Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL)

DI SUSUN OLEH :
DEWI ASTUTI
19.04.057

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM PROFESI NERS
2020
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi Trauma Maksilofasial


Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang
pembentuk wajah. Berdasarkan anatominya wajah atau maksilofasial dibagi
menjadi tiga bagian, ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan
sepertiga bawah wajah. Bagian yang termasuk sepertiga atas wajah ialah
tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis. Maksila,
zigomatikus, lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior, dan tulang vomer
termasuk ke dalam sepertiga tengah wajah sedangkan mandibula termasuk ke
dalam bagian sepertiga bawah wajah.
Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan
jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan
lunak yang menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan
jaringan keras wajah adalah tulang kepala yang terdiri dari : tulang hidung,
tulang arkus zigomatikus, tulang mandibula, tulang maksila, tulang rongga
mata, gigi, tulang alveolus. Yang dimaksud dengan trauma jaringan lunak
adalah:
1. Abrasi kulit, tusukan, laserasi, tato
2. Cedera saraf, cedera saraf fasial
3. Cedera kelenjar paratiroid atau duktus Stensen
4. Cedera kelopak mata
5. Cedera telinga
6. Cedera hidung

B. Anatomi Maksilofasial
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua
setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5
tahun, besar cranium sudah mencapai 90% cranium dewasa. Maksilofasial
tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik dalam membentuk
wajah manusia. Daerah maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian. Bagian
pertama adalah wajah bagian atas, di mana patah tulang melibatkan frontal
dan sinus. Bagian kedua adalah midface tersebut. Midface dibagi menjadi
bagian atas dan bawah. Para midface atas adalah di mana rahang atas Le Fort
II dan III Le Fort fraktur terjadi dan / atau di mana patah tulang hidung,
kompleks nasoethmoidal atau zygomaticomaxillary, dan lantai orbit terjadi.
Bagian ketiga dari daerah maksilofasial adalah wajah yang lebih rendah, di
mana patah tulang yang terisolasi ke rahang bawah.
Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari
tengkorak otak. Didalam tulang wajah terdapat rongga-rongga yang
membentuk rongga mulut (cavum oris), dan rongga hidung (cavum nasi) dan
rongga mata(orbita).
1. Bagian hidung terdiri atas :
Os Lacrimal (tulang mata) letaknya di sebelah kiri/kanan pangkal hidung
disudut mata. Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung
sebelah atas. Dan Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya di
dalam rongga hidung dan bentuknya berlipat-lipat. Septum nasi (sekat
rongga hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang tegak.
2. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :
Os Maksilaris (tulang rahang atas), Os Zigomaticum, tulang pipi
yangterdiri dari dua tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang langit-
langit, terdiri dari dua dua buah tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis
atau tulang rahang bawah, terdiri dari dua bagian yaitu bagian kiri dan
kanan yang kemudian bersatu di pertengahan dagu. Dibagian depan dari
mandibula terdapat processus coracoids tempat melekatnya otot.

C. Facial danger zones (Zona bahaya wajah)


Secara anatomi, wajah memiliki beberapa serabut-serabut saraf yang
tersebar di beberapa lokasi di wajah, ada 7 lokasi-lokasi penting di sekitar
wajah yang apabila terjadi trauma atau kesalahan dalam penanganan trauma
maksilofasial akan berakibat fatal, lokasi-lokasi tersebut disebut dengan facial
danger zone.

D. Epidemiologi
Dari data penelitian itu menunjukan bahwa kejadian trauma maksilofasial
sekitar 6% dari seluruh trauma yang ditangani oleh SMF Ilmu Bedah RS
Dr.Soetomo. Kejadian fraktur mandibula dan maksila terbanyak diantara 2
tulang lainnya, yaitu masing-masing sebesar 29,85 %, disusul fraktur
zigoma 27,64 % dan fraktur nasal 12, 66 %. Penderita fraktur maksilofasial ini
terbanyak pada laki-laki usia produktif,yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38 %
disertai cedera di tempat lain, dan trauma penyerta terbanyak adalah cedera
otak ringan sampai berat, sekitar 56%. Penyebab terbanyak adalah kecelakaan
lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara sepeda motor.

