontraksi uterus berlangsung selama proses persalinan (sejak periode kala satu
sampai dengan kala empat). Kontraksi uterus merupakan upaya untuk membuat
terjadinya dilatasi serviks, mendorong presentasi janin memasuki rongga panggul ibu
selama periode kala satu sampai kala dua serta membantu uterus mengatasi terjadinya
perdarahan setelah persalinan. Kontraksi tersebut adalah gerakan memendek dan
menebal pada otot-otot rahim yang terjadi untuk sementara waktu.
c. Psikologis (Ibu)
Psikologis merupakan bagian yang sensitif saat kelahiran anak, ditandai dengan
Adanya cemas atau menurunnya kemampuan ibu karena ketakutan untuk mengatasi
nyeri persalinan. Respon fisik terhadap kecemasan atau ketakutan ibu dengan
dikeluarkan hormon katekolamin. Hormon katekolamin menghambat kontraksi uterus
dan aliran darah plasenta (Irianto, 2014). Masalah psikologis ibu dapat terganggu
salah satunya akibat praktek budaya yang dianut keluarga. Kebudayaan keluarga
mempengaruhi pandangan anggota keluarga terhadap persalinan. Harapan dan nilai-
nilai keluarga terhadap persalinan sangat mendukung proses persalinan, misalnya
penerimaan petugas kesehatan terhadap praktek-praktek budaya dalam menghadapi
persalinan, penerimaan anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang akan lahir.
Selain itu, proses persalinan berlangsung dengan baik jika adanya dukungan yang
diberikan oleh anggota keluarga dengan penerapan metode pendampingan yang
difasilitasi oleh petugas kesehatan (Manurung, 2011).
Penyulit dan komplikasi yang terjadi pada masa persalinan dapat mengancam jiwa ibu.
Untuk mendukung keterampilan seorang bidan dalam menolong persalinan perlu memiliki
pengetahuan yang luas serta keahlian bidan dalam mengatasi resiko tinggi. Kemampuan
tersebut sangat penting bagi bidan karena apabila kejadian yang merugikan dapat di prediksi
dan dilakukan tindakan untuk pencegahan atau bidan siap menanganinya secara efektip.
11
BAB II
LATAR BELAKANG
A. Definisi
Rupture perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi baik
menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat. Penyebab dari kejadian rupture perineum
adalah parita, berat badan bayi, pimpinan persalinan tidak sebagaimanah mestinya , perineum
yang kaku, ekstraksi cunam, eksstraksi fakum, trauma alat dan episiotomy, rupture perineum
terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga ada persalinan
berikutnya. Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi
banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir harus selalu di evaluasi yaitu sumber dan
perdarahan sehingga dapat di atasi.
2. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
biasa,kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar dari pada
sirkumferensia suboksipito bregmatika Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan
yang membentuk perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya
12
kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama menopang perinium adalah
diafragma pelvis dan urogenital.Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan
muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini.Muskulus levator
ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis
superior, dari permukaan dalamspina ishiaka dan dari fasia obturatorius.Serabut otot
berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitarvagina dan rektum, membentuk sfingter
yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara vagina dan rektum, pada
persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma rogenitalis terletak
di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis
phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda,muskulus
konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna(Cunningham, 1995).Persatuan
antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh tendon
sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis
superfisial dansfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialisdan
merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan
episiotomi yang memadai pada saat yangtepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi
merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna.
Luka perineum
adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin
menghadap (Prawirohardjo S,1999). Luka perinium, dibagi atas 4tingkatan :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atautanpa mengenai kulit
perinium
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perineatransversalis, tetapi
tidak mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum.
3. Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depandan bibir belakang
servik dijepit dengan klem fenster kemudian serviks ditarik sedidikit untuk menentukan letak
robekan dan ujung robekan.Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari
ujunguntuk menghentikan perdarahan.
