Anda di halaman 1dari 61

REFERAT

GIZI BURUK

disusun oleh :
Maximiliano Agustian M. (406152091)

Pembimbing
dr. Hesti Kartika Sari, Sp.A

Kepanitraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Jakarta
2016

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 1
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul GIZI
BURUK. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD RAA Soewondo Pati. Tujuan pembuatan
referat ini juga untuk meningkatkan pengetahuan penulis serta pembaca agar
dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam penyusunan referat ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi.


Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan referat ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Hesti Kartika Sari,
Sp.A sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat


banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan
membantu teman sejawat serta para pembaca pada umumnya dalam memahami
penyakit gizi buruk.

Pati, Maret 2017

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL............................................................................................. 4
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ 5
1. PENDAHULUAN..................................................................................... 6
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 6
1.2 Tujuan...................................................................................................... 7
REKAM MEDIS KASUS............................................................................... 8
ANALISIS KASUS......................................................................................... 18
2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 21
2.1 Definisi..................................................................................................... 21
2.2 Klasifikasi................................................................................................ 21
2.3 Epidemiologi............................................................................................ 25
2.4 Etiologi..................................................................................................... 26
2.5 Patogenesis............................................................................................... 31
2.6 Manifestasi Klinis.................................................................................... 32
2.6.1 Marasmus................................................................................................. 33
2.6.2 Kwashiorkor............................................................................................. 34
2.6.3 Marasmus-Kwashiorkor........................................................................... 36
2.7 Diagnosis.................................................................................................. 38
2.8 Penatalaksanaan....................................................................................... 40
2.8.1 Tatalaksana Gizi Buruk............................................................................ 40
2.8.2 Pengobatan Penyakit Penyerta................................................................. 49
2.8.3 Kegagalan Pengobatan............................................................................. 51
2.8.4 Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas........................ 51
2.8.5 Tindakan Kegawatan................................................................................ 52
2.9 Pencegahan.............................................................................................. 53
2.10..............................................................................................Komplikasi
..............................................................................................................54
2.11.................................................................................................Prognosis
..............................................................................................................55
3. KESIMPULAN......................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 58
LAMPIRAN..................................................................................................... 59

DAFTAR TABEL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 3
Tabel 1. Klasifikasi KEP berdasarkan baku median WHO-NHCHS...... 22
Tabel 2. Klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan RI............... 22
Tabel 3. Klasifikasi KEP menurut Gomez.............................................. 22
Tabel 4. Klasifikasi KEP menurut McLaren........................................... 23
Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Wellcome Trust Party....................... 24
Tabel 6. Klasifikasi KEP menurut Waterlow.......................................... 25
Tabel 7. Klasifikasi KEP menurut Jelliffe.............................................. 25
Tabel 8. Manifestasi klinis pada Marasmus-Kwashiorkor...................... 37

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Hirarki penyebab KEP................................................... 27


Gambar 2. Etiologi Gizi Buruk Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor... 30
Gambar 3. Kelainan Kulit pada Kwashiorkor............................................. 35
Gambar 4. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor.................................... 38
Gambar 5. Tatalaksana Malnutrisi Akut Berat............................................ 40
Gambar 6. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk.................... 41

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usia balita merupakan periode pertumbuhan perkembangan yang sangat pesat.


Oleh karena itu kelompok usia balita perlu mendapat perhatian karena rawan
mengalami kekurangan gizi atau malnutrisi. Malnutrisi adalah suatu keadaan
defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang
dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh. Secara umum malnutrisi terbagi
atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan
defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmuskwashiorkor.1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 5
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Gizi buruk masih merupakan masalah
kesehatan utama di banyak negara di dunia, terutama di negara-negara yang
sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di
seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita gizi buruk
pada tahun 20002002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara berkembang.
Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita).1,2

Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), pada tahun 2003 terdapat


sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi
kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Pada tahun 2005 telah terjadi
peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi
terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Data
Susenas (Survei Ekonomi dan Sosial Nasional) tahun 2005 memperlihatkan
prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%.1 Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun 2005, dari 343
kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak 169 kabupaten/kota
tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya prevalensi
tinggi.3

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor


tersebut saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu
anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak
menderita penyakit infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk
yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang
memadai, dan sanitasi / kesehatan lingkungan kurang baik, serta akses pelayanan
kesehatan terbatas. Akar masalah tersebut berkaitan erat dengan rendahnya tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan keluarga.4

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala


klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya disertai dengan
penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 6
tuberkulosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan
bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare,
19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan 32% penyebab lainnya.5

1.2 Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai penyakit


gizi buruk, cara menegakkan diagnosisnya, penatalaksanaan dan pencegahannya
serta untuk memberi pengetahuan kepada penulis.

