TRAUMA KRANIOFASIAL
oleh :
Preseptor:
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
mekanisme, manifestasi klinik, penunjang radiologi dan penatalaksanaan umum.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma kraniofasial adalah cedera pada bagian kranial dan maksilofasial
akibat trauma. Trauma kraniofasial terbagi atas trauma kranial (tulang-tulang
kepala) dan trauma maksilofasial (tulang-tulang wajah). 1
2.2 Epidemiologi
Trauma menyumbang sekitar 9% dari seluruh kematian di dunia. Salah
satu jenis trauma adalah trauma maksilofasial dan trauma kranial. Trauma
kraniofasial menyumbang sekitar 4-18% nya. Pria merupakan pasien dengan
trauma maksilofasial tersering yaitu sebanyak 75,9%. Usia dekade 20-40 tahun
mendominasi pasien dengan trauma kraniofasial. 1
Perbandingan laki dan perempuan pada trauma kraniofasial adalah 2,7 : 1,
dan yang paling sering mengalami fraktur adalah mandibula (69%) dengan
melibatkan angulus, parasimfisis pubis, korpus dan kondilus. 2
2.4.3 Orbita
Orbita (Gambar 3) berbentuk seperti piramidal yang terdiri dari dinding
superior (roof, atap), dinding medial, dinding lateral, dan dinding inferior (floor,
dasar). Orbita memiliki empat dinding dan satu apeks yaitu :
a. Dinding superior orbita (roof), posisinya hampir horizontal di terutama
ditempati oleh bagian orbita os frontalis, yang memisahkan cavitas orbita dengan
fossa cranialis anterior.
b. Dinding medial dibentuk oleh os ethmoidalis, bersama dengan os frontalis, os
lacrimalis, dan os sphenoidalis. Tulang-tulang yang membentuk dinding medial
ini tipis.
c. Dinding lateral dibentuk oleh processus frontalis os zygomaticus dan greater
wing of the sphenoid. Dinding ini paling kuat dan tebal serta sangat penting
karena paling rentan terhadap trauma langsung.
d. Dinding inferior terutama dibentuk terutama oleh maxilla dan sebagian oleh os
zygomaticus dan os palatina.
e. Apex orbita berada di optic canal pada lesser wing of sphenoid, di sebelah
medial superior orbital fissure. 6
Gambar 3. Anatomi dinding orbita
2.4.3 Zygoma
Os. Zygoma terletak di bagian lateral dari sepertiga tengah tulang wajah,
diantara prosesus zygomatic dari os.frontalis dan os.maxilla. Os.Zygoma sangat
penting untuk menentukan lebar sepertiga wajah dan proyeksi sagittal yang tepat.
Fraktur zygomaticus biasanya terkait dengan fraktur lainnya, yang mempengaruhi
lima artikulasio yang dibentuk oleh zygoma dengan tulang-tulang craniofacial
lainnya, seperti sutura zygomaticofrontal, infraorbital rim, basis
zygomaticomaxillary, arkus zygomaticus, dan sutura zygomaticosphenoid, dapat
7
dilihat pada Gambar 4. Namun diantara artikulasio tersebut, zygomatico-
maxillary adalah yang relative lebih kuat dibanding yang lainnya, sehingga
terkadang tetap intak setelah terjadi fraktur multiple pada kompleks zygomatik. 8
2.4.5 Nasal
Hidung (Gambar 5) luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari
atas ke bawah yaitu pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi),
puncak hidung (tip), ala nasi, kolumela, lubang hidung (nares anterior). 9 Hidung
luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung
(os.nasal), prosesus frontalis os maksila, prosesus nasalis os frontal. Sedangkan
kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di
bagian bawah hidung yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang
kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alaris mayor) dan beberapa pasang
kartilago alaris minor, dan tepi anterior kartilago septum bagian tengah.
Bagian superior tulang hidung lebih tebal dibandingkan bagian inferior,
dan melekat papda procc frontalis os maksila. Bagian ini lebih tahan terhadap
cedera, bagian inferior lebih tipis dan lebih luas serta melekat pada kartilago
nasalis lateralis superior. Fraktur nasal sering terjadi pada daerah transisi kedua
bagian ini, disebut area keystone. Namun beberapa kasus, fraktur nasal
melibatkan struktur proksimal tulang hidung dari os frontal s.d lamina kribrosa.
Fraktur ini disebut fraktur nasoorbitaetmoid (NOE). 9, 10
Gambar 5 Tulang Hidung 11
Kartilago nasalis lateralis superior yang berpasangan ini berfungsi
menjaga kartilago quadrangularis tetap pada posisi garis tengah sedangkan
kartilago nasalis lateralis inferior ini lebih berfungsi untuk kontur hidung. Secara
umum fraktur kartilago sangat jarang terjadi yang disebabkan karena kartilago
lebih lentur. Perlu tenaga yang lebih besar untuk menimbulkan kerusakan pada
kartilago dibandingkan pada tulang hidung atau septum.
2.4.6 Maksilla
Maksila (Gambar 6) adalah sebuah jembatan antara basalis kranial
superior dan dental occlusion plane inferior. Maksila berhubungan dengan kavitas
oral, kavitas nasal, orbita, dan struktur jaringan ikat lainnya menyebabkan maksila
merupakan struktur penting secara fungsional atau penampilan individu. Fraktur
pada maksila berpotensial mengancam nyawa dan dapat menyebabkan
deformitas.5
Tulang maksila merupakan tulang vital pada tulang wajah medial karena
membentuk atap bagi mulut, menyediakan ruang untuk gigi, membentuk bagian
dari dinding orbita, membentuk lantai dan dinding lateral dari antrum nasal.
Terdapat delapan tulang yang secara reguler berartikulasi dengan tulang maksila
yaitu : frontal, etmoid, nasal, zygomatic, lacrimal, inferior nasal, zygomatic,
lacrimal, inferior nasal concha, palatine, vomer.10
Gambar 10. Fraktur tulang tengkorak dilihat dari x-ray konvensional dengan
proyeksi AP dan lateral. Garis lusen tajam tanpa gambaran sklerotik di tulang
frontal kiri (panah) 17
X-ray konvensional tidak lagi menjadi pilihan utama untuk pencitraan tulang
kraniofasial, karena secara umum hanya sensitif untuk fraktur minimal dan
sederhana. Gambar D menunjukan contoh pencitraan tulang tengkorak dengan x-
ray konvensional. 17
Gambar 14. Ilustrasi MRI untuk mendeteksi kerusakan jaringan dan hematom
subdural (SDH). (a-c) CT pasca trauma kepala, menunjukkanfraktur di atap orbita
kanan (ditunjuk panah) dengan keterlibatan sinus frontal. (d,e) Fokal kecil
multiple yang hypointense menunjukkan gambaran hematom dari MRI (ditunjuk
panah) 17
Gambar 15. (a) Ultrasonography dari fraktur tulang tengkorak pada anak. (b)
ditunjang dengan x-ray konvensional untuk menilai frakturnya. 17
2. Fraktur Diastase
Fraktur diastase (Gambar 17) adalah fraktur yang menyebabkan terjadinya
pemisahan sutura. Fraktur ini sering terjadi pada anak-anak dan umunya
dikaitkan dengan kejadian perdarahan epidural. Fraktur ini sering terjadi
pada sutura sagital.
3. Fraktur communited
Pada fraktur tulang terbagi menjadi beberapa fragmen. Ini terjadi ketika
kekuatan yang terjadi mengenai area yang relatif kecil, senjata dengan
ukuran kecil, permukaan mencolok seperti palu sering menjadi objek
penyebab (Gambar 18). 18, 19
Gambar 18. Fraktur communited
4. Fraktur depresi
Fraktur dengan tabula eksterna pada satu atau lebih tepi fraktur terletak
dibawah level anatomi normal dari tabula interna tulang tengkorak
sekitarnya masih utuh (Gambar 19). 18, 19
5. Fraktur Basis
Fraktur basis cranii (Gambar 20) adalah suatu fraktur linier yang terjadi
pada dasar tulang tengkorak. Pada pasien ini akan ditemukan gejala seperti
heamotypanum, rhinorrhea, otorrhoea, battles sign, racoonn eyes dan
defisit nervus cranial (nervus 3, 4 dan 5).