13
4. Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena
angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah
dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.Ruptura uteri masih sering dijumpai di
Indonesia karena persalinanmasih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum
mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan
dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dandapat mempercepat terjadinya
rupturauteri.Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau
diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya dayaregang mio metrium. Penyebab ruptura
uteri adalah disproporsi janindan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri
termasuksalahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lamamengeluh nyeri
hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut
dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.Resiko infeksi sangat tinggi dan
angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan
hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga
menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syokyang terjadi seringkali tidak
sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum
abdomen. Keadaan- keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lamaatau
kasep.Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahimakibat dilampauinya daya
regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal )
Rupture uteri adalahrobeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinandengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.( Obstetri dan Ginekologi ).
b. Menurut lokasinya:
1. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernahmengalami operasi
seperti seksio sesarea klasik ( korporal ),miemoktomi.)
2. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partusyang sulit dan lama
tidak maju, SBR tambah lama tambahregang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur
uteri yang sebenarnya.
14
3. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi
dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap.
4. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina.
d Menurut etiologinya
Ruptur uteri spontanea
Menurut etiologinya dibagi 2 :
1) Karena dinding rahim yang lemah dan cacat.
2) Bekas seksio sesarea.
3) Bekas miomectomia.
4) Bekas perforasi waktu ketatase.
B . ETIOLOGI .
1. Robekan perinium
15
Umumnya terjadi pada persalinan
a. Kepala janin terlalu cepat lahir
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya.
c. Jaringan parut pada perinium.
d. Distosia bahu
2. Robekan serviksa.
a. Partus presipitatus
b. Trauma krn pemakaian alat-alat operasi
c. Melahirkan kepala pd letak sungsang scr paksa, pembukaan belum lengkap
d. Partus lama
3. Ruptur Uteri
a. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
b. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinanyang lama.
c. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).
( Helen, 2001 ).
d. Panggul sempit
e. Letak lintang
f. Hydrosep halus
g. Tumor yg menghalangi jalan lahir
h. Presentasi dahi atau muka
C. PENATALAKSANAAN.
1. PENANGANAN LASERASI JALAN LAHIR
a. Pada laserasi jalan lahir tingkat I tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan
dan aposis luka baik. Namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
b. Pada laserasi jalan lahir tingkat II setelah diberi anastesia lokal, otot dijahit
dengan catgut kemudian selaput lender. Penjahitan mukosa vagina dimulai
dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
c. Pada laserasi jalan lahir tingkat III penjahitan yang pertama pada dinding
depan rektum yang robek, kemudian fasia parirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
d. Pada laserasi jalan lahir tingkat IV ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
16
karena robekan, diklem dengan klem pean lurus kemudian dijahit antara 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit
lapis demi lapis seperti menjahit robekan jalan lahir tingkat I.
17
h. Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus- Angkat jari dengan
hati-hati dan identifikasi sfingter.- Periksa permukaan rektum dan perhatikan
robekan dengancermat.
i. Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT.
a. Jika uterus robek sampai serviks dan vagina, mobilisasikandung kemih minimal
2cm dibawah robekan
b. Jika memungkinkan, buat jahitan sepanjang 2cm diatas bagian bawah robekan
serviks dan pertahankan traksi pada jahitanuntuk memperlihatkan bagian-
bagian robekan jika perbaikandilanjutkan.
Perdarahan dapat terjadi dengan deras dan hanya merembes. Perdarahan yang deras
biasanya segera mendapat penanganan sedangkan yang merembes kurang nampak
sehingga tidak mendapatkan perhatian yang seharusnya (Moedjiarto, 2011). Gejala
klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500 ml),
nadi lemah, pucat, lokhea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi
syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual (Moedjiarto,
2011). Sehingga ibu yang mengalami perdarahan harus diperhatikan dan diberikan
asuhan keperawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya perdarahan yang
menimbulkan dampak yang serius.
B . ETIOLOGI
Penyebab terjadinya perdarahan persalinan kala IV antara lain:
a ). Atonia uteri Akibat kurangnya kuatnya otot-otot uterus untuk
berkontraksi sehingga menyebabkan pembuluh darah dan bekas
perlekatan plasenta terbuka sehingga perdarahan terjadi terus menerus.
