Anda di halaman 1dari 29

Gambaran Anemia pada Remaja di SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

Laporan Proposal

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahli madya Kebidanan (Amd.
Keb)

Disusun Oleh
Erza Rizvaransa
21300010

Program Studi Diploma III Kebidanan


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Malahayati
Bandar Lampung
Tahun 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan Karunia,
Rahmat, dan Hidayah-Nya yang berupa kesehatan dan kesempatan sehingga laporan
proposal yang berjudul “Gambaran Anemia pada Remaja di SMA Muhammadiyah 2
Bandar Lampung” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Adapun laporan proposal ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan program
studi D III Keidanan. Semoga dengan penyusunan laporan proposal ini dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman diri terhadap objek yang diteliti. Demi kesempurnaannya,
peneliti selalu mengharapkan adanya saran dan masukan dari berbagai pihak.

Peneliti berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun peneliti
menyadari bahwa proposal ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan
maupun segi penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan
peneliti terima dengan senang hati demi perbaikan proposal selanjutnya. Karya Tulis
Ilmiah ini dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak pula, maka dari itu peneliti
berterima kasih kepada:
1. Dr. Achmad Farich, dr., MM selaku Rektor Universitas Malahayati
2. Riyanti, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati
3. Devi Kurniasari, SST., Bdn., M.Kes selaku ketua program studi D III Kebidanan
dan Pembiumbing I yang telah meluangkan waktunya membantu mengarahkan
peneliti menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Ike Ate Yuviska, SST., Bdn., M.Kes selaku Pembiumbing II yang telah
meluangkan waktunya membantu mengarahkan peneliti menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.

Bandar Lampung, 1 Februari 2024

Erza Rizvaransa
2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................1


DAFTAR ISI ............................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3 Tujuan dan Kegunaan ................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Landasan Teori................................................................................4
2.2 Faktor Penyebab Anemia................................................................6
2.3 Penelitian Terkait............................................................................8
2.4 Kerangka Teori...............................................................................9
2.5 Kerangka Konsep ...........................................................................9
2.6 Hipotesis ........................................................................................10
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................11
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .....................................................11
3.3 Rancangan Penelitian ....................................................................11
3.4 Populasi dan Sampel .....................................................................11
3.5 Teknik Pengumpulan Sampel .......................................................12
3.6 Subjek Penelitian ..........................................................................12
3.7 Variabel Penelitian ........................................................................12
3.8 Operasional ...................................................................................12
3.9 Pengumpulan Data ........................................................................14
3.10 Pengolahan Data .........................................................................14
3.11 Analisa Data ................................................................................14
LAMPIRAN ……………………………………………………………. 26
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….……. 28

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori .......................................................................... 9


Gambar 2. Kerangka Konsep ...................................................................... 10

4
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Konsentrasi ...................................................................6


Tabel 1.2 klasifikasi anemia .........................................................7
Tabel 1.3 Definisi Operasional ....................................................13

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anemia atau yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan istilah kurang
darah merupakan masalah kesehatan yang ditandai dengan penurunan kadar
hemoglobin dari batas normal (Kristianti & Metere, 2021). Anemia adalah penyakit
yang sangat umum yang memengaruhi hingga sepertiga dari populasi global.
Diperkirakan 40% dari semua anak usia 6–59 bulan, 37% wanita hamil, dan 30%
wanita usia 15–49 tahun terkena anemia (Contesa et al., 2022). Indonesia termasuk
peringkat kelima kasus anemia di regional Asia Tenggara. Di Indonesia angka
kejadian anemia, menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, mencapai 37,01%
dan tahun 2018 mencapai 48,9% (Litbangkes, 2013, 2018; Contesa et al., 2022)
Anemia adalah masalah kesehatan pada masyarakat yang masih ditemukan
di seluruh dunia dan negara berkembang seperti di Indonesia. Keadaan ini bisa
berdampak pada ekonomi seseorang karena anemia mengganggu produktifitas kerja
(Lestari et al., 2018). Anemia didefinisikan sebagai kadar hemoglobin yang lebih
rendah dari normal (WHO, 2020). Hemoglobin adalah protein yang mengandung
zat besi dalam sel darah merah yang fungsinya sangat penting untuk transportasi
oksigen ke jaringan (D.A. Gell, 2018). Penderita anemia di Indonesia sangat tinggi
pada kelompok umur 15-24 tahun 32%, 15-34 tahun 15,1% dan pada umur 35-44
tahun sebanyak 16,7%, menurut jenis kelamin, perempuan lebih besar
dibandingkan dengan laki-laki yaitu perempuan sebesar 27,2% dan laki-laki sebesar
20,3% (RISKESDAS, 2018). Remaja merupakan kelompok yang rentan terkena
anemia, karena meningkatnya kebutuhan zat gizi pada masa remaja untuk
mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat pada masa
pubertas (C.N. Rachmi, dkk, 2018). Remaja putri mengalami risiko yang lebih
tinggi dibandingkan dengan remaja putra karena remaja putri mengalami
kehilangan darah pada saat menstruasi (C. S. Benson, e al., 2021).
Zat besi merupakan mineral yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah
merah (hemoglobin). Masyarakat Indonesia konsumsinya masih didominasi oleh
sayuran sebagai sumber zat besi (zat besi non heme). Sedangkan daging dan protein
hewani (ayam dan ikan) yang dikenal sebagai sumber zat besi yang baik (zat besi

