LAPORAN PENDAHULUAN
KOMA MIKSEDEMA
CI INSTITUSI
B. ETIOLOGI
Koma tercetus pada pasien hipotiroid kronis karena terpajan dingin,
infeksi, hipoglikemia, agen depresan pernafasan, reaksi alergi, atau stres
metabolik lainnya.(Graber,dkk.2006).
Koma miksedema lebih sering terjadi pada wanita lansia yang
mengalami tiroiditis otoimun, pajanan yang lama terhadap cuaca dingin
pada individu lansia dapat juga menimbulkan gangguan
tersebut(Corwin,2009).
Faktor predisposisi menurut Hudak (2012) :
a. Usia
b. Stress
c. Pajanan terhadap suhu dingin yang ektrem
d. Trauma
C. PATOFISIOLOGI
Pada hipotiroidisme terjadi penurunan metabolism basal dan pasien
mudah merasa kedinginan. Penggunaan oksigen, ventilasi, dan
eritropoiesis akan berkurang. Berkurangnya lipolisis mendorong
peningkatan berat badan dan hiperlipidemia sedangkan berkurangnya
pemecahan kolesterol menjadi asam empedu dengan segera menyebabkan
hiperkolesterolemia sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis.
Gangguan glikogenolisis dan glukoneogenesis dapat menyebabkan
hipoglikemi. Berkurangnya pemecahan glukosaminoglikan menyebabkan
penumpukan senyawa tersebut diberbagai jaringan dan di kulit dengan
konsistensinya menyerupai adonan yang merupakan alasan mengapa
penyakit ini disebut miksedema. Selain itu fibronektin,kolagen,dan
albumin plasma juga ditimbun di kulit. Berkurangnya perubahan karoten
menjadi vitamin A menyebabkan hyperkeratosis. Demikian juga
berkurangnya sekresi keringat dan sebasea kulit menjadi kering dan
produksi panas yang berkurang membuat kulit terasa dingin. Pasien
seringkali memiliki suara parau. Menurun perangsangan jantung oleh
hormone tiroid menyebabkan penurunan kontraktilitas, frekuensi denyut
jantung, volume sekuncup, curah jantung dan kadang-kadang juga tekanan
darah diastolic. Pada defisisiensi hormone tiroid yang nyata dapat terjadi
gagal jantung, efusi pleura, dan perikard. Frekuensi pernapasan melambat
dan reaksi ventilasi terhadap hiperkapnia dan hipoksia terganggu. Laju
filtrasi glomerulus,aliran plasma ginjal,dan kapasitas transport tubulus
berkurang. Ekskresi ginjal menurun menyebabkan retensi air dan natrium.
Penurunan perangsangan otot-otot usus menyebabkan konstipasi.
Gangguan fungsi pada otot esophagus dapat menyebabkan refluks
lambung dan esofagitis. Aktivitas dan efektivitas saraf otonom akan
berkurang pada hipotiroidisme. Eksitabilitas neuromuskuler juga
berkurang sehingga menyebabkan gangguan fungsi sensorik,
hiporefleksia, kehilangan nafsu makan, kehilangan ingatan, depresi dan
kesadaran berkabut yang bahkan berlanjut menjadi koma. Selain itu
pertumbuhan tulang menjadi terlambat pada anak-anak. Retardasi
pertumbuhan dan kemampuan mental yang terganggu menyebabkan
gambarab kreatinisme yang khas (Lang,2006).
Hipotiroidisme disebabkan oleh defisiensi pembentukan hormon tiroid
oleh kelenjar tiroid. Kondisi ini dapat primer atau sekunder. Pembentukan
hormon tiroid yang rendah mengakibatkan keadaan klinis yang disebut
hipertiroidisme. Koma miksedema merupakan kegawatan yang megancam
hidup, jarang terjadi yang disebabkan pada pada keadaan hipotiroidisme
ekstrim. Keadaan ini biasanya terjadi pada pasien lansia selama musim
dingin. Hipotiroidisme adalah penyakit kronis, dengan insiden 10 kali
lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, dan terjadi pada semua
golongan usia di atas 50 tahun; keadaan ini kurang umur dibanding
hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat primer atau sekunder. Penyebab
primer termasuk kelainan kongenital, kehilangan jaringan tiroid setelah
pengobatan hipertiroidisme, kelainan sintesis hormon karena proses
otoimun, dan pemberian obat antitiroid atau defisiensi iodin. Penyebab
sekunder termasuk resistensi perifer terhadap hormon tiroid, tumor atau
infark pituitari, dan gangguan hipotalamus. Hipotiroidisme transien dapat
terjadi setelah penghentian pengobatan T3 dan T4 jangka panjang.