Faktor predis posisinya adalah :
1. Umur yang terlalu tua atau muda
2. Paritas, sering dijumpai pada multipara dan grandemulti
3. Partus lama dan partus terlantar
4. Uterus yang terlalu tegang : gemeli, hidramnion dan janin besar
5. Obstetrik operatif dan narkosa
6. Keluhan pada uterus seperti mioma uteri
7. Faktor sosial, ekonomi dan nutrisi
8. Keadaan anemia
b) Luka jalan lahir
22
Perlukaan jalan lahir karena persalinan dapat mengenai perineum, vulva, vagina
dan uterus. Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu
robekan yang disertai perdarahan hebat. Pada primigravida yang melahirkan bayi
cukup bulan, perlukaan jalan lahir tidak dapat dihindarkan menurut Sarwono (2005)
dalam (Moedjiarto, 2011). Pada umumnya luka yang kecil dan supervisial tidak
terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan jalan lahir lebar dan dalam,
lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah menimbulkan perdarahan yang hebat
(Sarwono, 2005).
c) Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya sisa plasenta melebihi 30 menit
setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2005).
Akibat-akibat dari retensio plasenta adalah :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tambah melekat lebih dalam.
2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uterus atau akan
menyebabkan perdarahan banyak karena adanya lingkaran konstriksi dan pada
bagian segmen bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III yang akan
mengahalangi plasenta keluar. Retensio plasenta bisa terjadi seluruh atau
sebagian plasenta masuk terdapat di dalam rahim sehingga akan mengganggu
kontraksi dan retraksi menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka
menimbulkan terjadinya perdarahan post partum, begitu bagian plasenta
terlepas dari dinding rahim, maka perdarahan terjadi di bagian tersebut bagian
plasenta yang masih melekat, mengimbangi retraksi miometrium dan
perdarahan berlangsung sampai sisa plasenta tersebut terlepas seluruhnya.
C. PENATALAKSAAN
Pasien dengan perdarahan persalinan kala IV harus ditangani dalam 2
komponen, yaitu (Nugroho, 2012):
2) Tranfusi Darah.
a) Tranfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2000 ml atau keadaan klinis pasien
menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi
cepat.
b) Packed Red Cells (PRC) digunakan dengan komponen darah lain
dan diberikan jika terdapat indikasi. Para klinis harus memperhatikan darah
tranfusi, berkaitan dengan waktu, tipe, dan jumlah produk darah yang tersedia
dalam keadaan gawat.
c) Tujuan tranfusi adalah memasukkan 2-4 unit PRC untuk
menggantikanpembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan
volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah
tetesan infus.
26
Pengkajian merupakan tahap paling menentukan bagi tahap berikutnya. Pengkajian
risiko perdarahan pada Ibu persalinan kala IV adalah sebagai berikut:
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Yang dapat dikaji pada identitas pasien yaitu nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, agama, suku, alamat, No CM, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, dan sumber informasi.
2. Identitas Penanggung Jawab/Suami
Yang dapat dikaji pada identitas penanggung jawab yaitu nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
b. Alasan masuk rumah sakit
Alasan masuk rumah sakit pada pasien persalinan kala IV yaitu ibu mengeluh
merasakan kontraksi pada perutnya.
c. Keluhan utama :
Keluhan utama yang mungkin muncul pada pasien persalinan kala IV dengan
masalah risiko perdarahan adalah adanya merasakan gejala-gejala timbulnya
perdarahan seperti pasien merasa lemas, pusing, gelisah, dan haus.
d. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan yang baru terjadi, jenis persalinan spontan, penyulit
selama persalinan, jumlah darah yang dikeluarkan pada saat proses persalinan
yang dapat mempengaruhi risiko terjadinya perdarahan pada persalinan kala
IV.
e. Keadaan Bayi
Yang dapat dikaji pada keadaan bayi yaitu berat badan, lingkar kepala, lingkar
dada, dan lingkar perut.
f .Riwayat Obstetri dan Ginekologi
Yang dapat dikaji yang terdiri dari riwayat menstruasi seperti menarche,
banyaknya menstruasi, keluhan saat menstruasi, siklus dan lamanya
menstruasi, kemudian riwayat pernikahan yang dikaji yaitu menikah berapa
kali dan lamanya pernikahan, dan riwayat kelahiran, persalinan, dan nifas
yang lalu yang dikaji yaitu umur kehamilan, penyulit saat kehamilan, jenis
persalinan, penolong saat persalinan, penyulit saat persalinan, dan komplikasi
masa nifas.
g. Pemeriksaan fisik
27
1) Keadaan Umum :
meliputi tingkat kesadaran, jumlah Glasgow Coma Scale (GCS), tanda
– tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, suhu
badan), berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan atas (LILA). Pada
pasien dengan masalah risiko perdarahan umumnya mengalami
peningkatan suhu, tekanan darah menurun, pernapasan dan frekuensi
nadi meningkat, terkadang lemas.
2) Kesadaran
Kesadaran pasien persalinan kala IV dengan risiko perdarahan
biasanya composmentis.
3) Pemeriksaan tanda-tanda vital:
a). Suhu
Pada pasien persalinan kala IV dengan risiko perdarahan biasanya
terjadi peningkatan suhu sampai 38oC (dianggap normal), namun
setelah satu hari suhu akan mulai menurun menjadi 36o C-37o C yang
disebabkan oleh hypovolemia.
b).Nadi
Pada pasien persalinan kala IV dengan risiko perdarahan biasanya
denyut nadi akan semakin meningkat yang menyebabkan hypovolemia
semakin meningkat
c). Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernafasan menjadi tidak normal
d ).Tekanan darah
Pada pasien persalinan kala IV dengan risiko perdarahan biasanya
tekanan darah menurun.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Tujuan diagnosis
keperawatan adalah untuk mengidentifikasi respons pasien individu, keluarga,
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja DPP
PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan yang muncul dari kasus persalinan kala IV adalah
risiko perdarahan dengan salah satu faktor risikonya yaitu komplikasi pasca
partum yang berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di
dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh) (Tim Pokja DPP
PPNI, 2016). Risiko perdarahan pascapartum dibuktikan dengan adanya
hematuria dan hematemesis, tekanan darah menurun, adanya perdarahan
pervaginam (>500 ml) (Nurarif & Kusuma, 2015).
30
BAB 3
KASUS
Identifikasi masalah :
Berdasarkan data subyektif dan objektif maka di tegakkan dengan Ny.k P2 A0 postpartum 1
jam dengan perdarahan karena robekan pada jalan lahir dengan robekan mukosa mengenai
vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, dan otot sfinger ani eksterna
( derajat 3 )
Catatan perkembangan menunjukkan hasil laboratorium Hb 6,4 g/dl dan Ht 20 %.
1. Persalinan pertama
2. Menjalani persalinan dengan alat bantu
3. Bayi dalam kandungan berukuran besar, berat badan mencapai lebih dari 3,5
kilogram
31
4. Pernah mengalami robekan vagina pada persalinan sebelumnya Bayi lahir dengan
posisi posterior, atau kepala di bawah dan menghadap ke perut ibu
5. Menjalani episiotomi
6. Mempunya perineum yang lebih pendek
7. Persalinan berjalan panjang atau harus mengejan untuk waktu yang lama
8. Usia ibu lebih tua saat melahirkan, yakni di atas 35 tahun.
Rumusan masalah :
Berdasarkan kasus yang ada maka yang menjadi rumusan masalah adalah “ bagaiman asuhan
kebidanan pada Ny.K dengan pendarahan postpartum 1 jam atas indikasi robekan dijalan
lahir dengan robekan mukosa mengenai vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum, dan otot sfinger ani eksterna di BPM ? ” .
Penatalaksanaan :
Prosedur : Persiapan Pasien
1. Indentifikasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
3. Inform consent
Persiapan alat
1. Alat Heacting Set : Needle folder Jarum otot dan jarum kulit Pinset anatomi
dan chirurgie Arteri klem
2. Gunting benang Catgut cromic dan plain 2.0 / 3.0. Spuit 10 cc
3. Lidocain 1 %
4. Doek alas bokong
5. Sarung tangan
6. Kasa steril
7. Deepers steril.
8. Air DTT
9. Larutan klorin 0,5 %
10. Bengkok
11. Tempat sampah medis dan non medis
12. Lampu sorot.
32
Penanganan .
1. Bersihkan sarung tangan didalam larutan klorin 0,5 %, lepaskan dalam keadaan
terbalik dan rendam dalam klorin 0,5 %
2. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan: Dalam wadah set partus
masukkan : sepasang sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahi, cromic catgut atau
catgut no. 2/0 atau 3/0, pinset Buka alat suntik 10 ml sekali pakai, masukkan
kedalam wadah set partus Patahkan tabung lidocain Perkirakan volume lidocain
yang akan digunakan sesuaikan dengan besar / dalamnya robekan. Bila tidak
tersedia larutan jadi lidocain 1 % dapat digunakan lidocain 2 % yang diencerkan 1:1
dengan menggunakan aquades Steril.
3. Posisikan bokong ibu pada sudut ujung tempat tidur, dengan posisi litotomi.
4. Pasang kain bersih dibawah bokong ibu
5. Atur lampu sorot kearah vulva /perineum ibu
6. Pakai sarung tangan
7. Isi tabung suntik 10 ml dengan larutan lidocain 1 % tnp epinefrin
8. Lengkapi pemakaian sarung tangan pada kedua tangan.
9. Gunakan kasa bersih untuk membersihkan ke arah luka dari darh atau
10. bekuan darah, dan nilai kembali luas dan dalamnya robekan pada daerah perineum
11. Beritahu ibu akan di suntik dan mungkin timnul rasa kurang nyaman
12. Tusukkan jarum suntik pada ujung luka / robekan perineum, masukkan jarum secara
subcutan di sepanjang tepi luka Aspirasi untuk memastikan tidak ada darah terisap.
Bila ada darah, tarik jarum sedikit dan kembali masukkan. Ulangi lagi aspirasi.
(cairan lidocain yang masuk ke dalam pembuluh darah dapat menyebabkan denyut
jantung tidak teratur).
13. Suntikan cairan lidocain 1 % sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah
perineum
14. Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka, arahkan jarum suntik sepanjang luka
pada mukosa vagina, lakukan aspirasi, suntikan cairan lidocain 1 % sambil menarik
jarum suntik. (bila robekan besar dan dalam, anastesi daerah bagian dalam robekan
alur suntikan anastesi akan berbentuk seperti kipas : tepi perineum, dalam luka, tepi
mukosa vagina)
15. Lakukan langkah n0. 11 s.d14 untuk tepi robekan kedua
16. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan unntuk mendapatkan hasil optimal
dari anestesi
33
17. Lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan
18. Jika perdarahan yang terlihat menutupi luka episotomy, pasang tampon atau kassa
ke dalam vagina. (sebaiknya menggunakan tampon berekor benang)
19. Tempatkan jarum jahit pada pemegang jarum, kemudian kunci pemegang jarum
20. Pasang benang jahit (cromic 2/0) pada mata jarum
21. Lihat dengan jelas batas luka episiotomy
22. Lakukan penjahitan pertama 1 cm diatas puncak luka robekan di dalam
23. vagina, ikat jahitan pertama dengan simpul mati. Potong ujung benang yang bebas
(ujung benang tanpa jarum) hingga tersisa ± 1 cm Jahit mukosa vagina dengan
menggunakan jahitan jelujur hingga tepat di belakang lingkaran hymen
24. Tusukkan jarum pada mukosa vagina dari belakang lingkaran hymen hingga
menembus luka robekan bagian perineum. Bila robekan yang terjadi sangat dalam.
25. Teruskan jahitan jelujur pada luka robekan perineum sampai ke bagian bawah luka
robekan.(bila menggunakan benang plain catgut, buat simpul mati pada jahitan
jelujur paling bawah)
26. Jahit jaringan subkutis kanan-kiri kearah atas hingga epat dimuka lingkaran hymen
27. Tusukkan jarum dari depan lingkaran hymen ke mukosa vagina di belakang hymen.
Buat simpul mati di belakang lingkaran hymen dan potong benang hingga tersisa ± 1
cm
28. Bila menggunakan tampon / kasa di dalam vagina, keluarkan tampon / kasa.
Masukkan jari telunjuk ke dalam rectum dan rabalah dinding atas rectum. (bila
teraba jahitan, ganti sarung tangan dan lakukan penjahitan ulang)
29. mengobservasi TTV,
30. kontraksi, dan perdarahan, ibu memberikan transfusi PRC sebanyak 2 kolf (480 ml).
Paska transfusi Hb ibu 9,3 g/dl.
31. Nasihati ibu agar : Membasuhi perineum dengan sabun dan cair, terutama setelah
buang air besar (arah basuhan dari bagian depan ke belakang) Kembali untuk
kunjungan tidak lanjut setelah 1 minggu untuk pemeriksaan jahitan dan rectum.
(segera rujuk jika terjadi fistula).
Identifikasi masalah :
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan observasi dapat ditegakkan bahwa ibu mengalami
pendarahan pada kala IV dengan :
1. Pengerluaran darah pervaginam 520 cc.
2. Kontaksi uterus lemah .
3. Kondisi ibu lemah dan mulas .
4. Tekanan darah 90/60 mmhg
Diagnosa ditegakkan pada Ny. R P2.A0 inpartu kala IV dengan pendarahan kala IV .
Rumusan masalah :
Berdasarkan kasus yang ada maka yang menjadi rumusan masalah adalah “Bagaimana
Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas pada Ny.R dengan Perdarahan Post Partum 2 jam Atas
Indikasi pendarahan kala IV BPM ?”
Penatalaksanaan
1. Pasien dengan Perdarahan Post Partum.
2. Memanggil bantuan Tim dan konsul dokter jaga.
3. Pasien posisi trendelenberg.
35
4. Petugas menilai Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan.
5. Pastikan jalan nafas bebas.
6. Beri O2 ( oksigen ).
7. Pasang intravena line.
8. Ambil darah periksa lab dan lakukan pemeriksaan: kadar hemoglobin (pemeriksaan
hematologi rutin) dan penggolongan ABO. Jika kadar Hb< 8 g/dl di rujuk.
9. Lakukan resusitasi cairan kristaloid ( Nacl/RL ).
10. Memeriksa penyebab perdarahan.
a. periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka dan tinggi
Fundus uteri.
b. Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi
Jika ada misal : robekan serviks atau robekan vagina .
c. periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
11. Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan jumlah cairan
yang masuk. Catatan: produksi urin normal 0.5-1 ml/kgBB/jam atau sekitar 30 ml/jam)
12. Tatalaksana perdarahan sesuai penyebab.
b. ) tata laksana robekan jalan lahir : ruptura perineum dan robekan dinding vagina .
1. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber pendarahan .
2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik.
3. Hentikan sumber pendarahan dengan klem kemudian ikat dengan benang
yang dapat diserap.
4. Lakukan penjahitan .bila pendarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam
traneksamat IV ( bolus selama 1 menit , dapat diulang setelah 30 menit ).
C) . Robekan serviks ;
1. Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.
2. Siapkan rujukan kefasilitas pelayanan kesehatan sekunder.
d) .Retensio plasenta .
1. Berikan 20 - 40 unit oksitosin dalam 100 ml larutan Nacl 0,9 % atau Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM.
2. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutanNaCl 0,9% atau
Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
3. Lakukan tarikan tali pusat terkendali.
4. Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual
secara hati-hati.
5. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (Ampisilin 2 g IV dan
Metronidazol 500 mg IV).
6. Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi
komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.
e) . Sisa Plasenta :
37
1. Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit iM.
2. Lanjutkan infus Oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga pendarahan
berhenti.
3. Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan
darah dan jaringan.
4. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase.
5. Jika perdarahan berlanjut, tata laksana seperti kasus atonia uteri.
f.) Tata laksana Inversio Uteri :
Siapkan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder.
38
DAFTAR PUSTAKA
Sumarah, ddk.2009, asuhan kebidanan ada pada ibu bersalin .yogyakarta :fitramaya.
Maryunani , Anik, puspita, eka2014. asuhan kegawatan daruratan ibu dan neonatus . transinfo
media. Jakarta.
Prawirohadjo sarwono 2014.asuhan kebidana edisi ketiga .PT Bina pustaka sarwono
prawiirohadjo.jakarta.
39