Gambar 20. Fraktur Basis
sering terjadi pada pria dibanding wanita, hal ini seiring dengan angka kejadian
trauma yang lebih sering terjadi di pria. Pada wanita penyebab tersering fraktur ini
adalah kekerasan dalam rumah tangga 27
2.6.3.2 Klasifikasi
Fraktur blow-out dan blow-in perlu di perhatikan keadaan keterlibatan
orbital rimnya. Fraktur blow-out ataupun fraktur blow-in yang melibatkan orbital
rim disebut dengan impure blow-out atau impure blow-in, sedangkan yang tidak
melibatkan orbital rim disebut dengan pure blow-out atau pure blow-in. 28
Gambar 22. A. Fraktur blow-out B. Fraktur blow-in
2.6.5.3 Diagnosis
Selain berdasarkan anamnesis, keluhan serta temuan klinis secara inspeksi
yang sudah dipaparkan sebelumnya, salah satu tanda patognomonis dari fraktur
NOE ditemukan dengan palpasi. Palpasi pada mobile central fragment diikuti
dengan. Pemeriksaan intra dan ekstranasal. Selain itu, dapat dilakukan extra nasal
bow-string test untuk membantu pemeriksa. Saat medial lid di tarik ke arah lateral
sembari mempalpasi area tendon untuk mendeteksi pergerakan dari bagian yang
mengalami fraktur. Adanya tahan atau pergerakan dari tulang terkait mengarahkan
dugaan ke fraktur NOE.30
Namun pemeriksaan fisik sering kali tidak cukup untuk memeriksa
keseluruhan kerusakan yang terjadi. Sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang
berupa pencitraan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari fraktur yang
mungkin terjadi akibat trauma tersebut.30
2.6.5.4 Pemeriksaan Radiologis
Salah satu klasifikasi untuk menentukan fraktur NOE yang digunakan
adalah klasifikasi Manson (Gambar 28). Sistem Manson ini membagi fraktur
menjadi tiga kelompok, berdasarkan medial canthus. 24
Gambar 28. Klasifikasi fraktur NOE menurut sistem Manson. Tipe I: fraktur pada
sebagian besar tulang. Tipe II: terjadi fraktur comminuted. Tipe III: fraktur
dimana terjadi avulsi ligament medial canthal dari lokasi insersinya.
(a) (b)
Gambar 29. Duktus nasofrontalis. (a). Nonenhanced coronal CT menunjukan
anatomy normal regio ductus nasofrontal (tanda *). (b). Nonenhanced CT pada
pasien dengan fraktur comminuted the regio ethmoid yang mengganggu ductus
nasofrontalis (tanda *).
2.6.6 Fraktur Nasal
Fraktur nasal adalah fraktur yang paling sering terjadi, dan menempati
urutan ketiga dari seluruh fraktur tubuh manusia. Fraktur nasal umumnya tidak
mengancam jiwa, tetapi apabila penanganannya tidak tepat dapat menimbulkan
gangguan fungsi hidung dan kosmetik. Hidung terletak pada pusat wajah dan
menonjol pada bidang sagital wajah serta hanya mengandung sedikit tulang.
Akibatnya hidung menjadi struktur paling lemah dan rentan terhadap cedera. 10
Klasifikasi fraktur tulang nasal menurut Samuel berdasarkan berat dan kerusakan
septum nasi , terbagi menjadi 5 yaitu : 10,25
1. Tipe I : fraktur sederhana tanpa deviasi, jika terjadi fraktur
unilateral/bilateral tanpa menyebabkan pergeseran pada garis tengah
2. Tipe II : Fraktur sederhana dengan deviasi, jika terjadi fraktur
unilateral/bilateral dan menyebabkan pergesaran pada garis tengah
3. Tipe III : Fraktur communited, jika terjadi fraktur bilateral yang
menyebabkan septum tidak lurus tetapi tidak menyebabkan pergeseran
garis tengah.
4. Tipe IV : deviasi tulang hidung dan fraktur tulang nasi, jika terjadi fraktur
bilatera yang menyebabkan septum tidak lurus dan menyebabkan
pergeseran garis tengah dan juga terjadi fraktur septum nasi ataupun
dislokasi septum nasi
5. Tipe V : fraktur kompleks nasal dan septum nasi, jika terjadi fraktur dan
juga menyebabkan laserasi pada jaringan, serta saddle nose
Klasifikasi fraktur tulang nasal menurut Michael, terbagi menjadi 5 yaitu (Gambar
31) : 10,25
1. Type I : Cedera terbatas pada jaringan lunak
2. Type II : Simple, unilateral nondisplaced fracture
3. Type III : Simple, bilateral displaced fracture
4. Type IV : Closed comminuted fracture
5. Type V : Open comminuted fracture atau complicated fracture
Gambar 31 Klasifikasi Fraktur Nasal 24
Gambar 34. Foto Nasal Normal (A), Fraktur nasal terlihat pada foto lateral (C kiri)25
2. CT scan
CT scan (Gambar 35 dan Gambar 36) memberikan informasi paling baik
untuk menilai luasnya cedera tulang hidung dan kemungkinan adanya fraktur pada
tulang wajah lainnya. CT scan memiliki sensitifitas dan spesifistas lebih besar
untuk diagnosis fraktur nasal. Namun biasanya mahal dan memiliki efek radiasi
lebih besar dan tidak begitu besar peranannya dalam penatalaksanaan fraktur
nasal. Untuk fraktur nasal saja, penggunaan CT scan tindak dianjurkan kecuali
ada kecurigaan fraktur maksilofasial. CT scan digunakan untuk luasnya cedera.