6
heme) jarang dikonsumsi, hal ini menyebabkan rendahnya penggunaan dan
penyerapan zat besi (R.H. Ratih, 2018). Penyebab anemia yang paling sering terjadi
adalah kekurangan zat gizi yang dibutuhkan untuk sintesis eritrosit, zat-zat yang
berperan dalam hemolisis adalah protein, vitamin (asam folat, vitamin B12, vitamin
C dan vitamin E), dan mineral (Fe dan Cu) (D. Astuti & U. Kulsum, 2020).
Dalam penelitian Wijayanti dan Fitriani (2019), menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa mereka yang menderita anemia memiliki tingkat rata-rata
yang rendah baik zat gizi makro maupun mikro, yang berperan sangat penting
dalam sintesis ham sebagai upaya untuk mengurangi anemia (A. Besuni, dkk,
2014). Dampak dari anemia menyebabkan tubuh terasa lemah, lesu dan mudah
lelah yang sering disebut dengan istilah 5L (lesu, letih, lelah, lemas, lunglai dan
lalai), disertai pusing, mata berkunang-kunang, mudah mengantuk, dan sulit
berkonsentrasi karena berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan otak dan otot.
Pada remaja, penurunan kebugaran dan konsentrasi akan berpengaruh pada
penurunan prestasi belajar di sekolah dan aktivitas di luar sekolah. Selain itu,
anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit
infeksi. Dampak jangka panjang pada remaja yang mengalami anemia adalah
sebagai calon ibu yang akan hamil, remaja putri tersebut tidak dapat memenuhi
nutrisi untuk dirinya sendiri dan janin yang dikandungnya. Hal ini menyebabkan
komplikasi pada kehamilan dan persalinan, risiko kematian ibu, prematuritas, berat
badan lahir rendah (BBLR) dan kematian perinatal (C. N. Rachmi, dkk, 2019).
Anemia pada remaja putri dapat menjadi faktor yang meng-akibatkan anemia
pada saat hamil. Pada wanita hamil, anemia akan memengaruhi perkembangan
janin dalam kandungan (Masruroh & Nugraha, 2020) yang selanjutnya dapat
berujung pada bayi yang lahir dengan anemia (Halterman & Segel, 2022; Turner
& Badireddy, 2018). Anemia berat yang terjadi dari usia muda dapat menyebabkan
gangguan perkembangan saraf berupa keterlambatan perkembangan kognitif dan
mental (Turner & Badireddy, 2018). Selaras dengan hal tersebut, penting untuk
menurunkan prevalensi anemia terutama pada remaja sehingga tidak berdampak
panjang yang menyebabkan terlahirnya generasi baru dengan anemia. Salah satu
cara untuk mencegah anemia adalah dengan memenuhi kecukupan gizi dengan dua
cara, yaitu mengkonsumsi makanan kaya zat besi dan mengkonsumsi tablet tambah
darah. Meningkatkan pengetahuan terhadap bahaya anemia juga menjadi salah satu
upaya untuk menurunkan prevalensi anemia.

7
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, penulis ingin mengetahui
bagaimana gambaran anemia pada remaja putri si SMA Muhammdiyah 2 Bandar
Lampung tahun 2024?

1.3. Tujuan Umum


Untuk mengetahui gambaran anemia pada remaja di SMA Muhammadiyah 2
Bandar Lampung.

1.4. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan remaja terhadap
anemia di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi status gizi remaja anemia di SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung
3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pendapatan orang tua remaja
yang mengalami anemia di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

1.5. Manfaat Penelitian


1. Bagi ilmu pengetahuan
Memberikan sumbangan informasi untuk lebih mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya pengetahuan tentang anemia
2. Bagi masyarakat
Dapat menjadi sumber informasi tambahan untuk menambah pengetahuan
tentang anemia serta cara mencegah dan mengatasinya.

1.6. Ruang Lingkup


Jenis penelitian kuantitatif, jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian
untuk mendapatkan gambaran yang akurat dari sebuah karakterisitik masalah yang
mengasifiklasikan suatu data. Teknik sampling pada penelitian ini adalah purposive
sampling yang berarti pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu. Analisa data univariate. Penelitian dilakukan di SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

8
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Anemia
Penyakit anemia atau kurang darah adalah suatu kondisi di mana jumlah sel
darah merah (hemoglobin) dalam sel darah merah berada di bawah normal.
hemoglobin yang terkandung di dalam sel darah merah berperan da!am
mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Seorang pasien dikatakan anemia apabila konsentrasi hemog!obin HB pada laki-
laki kurang dari 13,5 G/DL dan Hematokrit kurang dari 41%, Pada perempuan
konsentrasi hemoglobin kurang dari 11,5 G/DL atau hematokrit kurang dari 36%
(Iqfadhilah, 2014).
Anemia merupakan kondisi ketika terjadi penurunan hemoglobin (Hb)
dan/atau jumlah sel darah merah dari normal sehingga tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis seseorang (Chaparro & Suchdev, 2019). Oleh
karena itu, terjadi penurunan jumlah hemoglobin (HGB), hematokrit (HCT), dan
sel darah merah (RBC, red blood cell) pada pemeriksaan laboratorium (Turner &
Badireddy, 2018). Anemia sering dianggap sebagai sebuah penyakit, padahal
anemia merupakan gejala dari suatu penyakit yang mendasarinya (WHO, 2023).
Menurut World Health Organization(WHO), anemia didefinisi-kan sebagai
penurunan kadar Hb kurang dari 12,0 g/dL pada wanita dan kurang dari 13,0
g/dL pada pria. Distribusi Hb normal dapat bervariasi karena ditentukan oleh
jenis kelamin, etnis, umur, dan status fisiologis (Cappellini & Motta, 2015).
WHO menggunakan kadar Hb untuk menentukan keparahan/derajat anemia.
Pembagian derajat anemia ini terdiri dari anemia ringan, sedang, dan berat.
Pengelompokan ini mempertimbangkan usia, jenis kelamin, status kehamilan,
faktor genetik, lingkungan, dan ras (Chaparro & Suchdev, 2019).

