Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

GRAVE’S OPHTHALMOPATHY

Oleh :

Muhammad Halim Triwirani Syam 1940312101

Preseptor :
Dr. dr. Havriza Vitresia, Sp.M (K)

Bagian Ilmu Kesehatan Mata


RSUP Dr. M. Djamil Padang
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Grave’s
Ophthalmopathy”. Shalawat beriring salam semoga disampaikan kepada
Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan umat beliau.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Havriza Vitresia, Sp.M (K) selaku
pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan
makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
1.5 Manfaat Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 6
2.3 Klasifikasi 6
2.4 Faktor Risiko 7
2.5 Patogenesis dan Patofisiologi 8
2.6 Manifestasi Klinis 10
2.7 Derajat Keparahan 12
2.8 Diagnosis 13
2.9 Tatalaksana 16
2.10 Komplikasi 16
23
23

BAB III LAPORAN KASUS 25

BAB IV DISKUSI

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

iii
Gambar 2.1 Anatomi Mata 3
Gambar 2.2 Corneal Cross Section 5
Gambar 2.3 Zona-zona Kornea 5
Gambar 2.4 Stadium Patogensis Ulkus Kornea 12
Gambar 2.5 Ulkus Kornea Jamur; Fusarium solani 13
Gambar 2.6 Abrasi Kornea 21
Gambar 2.7 Ulkus Kornea 21
Gambar 2.8 Early and Late Bacterial Ulcer 22
Gambar 2.9 Early and Late Fungal Ulcer 22

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Oftalmopati merupakan salah satu tanda penting adanya penyakit

Graves yang disebut Oftalmopati Graves’ (OG). Penyakit Graves’ sendiri

adalah penyakit autoimun tiroid yang ditandai dengan gejala

tirotoksikosis, struma difus dan oftalmopati. Dari ketiga gejala tersebut,

OG adalah yang paling sulit ditangani.

Oftalmopati Graves’ (OG) juga disebut graves’ orbitopati, adalah

gangguan inflamasi autoimun pada mata yang dapat mengganggu

penglihatan. Biasanya terjadi pada pasien dengan hipertiroidisme atau

dengan riwayat hipertiroidisme sebelumnya yang disebabkan oleh

penyakit graves’. Oftalmopati Graves’ juga dikenal dengan istilah Thyroid

Associated Opthalmopaty (TAO) . Oftalmopati Graves’ merupakan

manifestasi ekstratiroidal yang paling sering dijumpai pada penyakit

Graves’. 25 – 50 % Oftalmopati Graves secara klinis berhubungan dengan

penyakit Graves’ dan sekitar 2 % berhubungan dengan tiroiditis kronik.

Perubahan yang terjadi pada OG ialah bertambahnya ukuran otot

ekstraokular dan lemak retrobulbar, yang menyebabkan tekanan

retrobulbar meningkat karena rongga orbita dibatasi secara kaku oleh

lengkung tulang orbita. Bertambahnya ukuran jaringan retrobulbar dan

tekanan yang meningkat menyebabkan pembengkakan bola mata dan mata

terlihat merah, eksoftalmus, motilitas otot-otot mata terganggu, diplopia

dan pada kasus yang berat dapat terjadi gangguan nervus optikus.

1
Diagnosis Oftalmopati Graves’ ditegakkan berdasarkan gejala dan

tanda yang terdapat di mata, adanya riwayat penyakit tiroid autoimun dan

mengeksklusikan penyakit mata lainnya. Biasanya diagnosis OG sangat

jelas, dengan keterlibatan kedua maa bilateral, simetris dan adanya riwayat

penyakit Graves’. Manajemen dari OG meliputi tiga pilar utama yaitu,

pertama, mengobati penyakit tiroid yang mendasari untuk mendapatkan

keadaan eutiroid secepatnya dan mempertahankan kondisi tersebut. Kedua,

pemberian imunosupresan sebagai anti-inflamasi dnegan kortikosteroid

dosis tinggi dan/atau radioterapi orbita. Ketiga yaitu operasi

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor

risiko, klasifikasi, patogenesis dan patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,

tatalaksana, komplikasi Graves’ Ophtalmopathy.

