DI SUSUN OLEH :
DEWI ASTUTI
19.04.057
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
B. Anatomi Maksilofasial
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua
setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5
tahun, besar cranium sudah mencapai 90% cranium dewasa. Maksilofasial
tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik dalam membentuk
wajah manusia. Daerah maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian. Bagian
pertama adalah wajah bagian atas, di mana patah tulang melibatkan frontal
dan sinus. Bagian kedua adalah midface tersebut. Midface dibagi menjadi
bagian atas dan bawah. Para midface atas adalah di mana rahang atas Le Fort
II dan III Le Fort fraktur terjadi dan / atau di mana patah tulang hidung,
kompleks nasoethmoidal atau zygomaticomaxillary, dan lantai orbit terjadi.
Bagian ketiga dari daerah maksilofasial adalah wajah yang lebih rendah, di
mana patah tulang yang terisolasi ke rahang bawah.
Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari
tengkorak otak. Didalam tulang wajah terdapat rongga-rongga yang
membentuk rongga mulut (cavum oris), dan rongga hidung (cavum nasi) dan
rongga mata(orbita).
1. Bagian hidung terdiri atas :
Os Lacrimal (tulang mata) letaknya di sebelah kiri/kanan pangkal hidung
disudut mata. Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung
sebelah atas. Dan Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya di
dalam rongga hidung dan bentuknya berlipat-lipat. Septum nasi (sekat
rongga hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang tegak.
2. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :
Os Maksilaris (tulang rahang atas), Os Zigomaticum, tulang pipi
yangterdiri dari dua tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang langit-
langit, terdiri dari dua dua buah tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis
atau tulang rahang bawah, terdiri dari dua bagian yaitu bagian kiri dan
kanan yang kemudian bersatu di pertengahan dagu. Dibagian depan dari
mandibula terdapat processus coracoids tempat melekatnya otot.
D. Epidemiologi
Dari data penelitian itu menunjukan bahwa kejadian trauma maksilofasial
sekitar 6% dari seluruh trauma yang ditangani oleh SMF Ilmu Bedah RS
Dr.Soetomo. Kejadian fraktur mandibula dan maksila terbanyak diantara 2
tulang lainnya, yaitu masing-masing sebesar 29,85 %, disusul fraktur
zigoma 27,64 % dan fraktur nasal 12, 66 %. Penderita fraktur maksilofasial ini
terbanyak pada laki-laki usia produktif,yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38 %
disertai cedera di tempat lain, dan trauma penyerta terbanyak adalah cedera
otak ringan sampai berat, sekitar 56%. Penyebab terbanyak adalah kecelakaan
lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara sepeda motor.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Wajah Bagian Atas :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
b. CT-scan aksial koronal
c. Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepala dan X-ray
kepala
2. Wajah Bagian Tengah :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
b. CT scan aksial koronal
c. Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi
posisi waters dan posteroanterior (Caldwells), Submentovertek
(Jughandles)
3. Wajah Bagian Bawah :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D
b. Panoramic X-ray
c. Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi:
1) Posteroanterior (Caldwells)
2) Posisi lateral (Schedell)
3) Posisi towne
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah selain
dari factor mempertahankan fungsi ABC ( airway, breathing, circulation) dan
menilai status neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus
diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan
ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak
yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih
rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang
meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan
tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat
dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang
mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral.
Adapun usaha untuk menurunkan PaCO 2 ini yakin dengan intubasi
endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic paralisis.
Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk
mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang
teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
1. Bedrest total
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan: Dexmethason / kalmethason sebagai
pengobatan anti- edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya
trauma.
4. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
5. Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%,
atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.
6. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
7. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-
3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
8. Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan
elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan
dextrose 5% 8 jam ketiga, pada hari selanjutnya bila kesadaran
rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-300
TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
I. Komplikasi
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara berjalan
tidak tegap, masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma ortopedi,
kehilangan tonus otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi
jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia)
3. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi
4. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
5. Makanan/cairan
Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan selera Tanda :
muntah,gangguan menelan
6. Neurosensori
Gejala :Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran, Perubahan dalam
penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang
pandang, gangguan pengecapan
DAFTAR PUSTAKA
Asuhan. Jakarta:EGC