Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN KALA I DAN

KALA II DAN ASUHAN KEBIDANAN DENGAN PENDEKATAN


MANAJEMEN PADA IBU BERSALIN KALA III DAN IV

MATA KULIAH : ASUHAN KGD.MATERNAL NEONATAL

DOSEN PENGAMPU: Astriana. SST.Bdn. M.Kes

DISUSUN OLEH: Kelompok 2

-NURUL KHASANAH(19340011)

- RIA ANISKA(19340012)

FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI PROFESI BIDAN


UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta
Hidayah-Nya, sehingga makalah” Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala l
dan kala ll dan asuhan kebidanan dengan pendekatan manajemen pada ibu
bersalin kala III dan IV dengan kompilkasi / kelainan” dapat kami
selesaikan.Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Asuhan KGD.Maternal neonatal.Dalam kesempatan ini kami
selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepadasemua pihak yang tidak dapat
kami sebutkan satu persatu yang telah banyak membantumemberi bimbingan,
ilmu, dorongan, serta saran-saran kepada penyusun.Kami berharap semoga
makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.

Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun penyajian


makalah ini jauh dari sempurna.sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta
saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih
baik lagi.Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 07 April 2022

penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………………………………...

Daftar isi…………………………………………………………………………….

BAB l PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang…………………………………………………………………..

BAB ll PEMBAHASAN

2.1 Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala l dan kala ll dengan:………………..

a. Fetal distress……………………………………………………………………...

b. Kala l dengan pre-eklampsi………………………………………………………

c. Kala l dengan tali pusat menumbang…………………………………………….

d. Deteksi dini kala l intersia uteri primer,malpresentasi,malposisi,dan presentasi


ganda………………………………………………………………………………..

2.2 Asuhan kebidanan dengan pendekatan manajemen kebidanan pada ibu


bersalin kala lll dan kala lV dengan komplikasi/ kelainan seperti:…………………

a. Syok obstetric…………………………………………………………………….

b. Antonia uteri……………………………………………………………………...

c. Retensio plasenta…………………………………………………………………

d. Emboli air ketuban……………………………………………………………….

e. Robekan jalan lahir……………………………………………………………….

BAB lll PENUTUP

3.1 kesimpulan……………………………………………………………………...

3.2 Saran…………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………............
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Kala I (Pembukaan Jalan Lahir)

Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan diakhiri
dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat berlangsung kurang dari
satu jam pada sebagian kehamilan multipara. Pada kehamilan pertama, dilatasi
serviks jarang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi total kala I
persalinan pada

primigravida berkisar dari 3,3 jam sampai 19,7 jam. Pada multigravida ialah 0,1
sampai 14,3 jam (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Ibu akan dipertahankan
kekuatan moral dan emosinya karena persalinan masih jauh sehingga ibu dapat
mengumpulkan kekuatan (Manuaba, 2006). Proses membukanya serviks sebaga
akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu: 1) Fase laten: berlangsung selama 8 jam.
Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase
laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang teratur yang
menghasilkan perubahan serviks. 2) Fase aktif: dibagi dalam 3 fase lagi yakni: ·
Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm. · Fase
dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari
4 cm menjadi 9 cm. · Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam
waktu 2 jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap. Fase-fase tersebut dijumpai
pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian akan tetapi terjadi
dalam waktu yang lebih pendek (Wiknjosastro dkk, 2005).

2. Kala II (Pengeluaran)

Kala II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan. Pada kala II, his menjadi
lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin
sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot
dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita
merasakan tekanan pada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum
mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka
dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan
presentasi suboksiput di bawah simfisis, dahi, muka dan dagu. Setelah istirahat
sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota badan bayi
(Wiknjosastro dkk, 2005). Masih ada banyak perdebatan tentang lama kala II yang
tepat dan batas waktu yang dianggap normal. Batas dan lama tahap persalinan
kala II berbeda-beda tergantung paritasnya. Durasi kala II dapat lebih lama pada
wanita yang mendapat blok epidural dan menyebabkan hilangnya refleks
mengedan. Pada Primigravida, waktu yang dibutuhkan dalam tahap ini adalah 25-
57 menit (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Rata-rata durasi kala II yaitu 50
menit (Kenneth et al, 2009) Pada tahap ini, jika ibu merasa kesepian, sendiri, takut
dan cemas, maka ibu akan mengalami persalinan yang lebih lama dibandingkan
dengan jika ibu merasa percaya diri dan tenang (Simkin, 2008).

3. kala iii (kala uri)


Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004). Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan
fundus
uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk
melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15
menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri
(Wiknjosastro dkk, 2005).
Pada tahap ini dilakukan tekanan ringan di atas puncak rahim dengan cara Crede
untuk membantu pengeluaran plasenta. Plasenta diperhatikan kelengkapannya
secara
cermat, sehingga tidak menyebabkan gangguan kontraksi rahim atau terjadi
perdarahan
sekunder (Manuaba, 2006).