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

mengenai Graves’ Ophtalmopathy.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

2
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

informasi dan pengetahuan tentang ulkus kornea.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Oftalmopati Graves’ juga dikenal dengan istilah graves orbitopati,

penyakit mata akibat gangguan tiroid atau thyroid associated ophthalmopathy

adalah penyakit autoimun kronik ayng berpotensi menyebabkan kebutaan,

ditandai dengan inflamasi jaringan retrobulbar yang menyebabkan akumulasi

glikosaminoglikan hidrofilik (GAGs) dan/atau meningkatnya jaringan

adiposa orbita sehingga menyebabkan meingkatnya volume jaringan ikat intra

orbita dan otot ekstraokular.

Oftalmopati Graves’ juga merupakan manifestasi okular kompleks yang

sering dijumpai pada pasien penyakit Graves’ dan jarang dijumpai pada

pasien tiroiditis Hashimoto atau tanpa gangguan fungsi tiroid (disebut juga

euthyroid graves disesass). Onset dan progresivitas OG dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang dapat dikontrol seperti merokok, disfungsi tiroid dan

pilihan terapi untuk hipertiroidisme.

2.2 Epidemiologi

Data tentang insidensi oftalmopati graves’ sangat terbatas. Di Amerika

Serikat, disebutkan insiden oftalmopati graves’ berkisar 16 kasus per 100.000

penduduk per tahun pada wanita dan 2,9 kasus per 100.000 penduduk pada

3
laki-laki. Pada suatu penelitian cohorot terbaru, pada pasien-pasien yang baru

terdiagnosa Graves, sekitar 75 % tidak ada keterlibatan okular, hanya 6 %

yang disertai oftalmopati graves’ sedang sampai berat, dan 0,3 % disertai

gangguan penglihatan disebabkan oleh Dysthyroid Optic Neuropathy (DON).

Penelitian lain di Eropa, India, Malaysia dan Jepang dilaporkan bahwa

prevalensi Oftalmopati Graves’ berkisar 0,1 sampai 0,3 %.

Di Indonesia, data yang didapat dari RSCM, prevalensi oftalmopati

graves’ berkisar 22 – 25 % dari kasus tirotoksikosis yang berobat di poliklinik

tiroid. Pada tahun 2004, didapatkan data dari 517 kasus dengan kelainan

tiroid yang berobat di poliklinik RSCM, terdapat 135 kasus tirotoksikosis dan

dari 135 kasus tersebut terdapat 30 kasus (22%) kelainan mata dengan

berbagai tingkatan.

Keterlibatan okular biasanya bilateral, meskipun dapat juga asimetris

dengan persentasi sekitar 15 %. Onset oftalmopati tampaknya paling banyak

pada kelompok usia dekade kelima dan ketujuh kehidupan, namun kelainan

pada maa dapat terjadi pada semua usia. Oftalmopati Graves’ lebih sering

dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki, namun laki-laki

memberikan gejala penyakit yang lebih berat, dengan rasio perempuan : laki-

laki adalah 4 : 1.

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi NOSPECS diperkenalkan oleh Werner pada tahun 1969,

kemudian diperbaharui oleh American Thyroid Assocciation tahun 1977,

untuk merangkum gejala klinis penting saat pertama kali diagnosis

ditegakkan. Klasifikasi NOSPECS digunakan untuk menilai keparahan

4
penyakit dan outcome terapi. Namun, meskipun klasifikasi ini telah terbukti

bernilai pada pasien oftalmopati graves dan dalam menilai keberhasilan dan

kegagalan terapi, klasifikasi ini tidak untuk membedakan antara oftalmopati

graves’ dengan tanda inflamsi progresif dengan non-inflamasi sehingga tidak

begitu membantu dalam menentukan kapan dan bagaimana memberikan

terapi pada pasien.