9
Populasi Berat Sedang Ringan Normal
Anak usia 6–59
< 7,0 7,0–9,9 10,0–10,9 ≥ 11,0
bulan
Anak usia 5–11
< 8,0 8,0-10,9 11,0–11,4 ≥ 11,5
tahun
Anak usia 12–
< 8,0 8,0–10,9 11,0–11,9 ≥ 12,0
14 tahun
Wanita tidak
hamil (usia 15 < 8,0 8,0–10,9 11,0–11,9 ≥ 12,0
tahun ke atas)
Wanita hamil < 7,0 7,0–9,9 10,0–10,9 ≥ 11,0
Pria (usia 15
< 8,0 8,08,0–10,9 11,0–12,9 ≥ 13,0
tahun ke atas)

Tabel 1.1 Konsentrasi Hemoglobin (g/dL) untuk Diagnosis Anemia

Anemia didefiniskan sebagai berkurangnya konsentrasi hemoglobin dalam


eritrosit sehingga tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis dalam tubuh (Robalo
Nunes A dkk, 2020) (Simanungkalit SF & Simamarta OS, 2019). Menurut WHO,
kadar hemoglobin normal untuk wanita dengan usia diatas 15 tahun yakni >12,0
g/dl (>7,5 mmol) (Kosasi L, dkk, 2014) (Davidsen L, dkk, 2020). Gejala umum
anemia merupakan gejala yang timbul akibat anoksia organ target dan mekanisme
kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin pada semua jenis anemia.
Gejala-gejala tersebut meliputi lemah, letih, lesu, sakit kepala, pusing, dan mata
berkunang- kunang (Bakta IM, 2018). Anemia dideskripsikan sebagai
berkurangnya suatu komposisi dari sel darah merah khususnya hemoglobin (Gelaw
Y, dkk, 2021) (Turner J, dkk, 2021. Anemia bukan merupakan suatu diagnosis,
namun merupakan sebuah presentasi dari kejadian suatu kondisi. Terkadang pasien
bisa memiliki gejala atau tidak memiliki gejala sama sekali. Namun hal tersebut
tergantung dari etiologi anemia, onset anemia, kondisi komorbid pasien, khususnya
penyakit kardiovaskular.
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan riwayat klinis pasien, yaitu
didapat atau kongenital, akut, dan kronis. Selain riwayat pasien, anemia dapat
diklasifikasikan berdasarkan bentuk sel darah merah, yaitu menjadi anemia

10
mikrositik hipokromik, normositik normokromik, dan makrositik (Chaparro &
Suchdev, 2019). Anemia mikrositik hipokromik merupakan istilah yang
menggambarkan ukuran sel darah merah kecil dengan warna pucat. Anemia
normositik normokromik memiliki ukuran dan warna normal, sedangkan
anemia makrositik menggambarkan ukuran sel darah merah yang berukuran besar
(Nugraha, 2017). Anemia juga dapat dibagi kembali ke dalam beberapa jenis
berdasarkan pada penyakit yang mendasarinya. Untuk mempermudah dalam
pembagiannya, khususnya untuk tujuan diagnosis, pembagian anemia
dikelompokkan berdasarkan klasifikasi yang sudah dijelaskan sebelumnya
(Chaparro & Suchdev, 2019; Turner & Badireddy, 2018). Klasifikasi anemia juga
dilakukan melalui mekanisme patologis yang mendasarinya dengan menggunakan
pemeriksaan laboratorium yang menandai produksi sel darah merah, yaitu
indeks retikulosit (IR). Retikulosit adalah sel muda dari sel darah merah,
jumlahnya sangat sedikit di dalam darah sekitar 0,5 sampai 1,5% (Cappellini &
Beris, 2015). Retikulosit dibentuk di sumsum tulang, peningkatan jumlah
dalam darah menandakan adanya peningkatan aktivitas pembentukan sel darah
merah (Nugraha, 2017). Dengan demikian, IR rendah mencerminkan sumsum
tulang tidak mampu mengompensasi anemia, sementara IR tinggi mencerminkan
sumsum tulang mencoba mengompensasi penghancuran sel darah merah atau
pemulihan dari anemia (Cappellini & Beris, 2015).
IR <1% Anemia IR < 1%Kelainan
IR > 1%
Hipopoliferatif Pematangan
Anemia penyakit kronis Defisiensi B12 Anemia hemolitik imun
Penyakit ginjal kronis Defisiensi fola Hemolisis akibat infeksI
Anemia defisiensi besi Sindrom mielodiplastik Kelainan membran sel
Anemia
Anemia sideroblastik Hemolisis mekanik
dyserythropoietic bawaan
Anemia endokrin Hemoglobinopati
Penggantian sumsum Kelainan enzim sel darah
tulang merah

Tabel 1.2 klasifikasi anemia berdasarkan indeks indeks retikulosit

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan banyak hal seperti berdasarkan


etiopatogenesisnya, berdasarkan morfologi dan etiologi, berdasarkan ukuran sel,

11
dan berdasarkan penyebabnya seperti kehilangan darah (Atuti RY & Ertiana D,
2018). Anemia diukur dengan melihat nilai haemoglobin seseorang. Seseorang
yang memiliki nilai haemoglobin dibawah nilai normal, maka seseorang tersebut
dapat dikatakan menderita anemia. Berikut nilai normal hemoglobin :20 Pada laki-
laki : 13.5 - 18.0 g/dL
• Pada perempuan :12.0 - 15.0 g/l
• Pada anak-anak :11.0 - 16.0 g/dL
• Pada ibu hamil :>10.0 g/dL
Komponen utama dari sel darah merah adalah hemoglobin. Sintesis
hemoglobin dari eritrosit berlangsung dari stadium perkembangan eritoblas sampai
ke retikulosit (Price SA, Wilson LM, 2019). Hemoglobin merupakan
heterotetrameter yang terdiri dari dua pasang rantai polipeptida globin yakni satu
pasang rantai alfa dan sepasang rantai non-alfa berikutnya (Karna B, 2020). Fungsi
utama dari hemoglobin adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke
jaringan dan membawa karbondioksida dari jaringan ke paru-paru.27pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, pengetahuan terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap sesuatu melalui panca indra manusia yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (overt
behavior). Perilakunya didasari oleh pengetahuan (Ward PGD, dkk, 2014)
Pengetahuan memiliki enam tingkatan yakni : Tahu (Know), Memahami
(Comprehension), Aplikasi (Aplication), Analisis (analysis), Sintesis (Syntesis),
dan Evaluasi (Evaluation) (Notoadmodjo, 2007). Pengetahuan dapat diperoleh dari
pendikan formal dan pendidikan non-formal. Menurut WHO, remaja merupakan
penduduk dengan rentang usia usia 10-19 tahun, sedangkan menurut peraturan
menteri kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dengan
rentang usia 10-18 tahun (Kemenkes RI, 2015). Fase remaja merupakan segmen
kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu karena merupakan
masa transisi yang dapat diarahkan pada perkembangan masa dewasa yang sehat
(Jannah M, 2016). Pola penentuan kesehatan di masa dewasa ditentukan pada masa
remaja.
Terkadang, remaja suka abai dalam masalah kesehatan sehingga tidak
jarang kasus kekurangan gizi terjadi pada fase remaja seperti kejadian anemia
(Kalsum U & Raden H, 2016). Padahal, remaja merupakan salah satu asset bangsa
yang akan menjadi pewaris negara Indonesia di masa mendatang (Irianti B, dkk,