REKAM MEDIS KASUS

1. IDENTITAS PASIEN :
Nama lengkap : An. MNW
Tempat/Tanggal lahir : Pati, 23 Juni 2012
Alamat : Desa Mencon 4/1, Pucakwangi
Suku Bangsa : Jawa
Umur : 4 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : PAUD
Agama : Islam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 7
2. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu dan ayah pasien di poli tumbuh kembang
RSUD RAA Soewondo Pati dan RM No. 144389.
Tanggal : 21 Januari 2017 Jam : 08.30 WIB
Tanggal : 08 Maret 2017 Jam : 09.30 WIB
Keluhan Utama :
Berat badan berada di bawah garis merah
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Tanggal 23 Juni 2012 pasien lahir dari ibu berusia 22 tahun G1P0A0
dengan usia kehamilan cukup bulan, selama kehamilan ibu rutin tiap
bulan memeriksakan kehamilan ke bidan dan dokter, riwayat
mengkonsumsi obat dan minuman beralkohol disangkal, riwayat sakit
selama hamil disangkal.
- Ketuban pecah dini (+) selama 24 jam, warna jernih, bau khas.
Berdasarkan hasil USG selama kehamilan, jumlah cairan ketuban normal,
letak plasenta normal.
- Lahir bayi perempuan secara spontan ditolong oleh bidan di puskesmas
dengan berat badan lahir 2.500 gram dan langsung menangis.
- Pada saat pasien berusia 3 hari, pasien sempat mengalami kuning yang
kemudian hilang sendiri setelah kurang lebih 5 hari.
- Pasien merupakan rujukan dari puskesmas dengan diagnosa berat badan
berada di bawah garis merah.
- Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya terlihat sangat kurus dan memiliki
berat badan di bawah garis merah sejak berusia 21 bulan. Semenjak
pasien berusia 4 tahun berat badannya terus menetap di 10 kg dan tidak
pernah naik sampai sekarang. Ibu pasien rutin membawa pasien untuk
melakukan penimbangan setiap bulannya di puskesmas.
- Keluhan batuk, pilek, demam, mual dan muntah saat ini disangkal.
- Selain itu, ibu mengatakan bahwa sejak kecil pasien seringkali mengalami
sakit, dalam setahun pasien dapat menderita sakit sekitar 6-8x. Sakit yang
diderita bermacam-macam, seperti batuk pilek berulang, radang
tenggorokan berulang dan diare. Karena sakitnya pasien juga pernah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 8
dirawat di rumah sakit sebanyak 1x selama 4 hari, saat itu pasien
mengalami demam yang terus menerus selama 1 minggu, dan dokter
mengatakan pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas.
- Menurut ibu pasien, sejak 1 tahun belakangan ini pasien semakin susah
makan. Biasanya pasien makan 3x sehari dan dapat menghabiskan
makanannya, namun saat ini pasien seringkali tidak mau menghabiskan
makanannya.
- Riwayat asupan makan saat ini, dalam sehari pasien makan 3x sehari,
setiap kali makan dengan 1 porsi nasi (1 centong) dengan lauk pauk,
tetapi seringkali makanan tidak dihabiskan. Lauk pauk pendamping nasi
beragam dari sayuran, ikan laut, udang, tempe dll. Selain itu dalam sehari
pasien juga minum susu 2x sehari. Menurut ibunya, pasien tidak mau
makan jika dengan lauk ayam atau daging. Pasien juga tidak suka makan
roti, kue, biskuit dan buah-buahan. Dalam sehari pasien dapat minum
sebanyak 1-2 botol air mineral ukuran tanggung (600-1.200 mL/hari).
- Ibu pasien mengatakan untuk perkembangan pasien sehari-hari tidak
terdapat masalah.
- Riwayat buang air besar tidak ada masalah, 1x sehari, warna kuning, BAB
cair (-).
- Riwayat buang air kecil tidak ada masalah, 4-6x sehari, warna kuning,
tidak ada nyeri saat buang air kecil.
- Pada saat pertama kali ke poli tumbuh kembang RSUD RAA Soewondo
Pati dokter menyarankan untuk melakukan foto rontgent dada dan tes
Mantoux namun hasilnya negatif untuk flek paru.
- Setelah itu pasien rutin kontrol ke poli tumbuh kembang, saat kontrol
tanggal 08 Maret 2017 berat badan pasien mengalami kenaikan menjadi
10,8 kg.
- Ayah pasien bekerja sebagai guru SD sedangkan ibu pasien merupakan
ibu rumah tangga yang memiliki pekerjaan sampingan menjahit. Menurut
keluarga pasien keperluan dan kebutuhan rumah tangga untuk sehari-
harinya tercukupi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 9
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat asma (-)
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat sakit campak (-)
- Riwayat flek paru / TBC (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat asma (-)
- Riwayat flek paru / TBC (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan (-)

Riwayat Perinatal :
- Selama kehamilan ibu pasien rutin kontrol di bidan atau dokter 1-2x
/bulan, diperiksa dengan USG 2x dan tidak ada masalah, selama
kehamilan tidak pernah mengalami sakit.
- Pasien merupakan anak tunggal, lahir spontan, cukup bulan, jenis kelamin
perempuan, dibantu oleh bidan di puskesmas, BBL 2.500 gram, PBL 47
cm, langsung menangis.
Riwayat Imunisasi :
- Hep. B : minggu pertama.
- BCG : 1 bulan, scar (+) di deltoid kanan.
- DPT, Hep. B : 2, 3, 4 bulan.
- Polio : 1, 2, 3, 4 bulan.
- Campak : 9 bulan.
- Sertifikat imunisasi dasar (+).
Kesan : imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Pertumbuhan :
BB = 10 kg LK = 47 cm LLA = 11,5 cm
TB = 93 cm IMT = 11,56 kg/m2
Kurva WHO :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 10
- BB/U : < -3 SD (-3,99 SD)
- TB/U : < -3 SD (-3,01 SD)
- BB/TB : < -3 SD (-3,42 SD)
- IMT/U : < -3 SD (-3,13 SD)
- LLA/U : < -3 SD (-4,03 SD)
- LK/U : -1,89 SD
Kesan : Status gizi buruk dengan perawakan pendek.

Riwayat Perkembangan :
Motorik kasar : dapat berlari, lompat dan berdiri dengan satu kaki.
Motorik halus : dapat menggambar pemandangan dan rumah.
Bahasa : dapat berhitung sampai 10 dan mengenal lawan kata.
Personal sosial: dapat menyebutkan nama teman-temannya dan bermain
ular tangga.
Denver II : perkembangan normal.
KPSP : perkembangan sesuai dengan usia.

Riwayat Asupan Nutrisi :


- ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian ASI dilanjutkan sampai usia 2
tahun. MP-ASI dimulai sejak usia 6 bulan, susu formula tidak diberikan
sampai usia 6 bulan.
- Saat ini pasien makan 3x/hari namun seringkali tidak habis, dengan menu:
nasi (1 centong) dengan lauk beragam dari sayuran, ikan laut, udang,
tempe dll. Pasien tidak menyukai lauk ayam atau daging. Pasien juga
tidak suka makan roti, kue, biskuit dan buah-buahan.
- Selain itu dalam sehari pasien juga minum susu 2x sehari. Menurut
ibunya, Dalam sehari pasien dapat minum sebanyak 1-2 botol air mineral
ukuran tanggung (600-1.200 mL/hari).
- Kesan :
o Kualitas dan kuantitas : kurang baik

3. PEMERIKSAAN FISIK

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 11
Dilakukan di poli tumbuh kembang RSUD RAA Soewondo Pati.
Tanggal : 21 Januari 2017 Jam : 08.45 WIB
Tanggal : 08 Maret 2017 Jam : 09.40 WIB

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik, aktif, tampak kurus.
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)

Tanda Vital :
Tekanan darah : 80/50 mmHg
Frekuensi nadi : 108 x/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi napas : 24 x/menit, reguler
Suhu tubuh : 36,5C
Data Antropometri : BB = 10 kg TB = 93 cm
LK = 47 cm LILA = 11,5 cm
IMT = 11,56 kg/m2

Pemeriksaan Sistem
Kepala : mesosefal, wajah simetris, wajah tampak tua (-), rambut hitam
kusam dengan distribusi merata, tidak mudah lepas.
Mata : bentuk dan letak mata normal, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung +/+, pupil bulat isokor, konjungtiva anemis +/+, sklera
ikterik -/-.
Telinga : bentuk & ukuran normal, sekret (-), nyeri tekan & nyeri tarik (-).
Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-).
Mulut : mukosa merah muda, bibir kering (-), faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1.
Leher : letak trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembersaran KGB (-).

Thoraks :
Pulmo :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 12
Inspeksi : dada simetris, pergerakan dada kanan & kiri simetris saat
statis & dinamis, retraksi (-), iga terlihat jelas.
Palpasi : stem fremitus kanan & kiri sama kuat, nyeri tekan (-).
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas dasar vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung :
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak di MCL sinistra ICS V.
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di MCL sinistra ICS V.
Perkusi : batas jantung normal.
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen :
Inspeksi : tampak datar, hernia umbilikalis (-), jaringan parut (-),
buncit (-).
Auskultasi : bising usus (+) normal, 10x/menit.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-).


Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, fluid wave (-),
shifting dullness (-).

Ekstremitas : akral dingin (-), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik,
muscle wasting (-).
Kulit : turgor kulit baik, kulit kering (-), sianosis (-) ikterik (-),
crazy pavement dermatosis (-).
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Anus dan genitalia : tidak ada kelainan.

Pemeriksaan Neurologis
Rangsang meningeal (-).
Refleks fisiologis : biceps +/+
patella +/+

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 13
Refleks patologis : babinski -/-
chaddock -/-
Normotonus pada kedua tangan dan tungkai.
Eutrofi pada kedua tangan dan tungkai.
Kekuatan otot pada kedua tangan dan tungkai (5).

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 21 Januari 2017 : Foto rongent thoraks.
- Kesan = Gambaran bronkitis.
Tanggal 07 Februari 2017 : Test Mantoux.
- Hasil = Negatif (-).

5. RESUME
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 4 tahun 6 bulan rujukan
dari puskesmas dengan diagnosa berat badan berada di bawah garis merah. Ibu
pasien mengatakan anaknya terlihat sangat kurus dan memiliki berat badan di
bawah garis merah sejak berusia 21 bulan. Sejak pasien usia 4 tahun berat
badannya terus menetap di 10 kg dan tidak pernah naik sampai sekarang. Ibu
pasien rutin membawa pasien untuk melakukan penimbangan setiap bulan di
puskesmas. Keluhan batuk, pilek, demam, mual dan muntah saat ini disangkal.
Sejak kecil pasien sering mengalami sakit seperti batuk pilek berulang, radang
tenggorokan berulang dan diare, dalam setahun sekitar 6-8x.
Sejak 1 tahun belakangan ini pasien semakin susah makan. Biasanya
pasien makan 3x sehari dan dapat menghabiskan makanannya, namun saat ini
pasien seringkali tidak mau menghabiskan makanannya. Dalam sehari pasien juga
minum susu 2x sehari. Pasien tidak mau makan jika dengan lauk ayam atau
daging. Pasien juga tidak suka makan roti, kue, biskuit dan buah-buahan.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan rambut hitam kusam, konjungtiva
anemis +/+, dan iga terlihat jelas. Hasil pemeriksaan penunjang foto rontgent dada
terdapat gambaran bronkitis dan tes Mantoux hasilnya negatif.
Pertumbuhan : BB = 10 kg; TB = 93 cm; LILA = 11,5 cm; IMT = 11,56 kg/m2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 14
6. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA
Diagnosa Kerja :
- Status gizi buruk (marasmus) tanpa komplikasi.
- Perawakan pendek.

7. PENGKAJIAN
Clinical Reasoning :
- Ibu pasien mengatakan anaknya terlihat sangat kurus dan memiliki berat
badan di bawah garis merah sejak berusia 21 bulan.
- Sejak usia 4 tahun berat badannya terus menetap di 10 kg.
- Sering mengalami sakit seperti batuk pilek berulang, radang tenggorokan
berulang dan diare, dalam setahun sekitar 6-8x.
- Sejak 1 tahun belakangan semakin susah makan, makan 3x sehari tidak
dihabiskan.
- Hasil pemeriksaan fisik : rambut hitam kusam, konjungtiva anemis +/+,
dan iga terlihat jelas.
- Hasil pemeriksaan penunjang foto rontgent dada terdapat gambaran
bronkitis.
- Pertumbuhan :
o BB/U : < -3 SD (-3,99 SD) BB sangat kurang
o BB/TB: < -3 SD (-3,42 SD) gizi buruk
o IMT/U: < -3 SD (-3,13 SD) gizi buruk
o LLA/U: < -3 SD (-4,03 SD) gizi buruk
o TB/U : < -3 SD (-3,01 SD) perawakan pendek

Diagnosa Banding :
- Status gizi buruk (kwashiorkor).
- Status gizi buruk (marasmus-kwashiorkor).
- Status gizi kurang.

Rencana Diagnostik :
- Darah tepi lengkap
- Elektrolit serum

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 15
Rencana Terapi Farmakologis :
- Multivitamin syr 1 x 1 cth
- Suplemementasi besi syr 1 x 1/2 cth

Rencana Terapi Non-farmakologis :


- Pengaturan diet tinggi kalori tinggi protein (sehari 3x makanan utama
dengan 2x makanan selingan).
Kebutuhan energi = 150-220 kkal/kgBB/hari
Kebutuhan protein = 4-6 g/kgBB/hari

Rencana Evaluasi :
- Pemantauan pertumbuhan (berat badan dan tinggi badan) pasien setiap 1-
2 minggu sekali.
- Pemantauan perkembangan pasien.
- Pemantauan tanda-tanda awal penyakit penyerta dan perburukan yang
dapat terjadi pada anak gizi buruk.

Edukasi :
- Edukasi tentang penyakit gizi buruk, faktor penyebab dan komplikasi
yang dapat terjadi bila tidak ditangani dengan tepat.
- Motivasi orang tua untuk rutin kontrol perkembangan dan pertumbuhan
pasien.
- Memberitahu orang tua pasien tentang pentingnya gizi dalam
pertumbuhan dan kecerdasan anak.
- Motivasi orang tua untuk mengatur pola makan anak
- Beri asupan nutrisi yang bergizi, tambahkan minyak sayur pada makanan,
atau memberikan makanan yang bersantan. Susu dianjurkan yang tinggi
kalsium untuk membantu pertumbuhan.
- Edukasi untuk menjaga kebersihan diri pasien, serta kebersihan makanan
dan lingkungan sekitar.
- Motivasi untuk tetap melengkapi imunisasi pasien.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 16
8. PROGNOSIS
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 17
ANALISIS KASUS

TEORI KASUS
Definisi
Status gizi yang didasarkan pada indeks BB/TB < -3SD menurut kurva
berat badan menurut tinggi badan WHO.
(BB/TB) < -3SD dan atau ditemukan
tanda-tanda klinis marasmus,
kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Epidemiologi
Gizi buruk paling sering dialami oleh Pasien berusia 4 tahun 6 bulan.
balita dan perempuan (ibu hamil).
Faktor risiko & Etiologi
Penyebab langsung : kurangnya Penyebab langsung : kurang
asupan makanan, penyakit infeksi. asupan makanan (pasien sulit
Penyebab tidak langsung : makan).
penelantaran anak , kurangnya
fasilitan pelayanan kesehatan,
keadaan lingkungan.
Masalah di masyarakat : kemiskinan,
kurang pendidikan.
Akar masalah : krisis ekonomi sosial.
Pemeriksaan fisik
Marasmus : Marasmus :
- Perubahan mental. - Terlihat kurus (+).
- Wajah tampak tua, terlihat kurus. - Rambut kusam (+).
- Kulit kering, dingin dan kendur. - Tulang iga terlihat jelas (+).
- Rambut kering, kusam, tipis dan - Sering diare (+).
mudah rontok. - Sering mengalami sakit (+).
- Lemak subkutan menghilang,
turgor kulit berkurang.
- Otot atrofi sehingga tulang terlihat
jelas.
- Sering diare atau konstipasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 18
- Sering mengalami sakit.
- Kadang terdapat bradikardi.
- Tekanan darah lebih rendah.
- Frekuensi pernafasan menurun.
Kwashiorkor :
- Perubahan mental sampai apatis.
- Sering dijumpai Edema.
- Atrofi otot.
- Gangguan sistem gastrointestinal.
- Perubahan rambut dan kulit.
- Pembesaran hati
- Anemia.
Marasmus-kwashiorkor : gejala
campuran dari keduanya, berat badan
< 60% dari normal dan
memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor.
Pemeriksaan penunjang
Anemia. Test mantoux : negatif.
Untuk melihat penyebab : infeksi Rontgent dada : bronkitis.
kronis (TB, cacingan). Pemeriksaan lain belum
Untuk melihat komplikasi : kadar dilakukan.
gula, elektrolit, dll.
Tata Laksana
Terapi pada gizi buruk tanpa Rawat jalan (+).
komplikasi : Pemberian multivitamin dan
- Rawat jalan. suplementasi besi (+).
- Suplemen makanan dan pengaturan
Monitoring setiap 1-2 minggu.
diet.
- Monitoring setiap minggu.
Terapi pada gizi buruk dengan
komplikasi : 10 langkah protocol
WHO .
Prognosis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 19
Prognosis sebenarnya buruk karena Ad vitam: Dubia ad bonam.
banyak menyebabkan kematian dari Ad sanactionam: Dubia ad