4. kala iV (2 jam setelah Melahirkan)


Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta
lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis
berlangsung dengan baik (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Pada tahap ini,
kontraksi otot rahim meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk
menghentikan perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap tekanan
darah, pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim dan perdarahan selama 2 jam
pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka episiotomi. Setelah 2 jam, bila
keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama bayinya (Manuaba, 2008).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala l dank ala ll

A. fetal distress

Gawat janin atau fetal distress adalah kondisi yang menandakan bahwa janin
kekurangan oksigen selama masa kehamilan atau saat persalinan. Kondisi ini
dapat dirasakan ibu hamil dari gerakan janin yang berkurang.

Janin yang mengalami fetal distress dapat dideteksi oleh dokter melalui
pemeriksaan detak jantung janin yang lebih cepat atau lebih lambat, serta air
ketuban yang keruh melalui USG kehamilan. Bayi yang mengalami gawat janin
juga akan memiliki pH darah yang asam

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gawat janin
adalah melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke dokter kandungan. Dengan
begitu, kesehatan janin dapat terpantau dengan baik.

Ciri-ciri janin sehat meliputi:

- Pergerakan janin yang aktif di dalam rahim.


- Pertumbuhan dan perkembangan organ tubuh janin normal dan sehat.
- Jantung berdetak secara teratur.
- Perubahan posisi janin menjelang kelahiran.

Gejala dan Diagnosis Fetal Distress (Gawat Janin)

Gawat janin dapat diketahui melalui tanda dan gejala tidak normal yang dirasakan
oleh ibu hamil sebelum atau saat proses persalinan. Selain gejala yang dirasakan
oleh ibu hamil, dokter kandungan juga dapat mendeteksi gawat janin melalui
beberapa pemeriksaan.
Beberapa gejala dan tanda gawat janin meliputi:

Gerakan janin berkurang secara drastis

Pergerakan janin dapat berkurang menjelang persalinan karena ruang gerak di


dalam rahim berkurang. Namun, normalnya pergerakan janin tetap dapat terasa
dan memiliki pola yang sama. Pergerakan janin yang berkurang atau berubah
secara drastis dapat menjadi tanda gawat janin. Oleh karena itu, ibu hamil
disarankan untuk terbiasa memantau gerakan janin untuk lebih mengenal pola
gerakan dan kondisi janin.

Ukuran kandungan terlalu kecil dari usia kehamilan

Pengukuran ini dinamakan pengukuran tinggi puncak rahim (tinggi fundus uteri),
yang diukur mulai dari tulang kemaluan ke atas. Jika ukuran kandungan dirasa
terlalu kecil untuk usia kehamilan, hal tersebut dapat menandakan gawat janin.

Diagnosis gawat janin

Diagnosis gawat janin dapat dipastikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap


ibu hamil oleh dokter kandungan, baik sebelum atau setelah bayi dilahirkan.
Berikut adalah pemeriksaan yang dilakukan serta tanda yang ditemukan saat janin
mengalami fetal distress:

- USG kehamilan, dapat melihat apakah pertumbuhan janin sesuai dengan


usia kandungan.
- USG Doppler, untuk mendeteksi adanya gangguan di aliran darah dan
jantung janin.
- Cardiotocography (CTG), untuk melihat secara berkelanjutan detak
jantung janin terhadap pergerakan janin dan kontraksi rahim.
- Pemeriksaan air ketuban, untuk mengetahui volume air ketuban dan
melihat adanya mekonium atau tinja janin pada air ketuban.
- Pengambilan sampel darah bayi, untuk memeriksa pH darah bayi yang
berubah menjadi lebih asam bila janin tidak mendapat cukup oksigen.
Kapan harus ke dokter

Segera lakukan pemeriksaan ke dokter kandungan jika Anda merasa gerakan janin
berkurang. Selama kehamilan, ibu hamil dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan kandungan secara berkala guna memantau tumbuh kembang janin
dan mencegah terjadinya kelainan pada janin.

Berikut adalah jadwal pemeriksaan kehamilan rutin yang disarankan:

- Sebelum minggu ke 28, pemeriksaan dilakukan satu bulan sekali.


- Pada minggu ke 28-35, pemeriksaan dilakukan setiap dua minggu sekali.
- Pada minggu ke 36 dan seterusnya, pemeriksaan dilakukan tiap minggu.
- Pemeriksaan perlu dilakukan lebih sering jika memiliki kondisi kesehatan
tertentu atau pernah mengalami komplikasi pada kehamilan sebelumnya.

Penyebab Fetal Distress (Gawat Janin)

Gawat janin dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti kondisi kehamilan
maupun kesehatan ibu. Berikut ini beberapa gangguan yang dapat menyebabkan
gawat janin, antara lain:

- Gangguan pada plasenta atau ari-ari, dapat menyebabkan pasokan oksigen


dan nutrisi pada janin berkurang.
- Kontraksi terjadi terlalu cepat dan kuat.
- Masa kehamilan lebih dari 42 minggu.
- Ibu hamil pada usia di atas 35 tahun.
- Kehamilan kembar.
- Mengalami komplikasi kehamilan, seperti preeklamsia, polihidramnion
atau oligohidramnion, dan hipertensi dalam kehamilan.
- Ibu menderita anemia, diabetes, hipertensi, asma, atau hipotiroidisme.
Pengobatan Fetal Distress (Gawat Janin)

Jika janin didiagnosis mengalami gawat janin, dokter perlu melakukan


penanganan secepatnya. Penanganan tersebut meliputi :

Resusitasi dalam rahim

Resusitasi dalam rahim dilakukan sebagai pengobatan utama dalam mengatasi


gawat janin. Pada prosedur ini, dokter akan:

- Memastikan ibu mendapat pasokan oksigen yang cukup dengan


memakaikan selang oksigen pada ibu.
- Memastikan asupan cairan ibu memadai dengan pemberian cairan lewat
infus.
- Memosisikan ibu berbaring miring ke kiri untuk mengurangi tekanan
rahim pada pembuluh vena besar yang dapat mengurangi aliran darah ke
plasenta dan janin.
- Menghentikan sementara penggunaan obat-obatan yang dapat
meningkatkan kontraksi, seperti obat oksitosin.
- Tokolisis, yaitu terapi untuk menghentikan kontraksi rahim sementara.
- Amnioinfusion, yaitu penambahan cairan pada rongga cairan ketuban
untuk mengurangi tekanan tali pusat.

Persalinan segera

Persalinan segera dapat menjadi pilihan jika resusitasi dalam rahim tidak dapat
mengatasi kondisi gawat janin. Kelahiran perlu diupayakan dalam 30 menit
setelah diketahui adanya kondisi gawat janin.

Kelahiran bisa diupayakan melalui vagina dengan bantuan vakum atau forceps
pada kepala bayi. Jika cara tersebut tidak mungkin dilakukan, maka janin harus
dilahirkan melalui operasi caesar.

Pemantauan kondisi janin

Kondisi bayi akan dimonitor secara saksama selama 1-2 jam setelah kelahiran,
dan dilanjutkan hingga 12 jam pertama pasca kelahiran. Pemantauan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan umum, gerakan dada, warna kulit, tulang
dan otot, suhu tubuh, serta detak jantung bayi.

Jika terlihat bayi mengalami aspirasi mekonium atau keracunan ketuban, maka
dokter perlu membersihkan jalan napas bayi agar pernapasannya tidak terganggu.

Komplikasi Fetal Distress (Gawat Janin)

Berkurangnya aliran oksigen pada janin dapat menyebabkan pertumbuhan janin


terhambat, sehingga mengakibatkan berat badan lahir rendah. Selain itu, bila
kekurangan oksigen yang dialami janin sangat parah dapat menyebabkan janin
meninggal di dalam kandungan (stillbirth).

Pencegahan Fetal Distress (Gawat Janin)

Gawat janin merupakan kondisi yang sulit dicegah. Namun, pemeriksaan


kehamilan secara rutin dapat membantu memantau kesehatan ibu dan janin selama
masa kehamilan. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk memantau kondisi janin,
mendeteksi gangguan sejak dini, dan kemungkinan terjadinya komplikasi.

B. kala l dengan preklamsi / eklamsi

Definisi

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90


mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang
sebelumnya normotensi. Bila ditemukan tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg)
pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau
protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis.

Faktor predisposisi

 Kehamilan kembar

 Penyakit trofoblas

 Hidramnion
 Diabetes melitus

 Gangguan vaskuler plasenta

 Faktor herediter

 Riwayat preeklampsia sebelumnya

Obesitas sebelum hamil

PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Diagnosis

Preeklampsia Ringan

 Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu

 Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif


menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

Preeklampsia Berat

 Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu

 Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein


kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam. Atau disertai keterlibatan organ lain:

• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati

• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas

• Sakit kepala , skotoma penglihatan

• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

• Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif

• Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl Superimposed


preeklampsia pada hipertensi kronik
 Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20
minggu)

 Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000 sel/uL
pada usia kehamilan > 20 minggu

Eklampsia

 Kejang umum dan/atau koma

 Ada tanda dan gejala preeklampsia

 Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan


subarakhnoid, dan meningitis)

Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

Ibu hamil dengan preeklampsia harus segera dirujuk ke rumah sakit. Pencegahan
dan tatalaksana kejang

- Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi
(cairan intravena).

- MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai


tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang). Cara
pemberian dapat dilihat di halaman berikut.

- Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis
awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.

- Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU
(bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.
CARA PEMBERIAN MGSO4

-Berikan dosis awal 4 g MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah kejang atau
kejang berulang.

-Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO4 dalam 6 jam sesuai
prosedur.

Syarat pemberian MgSO4

• Tersedia Ca Glukonas 10%,

• Ada refleks patella

• Jumlah urin minimal0,5ml/kg BB/jam

CARA PEMBERIAN DOSIS AWAL

• Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10
ml akuades

• Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit

• Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5 g MgSO4 (12,5 ml larutan


MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan

CARA PEMBERIAN DOSIS RUMATAN

• Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml
larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28
tetes/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau
kejang berakhir (bila eklampsia)

Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, refleks patella, dan jumlah urin. Bila frekuensi pernapasan
< 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan refleks tendon patella, dan/atau terdapat
oliguria (produksi urin <0,5 ml/kg BB/jam), segera hentikan pemberian MgSO4.
Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml larutan 10%) bolus
dalam 10 menit. Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau
dan nilai adanya perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia,
lakukan penilaian awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali
MgSO4 2 g IV perlahan (15-20 menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan
masih terdapat kejang, dapat dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV
selama 2 menit.

C. kala l dengan tali pusat menumbang

Definisi

Prolaps tali pusat terjadi ketika tali pusat keluar dari uterus sebelum janin
Diagnosis

 Pemeriksaan tali pusat dilakukan pada setiap pemeriksaan dalam saat


persalinan.

 Setelah ketuban pecah, lakukan lagi pemeriksaan tali pusat bila ibu memiliki
faktor risiko seperti di tabel berikut. Bila ibu tidak memiliki faktor risiko dan
ketuban jernih, pemeriksaan tali pusat tidka perlu dilakukan.

Secara umum: Terkait prosedur khusus:

• Multiparitas • Amniotomi

• Berat lahir kurang dari 2500 g • Manipulasi janin


pervaginam

• Prematuritas setelah ketuban pecah • Versi sefalik eksternal

• Anomali kongenital • Versi podalik internal

• Presentasi sungsang • Induksi persalinan

• Letak lintang, oblik, atau tidak stabil • Insersi transducer


tekanan

• Anak kedua pada kehamilan ganda uterus

• Polihidromnion

• Bagian janin yang terpresentasi belum engaged


• Plasenta letak rendah atau abnormal

 Jika pecah ketuban terjadi spontan, denyut jantung janin normal, dan tidak ada
faktor risiko prolaps tali pusat, pemeriksaan vagina tidak perlu dilakukan bila
ketuban jernih.

 Setelah ketuban pecah, periksa pula denyut jantung janin. Curigai adanya
prolaps tali pusat bila ada perubahan pola denyut jantung janin yang abnormal
setelah ketuban pecah atau amniotomi.

 Prolaps tali pusat dapat dipastikan bila:

• Tali pusat tampak atau teraba pada jalan lahir lebih rendah dari bagian terendah
janin (tali pusat terkemuka, saat ketuban masih utuh)

• Tali pusat tampak pada vagina setelah ketuban pecah (tali pusat menumbung,
saat ketuban sudah pecah)

PROLAPS TALI PUSAT

Faktor Predisposisi

• Multiparitas

• Kehamilan multiple

• Ketuban pecah dini

• Hidramnion

• Tali pusat yang panjang

• Malpresentasi

Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum

 Tali pusat terkemuka

Tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dapat diminimalisasi dengan posisi
knee chest atau Trendelenburg. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang menyediakan
layanan seksio sesarea.

Tali pusat menumbung

Perhatikan apakah tali pusat masih berdenyut atau tidak. Jika sudah tidak
berdenyut, artinya janin telah mati dan sebisa mungkin pervaginam tanpa tindakan
agresif. Jika tali pusat masih berdenyut:

- Berikan oksigen.

- Hindari memanipulasi tali pusat. Jangan memegang atau memindahkan tali pusat
yang tampak pada vagina secara manual.

- Posisi ibu Trendelenburg atau knee-chest.

- Dorong bagian terendah janin ke atas secara manual untuk mengurangi kompresi
pada tali pusat.

- Segera rujuk ibu ke fasilitas yang melayani seksio sesarea. Pada saat proses
transfer dengan ambulans, posisi knee chest kurang aman, sehingga posisikan ibu
berbaring ke kiri.

b. Tatalaksana Khusus

- Di rumah sakit, bila persalinan pervaginam tidak dapat segera berlangsung


(persalinan kala I), lakukan seksio sesarea. Penanganan yang harus dikerjakan
adalah sebagai berikut:

• Dengan memakai sarung tangan steril/disinfeksi tingkat tinggi (DTT),


masukkan tangan melalui vagina dan dorong bagian terendah janin ke atas.

• Tangan yang lain menahan bagian terendah di suprapubis dan nilai keberhasilan
reposisi.
• Jika bagian terendah janin telah terpegang kuat di atas rongga panggul,
keluarkan tangan dari vagina dan letakkan tangan tetap di atas abdomen sampai
operasi siap.

• Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg IV secara perlahan untuk mengurangi


kontraksi uterus.

-Bila persalinan pervaginam dapat segera berlangsung (persalinan kala II), pimpin
persalinan sesegera mungkin.

• Presentasi kepala: lakukan ekstraksi vakum (lihat lampiran A.11) atau cunam
(lihat lampiran A.12)dengan episiotomi

• Presentasi sungsang: lakukan ekstraksi bokong atau kaki lalu gunakan forsep
Piper atau panjang untuk mengeluarkan kepala (lihat lampiran A.13).

• Letak lintang: segera siapkan seksio sesaria

-Siapkan segera resusitasi neonatus (lihat Bab 3.3).


D. deteksi dini kala l intarsia uteri primer.malpresentasi.malposisi dan
presentasi ganda

Mal posisi : posisi abnormal dari verteks kepala janin ( dengan uuk sebagai
penandaan ) terhadap panggul ibu

Mal presentasi : selain presentasi verteks

Janin dalam mal posisi dan mal presentasi sering menyebabkan partus lama/macet

Penanganan umum

- penilaian kondisi ibu :vs

- kondisi janin :

- DJJ -><100/>180-> gawat janin

-ketuban pecah->mekonium->gawat janin

- cairan ketuban<<<->gawat janin

- kemajuan persalinan

Faktor Predisposisi

• Ibu dengan diabetes mellitus


• Riwayat hidramnion dalam keluarga

Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

-Rotasi spontan dapat terjadi pada 90% kasus.

- Jika terdapat tanda persalinan macet, denyut jantung janin >180 atau <100 pada
fase apapun, lakukan seksio sesarea.

- Jika ketuban utuh, pecahkan ketuban.

-Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, lakukan
augmentasi persalinan dengan oksitosin.

-Jika pembukaan serviks lengkap dan tidak ada kemajuan fase pengeluaran,
periksa kemungkinan obstruksi:

• Jika tidak ada obstruksi, akhiri persalinan dengan ekstraksi vakum/ forsep bila
syarat-syarat dipenuhi

• Bila ada tanda obstruksi atau syarat-syarat pengakhiran persalinan tidak


dipenuhi, lakukan seksio sesarea

MALPRESENTASI

Definisi

Malpresentasi meliputi semua presentasi selain vertex Faktor Predisposisi:

• Wanita multipara

• Kehamilan multipel (gemeli)

• Polihidramnion / oligohidramnion

• Plasenta previa

• Kelainan bentuk uterus atau terdapat massa (mis. mioma uteri)

• partus preterm
PRESENTASI DAHI

Diagnosis

 Pemeriksaan abdominal: kepala janin lebih separuhnya di atas pelvis, denyut


jantung janin sepihak dengan bagian kecil

 Pemeriksaan vaginal: oksiput lebih tinggi dari sinsiput, teraba fontanella


anterior dan orbita, bagian kepala masuk

pintu atas panggul (PAP) adalah antara tulang orbita dan daerah ubun-ubun besar.
Ini adalah diameter yang PALING besar, sehingga sulit lahir pervaginam.

Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

- Lakukan seksio sesarea bila janin HIDUP.

- Janin MATI, lakukan kraniotomi bila memungkinkan atau seksio sesarea bila
syarat dan sarana kraniotomi tidak terpenuhi.
PRESENTASI MUKA

Diagnosis

 Pemeriksaan abdominal: lekukan akan teraba antara daerah oksiput dan


punggung (sudut Fabre), denyut jantung janin sepihak dengan bagian kecil janin

 Pemeriksaan vaginal: muka dengan mudah teraba, teraba mulut dan bagian
rahang mudah diraba, tulang pipi, tulang orbita; kepala janin dalam keadaan
defleksi maksimal

 Untuk membedakan mulut dan anus:

• Anus merupakan garis lurus dengan tuber iskhii

• Mulut merupakan segitiga dengan prominen molar

Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

Posisi dagu anterior:

• Pembukaan LENGKAP

- Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam

- Bila penurunan kurang lancar, lakukan ekstraksi forsep

• Pembukaan BELUM lengkap


-Bila tidak ada kemajuan pembukaan dan penurunan, lakukan seksio sesarea

Posisi dagu posterior:

• Pembukaan LENGKAP

-Lahirkan dengan seksio sesarea

• Pembukaan BELUM lengkap

-Bila tidak ada kemajuan pembukaan dan penurunan, lakukan seksio sesarea

• Jika janin mati, lakukan kraniotomi atau seksio sesarea


PRESENTASI MAJEMUK

Diagnosis

 Prolaps ekstremitas bersamaan dengan bagian


terendah janin (kepala/bokong)

Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

- Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil/mati dan maserasi.

b. Tatalaksana Khusus

-Coba reposisi:

• Ibu diletakkan dalam posisi Trendelenburg (knee-chest position).

• Dorong tangan ke atas luar dari simfisis pubis dan pertahankan di sana sampai
timbul kontraksi sehingga kepala turun ke rongga panggul.

• Lanjutkan penatalaksanaan persalinan normal.

• Jika prosedur gagal/terjadi prolapsus tali pusat, lakukan seksio sesarea.

PRESENTASI BOKONG (SUNGSANG)

Diagnosis

 Gerakan janin teraba di bagian bawah abdomen.

 Pemeriksaan abdominal: kepala terletak di bagian atas, bokong pada


daerah pelvis, auskultasi menunjukkan denyut jantung janin lokasinya lebih
tinggi.

 Pemeriksaan vaginal: teraba bokong atau kaki, sering disertai adanya


mekonium.

 Pada gambar (berturut-turut): presentasi bokong sempurna, presentasi bokong


murni, dan presentasi kaki (footling).

Komplikasi presentasi bokong

• Komplikasi pada janin:

-Kematian perinatal

-Prolaps tali pusat

-Trauma pada bayi akibat: tangan dan kepala yang menjuntai, pembukaan serviks
yang belum lengkap, CPD

-Asfiksia karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat, pelepasan plasenta dan
kepala macet

- Perlukaan / trauma pada organ abdominal atau pada leher

• Komplikasi pada ibu:

-Pelepasan plasenta

-Perlukaan vagina atau serviks

-Endometritis

Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

-Persalinan lama pada presentasi sungsang adalah indikasi seksio sesarea.

-Seksio sesarea lebih aman dan direkomendasikan pada:

• Presentasi bokong pada primigravida


• Double footling breech

• Pelvis yang kecil atau malformasi

• Janin yang sangat besar

• Bekas seksio sesarea dengan indikasi CPD

• Kepala yang hiperekstensi atau defleksi

-Persalinan pada presentasi kaki sebaiknya dilahirkan dengan seksio sesarea.


Persalinan pervaginam hanya bila:

• Persalinan sudah sedemikian maju dan pembukaan sudah lengkap

• Bayi preterm yang kemungkinan hidupnya kecil

• Bayi kedua pada kehamilan kembar

b. Tatalaksana Khusus

Pada upaya persalinan pervaginam, lakukan langkah berikut:

-Tentukan apakah persalinan pervaginam mungkin dilakukan. Persalinan


pervaginam oleh tenaga penolong yang terlatih akan cenderung aman bila:

• Pelvis adekuat

• Presentasi bokong lengkap/murni

• Kepala fleksi

• Tidak ada riwayat seksio searea karena CPD

• Janin tidak terlalu besar

-Sebelum in partu, usahakan melakukan versi luar apabila syarat dipenuhi, yaitu:

• Pembukaan serviks masih kurang dari 3 cm

• Usia kehamilan ≥ 37 minggu

• Ketuban intak dan air ketuban cukup


• Tidak ada komplikasi / kontraindikasi (IUGR, perdarahan, bekas seksio,
kelainan janin, kehamilan kembar, hipertensi)

• Persalinan pervaginam masih mungkin dilakukan


ASUHAN KEBIDANAN DENGAN PENDEKATAN MANAJEMEN
KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN KALA lll DAN KALA lV DENGAN
KOMPLIKASI/KELAINAN SEPERTI:

A. Syok Obstetrik

a. Pengertian

Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam


jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan
yang tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme.

b. Penyebab

1) Perdarahan

2) Infeksi berat

3) Solusio plasenta

4) Inversion uteri

5) Emboli air ketuban

6) Komplikasi anestesi

c. Gejala Klinik

1) Tekanan darah menurun

2) Nadi cepat dan lemah

3) Keringat dingin

4) Sianosis jari – jari

5) Sesak nafas

6) Penglihatan kabur

7) Gelisah
8) Oligouria

d. Penatalaksanaan

Penanganan syok terdiri dari tiga garis utama, yaitu:

1) Pengembalian fungsi sirkulasi darah dan oksigenasi

2) Eradikasi infeksi

3) Koreksi cairan dan elektrolit.