12
2020). Pada penelitian Budianto dan Fadhilah (2016) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara pengetahuan tentang anemia dengan kejadian anemia pada remaja
putri di MA Mathla’ul Anwar Gisting dengan p value = 0,002 < α (0,05).
Pengetahuan tentang anemia meliputi gambaran kepahaman siswi akan anemia,
faktor resiko atau penyebab terjadinya anemia, proses terjadinya, tanda gejala dari
anemia dan penanggulangan serta pengobatan anemia. Pengetahuan-pengetahuan
tersebut dapat merefleksikan sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap anemia
dalam kehidupannya. Dampak yang ditimbulkan apabila siswi mengalami anemia
adalah kesulitan berkonsentrasi, sering mengalami kelelahan, mudah capek, lesu,
dan keluhan pusing (Budianto A & Fadhilah N, 2016). Penelitian yang dilakukan
oleh Rahayu et al. (2021) Menyatakan bahwa terdapat hubungan tingkat
pengetahuan dengan kejadian anemia pada remaja putri. Remaja putri yang
memiliki pengetahuan yang baik tentang anemia akan cenderung untuk mencukupi
konsumsi pangannya guna mencukupi kebutuhan gizi agar terhindar dari masalah
anemia. Remaja putri juga merupakan salah satu populasi yang memiliki resiko
lebih tinggi terkena anemia dibanding putra. Hal tesebut terjadi akibat remaja putri
mengalami menstruasi dan memiliki keinginan untuk tetap langsing sehingga
berdiet mengurangi makan yang berdampak pada pemenuhan gizi yang kurang
(Rahayu A, dkk, 2021). Pengetahuan tentang anemia juga berpengaruh terhadap
pemenuhan zat gizi pada remaja putri guna untuk mencegah terjadinya anemia.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Ngatu dan Rochmawati (2015) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara tingkat pengetahuan tentang
anemia dengan pemenuhan kebutuhan zat gizi pada siswi di SMKN 4 Yogyakarta.
Pengetahuan seseorang tersebut akan berpengaruh terhadap cara seseorang tersebut
bersikap dan berperilaku seperti cara dalam pemenuhan zat gizi (Ngatu R, 2015).
Rata-rata kebanyakan pasien akan memiliki gejala apabila hemoglobin
bernilai dibawah 7,0 g/dl.20 Anemia merupakan masalah kesehatan di dunia.
Sekitar 1/3 populasi dunia menderita anemia. Anemia berkaitan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas khusunya pada wanita dan anak, anemia
yang terjadi pada ibu hamil juga dapat menyebabkan kelahiran yang buruk,
penurunan produktivitas, dan terhambatnya perkembangan kognitif dan sikap pada
anak (Chaparro CM & Suchdev PS, 2019) (Scheiner B, dkk, 2020). Salah satu
tanda utama dari anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan
kurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan terjadi vasokontriksi pada
pembuluh darah untuk memaksimalkan pengiriman oksigen. Takikardi dan bising

13
jantung juga merupakan gejala anemia yang mencerminkan adanya peningkatan
beban kerja jantung. Anemia menyebabkan gejala seperti kelelahan, penurunan
kapasitas kerja fisik, dan sesak napas. Masyarakat umumnya mengenal gejala
anemia dengan istilah 5L, yaitu lesu, lemah, letih, lelah, dan lalai. Gejala 5L
merupakan gejala yang umum dan tidak spesifik ditemukan pada penderita anemia
(WHO, 2023). Akan tetapi, pada beberapa kasus, gejala tidak tampak jelas,
intinya tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Gejala anemia tampak jelas
ketika kadar hemoglobin di bawah 7,0 g/dL (Turner & Badireddy, 2018). Anemia
berat dapat menyebabkan gejala yang serius, seperti selaput lendir pucat (mulut,
hidung, dll.), kulit dan bawah kuku pucat, pernapasan dan detak jantung
cepat, pusing saat berdiri, dan lebih mudah memar (WHO, 2023).

2.1.2 Anemia pada Remaja


Remaja merupakan masa dimana individu berkembang dari saat pertama
kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai
kematangan seksual, dengan rentang usia 10-19 tahun (WHO, 2018). Dalam
peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014, remaja diartikan sebagai
penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun (Kemenkes RI, 2014), sedangkan
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2016)
rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Masa remaja adalah
masa peralihan dari anak menuju dewasa dan disertai pertumbuhan fisik, kognitif,
dan psiko sosial atau tingkah laku. Menurut Hapsari (2019) perkembangan atau
karakteristik remaja dapat dilihat melalui:
1. Perubahan fisik
Remaja mengalami perubahan fisik (pertumbuhan) paling pesat,
dibandingkan dengan periode perkembangan sebelum maupun
sesudahnya, pertumbuhan fisik pada permulaan remaja sangat cepat.
Tulang-tulang badan memanjang lebih cepat sehingga tubuh nampak
makin besar dan kokoh. Demikian juga jantung, pencernaan, ginjal
dan beragai organ tubuh bagian dalam bertambah kuat dan berfingsi
sempurna.
2. Perkembangan kognitif
Remaja cenderung berpikir abstrak dan suka memberikan kritik,
selain itu rasa ingin tahu remaja terhadap hal-hal baru cenderung