penderitanya akibat infeksi yang bonam.


Ad fungsionam: Dubia ad
menyertai. Tetapi prognosisnya dapat
bonam.
dikatakan baik apabila malnutrisi tipe
marasmus ditangani secara cepat dan
tepat.
Perawakan Pendek
Tinggi badan yang berada di bawah TB/U pasien berada di bawah 3
persentil 3 atau -2 SD pada kurva SD.
pertumbuhan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Menurut Depkes RI (2008) gizi buruk

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 20
adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) < -3SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor
dan marasmus-kwashiorkor. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni
gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi
buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditunjukkan
dengan membusungnya bagian perut (busung lapar). Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun.3

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Gizi baik adalah apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan
umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia. Jika pertambahan berat
badan sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila
jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah
satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut.3

2.2. Klasifikasi
Keadaan gizi buruk terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmus
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis
dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. Marasmus adalah keadaan gizi buruk
yang ditandai dengan tampak sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah
seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang
ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung kaki, wajah
membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu dan
rambut tipis/kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk
dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.1

Selain itu KEP (Kurang Energi dan Protein) dapat diklasifikasikan menurut
derajat beratnya KEP seperti berikut:
a. Klasifikasi Derajat Berat KEP Berdasarkan Baku Median WHO-NCHS.3

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 21
Klasifikasi KEP BB/U BB/TB
Ringan 70-80% 80-90%
Sedang 60-70% 70-80%
Berat <60% <70%

Tabel 1. Klasifikasi KEP berdasarkan baku median WHO-NHCHS.3

b. Klasifikasi Menurut Departemen Kesehatan RI


Klasifikasi malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB), tinggi badan
(TB), dan umur menurut Depkes RI adalah sebagai berikut:3

BB/TB TB/U
(berat menurut tinggi) (tinggi menurut umur)
Mild 80 90 % 90 94%
Moderate 70 79 % 85 89 %
Severe < 70 % <85 %

Tabel 2. Klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan RI.3

c. Klasifikasi Menurut Gomez (1956)


Klasifikasi ini berdasarkan berat badan individu dibandingkan dengan
berat badan yang diharapkan pada anak sehat seumur.3

Derajat KEP Berat badan % dari baku*


0 (normal) 90%
1 (ringan) 89-75%
2 (sedang) 74-60%
3 (berat) <60%

Tabel 3. Klasifikasi KEP menurut Gomez.3


d. Klasifikasi Menurut McLaren (1967)
McLaren mengklasifikasikan KEP berat dalam 3 kelompok menurut
tipenya. Gejala klinis edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan
pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin
atau total protein serum.3

Gejala klinis / laboratoris Angka

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 22
Edema 3
Dermatosis 2
Edema disertai dermatosis 6
Perubahan pada rambut 1
Hepatomegali 1
Albumin serum atau protein total serum/g %
<1,00 <3,25 7
1,00-1,49 3,25-3,99 6
1,50-1,99 4,00-4,74 5
2,00-2,49 4,75-5,49 4
2,50-2,99 5,50-6,24 3
3,00-3,49 6,25-6,99 2
3,50-3,99 7,00-7,74 1
>4,00 >7,75 0
Tabel 4. Klasifikasi KEP menurut McLaren.3

Penentuan tipe berdasarkan jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap


penderita:
0-3 angka = marasmus
4-8 angka = marasmic-kwashiorkor
9-15 angka = kwashiorkor
Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan
dengan cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang
dokter dengan bantuan laboratorium.

e. Klasifikasi Menurut Wellcome Trust Party (1970)


Cara klasifikasi ini dapat dipraktekkan dengan mudah, namun jika cara ini
diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan mendapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 23
pengobatan diet, maka dapat dibuat diagnosis yang salah. Seperti pada
penderita kwashiorkor (edema, berat >60%, gejala klinis khas kwashiorkor
yang lain) yang sudah dirawat selama satu minggu, edema pada tubuh pasien
sudah tidak terlihat lagi dan berat badan bisa turun sampai 60%, dengan gejala
yang seperti itu akan didiagnosis sebagai penderita marasmus.3

Berat badan % Edema


dari baku Tidak ada Ada
>60% Gizi kurang Kwashiorkor
<60% Marasmus Marasmik-Kwashiorkor

Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Wellcome Trust Party.3

f. Klasifikasi Menurut Waterlow (1973)


Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan
menahun. Waterlow berpendapat bahwa defisit berat terhadap tinggi badan
mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting
(kurus kering). Sedangkan defisit tinggi badan menurut umur merupakan
akibat kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju
tinggi badan akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek (stunting)
untuk seusianya.3

Gangguan Derajat Stunting (BB/U) Wasting(BB/TB)


0 >95% >90%
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 <85% <70%

Tabel 6. Klasifikasi KEP menurut Waterlow.3

g. Klasifikasi menurut Jelliffe


Jelliffe mengklasifikasikan malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB)
menurut umur (U) sebagai berikut:3

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 24
Kategori BB/U (% baku)
KEP I 90 80
KEP II 80 70
KEP III 70 60
KEP IV <60

Tabel 7. Klasifikasi KEP menurut Jelliffe.3

2.3. Epidemiologi
Pada tahun 2000 2002 di seluruh dunia diperkirakan terdapat 825 juta orang
yang menderita gizi buruk, dengan 815 juta orang yang hidup di negara
berkembang. Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005
diperkirakan sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang (berat badan menurut
umur), 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi
buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi buruk tingkat berat yang disebut
marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor, yang memerlukan perawatan
kesehatan yang intensif di Puskesmas dan Rumah Sakit. Masalah gizi kurang dan
gizi buruk terjadi hampir di semua kabupaten dan kota.1,2

Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar


27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang,
dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%).4,5 Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah
balita yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari
6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun
1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian makanan tambahan dalam
jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-
pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan
angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1% pada tahun 1999, dan
6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali 7% dan
pada tahun 2003 menjadi 8,15%.3

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 25
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen
Kesehatan-Unicef tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi
buruk sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257
kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap
masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama
ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya diderita anak balita, tetapi semua
kelompok umur. Perempuan adalah yang paling rentan, disamping anak-anak.
Sekitar 4 juta ibu hamil, setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya
kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir
350.000 bayi lahir dengan kekurangan berat badan (berat badan rendah).3

2.4. Etiologi
Penyebab KEP menurut bagan sederhana yang disebut sebagai model
hirarki akan terjadi setelah melalui lima level seperti yang tertera sebagai
berikut:6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 26
Gambar 1. Model Hirarki penyebab KEP.6

UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro (Bagan 2)


sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam
kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:6

1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang,
tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering
menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula
pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya
akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 27
Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang
terutama dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung
cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita
kwashiorkor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi esensialnya
seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Pola makan
yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai dengan usia akan
menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak usia tertentu sudah
diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk usianya,
sebaliknya anak telah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan
yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi pada usianya. Selain itu mitos atau
kepercayaan di masyarakat atau keluarga dalam pemberian makanan seperti
berpantang makanan tertentu akan memberikan andil terjadinya gizi buruk
pada anak.7

Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan


makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang
erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara tertinggal
maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan
kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan adanya penyakit infeksi
kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan antara
infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling
terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan
anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya memberikan dampak buruk
pada sistem pertahanan tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi baru
pada anak.7

2. Penyebab tidak langsung6


Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga
diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 28
anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan
sosial.
Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan
kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga
yang membutuhkan.

Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan


dan keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola
pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan
kesehatan.

3. Pokok masalah di masyarakat


Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber
daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak
langsung.6
4. Akar Masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya
pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi,
politik dan keresahan sosial yang ada di Indonesia. Keadaan tersebut telah
memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan
pangan keluarga yang tidak memadai.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 29
Gambar 2. Etiologi Gizi Buruk.6

Hasil penelitian Erledis Simanjuntak menunjukkan bahwa banyak faktor


resiko terjadinya KEP pada balita diantaranya : penyakit infeksi, jenis kelamin,
umur, berat badan lahir rendah, tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi tidak
lengkap, nomor urut anak, pekerjaan ayah dengan tingkat sosial ekonomi yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 30
rendah, ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, jumlah anggota
keluarga yang besar dan lain- lain.8

Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor
penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu lekatnya tradisi dan
kebiasaan yang mengakar di masyarakat khususnya dibidang makanan, cara
pengolahan makanan, dan cara penyajian serta menu masyarakat kita dengan
segala tabu-tabunya. Salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) diantaranya
karena faktor ekonomi yaitu daya beli yang rendah dari para keluarga yang kurang
mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat antara pendapatan keluarga dan
status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor
terjadinya kurang gizi pada balita, karena masih banyak orang yang beranggapan
bahwa bila anaknya sudah kenyang berarti kebutuhan mereka terhadap gizi sudah
terpenuhi.9

2.5. Patogenesis
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Apabila terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, jika kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD
(-2SD s/d -3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut / decompensated
malnutrition). Pada kondisi ini peranan radikal bebas dan anti oksidan penting.
Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan
terjadi marasmik-kwashiorkor. Apabila kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisi
kronik / compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi :
gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan
hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, serta penurunan berbagai sintesis
enzim.10
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor. Penyebabnya adalah makanan sehari-hari

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 31
tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang
normal. Pada penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah
60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit dan kelainan biokimiawi. Pada KEP terdapat
perubahan nyata dari komposisi tubuh, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak,
mineral, dan protein, terutama protein otot.11,12
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan
akan semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis
glukosa dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino.11,12
Kurangnya kalori dalam diet akan meningkatkan kadar kortisol dan
menurunkan kadar insulin. Hal ini akan menyebabkan atrofi otot dan
menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya, kelainan ini merupakan
proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh memerlukan energi
yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi
maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga
untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan
sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.11,12

2.6. Manifestasi Klinis


Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian
besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali
ditemukan suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu
saja. Sering kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang
ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi
berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia
satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada
usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 32
marasmus juga didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu tahun
(toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan
anak tersebutnya.11

2.6.1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Secara garis
besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:3
- Pemasukan kalori yang tidak cukup.
- Kebiasaan makan yang tidak tepat.
- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, hiperkalsemi
idiopatik, galaktosemia, intoleransi laktosa.
- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan,
penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia,
stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.

Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seperti


orang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian
besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong baggy pant, perut cekung,
wajah bulat sembab. Perubahan mental yang terjadi adalah anak mudah menangis,
walapun setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar. Kesadaran
yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat. Kelainan
pada kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin dan mengendor dikarenakan
kehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-ototnya. Kelainan pada rambut
kepala walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya
tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok.3
Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang. Otot-otot
mengalami atrofi sehingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. Pada saluran
pencernaan, penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi.
Tidak jarang terdapat bradikardi dan pada umumnya tekanan darah penderita lebih
rendah dibandingkan dengan anak sehat pada usia yang sesuai. Terdapat pula
frekuensi pernafasan yang berkurang dan ditemukan kadar hemoglobin yang
sedikit rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi yang umumnya kronis
berulang akibat defisiensi imunologik.3

2.6.2. Kwashiorkor

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 33
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain:3
1. Pola makan, protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori
yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang
memadai.
2. Faktor sosial, negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan
sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi, kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain.

Gejala klinis kwashiorkor yaitu penampilannya seperti anak yang gemuk


(sugar baby) apabila dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya terlihat adanya
atrofi. Perubahan mental sangat mencolok. Pada umumnya anak banyak menangis
dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis. Perbaikan kelainan mental tersebut
menandakan suksesnya pengobatan. Edema baik yang ringan maupun berat
ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor. Walaupun jarang, asites
dapat mengiringi edema. Atrofi otot selalu ada sehingga penderita tampak lemah
dan berbaring terus-menerus.3
Gejala saluran pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia yang
berat anak menolak segala macam makanan, sehingga terkadang makanan hanya
dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar
penderita, dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat karena
berkurangnya produksi laktase dan enzim disaharidase lain. Adakalanya diare juga
disebabkan oleh infeksi cacing dan parasit lain.3

Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai tekstur maupun warnanya.


Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah rambut yang mudah dicabut. Pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 34
kering, halus, jarang dan berubah warnanya. Warna rambut yang hitam menjadi
merah, coklat kelabu, maupun putih. Perubahan pada tersebut sering disebut juga
rambut jagung. Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi
tidak demikian dengan rambut mata yang justru memanjang.3
Perubahan kulit pada penyakit kwashiorkor disebut crazy pavement
dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas. Kelainan kulit tersebut dimulai
dengan titik-titik merah menyerupai petekie, menyatu menjadi bercak yang lambat
laun menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian-bagian
yang merah dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang
sering basah dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang terus-menerus
mendapat tekanan merupakan predileksi crazy pavement dermatosis, seperti di
punggung, pantat, sekitar vulva dan sebagainya. Perubahan kulit lain juga dapat
ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang mendalam, luka yang
mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang pada kasus yang sangat
lanjut ditemui petekie tanpa trombositopenia.3

Gambar 3. Kelainan Kulit pada Kwashiorkor.11

Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-


kadang batas hati dapat mencapai setinggi pusar. Hepatomegali dengan mudah
dapat diraba dan terasa kenyal dengan permukaan yang licin dan pinggir yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 35
tajam. Sediaan hati jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan, bahwa banyak
sel hati yang terisi dengan lemak. Adakalanya terlihat juga adanya fibrinosis dan
nekrosis hati.3
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Jika
kwashiorkor disertai oleh penyakit lain, terutama ankylostomiasis, maka dapat
dijumpai anemia yang berat. Jenis anemia pada kwashiorkor bermacam-macam,
seperti normositik normokrom, mikrositik hipokrom, makrositik hiperkrom dan
sebagainya. Perbedaan macam anemia pada kwashiorkor dapat dijelaskan oleh
kekurangan berbagai faktor yang mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi,
asam folat, vitamin B12, vitamin C, tembaga, insufisiensi hormon dan sebagainya.
Macam anemiayang terjadi menunjukkan faktor mana yang lebih dominan. Pada
pemeriksaan sumsum tulang sering ditemukan berkurangnya sel sistem
eritropoetik. Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang demikian disebabkan
terutama oleh kekurangan protein dan infeksi menahun.3

2.6.3. Marasmus- Kwashiorkor


Penyebab marasmiskwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu
malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak
adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan
yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein
maupun energi dari tubuh.3
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-
tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan
kelainan biokimiawi terlihat pula.3
Tabel 7. Manifestasi klinis pada Marasmus-Kwashiorkor.3

Marasmus Kwshiorkor
Pertumbuhan berkurang atau berhenti Perubah
Terlihat sangat kurus an mental sampai
Penampilan wajah seperti orangtua
Perubahan mental apatis
Cengeng Anemia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 36
Kulit kering, dingin, mengendor, keriput Perubah
Lemak subkutan menghilang hingga an warna dan
turgor kulit berkurang tekstur rambut,
Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat
mudah dicabut /
jelas
Vena superfisialis tampak jelas rontok
Ubun ubun besar cekung Ganggu
tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol an sistem
mata tampak besar dan dalam gastrointestinal
Kadang terdapat bradikardi Pembes
Tekanan darah lebih rendah dibandingkan
aran hati
anak sebaya Perubah
an kulit
Atrofi
otot
Edema
simetris pada kedua
punggung kaki,
dapat sampai
seluruh tubuh.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 37
Gambar 4. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor.13

2.7. Diagnosis
Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.13,14
1. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang,
serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik. Manifestasi yang
umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pula
satu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya.
2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb
memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal hepar,
kadar albumin serum sedikit menurun.Kadar elektrolit seperti Kalium dan
Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat rendah, sedangkan kadar
Natrium, Zinc, dan Cuprum bisa normal atau menurun. Kadar glukosa darah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 38
umumnya rendah, asam lemak bebas normal atau meninggi, nilai -lipoprotein
dapat rendah ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah. Kadar asam amino
esensial plasma menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi
hormon pertumbuhan dapar normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati
hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai kasus dengan
perlemakan yang berat. Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak
pertumbuhan tulang yang terlambat dan terdapat osteoporosis ringan.
3. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi
badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipaan kulit. Diagnosis
ditegakkan dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan seperti
BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U
(lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi
badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan
antropometrik dapat diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi
menurut Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan
Depkes RI.

Kriteria diagnosis gizi buruk :15


Terlihat sangat kurus.
Edema nutrisional, simetris.
BB/TB < -3 SD (marasmus).
Jika terdapat edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh :
- BB/TB > -3 SD : kwashiorkor.
- BB/TB < -3 SD : marasmus-kwashiorkor.
Lingkar lengan atas 11,5 cm.

2.8. Penatalaksanaan
2.8.1. Tatalaksana Gizi Buruk
WHO membagi malnutrisi menjadi 2 kategori yaitu: severe acute malnutrition
(MAB) dan moderate acute malnutrition. Tatalaksana penderita MAB dibagi 2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 39
yaitu MAB dengan komplikasi yang harus dirawat inap di RS atau Puskesmas,
dan MAB tanpa komplikasi yang tidak perlu dirawat inap. MAB tanpa komplikasi
tetap di rumah masing-masing dan seminggu sekali dilakukan pemantauan status
nutrisi dan kesehatannya serta mendapat makanan khusus. Tatalaksana MAB
dengan rawat jalan ini disebut dengan Outpatient Therapeutic Program (OTP)
yang bertujuan untuk mengurangi dampak rawat inap bagi penderita maupun
keluarganya.15

Gambar 5. Tatalaksana Malnutrisi Akut Berat.15


Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang
harus dilalui yaitu fase stabilisasi (hari 1-7), fase transisi (hari 8 14), fase
rehabilitasi (minggu ke 3 6), fase tindak lanjut (minggu ke 7 26). Dimana
tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:15

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 40
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara
berkala (1 minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit
Gambar 6. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk.15,16

Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia3,15,16


Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali sebagai
tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu ketiak
<36C/suhu dubur <36C). Pemberian makanan yang sering penting untuk
mencegah kedua kondisi tersebut.
Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan:
1. 50 ml bolus (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa
10% (1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.
2. Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan bagian dari jatah untuk 2 jam).
3. Berikan antibiotika (lihat langkah 5).
4. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah
6).

Pemantauan:
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan
darah dari ujung jari atau tumit setelah 2 jam.
Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 41
Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml
(bolus) larutan glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap
30 menit sampai stabil.
Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau kesadaran
menurun.

Pencegahan :
Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah
dehidrasi yang ada dikoreksi.
Selalu memberikan makanan sepanjang malam.

Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP
berat/gizi buruk menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan ditatalaksana
seperti tersebut di atas.

Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia3,15,16


Bila suhu ketiak <36C :
Periksalah suhu dubur dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak
tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan
dengan termometer biasa, anggap anak menderita hipotermia.

Bila suhu dubur <36C :


Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala,
letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau
peluk anak di dada ibu, selimuti (metoda kanguru).
Berikan antibiotika (lihat langkah 5).

Pemantauan:
Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila
memakai pemanas ukur setiap 30 menit
Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam
hari
Raba suhu anak
Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 42
Pencegahan:
Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
Sepanjang malam selalu beri makan
Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat
tidur)
Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis
terlalu lama).

Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi3,15,16


Jangan menggunakan jalur intravena / i.v. untuk rehidrasi kecuali pada keadaan
syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-
lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. (Lihat penanganan
kegawatan).

Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium dan
kurang kalium untuk digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai
pengganti, berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal. Tidaklah
mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat/gizi buruk dengan
menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat/gizi
buruk dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi :
Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2
jam secara oral atau lewat pipa nasogastrik.
Selanjutnya beri 510 ml/kg/jam untuk 410 jam berikutnya; jumlah tepat
yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan
banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah.
Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula
khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).
Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak
mulai kencing.

Pemantauan :
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap -1 jam selama 2
jam pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan
memantau: denyut nadi, pernafasan, frekwensi kencing, frekwensi diare /
muntah. Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 43
besar yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa
rehidrasi telah berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini
seringkali tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan
denyut nadi yang cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya
infeksi atau kelebihan cairan.
Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema
dan pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut,
hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.

Pencegahan:
Bila diare encer berlanjut: Teruskan pemberian formula khusus (langkah 6)
Ganti cairan yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)
Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap
kali buang air besar cair
Bila masih mendapat ASI, teruskan.

Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit3,15,16


Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na
plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan
paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.Ketidakseimbangan elektrolit ini
ikut berperan pada terjadinya edema (jangan obati edema dengan pemberian
diuretikum).
Berikan :
Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)
Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan
langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1 liter
formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran 6 untuk cara
pembuatan larutan).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 44
Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi3,15,16
Pada KEP berat / gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak.Karenanya pada semua KEP berat/gizi
buruk beri secara rutin:
Antibiotik spektrum luas
Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi
(tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak
menjadi baik.

Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7
hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat
perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi
sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
1. Bila tanpa komplikasi :Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2
x/hari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg),Atau
2. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:
hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :
Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 2 hari,
dilanjutkan dengan Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam
selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50
mg/kgBB setiap 6 jam secara oral.
Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
3. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan
kloramfenikol 25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
4. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik
yang sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk
malaria positif.
5. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi
pemberian hingga 10 hari.
6. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk
lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah
vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 45
Langkah Ke-6: Mulai Pemberian Makanan3,15,16
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian
makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian
rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal.
Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.
Berikan secara oral/nasogastrik
Energi : 80 100 kal/kgBB/hari
Protein : 1 1.5 g/kgBB/hari
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.
Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian
makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut
di atas: (lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila
anak terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari
untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg
BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan
lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.
Pantau dan catat: jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah, frekuensi
buang air besar dan konsistensi tinja, BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai
naik, tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu
bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik. Bila
diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati,
lihat bab diare persisten.

Langkah Ke-7: Fasilitasi Tumbuh Kejar3,15,16


Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar
tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan
50g/minggu. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan,
biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 46
menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi
bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari
formula khusus awal ke formula khusus lanjutan :4,15
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per
100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga
dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200
ml/kgBB/hari).

Pemantauan pada masa transisi: frekwensi nafas, frekwensi denyut nadi. Bila
terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.Setelah
normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.

Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:


Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
Protein 4-6 gram/kgBB/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

Pemantauan setelah periode transisi : kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan


pertambahan berat badan : timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan,
evaluasi kenaikan BB setiap minggu. Bila kenaikan BB:
Kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh : cek apakah
asupan makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.
Baik ( 50 g/minggu ), lanjutkan pemberian makanan.

Langkah Ke-8: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien3,15,16


Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia
biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu
sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 47
ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari:
Suplementasi multivitamin
Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari
Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000
SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat
suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda / gejala defisiensi
vitamin A, berikan vitamin dosis terapi.

Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional3,15.16


Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan:
Kasih sayang
Lingkungan yang ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari
Aktifitas fisik segera setelah sembuh
Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).

Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah3,15,16


Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat
dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus
tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita dipulangkan.Peragakan kepada
orangtua tentang pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan
nutrien yang padat dan terapi bermain terstruktur.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas
Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran
5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di
posyandu / puskesmas.
Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 48
penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000
SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

2.8.2. Pengobatan Penyakit Penyerta3,16


1. Defisiensi vitamin A3,16
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan14 atau
sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis
diberikan vitamin A dengan dosis:
umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
umur 6 - 12 bulan : 100.000 SI/kali
umur 0 - 5 bulan : 50.000 SI/kali

Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau salep
matatetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata atropin, 1
tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang dibasahi
larutan garam faal.

2. Dermatosis3,16
Dermatosis ditandai adanya: hipo / hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit
mengelupas), lesi ulserasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai
infeksisekunder, antara lain oleh Candida. Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4
(Kpermanganat) 1% selama 10 menit
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3. Parasit / Cacing3,16
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.

4. Diare Berlanjut3,16
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum.
Berikan formula bebas / rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 49
giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin,
lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB
setiap 8 jam selama 7 hari.

5. Tuberkulosis3,16
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin / Mantoux (sering kali
anergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai
pedoman pengobatan TB.

2.8.3. Kegagalan Pengobatan3,16


Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat badan:
1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi
kematian
dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis
yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.
dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan
formula tidak tepat
malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang
memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu cepat.
2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian kenaikan
BB:
Baik : 50 gram/kgBB/minggu
Kurang : <50 gram/kgBB/minggu.
Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara lain:
pemberian makanan tidak adekuat
defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral
infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.
masalah psikologik.

2.8.4. Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas 3,16


Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis sudah
menghilang, BB/U mencapai minimal 70% atau BB/TB mencapai minimal 80%.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 50
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus diberi
makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6
gram/kgBB/hari):
beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling
sedikit 5 kali sehari
beri makanan selingan di antara makanan utama
upayakan makanan selalu dihabiskan
beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit
teruskan ASI.

2.8.5. Tindakan Kegawatan3,16


1. Syok (renjatan)3,16
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan
membaik dengan cepat pada pemberian cairanintravena, sedangkan pada
sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer
dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam
pertama. Evaluasi setelah 1 jam.
b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan
status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti
di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian
Resomal / pengganti, peroral / nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10
jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75 / pengganti).
c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini,
berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah
sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian
mulailah pemberian formula (F-75 / pengganti)

2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai
distress pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 51
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi
dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila
pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau
antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

2.9. Pencegahan KEP14


Prevalensi KEP ringan seperti pendek dan kurus kering adalah 40-50 % sementara
KEP berat mencapai 5-10 % pada negara yang sedang berkembang. Jika kasus
KEP ini bisa dideteksi awal dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan serta
langkah yang tepat maka KEP berat dapat dicegah dengan mudah. Oleh karena itu
diperlukan pendekatan kepada masyarakat terutama masyarakat level ekonomi
menengah ke bawah. Di bawah ini adalah beberapa pendekatan penanganan
nutrisi yang bisa dilakukan di masyatakat :
a. Penganekaragaman makanan dan pendidikan gizi
Pendekatan ini difokuskan kepada pendidikan ibu / pengasuh terhadap
pentingnya makanan seimbang melalui penganekaragaman makanan. Ini juga
ditujukan agar ibu bisa mengolah bahan makanan dari kebun dan hasil
pertanian. Pendidikan gizi ini berfokus pada :
Mengubah pola pikir ibu yang salah tentang pemberian makan dan proses
menyusui, serta paparan sinar matahari, yang sering dipengaruhi oleh
budaya dan kepercayaan yang keliru.
Memperbaiki kesalahan pembagian jatah makanan di rumah antaranggota
keluarga yang dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.
Menumbuhkan kesadaran terhadap status gizi anak serta penanganan
praktis dan tepat jika terjadi gangguang status gizi pada anak.
Pentingnya ASI eksklusif.
Meningkatkan higiene (hygiene personal, makanan, dan lingkungan).
Pentingnya imunisasi.
Pentingnya menanam buah-buahan dan sayur-sayuran yang bisa
dikonsumsi oleh anggota kelarga di pekarangan rumah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 52
Pentingnya memantau pertumbuhan anak dengan membawanya ke pusat
pelayanan kesehatan.