Hipotiroidisme umumnya mempengaruhi semua sistem tubuh; rendahnya
laju metabolik basal, penurunan energi metabolisme, dan pembentukan
panas merupakan ciri-cirinya. Miksedema yang diakibatkan oleh
perubahan komposisi dermis dan jaringan lain. Jaringan ikat dipisahkan
oleh peningkatan jumlah protein dan mukopolisakarida; jaringan ini
mengikat air, menyebabkan edema nonpitting, boogy, terutama di sekitar
mata, tangan, dan kaki juga bertanggung jawab terhadap penebalan lidah
dan laring dan membran mukosa faring, mengakibatkan bicara tidak jelas
dan sakit tenggorok. Selain gejala-gejala klinis dari hipotiroidisme,
penurunan T3 dan T4 bebas adalah temuan yang umum (Hudak & Gallo,
2012).
D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang ditemukan pada pasien dengan koma
miksedema menurut Baughman (2000) adalah sebagai berikut :
a. Gejala dini umum yang tidak spesifik
b. Keletihan ekstrem
c. Kulit menjadi menebal, rambut menipis dan rontok; wajah menjadi
tanpa ekspresi dan seperti topeng
d. Suara parau dan serak
e. Pasien dengan miksedema lanjut mengalami hipotermik . secara
abnormal sensitif pada sedaif, opiat dan preparat anastetik; obat-obat
ini diberikan dengan kewaspadaan penuh.
F. PENATALAKSANAAN
Komplikasi hipertiroidisme yang paling serius adalah perkembangan
penyakit menjadi koma miksedema dan kematian, jika hipotiroidisme
tidakdiobati. Pendekatan multisistem harus digunakan dalam perawatan
kedaruratan dalam kondisi ini. Ventilasi mekanik digunakan
mengendalikan hipoventilasi, hiperkapnea, dan henti nafas. Pemberian
salin normal hipertonik dan glukosa secara intravena mengoreksi keadaan
hiponatremia dan hipoglikemia. Pemberian cairan disertai terapi
vasopressor dapat diperlukan untuk mengoreksi hipotensi. Terapi
farmakologis meliputi pemberian hormon tiroid dan kortikosteroid.
Terdapat banyak pendekatan untuk aspek penatalaksanaan medis ini.
Terapi obat awal meliputi 300 – 500 µg T4 secara intravena untuk
menjenuhkan sema protein yang berikatan dan mempertahankan kadar T4
tetap relatif normal. Dosis lanjutan dapat meliputi 100 µg setiap hari. T3
oral atau inravena merupakan instruksi alternatif. Panduan penggantin T3
adalah25 µg secara intravena setiap 8 jam untuk 24 jam sampai 48 jam
pertama. Dosis T3 oral setiap 8 jam juga diresepkan. Penggantian hormon
harus diberikan perlahan-lahan dan pasien harus dipantau terus-menerus
selama pengobatan untuk menghindari peningkatan kebutuhan metabolik
yang tiba-tiba dan infark miokard. Penggantian cairan dan menghangatkan
kembali pasien juga harus dilakukan dengan urutan teratur untuk
menghindari komplikasi. (Morton, 2011)
Intervensi tambahan meliputi penanganan distensi abdomen dan
impaksi feses dan penatalaksanaan hipotermia dengan penghangatan
pasien kembali secara bertahap menggunakan selimut dan kaos kaki. Alat
mekanis tidak digunakan. Status neurologis dan perubahan tingkat
kesadaran pasien dipantau. Dilakukan tindakan pencegahan kejang. Ketika
pasien dalam keadaan koma, perawatan meliputi pencegahan komplikasi
akibat aspirasi, imobilitas, kerusakan kulit, dan infeksi. Fungsi jantung dan
pernafasan dibantu. Pemeberian cairan juga harus dipantau karena terdapat
risiko kelebihan beban cairan. Aspek perawatan yang penting adalah
mendeteksi tanda-tanda awal komplikasi. Seiring penyembuhan pasien,
fokus intervensinya adalah perawatan mandiri dan penyuluhan. Tindak
lanjut pasien meliputi pemeriksaan menyeluruh bagaimana hipotiroidisme
berat dan bagaimana cara terbaik untuk menghindarinya agar tidak terjadi
pada masa yang akan datang. Penyuluhan pasien, tindak lanjut keluarga,
pelaksanaan kewaspadaan medis, dan pelibatan dukungan masyarakat
mungkin diperlukan untuk pasien kompleks ini (Morton, 2011).
Beberapa penanganan pada pasien koma miksedema menurut Graber,
dkk (2006) diantaranya:
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai
dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
a. Biodata /identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama,
bahasa, pekerjaan, kebangsaan, alamat, pendidikan, tanggal
MRS,nomor register dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji.
Biasanya klien mengeluh : tampak lelah, loyo, tidak tahan dingin,
daya ingat menurun, sembelit, menstruasi tidak teratur.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, misalnya gejala awal sakit, keluhan utama. Pada orang
dewasa, paling sering mengenai wanita dan ditandai oleh peningkatan
laju metabolik basal, kelelahan dan letargi, kepekaan terhadap dingin,
dan gangguan menstruasi. Bila tidak diobati, akan berkembang
menjadi miksedema nyata. Pada bayi, hipotiroidisme hebat
menimbulkan kretinisme. Pada remaja hingga dewasa, manifestasinya
merupakan peralihan dengan retardasi perkembangan dan mental yang
relatif kurang hebat serta miksedema disebut demikian karena adanya
edematus, penebalan merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan
mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan ikat di seluruh tubuh.
d. Riwayat penyakit sebelumnya
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama,
riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-
obatan. Apakah sebelumnya klien pernah mengalami hipotiroidisme.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien.
f. Kebiasaan hidup sehari-hari, seperti:
1) pola makan (misal: mengkonsumsi makanan yang kadar
yodiumnya rendah, dan nafsu makan menurun)
2) pola tidur (misal: klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur,
sering tidur larut malam)
3) pola aktivitas (misal: klien terlalu memforsir pekerjaan sehingga
sering mengeluh kelelahan).
g. Pengkajian psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya,
mengurung diri/bahkan mania. Klien sangat malas beraktivitas, dan
ingin tidur sepanjang hari. mengkaji bagaimana konsep diri klien
mencakup kelima komponen konsep diri.
h. Pengkajian fungsi seksual
1. Penurunan libido
2. Impotensi, infertilitas
3. Abnormalitas menstruasi (amenorea atau perdarahan menstruasi
lama)
2. Pemeriksaan fisik persistem
a. B1 (Breathing)
Terdapat penurunan pernapasan seperti hipoventilasi, penahanan CO2,
dispnea, edema, penahanan air, bisa terjadinya efusi pleura.Selain itu
terdapat juga tanda-tanda adanya gerakan dada, retraksi atau otot bantu
pernafasan, pada saat auskultasi terdengar adanya bunyi nafas
tambahan (Gurgling, Krakels, ronkhi, wheezes).
b. B2 (Blood)
Terdapat penurunan fungsi jantung seperti penurunan kontraktilitas
jantung, penurunan stroke volume, penurunan HR, dan penurunan
cardiac output. Pasien dapat berkembang menjadi efuse pericardial
sehingga adanya perubahan atau penurunan listrik jantung pada EKG.
Terjadinya hipotensi karena stimulasi adrenergic menurun akibat
penurunan tiroid.
Terdapat juga tanda berupa ekstermitas pucat, dingin, nadi lambat dan
lemah, waktu pengisian kapiler >3 detik, tekanan darah turun, dan
sianosis
c. B3 (Brain)
Terdapat tanda gejala akibat penurunan metabolism yang
menghasilkan penurunan kesadaran, depresi, letargi, somnolen, kurang
berkonsentrasi, suara parau, hiporefleksia. Pengaturan panas tubuh
menurun sehingga terjadinya hipotermia (26,7oC) dan bisa terjadi
kegawatan. Diagnosa koma miksedema tergantung pada gejala – gejala
klinis dan identifikasi faktor pencetus yang mendasari. Faktor pencetus
yang paling umum adalah infeksi paru; yang lain meliputi trauma,
stress, infeksi, obat – obatan seperti barbiturate, pembedahan, dan
gangguan metabolic
d. B4 (Bladder)
Penurunan keluaran urine akibat fungsi ginjalterganggu dengan
penurunan kecepatan filtrasi glomerulusdan kegagalan kemampuan
untuk mengekskresikan beban cairan.
e. B5 (Bowel)
Terdapat tanda dan gejala berupa penurunan bising usus, anoreksia,
konstipasi, ileus paralisis, peningkatan berat badan dan asites.
f. B6 (Bone)
Penurunan refleks otot, kulit kering dan bersisik, rambut kepala tipis
dan rapuh, pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut rontok,
edema kulit terutama dibawah mata
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipotermia berhubungan dengan terpajan lingkungan yang dingin atau
kedinginan (dalam waktu lama).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
dan respons pernapasan sentral yang tumpul terhadap hipoksemia dan
hiperkapnea.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan bradikardia dan penurunan
isi sekuncup (IS)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
(NOC) (NIC)
1 Hipotermia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengkajian
terpajan lingkungan yang dingin selama 1x6 jam diharapkan klien 1. Catat nilai dasar tanda-tanda vital
atau kedinginan (dalam waktu mampu: 2. Lakukan pemantauan jantung pada pasien
lama) Menunjukkan termoregulasi, yang 3. Kaji gejala hipotermia
dibuktikan oleh indikator: 4. Kaji kondisi medis yang dapat menyebabkan
- Peningkatan suhu kulit hipotermia
- Suhu mulai normal 36,50C 5. Pantau suhu setiap 2 jam bila perlu
- Tidak menggigil 6. Anjurkan klien untuk mengenakan pakaian yang
hangat jika tidak memungkinkan untuk
menaikkan suhu ruangan, bahkan gunakan jaket,
topi bila perlu
2 Gangguan pertukaran gas yang Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pantau saturasi oksigen secara kontinu dengan
berhubungan dengan kelemahan selama 1x6 jam diharapkan klien oksimetri nadi (SpO2). Pantau aktivitas pasien dan
otot pernapasan dan respons mampu: intervensi yang dapat berpengaruh buruk pada
pernapasan sentral yang tumpul Pasien sadar dan terorientasi saturasi oksigen.
terhadap hipoksemia dan RR 12-20 kali/menit, eupnea 2. Pantau EKG secara kontinu untuk mengetahui
hiperkapnea PaO2 80-100 mm Hg adanya disritmia yang mungkin berhubungan
PaCo2 35-45 mm Hg dengan hipoksemia atau ketidakseimbangan
pH 7,35-7,45 asam-basa.
Saturasi O2 ≥ 95 % 3. Kaji status pernapasan: catat frekuensi, irama, dan
kedalaman pernapasan.
4. Berikan oksigen sesuai intruksi
3 Penurunan curah jantung Pasien sadar dan berorientasi 1. Pantau EKG secara kontinu
berhubungan dengan bradikardia TDS 90-140 mm Hg untuk mengetahui adanya disritmia atau
dan penurunan isi sekuncup (IS) MAP 70-105 mm Hg bradikardia berat yang dapat berpengaruh buruk
FJ 60-100 kali/menit pada curah jantung.
Haluaran urine 30 ml/jam atau 0,5-1 2. Pantau tekanan AP secara
ml/kg/jam kontinu, CVP (jika dapat dilakukan), dan TD.
Denyut nadi perifer dapat dipalpasi 3. Pantau status volume cairan:
SAP 15-30 mm Hg 4. Berikan cairan intravena sesuai
DAP 5-15 mm Hg intruksi jantung. Nilai T3 dan T4
IJ 2,5-4 L/menit/m2 T3 normal : 80-160 µg/dl
Koma Miksedema
Baughman, Diane. C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
Brunner&Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi ed: 3. Jakarta: EGC
Hudak, Carolyn. M. (2012). Keperawatan kritis: Pendekatan Holistik ed: 6 vol. 2. Jakarta: EGC
Jevon, Philip. (2009). Pemantauan Pasien Kritis: Seri Keterampilan Klinis Esensial untuk
Perawat ed: 2. Jakarta: ERLANGGA
Morton, Patricia Gonce. (2012). Keperawatan kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC
Pearce, Evelyn. C. (2008). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT. GRAMEDIA
Price, Sylvia A., Wilson, Lorrraine M.(2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses
Penyakit.Jakarta:EGC
Saputra, Lyndon. (2012). Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang: BINARUPA AKSARA