14
meningkat. Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan dengan
anak-anak, remaja juga lebih idealistis dalam berpikir seperti
memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan
dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti
ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah
dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
3. Perubahan social dan ekonomi
Remaja cenderung lebih sensitif dengan keadaan sekitarnya, hal-hal
yang dapat mempengaruhi emosi remaja bermacammacam salah
satunya adalah keluarga dan lingkungan. Hal ini akan
mempengaruhi sikap dan tindakan remaja pada suatu kejadian atau
hal-hal di sekitarnya. Seorang remaja berada pada batas peralihan
kehidupan anak dan dewasa. Tubuhnya kelihatan sudah “dewasa”
akan tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa ia akan gagal
menunjukkan kedewasaannya.
4. Masalah gizi pada remaja
Pada masa remaja sering ditemukan masalah gizi, menurut
Kementerian Kesehatan (2018) masalah gizi yang sering terjadi pada
masa remaja yaitu salah satunya anemia. Masalah anemia yang
paling sering dijumpai pada remaja putri adalah anemia gizi besi.
Anemia merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah atau
hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari 12 g/dL. Anemia gizi besi
timbul karena kekurangan zat besi sehingga pembentukan sel - sel
darah merah dan fungsi lain dalam tubuh terganggu (Adriani and
Bambang Wirjatmadi 2014).

2.2 Faktor Penyebab Anemia


Mekanisme utama anemia terjadi karena kehilangan darah, penurunan
produksi sel darah merah, atau peningkatan kerusakan sel darah me-rah (hemolitik)
(Cappellini & Beris, 2015; Chaparro & Suchdev, 2019). Sel darah merah atau
disebut juga eritrosit merupakan salah satu sel darah berwarna merah dengan
bentuk pipih cekung yang berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh
tubuh (Nugraha, 2017). Kemampuan eritrosit membawa oksigen dikarenakan
eritrosit me-ngandung protein hemoglobin yang memiliki kemampuan mengikat
oksigen (Ahmed et al., 2020). Menurunnya kadar hemoglobin atau jumlah

15
eritrosit di dalam sirkulasi darah mengakibatkan kapasitas oksigen yang dibawa
ke seluruh tubuh akan menurun dan tubuh akan mengalami kekurangan oksigen.
Oksigen merupakan salah satu bahan yang diperlukan sel dalam tubuh kita
untuk menghasilkan energi (Ortiz-Prado et al., 2019). Proses terjadinya anemia
sangat bervariasi, tergantung pada penyebab utamanya. Salah satu faktor utama
yang menyebabkan anemia di antaranya ialah kekurangan nutrisi dan
penyerapan nutrisi yang tidak cukup (WHO, 2023). Selain dari asupan nutrisi,
kekurangan zat besi bisa juga terjadi karena kehilangan darah, gangguan
penyerapan, dan terjadinya peningkatan kebutuhan (Halterman & Segel, 2020).
Anemia defisiensi besi menyumbang 50% dari semua anemia, angkanya lebih
tinggi pada negara berkembang. Angka kejadian defisiensi besi ini terlihat pada
anak-anak, wanita usia subur, dan ibu hamil (Halterman & Segel, 2022; Kumar
et al., 2022).Penyebab anemia penting lainnya, yaitu infeksi seperti malaria,
tuberkulosis, HIV, dan infeksi parasit. Infeksi dapat mengakibatkan penyerapan zat
besi terganggu atau bisa menyebabkan hilangnya nutrisi. Beberapa kondisi
infeksi dapat mengakibatkan peradangan kronis dan menyebabkan anemia
peradangan atau anemia inflamasi atau juga anemia penyakit kronis (WHO,
2023). Anemia penyakit kronis menjadi anemia yang sering juga terjadi.
Penyebab anemia penyakit kronis paling banyak, yaitu infeksi (akut atau kronis)
seperti HIV, bakteri, parasit, dan jamur mencapai 18–95%. Kemudian, kanker
mencapai 30–70%. Lalu autoimun seperti radang sendi, lupus, penyakit jaringan
ikat, vaskulitis, dan penyakit radang usus mencapai 8–71%. Penolakan kronis
setelah transplantasi organ mencapai 8–70% dan terakhir penyakit ginjal
kronis serta peradangan mencapai 25–30% (Madu & Ughasoro, 2017). Selain
itu, terdapat beberapa kondisi khusus yang menyebabkan anemia, misalnya pada
ibu hamil yang mengalami kebutuhan zat besi yang meningkat serta perubahan
volume darah. Beberapa anemia lainnya bisa disebabkan karena adanya
kelainan pada hemoglobin yang diwariskan dari orang tuanya, seperti talasemia,
sel sabit, hemo-globinopati, bahkan karena adanya kelainan enzim sel darah merah
(WHO, 2023). Berdasarkan penyebab yang telah dijabarkan sebelumnya, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami defisiensi zat besi
seperti distribusi frekuensi pendapatan orang tua, status gizi individu, dan frekuensi
pengetahuan seseorang.

2.2.1 Hubungan Pengetahuan Terjadinya Anemia pada Remaja Putri

16
Memiliki pengetahuan untuk mencukupi kebutuhan gizi harian merupakan
salah satu hal yang nendasar guna mendapatkan tubuh yang sehat. Khususnya pada
remaja yang sedang mengalami masa pertumbuhan. Masa pertumbuhan merupakan
masa masa remaja yang membutuhkan asupan nutrisi lebih banyak sehingga
pertumbuhan dapat maksimal. Jika remaja tidak memahami dan tidak memiliki
keinginan untuk memenuhi jebutuhan nutrisi. Penelitian yang dilakukan oleh
Rahayu et al. (2021) Menyatakan bahwa terdapat hubungan tingkat
pengetahuan dengan kejadian anemia pada remaja putri. Remaja putri yang
memiliki pengetahuan yang baik tentang anemia akan cenderung
untukmencukupi konsumsi pangannya guna mencukupi kebutuhan gizi agar
terhindar dari masalah anemia. Remaja putri juga merupakan salah satu
populasi yang memiliki resiko lebih tinggi terkena anemia dibanding putra. Hal
tesebut terjadi akibat remaja putri mengalami menstruasi dan memiliki
keinginan untuk tetap langsing sehingga berdiet mengurangi makan yang
berdampak pada pemenuhan gizi yang kurang.

2.2.2 Status Gizi


Status gizi adalah ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat dalam
tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori yaitu status gizi kurang, gizi
baik/normal dan gizi lebih (Almatsier, 2009). Pola makan yang salah juga
menjadi penyebab kebutuhan gizi remaja kurang sehingga status gizi
menjadi kurang. Sebagai contoh melakukan diet yang salah karena takut
mengalami kegemukan. Hal ini dikarenakan banyak remaja putri
menganggap dirinya kelebihan berat badan atau mudah menjadi gemuk
sehingga sering diet dengan cara yang kurang benar seperti membatasi atau
mengurangi frekuensi makan dan jumlah makan (Proverawati, 2009).
Asupan nutrisi pada remaja sangat berpengaruh penting karena nutrisi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia, dan
remaja yang sudah menderita anemia mempengaruhi pola aktivitas dan
konsentrasi belajar.

2.2.3 Pendapatan Orang Tua


Sejalan dengan pendapat Sediaoetama (2006), faktor sosial ekonomi
berikutnya adalah pendapatan keluarga. Pendapatan merupakan variabel

17
penting bagi kualitas dan kuantitas makanan. Pendapatan merupakan salah
satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan, sehingga
terjadi hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi. Peningkatan
pendapatan akan berpengaruh ada perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga
dan selanjutnya berhubungan dengan status gizi. Didukung oleh pendapat
Harper dkk (1986), keluarga yang sangat miskin, akan lebih mudah
memenuhi kebutuhan makanan apabila anggota keluarganya kecil. Keluarga
yang mempunyai jumlah anggota keluarga besar apabila persediaan pangan
cukup belum tentu dapat mencegah gangguan gizi, karena dengan
bertambahnya jumlah anggota keluarga maka pangan untuk setiap anggota
keluarga berkurang. Penelitian Fatimah (2012) menyatakan bahwa besar
keluarga mempunyai pengaruh pada belanja pangan. Pendapatan per kapita
dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah
anggota keluarga. Nilai absolut belanja pangan perkapita menurun sejalan
dengan ukuran ekonomi yang ada. Pendapatan per kapita menurun dengan
meningkatnya jumlah anggota keluarga. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Farida (2010) dalam penelitiannya di Kudus, menemukan kasus
anemia sebanyak 36,8% pada sebagian siswi yang mempunyai orang tua
dengan tingkat pendapat dan pendidikan rendah. Hasil penelitian di India
yang dilakukan Kanani dan Poojara (2000) dalam (Fatimah, 2012)
menunjukkan bahwa lebih dari 70% remaja putri dengan keluarga
berpendapatan rendah mempunyai kadar Hb <11 g/dl ketika menggunakan
batasan (cut-off) dari WHO sebesar 12 g/dL, maka prevalensi menjadi lebih
tinggi (80-90%). Berdasarkan penjabaran tersebut, frekuensi pendapatan
orang tua berpengaruh dalam mencukupi kebutuhan pangan yang berkaitan
dengan pemenuhan nutrisi salah satunya zat besi yang menjadi pemicu
anemia apabila seseorang mengalami defisiensi zat besi.

2.3 Penelitian Terkait


Berdasarkan penelitian Ghea Yanna Aulia, dkk (2017) dengan judul
Gambaran Status Anemia pada Remaja Putri di Wilayah Pegunungan dan Pesisir
Panta, dengan metode penelitian yang bersifat observasional dengan cross sectional
dengan tujuan untuk mengetahui gambaran status anemia pada remaja putri di
wilayah pegunungan dan pesisir pantai. Sample yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan teknik random sampling dengan populasi target siswi SMP

18
Kecamatan Getasan dan Semarang Barat. Total sampel beejumlah 200 sampel
dengan metode pengumpulan data menggunakan tenknik pengukuran. Dari hasil
penelitian tersebut ditemukan bahwa status anemia pada remaja putri di wilayah
pegunungan mencapai 58%, sedangkan di wilayah pesisir pantai sebesar 56%.
Penelitian terkait lainnya dilakukan oleh (Nia Musniati dan Fitria, 2022)
dengan judul Gambaran dan Pengetahuan tentang Sikap Anemia pada Remaja
Putri. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang berlokasi di SMA
Muhammadiyah 13 Jakarta. Sampel penelitian diambil menggunakan quota
sampling yang berjumlah 60 siswi. Pada penelitian ini, disebarkan angket secara
online melalui google form. Angket tersebut berisikan pertanyaan pengetahuan dan
sikap remaja putri tentang anemia yang terdiri dari 10 pertanyaan. Data tersebut
diolah dan dianalisis secara univariat unuk melihat gambaran pengetahuan dan
sikap remaja putri tentang anemia. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan siswi
paling banyak menjawab benar pada pertanyaan tablet tambah darah boleh
dokunsumsi bersamaan dengan (100%), dan paling banyak menjawab salah pada
pertanyaan dampak anemia pada remaja putri (68.3%). Hasil rata-rata gambaran
skor total pengetahuan secara statistik yaitu siswi memiliki rata-rata 6,25 dengan
median 6,00, nilai terendah 4 dan nilai teetinggi 9, Q3 7,00 standar deviasi 1,202.
Hasil uji normalitas menunjukkan data berdistribusi tidak normal (p kolmogrov <
0,05). Simpulan dari hasil penelitian tersebut adalah tingkat pengetahuan dan sikap
remaja puteri tentang anemia adalah rendah atau kurang baik.

2.4 Kerangka Teori


Dalam teori (Christania Lampus, Aaltje Manampiring, 2016) terdapat tiga
faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada remaja yang meliputi: faktor
status gizi, faktor tingkat pendapatan, dan faktor pengetahuanan.

19
Faktor penyebab
Faktor status gizi

Faktor tingkat
pendapatan
Faktor
pengetahuan gizi

Gambar 1. Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep


Kerangka konsep (Sugiyono, 2019) adalah suatu hubungan yang akan
menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian, yaitu antara
variabel independen dengan variabel dependen yang akan diamati atau diukur
melalui penelitian yang akan dilaksanakan. Menurut (Nursalam, 2017) kerangka
konsep penelitian merupakan abstraksi dari suatu realitas sehingga dapat
dikomunikasikan dan membentuk teori yang menjelaskan keterkaitan antara
variabel yang diteliti. Adapun kerangka konsep dari penelitian ini dapat dijabarkan
seperti gambar di bawah ini:

20
Status
Gizi

Anemia

Tingkat Pengetahuan
Pendapatan

Gambar 2. Kerangka Konsep

21
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analtik dan kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui gambaran anemia pada
remaja. Pengambilan data dari data sekunder dan primer, analisa data yang digunakan
univariat dan bivariate.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


1). Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 20 Maret 2024
2) Tempat penelitian di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

3.3 Rancangan penelitian


Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional dimana data yang menyangkut
variable bebas dan terkait dikumpulkan dalam waktu bersamaan. tiap subyek penelitian
hanya di observasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau
variable subyek pada saat pemeriksaan (natoatmojo,2014)

3.4 Populasi dan sempel


a) Populasi
Menurut Morissan (2016), Populasi ialah sebagai suatu kumpulan
subjek, variabel, konsep, atau fenomena. Kita dapat meneliti setiap anggota
populasi untuk mengetahui sifat populasi yang bersangkutan. Populasi
dalam penelitian ini adalah 30 orang siswi SMA Muhammadiyah 2 Bandar
Lampung.
b) Sampel
Sampel adalah sebagian atau sebagai wakil populasi yang akan diteliti. Jika
penelitian yang dilakukan sebagian dari populasi maka bisa dikatakan
bahwa penelitian tersebut adalah penelitian sampel. Arikunto (2016:),
Sampel dalam penelitian ini adalah siswi SMA 2 Muhammadiyah Bandar
Lampung sebanyak 30 sampel. Adapun kriteria sampel yang di ambil dalam
penelitian ini adalah:
1) Siswi SMA 2 Muhammadiyah Bandar Lampung
2) Bersedia menjadi responden

22
3) Dapat berkomunikasi dengan baik
4) Mengalami anemia

3.5 Teknik Pengumpulan Sempel


Teknik pengumpulan sampel menggunakan accidental sampling yang berarti
sampel didapat berdasarkan kesediaan responden pada saat penelitian diadakan
responden yang memenuhi kriteria di ambil sebagai subjekpenelitian

3.6 Subjek Penelitian


Siswi yang mengalami anemia di SMA 2 Muhammadiyah Bandar Lampung.

3.7 Variabel Penelitian


Identifikasi Variabel Menurut (Sugiyono, 2015) "variabel penelitian adalah segala
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya". Variabel
dalam penelitian ini terdiri 3 (tiga) variabel yaitu 2 (dua) variabel independen dan 1
(satu) variabel dependen.
1. Variabel Independen Menurut (Sugiyono, 2015) variabel independen adalah
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya

3.8 Operasional

Definisi Skala
Variabel Alat ukur Cara ukur Hasil ukur
operasional ukur
Baik = jika
Hasil ukur
>50%
pengetahuan,
kurang
status gizi,
1. Baik = jika
Variabel frekuensi
score
idependen pendapatan kuesioner wawancara Ordinal
jawaban
Anemia orang tua
responden
siswi remaja
<50%
tentang
(Budiman
anemia
2017)

23
Tabel 1.3 Definsi operasional

3.9 Pengumpulan Data


1. Data sekunder diperoleh dari siswi kelas 11 SMA 2 Muhammadiyah Bandar
Lampung yang mengalami anemia.
2. Data Primer diperoleh dari responden melalui kuesioner untuk mengetahui
prevalensi anemia pada remaja di SMA 2 Muhammadiyah Bandar Lampung.

3.10 Pengolahan data


1. Editing data
Pada tahap ini dilakukan pembersihan data yang telah masuk seperti
kelengkapan pengisian,kesalahan pengisian, kosistensi setiap jawaban dari
kuesioner
2. Cleaning
bersihan data yang sudah dimasukkanapakah masih ada yang di tambah atau
dikurangkan sehingga menyulitkan proses selanjutnya.
3. Coding data
Pada tahap ini di berikan kode dari setiap informasi yang telah terkumpul dari
setiap pertanyaan.
4. Prosesing
Data Processing merupakan proses pengumpulan data dan dikonversi menjadi
sebuah informasi yang bermanfaat dan dapat digunakan.

3.11 Analisa data


1. Data Univariat
Tujuan analisa univariat adalah menyampaikan masing-masing variabel
dependen dan independen (Saryono, 2014). Variabel yang dianalisis secara
univariat dalam penelitian ini adalah variabel tingkat pengetahuan dan variabel
status gizi pada siswi SMA 2 Muhammadiyah Bandar Lampung.
2. Analisis bivariate
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan
antara dua variabel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

24
metode korelasi bivariat untuk dua variabel kategorik yaitu uji statistic
nonparametrik Chi-Square (x2) denganrumus:

( f 0−fh ) 2
x 2=∑ ❑
❑ fh
keterangan:
fo=f yang diobservasi
fh:f yang diharapkan
Dengan ketentuan bahwa, jika harga chi-square (x2) hitung lebih kecil dari x2 tabel
(x2 hitung < x2 tabel) dengan taraf signifikansi 5% atau 0.05. maka H diterima dan H□
ditolak, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel.
Sedangkan apabila x2 hitung lebih besar atau sama dengan x❜tabel (x*hitung S x tabel)
maka H ditolak dan H☐ diterima, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara
kedua variabel (Arikunto, 2018). Semua uji hipotetsis untuk kategorik tidak
berpasangan menggukan uji Chi-Square. Syarat uji Chi-Square adalah sel yang tidak
mempunyai nilai expected kurang dari lima, maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat
uji Chi-Square tidak terpenuhi, maka dipakai uji altematifiiya. Pada penelitian ini
menggunakan uji Chi-Square terlebih dahulu. Namun pada hasil terdapat salah satu
selnya mempunyai nilai expected kurang dari 5 sehingga dilakukan uji altematif. Untuk
uji ChiSquare tabei selain 2 x 2 dan 2 x K adalah penggabungan sel. Setelah dilakukan
penggabungan sel akan terbentuk suatu tabel B X K yang baru. Uji hipotesis yang
dipilih sesuain dengan tabel B X K yang baru tersebut (Dahlan, 2018)

3.12 Lampiran
DATA DASAR
1 Nama
2

Tanggal Lahir (tanggal, bulan, tahun)

3
Alamat
4 Tingkat
pendidikan
5 Riwayat Penyakit

25
6 Pendapatan
Keluarga

26
ANTROPOMETRI

No Parameter Satuan Pengukuran

1 Berat badan Kg

2 Tinggi Badan Cm

3 IMT

4 Status Gizi

Petunjuk Pengisian:
Isilah pertanyaan di bawah ini dengan memberi centang pada salah satu jawaban

PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG GIZI

Jawaban
No Pertanyaan
Benar Salah
Pengertian zat gizi adalah kumpulan zat – zat
1
makanan yang diperlukan oleh tubuh.
Makanan yang banyak mengandung gizi adalah
2
makanan yang enak – enak dan mahal harganya.
Kekurangan zat gizi pada remaja putri dapat
3
menimbulkan masalah bagi pertumbuhan.
Zat gizi yang berperan dalam metabolisme asam
4
nukleat yaitu asam folat dan vitamin B12.
Vitamin D diperlukan dalam pertumbuhan kerangka
5
tubuh/ tulang.
Kebutuhan Fe/ zat besi diperlukan untuk pembentukan
6
darah pada tubuh.
Makanan sumber zat besi adalah sayuran berwarna
7
hijau, kacang-kacangan, hati, telur dan daging
Fe lebih baik dikonsumsi bersama dengan vitamin C,
8
karena akan lebih mudah terabsorsi.
Kekurangan zat gizi pada remaja putri dapat
9
menyebabkan anemia.
Berat badan pada remaja dapat digunakan sebagai
10
pengawasan kecukupan gizi.
Dengan pemenuhan kebutuhan gizi remaja putri bisa
11
mempunyai prestasi yang lebih baik.
Setiap bulan wanita dewasa mengalami menstruasi,
12 dan periode menstruasi dikeluarkan zat besi rata-rata
sebanyak 28 mg/periode.

27
Petunjuk Pengisian:
Isilah pertanyaan di bawah ini dengan memberi centang pada salah satu jawaban

FREKUENSI PENDAPATAN

Tidak Kadang -
No Pertanyaan Sering Selalu
pernah kadaang
Apakah gaji orang tua anda di atas
1
UMR?
Apakah anda rutin mengonsumsi
2
makanan bergizi seimbang?
Apakah pendapatan orang tua anda
3 cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari hari?
Apakah anda pernah memiliki menu
4
makan dengan lauk tidak bergizi?

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, E. R. (2023). LITERATURE REVIEW: FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB


ANEMIA PADA REMAJA PUTRI. Jambura Journal of Health Sciences and Research,
5(2), 550–561. https://doi.org/10.35971/jjhsr.v5i2.17341

Aulia, G. Y., Udoyono, A., Saraswati L.D, & Adi, M. S. (2017). GAMBARAN STATUS
ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI WILAYAH PEGUNUNGAN DAN PESISIR
PANTAI (Studi di SMP Negeri Kecamatan Getasan dan Semarang Barat). JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT, 5(1), 193–200.

Budiarti, A., Anik, S., & Wirani, N. P. G. (2021). STUDI FENOMENOLOGI


PENYEBAB ANEMIA PADA REMAJA DI SURABAYA. Jurnal Kesehatan
Mesencephalon, 6(2). https://doi.org/10.36053/mesencephalon.v6i2.246

Elisa, S., Oktafany, O., & Oktarlina, R. Z. (2023). Literature Review: Faktor Penyebab
Kejadian Anemia pada Remaja Putri. Jurnal Agromedicine, 10(1), 145–148.

28
Fajriyah, N. N., & Fitriyanto, M. L. H. (2016). Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang
Anemia Pada Remaja Putri. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(1).

Mizawati, A., Effendi, N., Sulastri, D., & Purna, R. S. (2023). Genetic Factors Causing
the Prevalence of Anemia in Young Girls and Stunting in Toddlers: A Systematic
Literature Review. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 9(9), 531–538.
https://doi.org/10.29303/jppipa.v9i9.4822

Musniati, N., & Fitria, F. (2022). GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP


TENTANG ANEMIA PADA REMAJA PUTERI. Journal of Health Research Science,
2(02), 76–83. https://doi.org/10.34305/jhrs.v2i02.573

Nurjannah, S. N., & Putri, E. A. (2021). HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN


KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 2 GARAWANGI
KABUPATEN KUNINGAN. Journal of Midwifery Care, 1(02), 125–131.
https://doi.org/10.34305/jmc.v1i02.266

Sigit, F. S., Ilmi, F. B., Desfiandi, P., Saputri, D., Fajarini, N. D., Susianti, A., Lestari, L.
A., & Faras, A. (2024). Factors influencing the prevalence of anaemia in female
adolescents: A population-based study of rural setting in Karanganyar, Indonesia. Clinical
Epidemiology and Global Health, 25, 101500. https://doi.org/10.1016/j.cegh.2023.101500

Subratha, H. F. A. (2020). Gambaran tingkat pengetahuan remaja putri tentang anemia di


tabanan. Jurnal Medika Usada, 3(2), 48–53.

Sundararajan, S., & Rabe, H. (2021). Prevention of iron deficiency anemia in infants and
toddlers. Pediatric Research, 89(1), 63–73. https://doi.org/10.1038/s41390-020-0907-5

29

Anda mungkin juga menyukai