Tabel 1. Klasifikasi NOSPECS

5
2.4 Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko telah diketahui sebagai pencetus atau memperberat

oftalmopati graves’. Beberapa faktor risko tersebut dapat dicegah, namun

sebagian ainnya merupakan faktor risiko yang tidak dapat dicegah. Faktor

risiko yang tidak dapat dicegah yaitu : genetik, usia dan jenis kelamin,

sedangkan faktor risko yang dapat dicegah yaitu : merokok (berperan dalam

respon terapi), hipertiroidisme (mengembalikan kondisi eutiroid dengan obat

atau tiroidektomi), hipotiroidisme (menyembalikan eutiroidisme dengan

levothyroxine replacement therapy), kadar TSH yang tinggi.

2.5 Patogenesis

6
2.6 Manifestasi Klinis

2.7 Derajat Keparahan

2.8 Diagnosis

2.9 Tatalaksana

2.10 Komplikasi

7
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Nn. YA

Umur : 23 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswi

Alamat : Padang Pariaman

Tanggal pemeriksaan : 8 Desember 2017

3.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama

Telah diperiksa di poli RSUP M Djamil Padang pada tanggal 8

Desember 2017 seorang pasien dengan keluhan utama yaitu bagian hitam

mata kanan tampak memutih sejak 5 hari yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

 Pasien mengeluhkan mata kanan yang sangat pedih dan disertai mata

kemerahan sejak 1 minggu yang lalu

 Pasien mulai merasakan penglihatan yang kabur dan telihat bercak putih

di mata kanan sejak 5 hari yang lalu. Pasien takut melihat cahaya dan

mata terasa nyeri

 Awalnya mata kanan merah sejak 1 minggu yang lalu, kemudian pasien

berobat ke puskesmas dan dirujuk ke RSUD Pariaman diberikan obat

8
tetes mata LFX, SA dan salep mata kloramfenikol, namun tidak ada

perbaikan. Kemudian pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil.

 Riwayat trauma (-)

 Riwayat memakai kontak lensa (-)

 Riwayat menetes air daun-daun (-)

c. Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama dengan keluhan yang

dialami sekarang.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti

yang dialami pasien.

e. Riwayat Pengobatan

 Pasien sudah dapat obat tetes mata levofloxacin, sulfas atropin dan salep

mata kloramfenikol

3.3 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Baik

 Kesadaran : komposmentis kooperatif

 Tekanan darah : 120/80 mmHg

 Pernapasan : teratur, frekuensi 18x/ menit

 Nadi : 90x/ menit

 Suhu : afebris

 Kulit : tidak ditemukan kelainan

9
 KGB : tidak membesar

 Mata : sesuai status oftalmologi

 Thoraks : dalam batas normal

 Abdomen : dalam batas normal

 Ekstremitas : dalam batas normal

3.4 Status Oftalmikus

Status Opthalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi 1/300 20/20

Refleks fundus (+)↓ (+)


Madarosis (-) Madarosis (-)

Silia/ supersilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Poliosis (-) Poliosis (-)


Palpebra superior Edema (+) Edema (-)
Palpebra inferior Edema (+) Edema (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Margo palpebra
Entropion (-) Entropion (-)
Normal Normal
Aparatus lakrimalis
Epifora (-) Epifora (-)
Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Konjungtiva tarsalis Folikel (-) Folikel (-)

Papil (-) Papil (-)


Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Konjungtiva forniks Folikel (-) Folikel (-)

Papil (-) Papil (-)

10
Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbi Folikel (-) Folikel (-)

Papil (-) Papil (-)


Sklera Putih Sulit dinilai
Ulkus (+) sentral dan

parasentral ukuran 4-5


Kornea Bening
mm, kedalaman1-3

stromal, lesi satelit (+)


Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam
Coklat Coklat
Iris
Rugae (+) Rugae (+)
Bulat Bulat

Pupil Refleks pupil +/+ Refleks pupil +/+

Diameter 3 mm Diameter 3 mm
Korpus vitreum Jernih Jernih
Funduskopi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Media - -

Papil optik - -

Pembuluh darah - -

Retina - -

Makula - -
Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)
Posisi bulbus okuli Ortho Ortho
Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas

3.5 Pemeriksaan Penunjang :

Gram : Tidak ditemukan bakteri gram positif atau gram negatif

11
Giemsa : MN > PMN

KOH : Hifa (-)

3.6 Diagnosis Kerja : Ulkus kornea sentral parasentral OD EC susp jamur

3.7 Diagnosis Banding : Ulkus kornea sentral parasentral OD EC susp bakteri

3.8 Terapi :

 Fluconazole ed / jam OD

 Levofloxacin ed /jam OD

 Sulfas Atropin ed 3x1 OD

 Ciprofloxacin tab 2x500 mg

 Fluconazole tab 1x150 mg

 Timol 0,5% 3x1 OD

 EDTA ed 6x1 OD

 Doksisiklin 2x100 mg

3.9 Dokumentasi Kasus

12
13
14
BAB IV

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan berusia 23 tahun


datang ke poli mata RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 8
Desember 2017 dengan diagnosis ulkus kornea ec susp jamur. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada mata serta
dibantu dengan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan mata yang sangat pedih
dan mata kemerahan sejak 1 minggu yang lalu. Mata kanan semakin kabur dan
disertai nyeri sejak 5 hari yang lalu. Muncul bercak putih pada kornea, takut
melihat cahaya, nyeri pada mata kanan. Pasien tidak mengeluhkan demam, mual
muntah, tidak ada penggunaan kacamata, dan tidak ada penyakit mata
sebelumnya. Karena belum ada perbaikan, pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Tidak ada riwayat DM, hipertensi, dan penggunaan obat kortikosteroid.
Dari pemeriksaan fisik mata kiri ditemukan visus tanpa koreksi 1/300,
terdapat udem palpebra, injeksi siliar dan konjungtiva positif, terdapat ulkus di
zona sentral parasentral kornea dengan diameter ± 4-5 mm, kedalaman 1/3
stromal, infiltrat (+), ulserasi (+), lesi satelit (+).
Berdasarkan literatur gejala dan tanda ulkus kornea antara lain nyeri pada
mata, fotofobia, mata berair, dan bersekret. Terdapat injeksi siliar dan
konjungtiva, terdapat lesi pada kornea, terdapat hipopion yang mencembung
disertai lesi satelit pada kornea menunjukkan ulkus kornea disebabkan oleh jamur.
Pada laporan kasus ini gejala dan tanda yang ditemukan pada pasien sesuai
dengan yang ada diliteratur.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2014. 159-167.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea. Dalam Ilmu
Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2.
Penerbit Sagung Seto. Jakarta. 2002.
3. WHO. Prevention of Blindness and Visual Impairment. 2017. Dari:
http://www.who.int/blindness/causes/en/. Diakses tanggal 10 Desember
2017.
4. Sirlan F, Agustian D, Rifada M. Survei kebutaan dan morbiditas mata di
Jawa Barat. 2015. Bandung. Dari:
http://www.dokumen.tips/documents/survei-kebutaan-dan-morbiditas-
mata. Diakses tanggal 18 Desember 2017.
5. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 2: Fundamentals and Principles of Ophthalmology. 2014-2015.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 8: External Disease and Cornea. 2014-2015.
7. Khurana AK. Glaucoma in Ophthalmology. 4th ed. The Disease of Cornea.
New Age International Limited Publisher. New Delhi. 2007.
8. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds.
Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2011:
126-138.
9. Gupta N, Tandon R, Vashist P. Burden of corneal blindness in India. 2017.
New Delhi. Dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3831688/. Diakses tanggal
18 Desember 2017.
10. Borke J. Corneal ulcer and ulcerative keratitis in emergency medicine.
2017. Dari: http://www.emedicine.medscape.com/article/798100-
overview#a4. Diakses tanggal 17 Desember 2017.
11. Turbert D. Who is at risk for corneal ulcers? 2017. Dari:
http://www.aao.org/eye-health/diseases/corneal-ulcer-risk. Diakses tanggal
17 Desember 2017.
12. Getry S. 2011. Bahan Kuliah Kornea. FK Unand: Padang.
13. WHO. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary,
Secondary, and Tertiary Care health facilities in the South-East Asian
Region. 2004.

16

Anda mungkin juga menyukai