Potongen CT scan yg paling tepat untuk mengevaluasi midfacial, orbital dan sinus
frontalis adalah potongan koronal dan aksial. 10,25
Gambar 35 Fraktur nasal, tampak fraktur os nasal, fraktur dan deviasi septum, dan
fraktur dinding sinus maksilaris anterior kiri 24
2.6.7.2 Klasifikasi
Fraktur mandibula (gambar 37) dapat diklasifikasian berdasarkan beberapa
kategori yaitu : 23
1. Menurut arah fraktur : horizontal, vertikal
2. Menurut tipe fraktur : horizontal, greenstick, depresi, comminuted,
impaksi, dll
3. Menurut ada tidaknya gigi dalam rahang : dentulous, partially dentulous,
edentulous
4. Menurut lokasi anatomi : simfisis, korpus, angulus, ramus, kondilar dan
subkondilar
Gambar 37 Fraktur mandibular 16
Anterior open bite dapat terjadi jika terjadi fraktur bilateral kondilar atau
angulus. Gangguan saraf alveolar inferior, termasuk cabang mental, dapat
menyebabkan paresthesia atau anestesi dari setengah dari bibir bawah,
dagu, gigi dan ginggiva jika fraktur melibatkan mandibula angulus, korpus,
atau parasimpisis. 23
Gambar 40 A) Foto posisi PA. B) Foto posisi oblik. C) Foto posisi lateral 24
Foto polos proyeksi Reverse-Towne (Gambar 41) digunakan untuk pasien
yang condylaris mandibula yang mengalami perpindahan tempat dan juga dapat
melihat dinding posterolateral pada maksila. Posisi ini merupakan posisi PA
dengan pasien dalam keadaan keadaan fleksi leher dan mulut terbuka, sehingga
mencegah superposisi anatomi dengan tulang mastoid. Posisi reverse Towne
dapat mengeksklusi fraktur pada condylar dan subcondylar. Jika visualisasi
condylar sulit dengan foto polos konvensional, maka dapat dilakukan CT scan. 16,
23
Gambar 41 Posisi Reverse Town : tampak fraktur condylaris mandibula kiri 24
Gambar 47 Foto kanan : Edem wajah masif (wajah balon) pada fraktur Le Fort III24
Foto kiri : Anterior open bite pada fraktur Le Fort III24
2.6.8.5 Tatalaksana
A. Fraktur Le Fort
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 8 jam sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang
Penurunan kesadaran sejak 8 jam sebelum masuk RS, pasien sebelumnya mengendarai motor
lalu ditabrak motor lain dari arah berlawanan. Pasien tidak sadar setelah kecelakaan.
Mekanisme trauma tidak diketahui.
Keluar darah dari hidung (-), telinga (-), mulut (-), lubang kemaluan (-)
Status Lokalis
Wajah
Inspeksi : asimetris, terdapat vulnus laceratum di peri orbita
Palpasi : teraba pembengkakan dan hangat, krepitasi (+)
Mata
Kanan : visus 1/300, palpebra edem (+) hematom (+), pupil RAPD (+), posisi
enoftalmus (-)
Kiri : dalam batas normal
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah Rutin
Hb 13,3 g/dl
Trombosit 322.000/mm3
Ht 40%
CT-Scan
Kesan : Tampak diskontinuitas di Os Frontal, Os. Zygomaxillary Complex, Rima Orbita (D)
2.6 Diagnosis Kerja
Fraktur Os Frontal + Os. Zygomatic Maxillary Complex + Rima Orbita Superior (D)
2.7 Diagnnosis Banding
-
2.8 Rencana pengobatan dan pemeriksaan:
IVFD NaCl 0,9% selama 12 jam/kolf
Ceftriakson inj 1 x 2 gr
ATS inj 1 amp
Piracetam inj 3 mg
Paracetamol infus
ORIF
2.9 Follow Up
SOAP
9/10/ 2019 S/
O/
KU: Sedang, Kes: CMC, TD: 120/90, ND: 94, RR: 18,
T:36,6 AF
Status lokalis:
Wajah : tampak asimetris di kedua pipi, kemerahan, dan
pembengkakan
P/
• Rencana ORIF
10/10/ 2019 • Telah dilakukan pemasangan ORIF mini plate
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien laki – laki berumur 39 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran
8 jam sebelum masuk rumah sakit. Penurunan kesadaran post kecelakaan lalu lintas dapat
disebabkan adanya trauma pada kranial. Penurunan kesadaran sejak 8 jam sebelum masuk RS,
pasien sebelumnya mengendarai motor lalu ditabrak motor lain dari arah berlawanan. Pasien
tidak sadar setelah kecelakaan. Mekanisme trauma tidak diketahui. Pada kejadian trauma