E. Etiologi Trauma Maksilofasial


Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian,
diikuti oleh kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan
rahang adalah tulang yang paling umum patah selama serangan. Trauma wajah
dalam pengaturan masyarakat yang paling sering adalah akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, maka untuk serangan dan kegiatan rekreasi. Kecelakaan
kendaraan bermotor menghasilkan patah tulang yang sering melibatkan
midface, terutama pada pasien yang tidak memakai sabuk pengaman mereka.
Penyebab penting lain dari trauma wajah termasuk trauma penetrasi,
kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan anak-anak dan orang tua.
Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah
karena harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat
mengenai ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72%
kematian oleh trauma maksilofasial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas ( automobile).
Berikut ini tabel etiologi trauma maksilofasial :
Penyebab pada orang anak Persentase (%)
Kecelakaan lalu lintas 10-15
Penganiayaan / berkelahi 5-10
Olahraga (termasuk naik sepeda) 50-65
Jatuh 5-10

Penyebab pada orang dewasa Persentase (%)


Kecelakaan lalu lintas 40-45
Penganiayaan / berkelahi 10-15
Olahraga (termasuk naik sepeda) 5-10
Jatuh 5
Lain-lain 5-10

F. Klasifikasi Trauma Maksilofasial


Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu
trauma jaringan keras wajah dan trauma jaringan lunak wajah. Trauma
jaringan lunak biasanya disebabkan trauma benda tajam, akibat pecahan kaca
pada kecelakaan lalu lintas atau pisau dan golok pada perkelahian.
1. Trauma jaringan lunak wajah
Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena
trauma dari luar.
Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Berdasarkan jenis luka dan penyebab:
1) Ekskoriasi
2) Luka sayat, luka robek , luka bacok
3) Luka bakar  
4) Luka tembak
b. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan
1) Dikaitkan dengan unit estetik.

2. Trauma jaringan keras wajah


Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah di lihat dari fraktur tulang
yang terjadi dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yang definitif. Secara
umum dilihat dari :
a. Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi
terutama pada fraktur mandibular 
b. Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur 
c. Rasa nyeri pada sisi fraktur 
d. Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas
e. Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat
menentukan lokasi daerah fraktur 
f. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran
g. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar
fraktur 
h. Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat
pembengkakan
i. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi
dibawah nervus alveolaris
j. Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda,
penurunan pergerakan bola mata dan penurunan visus

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Wajah Bagian Atas :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
b. CT-scan aksial koronal
c. Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepala dan X-ray
kepala
2. Wajah Bagian Tengah :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
b. CT scan aksial koronal
c. Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi
posisi waters dan posteroanterior (Caldwells), Submentovertek
(Jughandles)
3. Wajah Bagian Bawah :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D
b. Panoramic X-ray
c. Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi:
1) Posteroanterior (Caldwells)
2) Posisi lateral (Schedell)
3) Posisi towne

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah selain
dari factor mempertahankan fungsi ABC ( airway, breathing, circulation) dan
menilai status neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus
diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan
ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak
yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih
rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang
meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan
tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat
dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang
mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral.
Adapun usaha untuk menurunkan PaCO 2 ini yakin dengan intubasi
endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic paralisis.
Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk
mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang
teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
1. Bedrest total
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan: Dexmethason / kalmethason sebagai
pengobatan anti- edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya
trauma.
4. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
5. Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%,
atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.
6.  Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
7. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-
3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
8. Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan
elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan
dextrose 5% 8 jam ketiga, pada hari selanjutnya bila kesadaran
rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-300
TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.

I. Komplikasi
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar 
7. Konvulsi

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara berjalan
tidak tegap, masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma ortopedi,
kehilangan tonus otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi
jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia)
3. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi
4. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
5. Makanan/cairan
Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan selera Tanda :
muntah,gangguan menelan
6. Neurosensori
Gejala :Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran, Perubahan dalam
penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang
pandang, gangguan pengecapan

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. Brenda G.Bare. 2002. Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Edisi 8. Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika
M.Taylor, Cynthia., Ralph, Sheila. 2012. Diagnosis
Keperawatan dengan Rencana

 Asuhan. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai