-NURUL KHASANAH(19340011)
- RIA ANISKA(19340012)
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta
Hidayah-Nya, sehingga makalah” Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala l
dan kala ll dan asuhan kebidanan dengan pendekatan manajemen pada ibu
bersalin kala III dan IV dengan kompilkasi / kelainan” dapat kami
selesaikan.Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Asuhan KGD.Maternal neonatal.Dalam kesempatan ini kami
selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepadasemua pihak yang tidak dapat
kami sebutkan satu persatu yang telah banyak membantumemberi bimbingan,
ilmu, dorongan, serta saran-saran kepada penyusun.Kami berharap semoga
makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar……………………………………………………………………...
Daftar isi…………………………………………………………………………….
BAB l PENDAHULUAN
BAB ll PEMBAHASAN
2.1 Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala l dan kala ll dengan:………………..
a. Fetal distress……………………………………………………………………...
a. Syok obstetric…………………………………………………………………….
b. Antonia uteri……………………………………………………………………...
c. Retensio plasenta…………………………………………………………………
3.1 kesimpulan……………………………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………............
BAB 1
PENDAHULUAN
Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan diakhiri
dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat berlangsung kurang dari
satu jam pada sebagian kehamilan multipara. Pada kehamilan pertama, dilatasi
serviks jarang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi total kala I
persalinan pada
primigravida berkisar dari 3,3 jam sampai 19,7 jam. Pada multigravida ialah 0,1
sampai 14,3 jam (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Ibu akan dipertahankan
kekuatan moral dan emosinya karena persalinan masih jauh sehingga ibu dapat
mengumpulkan kekuatan (Manuaba, 2006). Proses membukanya serviks sebaga
akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu: 1) Fase laten: berlangsung selama 8 jam.
Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase
laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang teratur yang
menghasilkan perubahan serviks. 2) Fase aktif: dibagi dalam 3 fase lagi yakni: ·
Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm. · Fase
dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari
4 cm menjadi 9 cm. · Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam
waktu 2 jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap. Fase-fase tersebut dijumpai
pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian akan tetapi terjadi
dalam waktu yang lebih pendek (Wiknjosastro dkk, 2005).
2. Kala II (Pengeluaran)
Kala II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan. Pada kala II, his menjadi
lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin
sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot
dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita
merasakan tekanan pada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum
mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka
dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan
presentasi suboksiput di bawah simfisis, dahi, muka dan dagu. Setelah istirahat
sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota badan bayi
(Wiknjosastro dkk, 2005). Masih ada banyak perdebatan tentang lama kala II yang
tepat dan batas waktu yang dianggap normal. Batas dan lama tahap persalinan
kala II berbeda-beda tergantung paritasnya. Durasi kala II dapat lebih lama pada
wanita yang mendapat blok epidural dan menyebabkan hilangnya refleks
mengedan. Pada Primigravida, waktu yang dibutuhkan dalam tahap ini adalah 25-
57 menit (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Rata-rata durasi kala II yaitu 50
menit (Kenneth et al, 2009) Pada tahap ini, jika ibu merasa kesepian, sendiri, takut
dan cemas, maka ibu akan mengalami persalinan yang lebih lama dibandingkan
dengan jika ibu merasa percaya diri dan tenang (Simkin, 2008).
PEMBAHASAN
A. fetal distress
Gawat janin atau fetal distress adalah kondisi yang menandakan bahwa janin
kekurangan oksigen selama masa kehamilan atau saat persalinan. Kondisi ini
dapat dirasakan ibu hamil dari gerakan janin yang berkurang.
Janin yang mengalami fetal distress dapat dideteksi oleh dokter melalui
pemeriksaan detak jantung janin yang lebih cepat atau lebih lambat, serta air
ketuban yang keruh melalui USG kehamilan. Bayi yang mengalami gawat janin
juga akan memiliki pH darah yang asam
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gawat janin
adalah melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke dokter kandungan. Dengan
begitu, kesehatan janin dapat terpantau dengan baik.
Gawat janin dapat diketahui melalui tanda dan gejala tidak normal yang dirasakan
oleh ibu hamil sebelum atau saat proses persalinan. Selain gejala yang dirasakan
oleh ibu hamil, dokter kandungan juga dapat mendeteksi gawat janin melalui
beberapa pemeriksaan.
Beberapa gejala dan tanda gawat janin meliputi:
Pengukuran ini dinamakan pengukuran tinggi puncak rahim (tinggi fundus uteri),
yang diukur mulai dari tulang kemaluan ke atas. Jika ukuran kandungan dirasa
terlalu kecil untuk usia kehamilan, hal tersebut dapat menandakan gawat janin.
Segera lakukan pemeriksaan ke dokter kandungan jika Anda merasa gerakan janin
berkurang. Selama kehamilan, ibu hamil dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan kandungan secara berkala guna memantau tumbuh kembang janin
dan mencegah terjadinya kelainan pada janin.
Gawat janin dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti kondisi kehamilan
maupun kesehatan ibu. Berikut ini beberapa gangguan yang dapat menyebabkan
gawat janin, antara lain:
Persalinan segera
Persalinan segera dapat menjadi pilihan jika resusitasi dalam rahim tidak dapat
mengatasi kondisi gawat janin. Kelahiran perlu diupayakan dalam 30 menit
setelah diketahui adanya kondisi gawat janin.
Kelahiran bisa diupayakan melalui vagina dengan bantuan vakum atau forceps
pada kepala bayi. Jika cara tersebut tidak mungkin dilakukan, maka janin harus
dilahirkan melalui operasi caesar.
Kondisi bayi akan dimonitor secara saksama selama 1-2 jam setelah kelahiran,
dan dilanjutkan hingga 12 jam pertama pasca kelahiran. Pemantauan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan umum, gerakan dada, warna kulit, tulang
dan otot, suhu tubuh, serta detak jantung bayi.
Jika terlihat bayi mengalami aspirasi mekonium atau keracunan ketuban, maka
dokter perlu membersihkan jalan napas bayi agar pernapasannya tidak terganggu.
Definisi
Faktor predisposisi
Kehamilan kembar
Penyakit trofoblas
Hidramnion
Diabetes melitus
Faktor herediter
Diagnosis
Preeklampsia Ringan
Preeklampsia Berat
Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000 sel/uL
pada usia kehamilan > 20 minggu
Eklampsia
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
Ibu hamil dengan preeklampsia harus segera dirujuk ke rumah sakit. Pencegahan
dan tatalaksana kejang
- Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi
(cairan intravena).
- Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis
awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
- Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU
(bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.
CARA PEMBERIAN MGSO4
-Berikan dosis awal 4 g MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah kejang atau
kejang berulang.
-Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO4 dalam 6 jam sesuai
prosedur.
• Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10
ml akuades
• Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml
larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28
tetes/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau
kejang berakhir (bila eklampsia)
Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, refleks patella, dan jumlah urin. Bila frekuensi pernapasan
< 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan refleks tendon patella, dan/atau terdapat
oliguria (produksi urin <0,5 ml/kg BB/jam), segera hentikan pemberian MgSO4.
Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml larutan 10%) bolus
dalam 10 menit. Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau
dan nilai adanya perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia,
lakukan penilaian awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali
MgSO4 2 g IV perlahan (15-20 menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan
masih terdapat kejang, dapat dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV
selama 2 menit.
Definisi
Prolaps tali pusat terjadi ketika tali pusat keluar dari uterus sebelum janin
Diagnosis
Setelah ketuban pecah, lakukan lagi pemeriksaan tali pusat bila ibu memiliki
faktor risiko seperti di tabel berikut. Bila ibu tidak memiliki faktor risiko dan
ketuban jernih, pemeriksaan tali pusat tidka perlu dilakukan.
• Multiparitas • Amniotomi
• Polihidromnion
Jika pecah ketuban terjadi spontan, denyut jantung janin normal, dan tidak ada
faktor risiko prolaps tali pusat, pemeriksaan vagina tidak perlu dilakukan bila
ketuban jernih.
Setelah ketuban pecah, periksa pula denyut jantung janin. Curigai adanya
prolaps tali pusat bila ada perubahan pola denyut jantung janin yang abnormal
setelah ketuban pecah atau amniotomi.
• Tali pusat tampak atau teraba pada jalan lahir lebih rendah dari bagian terendah
janin (tali pusat terkemuka, saat ketuban masih utuh)
• Tali pusat tampak pada vagina setelah ketuban pecah (tali pusat menumbung,
saat ketuban sudah pecah)
Faktor Predisposisi
• Multiparitas
• Kehamilan multiple
• Hidramnion
• Malpresentasi
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
Tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dapat diminimalisasi dengan posisi
knee chest atau Trendelenburg. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang menyediakan
layanan seksio sesarea.
Perhatikan apakah tali pusat masih berdenyut atau tidak. Jika sudah tidak
berdenyut, artinya janin telah mati dan sebisa mungkin pervaginam tanpa tindakan
agresif. Jika tali pusat masih berdenyut:
- Berikan oksigen.
- Hindari memanipulasi tali pusat. Jangan memegang atau memindahkan tali pusat
yang tampak pada vagina secara manual.
- Dorong bagian terendah janin ke atas secara manual untuk mengurangi kompresi
pada tali pusat.
- Segera rujuk ibu ke fasilitas yang melayani seksio sesarea. Pada saat proses
transfer dengan ambulans, posisi knee chest kurang aman, sehingga posisikan ibu
berbaring ke kiri.
b. Tatalaksana Khusus
• Tangan yang lain menahan bagian terendah di suprapubis dan nilai keberhasilan
reposisi.
• Jika bagian terendah janin telah terpegang kuat di atas rongga panggul,
keluarkan tangan dari vagina dan letakkan tangan tetap di atas abdomen sampai
operasi siap.
-Bila persalinan pervaginam dapat segera berlangsung (persalinan kala II), pimpin
persalinan sesegera mungkin.
• Presentasi kepala: lakukan ekstraksi vakum (lihat lampiran A.11) atau cunam
(lihat lampiran A.12)dengan episiotomi
• Presentasi sungsang: lakukan ekstraksi bokong atau kaki lalu gunakan forsep
Piper atau panjang untuk mengeluarkan kepala (lihat lampiran A.13).
Mal posisi : posisi abnormal dari verteks kepala janin ( dengan uuk sebagai
penandaan ) terhadap panggul ibu
Janin dalam mal posisi dan mal presentasi sering menyebabkan partus lama/macet
Penanganan umum
- kondisi janin :
- kemajuan persalinan
Faktor Predisposisi
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
- Jika terdapat tanda persalinan macet, denyut jantung janin >180 atau <100 pada
fase apapun, lakukan seksio sesarea.
-Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, lakukan
augmentasi persalinan dengan oksitosin.
-Jika pembukaan serviks lengkap dan tidak ada kemajuan fase pengeluaran,
periksa kemungkinan obstruksi:
• Jika tidak ada obstruksi, akhiri persalinan dengan ekstraksi vakum/ forsep bila
syarat-syarat dipenuhi
MALPRESENTASI
Definisi
• Wanita multipara
• Polihidramnion / oligohidramnion
• Plasenta previa
• partus preterm
PRESENTASI DAHI
Diagnosis
pintu atas panggul (PAP) adalah antara tulang orbita dan daerah ubun-ubun besar.
Ini adalah diameter yang PALING besar, sehingga sulit lahir pervaginam.
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
- Janin MATI, lakukan kraniotomi bila memungkinkan atau seksio sesarea bila
syarat dan sarana kraniotomi tidak terpenuhi.
PRESENTASI MUKA
Diagnosis
Pemeriksaan vaginal: muka dengan mudah teraba, teraba mulut dan bagian
rahang mudah diraba, tulang pipi, tulang orbita; kepala janin dalam keadaan
defleksi maksimal
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
• Pembukaan LENGKAP
• Pembukaan LENGKAP
-Bila tidak ada kemajuan pembukaan dan penurunan, lakukan seksio sesarea
Diagnosis
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
- Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil/mati dan maserasi.
b. Tatalaksana Khusus
-Coba reposisi:
• Dorong tangan ke atas luar dari simfisis pubis dan pertahankan di sana sampai
timbul kontraksi sehingga kepala turun ke rongga panggul.
Diagnosis
-Kematian perinatal
-Trauma pada bayi akibat: tangan dan kepala yang menjuntai, pembukaan serviks
yang belum lengkap, CPD
-Asfiksia karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat, pelepasan plasenta dan
kepala macet
-Pelepasan plasenta
-Endometritis
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
b. Tatalaksana Khusus
• Pelvis adekuat
• Kepala fleksi
-Sebelum in partu, usahakan melakukan versi luar apabila syarat dipenuhi, yaitu:
A. Syok Obstetrik
a. Pengertian
b. Penyebab
1) Perdarahan
2) Infeksi berat
3) Solusio plasenta
4) Inversion uteri
6) Komplikasi anestesi
c. Gejala Klinik
3) Keringat dingin
5) Sesak nafas
6) Penglihatan kabur
7) Gelisah
8) Oligouria
d. Penatalaksanaan
2) Eradikasi infeksi
B. ATONIA UTERI
1. Pengertian
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini (50%),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan
setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Atonia uteri
adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak
mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir.
2. Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang), seperti:
e. Malnutrisi
f. Penanganan yang salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya: plasenta
belum terlepas dari dinding uterus.
3. Penatalaksanaan
1. Pengertian
Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga masih melekat
pada tempat implantasi, menyebabkan retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga
sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.
2. Etiologi
3. Klasifikasi
c. Plasenta inkreta: vili korialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
4. Penatalaksanaan
Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 UNIT IM. Lanjutkan infus
oksitosin 20 UNIT dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti
Lakukan tarikan tali pusat terkendali u Bila tarikan tali pusat terkendali
tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara hati-hati
Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV DAN
metronidazol 500 mg IV). u Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap bila terjadi komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.
1. Pengertian
Emboli air ketuban adalah masuknya air ketuban beserta komponennya kedalam
sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen disini adalah unsur – unsur yang
terdapat di air ketuban seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin,
lapisan lemak janin dan cairan kental.
2. Etiologi
3. Faktor Resiko
a. Multipara
b. Solusio plasenta
c. IUFD
d. Partus presipitatus
e. Suction curettage
f. Terminasi kehamilan
g. Trauma abdomen
h. Versi luar
i. Amniosentesis
4. Gambaran Klinik
c. Menjelang akhir persalinan pasien batuk – batuk, sesak terengah – engah, dan
kadan cardiac arrest.
5. Penatalaksanaan
c. Bila anak belum lahir, lakukan section caesarea dengan catatan dilakukan
setelah keadaan umum ibu stabil.
f. Terapi tambahan:
1) Resusitas cairan
1. Robekan Perineum
a. Pengertian
Adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun
dengan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.
b. Etiologi
c. Klasifikasi
1) Derajat satu: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum.
2) Derajat dua: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum dan otot – otot perineum.
3) Derajat tiga: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum dan otot – otot perineum dan sfingter ani eksterna
4) Derajat empat: robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingter ani
yang meluas sampai ke mukosa.
d. Penatalaksanaan
1) Derajat I: robekan ini kalau tidak terlalu besar, tidak perlu dijahit
2. Robekan Serviks
a. Pengertian
b. Etiologi
1) Partus presipitatus
4) Partus lama.
c. Diagnosis
d. Penatalaksanaan
Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.
Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan
kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus
selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai. Robekan terjadi pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaan speculum.
a. Penatalaksanaan
1) Pada robekan yang kecil dan superfisiil, tidak diperlukan penanganan khusus.
2) Pada robekan yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara jelujur.
4. Inversio Uteri
a. Pengertian
Inversion uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika
bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya
dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang
terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
b. Etiologi
1) Grande multipara
2) Atonia uteri
3) Kelemahan alat kandungan
8) Retensio plasenta
c. Penatalaksanaan
2) Pasang infuse
3) Berikan petidin dan diazepam IV dalam spuit berbeda secara perlaha – lahan,
atau anastesia umum jika diperlukan.
4) Basuh uterus dengan antiseptic dan tutup dengan kain basah (NaCl hangat)
menjelang operasi
5) Lakukan reposisi
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Komplikasi persalinan kala III dan IV merupakan masalah yang terjadi setelah
janin lahir/berada diluar rahim. Komplikasi yang terjadi adalah perdarahan yang
sering menyebabkan kefatalan/kematian bila tidak ditangani sesegera mungkin.
Perdarahan post partum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan primer dan
sekunder, perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah
itu. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum adalah: Atonia uteri,
retensio plasenta, perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari uterus,
tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya klotiledon atau plasenta
suksenturiata. Kadang-kadang perdarahan disebabkan oleh kelainan proses
pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia (solution plasenta, retensi janin
mati dalam uterus, emboli air ketuban). Penanganan yang dilakukan pada setiap
kasus berbeda-berbeda tergantung pada kasus yang diderita/banyaknya
perdarahan. Misalnya pada atonia uteri penanganannya dengan melakukan
Kompresi Bimanual Interna/Eksterna, bila perdarahan tidak dapat diatasi untuk
menyelamatkan nyawa ibu maka dilakukan histerektomi supravaginal. Pada
retensio plasenta penanganannya manual plasenta. Sedang pada inversion uteri
penanganannya dengan reposisi pervaginam jika masih tetap maka dilakukan
laparotomi, dan pada perlukaan jalan lahir maka penanganannya dengan
penjahitan.
DAFTAR PUSTAKA
Bennet and Brown. 2009. Myles Texbook for Midwives (13 Ed). UK London