b. Pendekatan Ekonomi
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan komunitas target
sebagai solusi terhadap masalah gizi mereka. Beberapa metode yang bisa
digunakan adalah :
Food for work, menawarkan sejumlah pekerjaan kepada masyarakat
miskin atau yang membutuhkan dan membayarnya dengan makanan.
Food subsidy, metode ini berupa pemberian makanan jadi atau bahan
makanan oleh pemerintah.
Income generating project, metode ini telah dipraktikkan di beberapa
daerah di Ethiopia dengan menggunakan cara mengumpulkan dana dari
masyarakat untuk dibelikan makanan. Metode ini melibatkan lembaga-
lembaga swadaya masyarakat.

2.10. Komplikasi3
Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan penyakit
penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus tidak
segera dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah :3
1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe
marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan
pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus
pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan
tubuh. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan bekas luka yang tidak dapat
hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak dapat menutupnya mata karena
proses fibrosis.
2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe
marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat
rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak
dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral
maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 53
3. Tuberkulosis
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan kekebalan
tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman mycobacterium
tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis.

4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan lemak
pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.
Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti hepatitis
yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan malnutrisi berat.
5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe marasmus.
Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan diubah
menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu lemak
subkutan yang tipis bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan
sangat mempengaruhi suhu tubuh penderita.
6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan
malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat
mempengaruhi tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga dapat
membahayakan penderitanya.
7. Infeksi traktus urinarius
Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak
bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh anak.
8. Penurunan kecerdasan
Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan
organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya
ialah otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena
kurangnya asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan ini
akan berpengaruh pada kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi afektif
dan kognitif menurun, terutama dalam hal daya tangkap, analisa, dan memori.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 54
2.11. Prognosis
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari
penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya
dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara cepat
dan tepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit
infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan
terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi
pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih
besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi
pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak
yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang
lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung
mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan
anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya
saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi
marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal
pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat
secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.3,11,13

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 55
BAB III
KESIMPULAN

Gizi buruk merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting
bagi negara-negara tertinggal maupun negara berkembang seperti Indonesia.
Prevalensi gizi buruk pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita) saat ini
masih cukup tinggi. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi /
gizi buruk pada anak, terutama adalah peranan diet sehari-hari yang kurang
mencukupi kebutuhan gizi seimbang, adanya penyakit penyerta serta peranan
sosial ekonomi. Pada gizi buruk ditemukan berbagai macam keadaan patologis
yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein. Gizi buruk dapat dibagi
menjadi marasmus, kwashiokor, serta keadaan dimana ditemukan percampuran
ciri-ciri kedua tipe malnutrisi tersebut yang dinamakan marasmus-kwashiokor.
Masing-masing dari tipe itu mempunyai gejala-gejala klinis yang khas.
Gejala klinis yang lebih menonjol pada kekurangan gizi tipe marasmus
yaitu penderita terlihat wajahnya seperti orang tua dan anak sangat kurus karena
hilangnya sebagian besar lemak dan atrofi dari otot-ototnya. Sedangkan pada tipe
kwashiokor, gejala klinis yang lebih terlihat adalah penampilannya yang gemuk
disertai adanya edema ringan maupun berat dan adanya ascites dikarenakan
kekurangan protein, disamping itu juga terlihat perubahan warna rambut menjadi
merah seperti rambut pada jagung serta mudah dicabut. Pengobatan marasmus
adalah dengan pemberian diet tinggi protein, sedangkan pada malnutrisi tipe
kwashiokor terutama dengan pemberian diet tinggi protein disertai pemberian
cairan untuk menanggulangi dehidrasi jika ada. Selain itu juga diberikan vitamin

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 56
A untuk mencegah terjadinya kebutaan pada matanya dan pemberian mineral lain
untuk membantu meningkatkan gizi penderita.
Penyakit ini mempunyai komplikasi dari yang ringan seperti infeksi
traktus urinarius hingga yang berat seperti tuberkulosis. Penatalaksanaannya
dilakukan secara bersama-sama dengan memperbaiki keadaan gizinya. Walaupun
prognosisnya terlihat buruk tetapi dengan penanganan yang cepat dan tepat dapat
menghindarkan penderitanya dari kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina


Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan
Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.
2. Muller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries.
CMAJ 173:279-86.
3. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005 : 95-137.
4. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia Tahun 2005. Diakses
dari http://www.gizi.net/busung-apar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai
%20Des2005-Final.pdf 2017.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan
Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2007.
6. Admin. Program Perbaikan Gizi Makro. Diakses dari
http://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.doc, 2017.
7. Brunser Oscar. Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical Nutrition
of the Young Child, Raven Press, New York, 1985 : 121-154.
8. Simanjuntak E. Faktor Resiko Kurang Energi Protein Pada Balita Di Kota
Medan. Diakses dari
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journalreview&id=3197&task=view, 2008.
9. Marizza, Nofelia. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kurang
Energi Protein (KEP) Pada Balita Di URJ RSU Dr. Soetomo Surabaya.
Diakses dari http://ojs.lib.unair.ac.id/index.
php/bprsuds/article/view/1439/1438.
10. Boerhan H, Roedi. Kurang Energi Protein (KEP). Diakses
dari:http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
rswg255.htm.
11. Ashworth. Nutrition, Food Security and Health In Nelson Textbook of
Pediatrics, 20th ed. p.295-306. Philadelphia: Saunders Elsevier.
12. Shetty P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine, 2006. 34:524-29.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 57
13. Gulden MHN. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition. 2004. USA: Taylor and Franchis. P.489-523.
14. Braun TV, McComb J, et al. Urban Food Inseconts and Malnutrition in
Developing Countries. 1993. USA: International Food Policy Research
Institute. p.12-16.
15. Susanto JC, Mexitalia M, Nasar SS. Malnutrisi Akut Berat dan Terapi Nutrisi
Berbasis Komunitas. Dalam: Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Jilid I. 2011/ Jakarta: IDAI. p.128-46.
16. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009. Hal 193-222.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kurva WHO BB/TB.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 58
Lampiran 2. Kurva WHO BB/U.

Lampiran 3. Kurva WHO TB/U.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 59
Lampiran 4. Kurva WHO IMT/U.

Lampiran 5. Kurva WHO LLA/U.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 60
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 09 Januari 18 Maret 2017 61

Anda mungkin juga menyukai