penting mengetahui mekanisme trauma yang bertujuan untuk mengetahui jenis cedera yang
akan terjadi, yang akan berlanjut pada rencana terapi. Muntah (-) Kejang (-) Keluar darah dari
hidung (-), telinga (-), mulut (-), lubang kemaluan (-) Bengkak di daerah mata dan pipi berwarna
merah, hal ini bisa disebabkan oleh fraktur tertutup yang terjadi akibat kejadian kecelakaan.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Di daerah wajah
dilakukan inspeksi didapatkan asimetris, terdapat vulnus laceratum di peri orbita, saat palpasi
teraba pembengkakan dan hangat, krepitasi (+). Vulnus laceratum menandakan terjadinya
trauma dari luar, pada kasus ini terjadi akibat kecelakaan, trauma dari luar dapat memberikan
manifestasi berupa terjadinya perdarahan yang selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya
hematom di daerah yang dikenai, kemudian akan terjadi proses inflamasi sebagai usaha
penyembuhan sehingga akan terbentuknya pembengkakan serta teraba hangat. Trauma dari luar
jika terjadi dalam energi tinggi akan menyebabkan kerusakan jaringan hingga tulang sehingga
didapatkan krepitasi yang menandakan adanya fraktur tertutup pada pasien. Pada mata kanan
didapatkan visus 1/300, palpebra edem (+) hematom (+), pupil RAPD (+), posisi enoftalmus (-),
kelainan pada mata bisa merupakan salahsatu manifestasi pada fraktur ZMC. Hal ini perlu
dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT Scan.31
Pemeriksaan penunjang foto thorax PA didapatkan kesan dalam batas normal. Pada
pemeriksaan CT Scan didapatkan kesan diskontinuitas di Os Frontal + Os. Zygomaxillary
Complex + Rima Orbita (D). Hal ini mendukung anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
menjadi diagnosis Fraktur Os Frontal + Os. Zygomatic Maxillary Complex + Rima Orbita
Superior (D). Pada gambaran CT Scan juga dapat disimpulkan terdapatnya fraktur maksilla yang
merupakan Le Fort III. Fraktur Le Fort III (craniofacial dysjunction) adalah suatu fraktur yang
memisahkan secara lengkap antara tulang wajah dan tulang kranial. Garis fraktur berjalan
melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang ethmoid junction melalui fisura orbitalis
superior melintang ke arah dinding lateral ke orbita, sutura zigomatiko frontal dan sutura
temporo-zigomatik. Fraktur Le Fort III ini sering menimbulkan komplikasi intra kranial seperti
timbulnya pengeluaran cairan otak melalui atap sel ethmoid dan lamini cribriformis. 9 Fraktur Le
Fort III merupakan tipe terberat karena dapat memisahkan bagian bawah maksila dengan basis
kepala, namun tipe ini jarang dijumpai, sekitar 5-15%. Arah trauma dapat oblik maupun
horizontal. Bila komplit, garis fraktur terletak di sisi atas hidung (suturan fronto- nasal) yaitu
fraktur tulang nasal, prosesus frontal maksila, tulang lakrimal, lamina papirasea, sinus ehtmoid
dan fisura orbitalis inferior 9, 12 13
Pada pasien diberikan IVFD NaCl 0,9% selama 12 jam/kolf, Ceftriakson inj 1 x 2 gr, ATS
inj 1 amp, Piracetam inj 3 mg, Paracetamol inf. NaCl 0,9% merupakan larutan fisiolgis untuk
dan rehidrasi cairan tubuh. Ceftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin untuk
mengurangi sejumlah infeksi bakteri. Piracetam merupakan derivat GABA berfungsi untuk
neuroprotektif dan antikonvulsan dan mencegah vasospasme. Anti Tetanus Serum bertujuan
sebagai profilaksis tetanus. Paracetamol bertujuan untuk mengurangi nyeri. Pasien juga telah
direncanakan operasi ORIF pada tanggal 10 Oktober 2019. Hal ini bertujuan untuk mefiksasi
fraktur pada Os ZMC dan merupaka pilihan terapi pada Le Fort III dengan adanya pemasangan
mini plate ORIF yang disesuaikan dengan diameter regio periorbita bertujuan untuk
menstabilisasi daerah fraktur.33
DAFTAR PUSTAKA