B. ATONIA UTERI

1. Pengertian

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini (50%),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan
setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Atonia uteri
adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak
mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir.

2. Etiologi

Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang), seperti:

a. Regangan rahim berlebihan, seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion atau


paritas tinggi.

b. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.

c. Multipara dengan jarak kelahiran yang pendek.

d. Partus lama/partus terlantar

e. Malnutrisi
f. Penanganan yang salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya: plasenta
belum terlepas dari dinding uterus.

g. Adanya mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.

3. Penatalaksanaan

 Lakukan pemijatan uterus.


 Pastikan plasenta lahir lengkap.
 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unitIM. Lanjutkan infus
oksitosin 20 unitdalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
 Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan
ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg
IM setelah 15 menit, dan pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam
bila diperlukan. JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1 mg)
CATATAN:
 • Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang mengandung
oksitosin • Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat/
tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh darah tepi
 Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama
1 menit, dapat diulang setelah 30 menit)1
 Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal selama 5
menit
 Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih memadai
sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.
 Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila kontraksi uterus
tidak membaik, dimulai dari yang konservatif. Pilihan-pilihan tindakan
operatif yang dapat dilakukan antara lain prosedur jahitan B-lynch
embolisasi arteri uterina, ligasi arteri uterina dan arteri ovarika atau
prosedur histerektomi subtotal
C. RETENSIO PLASENTA

1. Pengertian

Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga masih melekat
pada tempat implantasi, menyebabkan retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga
sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.

2. Etiologi

a. Faktor maternal: gravida tua dan multiparitas.

b. Faktor uterus: bekas section caesarea, bekas pembedahan uterus, tidak


efektifnya kontraksi uterus, bekas kuretase uterus, bekas pengeluaran manual
plasenta, dan sebagainya.

c. Faktor plasenta: plasenta previa, implantasi corneal, plasenta akreta dan


kelainan bentuk plasenta.

3. Klasifikasi

a. Plasenta adhesiva: plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih


dalam.

b. Plasenta akreta: vili korialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.

c. Plasenta inkreta: vili korialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.

d. Plasenta perkreta: vili korialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum


dinding rahim.

e. Plasenta inkarserata: tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan


oleh konstriksi ostium uteri.

4. Penatalaksanaan
 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 UNIT IM. Lanjutkan infus
oksitosin 20 UNIT dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti
 Lakukan tarikan tali pusat terkendali u Bila tarikan tali pusat terkendali
tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara hati-hati
 Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV DAN
metronidazol 500 mg IV). u Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap bila terjadi komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.

D. EMBOLI AIR KETUBAN

1. Pengertian

Emboli air ketuban adalah masuknya air ketuban beserta komponennya kedalam
sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen disini adalah unsur – unsur yang
terdapat di air ketuban seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin,
lapisan lemak janin dan cairan kental.

2. Etiologi

Belum jelas diketahui secara pasti.

3. Faktor Resiko

a. Multipara

b. Solusio plasenta

c. IUFD

d. Partus presipitatus

e. Suction curettage

f. Terminasi kehamilan

g. Trauma abdomen
h. Versi luar

i. Amniosentesis

4. Gambaran Klinik

a. Umumnya terjadi secara mendadak

b. Pasien hamil tiba – tiba mengalami kolaps

c. Menjelang akhir persalinan pasien batuk – batuk, sesak terengah – engah, dan
kadan cardiac arrest.

5. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif

b. Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC

c. Bila anak belum lahir, lakukan section caesarea dengan catatan dilakukan
setelah keadaan umum ibu stabil.

d. X-Ray torax memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran


atrium kanan dan ventrikel kanan.

e. Pemeriksaan laboratorium: asidosis metabolic (penurunan PaO2 dan PaCO2)

f. Terapi tambahan:

1) Resusitas cairan

2) Infuse dopamine untuk memperbaiki cardiac output

3) Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis

4) Terapi DIC dengan fresh frozen plasma

5) Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin

6) Segera rawat di ICU


E. ROBEKAN JALAN LAHIR

Trauma jalan lahir perlu mendapatkan perhatian khusus, karena dapat


menyebabkan:

1. Disfungsional organ bagian luar sampai alat reproduksi vital

2. Sebagai sumber perdarahan yang berakibat fatal.

3. Sumber atau jalannya infeksi.

Klasifikasi robekan jalan lahir adalah sebagai berikut:

1. Robekan Perineum

a. Pengertian

Adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun
dengan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.

b. Etiologi

1) Kepala janin terlalu cepat lahir

2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

3) Adanya jaringan parut pada perineum

4) Adanya distosia bahu

c. Klasifikasi

1) Derajat satu: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum.

2) Derajat dua: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum dan otot – otot perineum.

3) Derajat tiga: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum dan otot – otot perineum dan sfingter ani eksterna
4) Derajat empat: robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingter ani
yang meluas sampai ke mukosa.

d. Penatalaksanaan

1) Derajat I: robekan ini kalau tidak terlalu besar, tidak perlu dijahit

2) Derajat II: lakukan penjahitan

3) Derajat III dan IV: lakukan rujukan

2. Robekan Serviks

a. Pengertian

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang


multipara berbeda dari yang belum melahirkan pervaginan. Robekan serviks yang
luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.
Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik perlu diperkirakan perlukaan jalan
lahir, khususnya robekan serviks uteri.

b. Etiologi

1) Partus presipitatus

2) Trauma karena pemakaian alat – alat kontrasepsi

3) Melahirkan kepala pada letak sungsang secara paksa, pembukaan belum


lengkap.

4) Partus lama.

c. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan spekulum.

d. Penatalaksanaan

 Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.
 Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
 Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan
kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
 Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus
selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.

3. Robekan Dinding Vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai. Robekan terjadi pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaan speculum.

a. Penatalaksanaan

1) Pada robekan yang kecil dan superfisiil, tidak diperlukan penanganan khusus.

2) Pada robekan yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara jelujur.

3) Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, lakukan laparotomi dan pembukaan


ligamentum latum.

4) Jika tidak berhasil, lakukan pengangkatan arteri hipogastrika.

4. Inversio Uteri

a. Pengertian

Inversion uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika
bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya
dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang
terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

b. Etiologi

1) Grande multipara

2) Atonia uteri
3) Kelemahan alat kandungan

4) Tekanan intraabdominal yang tinggi (batuk dan mengejan)

5) Cara crade yang berlebihan

6) Tarikan tali pusat

7) Manual plasenta yang terlalu dipaksakan

8) Retensio plasenta

c. Penatalaksanaan

1) Lakukan pengkajian ulang

2) Pasang infuse

3) Berikan petidin dan diazepam IV dalam spuit berbeda secara perlaha – lahan,
atau anastesia umum jika diperlukan.

4) Basuh uterus dengan antiseptic dan tutup dengan kain basah (NaCl hangat)
menjelang operasi

5) Lakukan reposisi
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Komplikasi persalinan kala III dan IV merupakan masalah yang terjadi setelah
janin lahir/berada diluar rahim. Komplikasi yang terjadi adalah perdarahan yang
sering menyebabkan kefatalan/kematian bila tidak ditangani sesegera mungkin.
Perdarahan post partum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan primer dan
sekunder, perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah
itu. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum adalah: Atonia uteri,
retensio plasenta, perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari uterus,
tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya klotiledon atau plasenta
suksenturiata. Kadang-kadang perdarahan disebabkan oleh kelainan proses
pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia (solution plasenta, retensi janin
mati dalam uterus, emboli air ketuban). Penanganan yang dilakukan pada setiap
kasus berbeda-berbeda tergantung pada kasus yang diderita/banyaknya
perdarahan. Misalnya pada atonia uteri penanganannya dengan melakukan
Kompresi Bimanual Interna/Eksterna, bila perdarahan tidak dapat diatasi untuk
menyelamatkan nyawa ibu maka dilakukan histerektomi supravaginal. Pada
retensio plasenta penanganannya manual plasenta. Sedang pada inversion uteri
penanganannya dengan reposisi pervaginam jika masih tetap maka dilakukan
laparotomi, dan pada perlukaan jalan lahir maka penanganannya dengan
penjahitan.
DAFTAR PUSTAKA

Yanti, S.ST, M.Keb. 2010. Penuntun Belajar Kompetensi Asuhan Kebidanan


Persalinan. Yogyakarta: Pustaka Rihama Rohani, S.ST., dkk. 2011. Asuhan
Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba Medika Departemen
Kesehatan RI. 2007. Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD. Jakarta: JNPKKR-
JHPIEGO. Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Asuhan Kebidanan
Terkini Hasil Evidence Based, MIDWIVES SEMINAR, Pengukuhan Bidan
Delima SUMSEL.

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran


Bandung.1983.

Obstetri Fisiologi. Penerbit Eleman: Bandung.

Bennet and Brown. 2009. Myles Texbook for Midwives (13 Ed). UK London

Bobak. 2011. Buku ajar Keperawatan Maternitas. EGC: Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2010. Buku Acuan Pelatihan Asuhan Persalinan


Dasar. Jakarta.

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit EGC: Jakarta.

Mochtar, R. 2007. Sinopsis Obstetri. Penerbit EGC: Jakarta.

Varney. 2007. Buku ajar Asuhan Kebidanan Vol.2. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai