FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN 2021 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan kadar gula darah melebihi kadar normal (hiperglikemia) (Hasdianah, 2018). Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (atau gula darah), yang dapat menyebabkan kerusakan parah pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf dengan seiring waktu (WHO, 2021). Diabetes mellitus diklasifikasian menjadi 2 yaitu diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan karena rusaknya sel beta pancreas sehingga pancreas tidak dapat memproduksi insulin (Novitasari, 2017). Sedangkan diabetes mellitus tipe 2 adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat sekresi insulin yang tidak normal, kerja insulin yang tidak normal, atau kombinasi keduanya (PERKENI,2019). Menurut kriteria konsensus Perkeni dan American Diabetes Association (ADA) 2015, diabetes melitus ditegakkan bila kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dL, glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL dengan gejala sering lapar, sering haus, sering buang air kecil dan jumlah banyak, serta badan turun (Riskesdas, 2018). Prevalensi diabetes mellitus di dunia menururt international Diabetes Federation tahun 2019 mencapai angka 463 juta dan akan meningkat 51% pada tahun 2030 hingga tahun 2045. Indonesia berada pada tingkat ke 7 dengan kejadian kasus diabetes mellitus tertinggi dengan jumlah penderita sebesar (10,7 juta) setelah Cina (116,4 juta), India (77,0 juta), Amerika Serikat (31,0 juta), Pakistan (19,4 juta), Brazil (16,8 juta), Meksiko (12,8 juta) (Infodatin, 2019). Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan prevalensi penderita Diabetes Miletus sebesar 20,57% (Dinkes Jateng, 2018). Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronik tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dicegah dan dikendalikan dengan menggunakan 5 pilar pengelolaan diabetes mellitus meliputi edukasi, pengaturan makan, aktivitas fisik, pemeberian obat-obatan, dan monitoring gula darah (Solekhah dan Sondang, 2020). B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengertian penyakit diabetes mellitus b. Untuk mengetahui etiologi penyakit diabetes mellitus c. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathways penyakit diabetes mellitus d. Untuk mengetahui gambaran klinik penyakit diabetes mellitus e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dan diagnostic penyakit diabetes mellitus f. Untuk mengetahui komplikasi penyakit diabetes mellitus g. Untuk mengetahui penatalaksanaan medic penyakit diabetes mellitus h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit diabetes mellitus BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian diabetes mellitus Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai kadar gula darah melebihi kadar normal (hiperglikemia) (Hasdianah, 2018). Diabetes mellitus, lebih sederhana disebut dengan diabetes, adalah suatu kondisi serius, dalam jangka panjang atau kronis merupakan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah seseorang karena tubuh yang tidak dapat memproduksi salah satu atau cukup hormoninsulin, atau tidak bisa secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya (International Diabetes Federation, 2019). B. Klasifikasi diabetes mellitus Menurut International Diabetes Federation (2019) klasifikasi diabetes mellitus dibagi menjadi 3, yaitu : a. Diabetes Mellitus Tipe 1. Diabetes tipe 1 disebabkanoleh reaksi autoimundimana sistem kekebalan tubuhmenyerang sel beta penghasil insulin daripankreas. Hal tersebut menyebabkan tubuh menghasilkan sangat sedikitatau tidak sama sekali menghasilkan insulin. Diabetes mellitus dapat terjadi pada semua usia, tetapi diabetes tipe 1paling sering terjadi pada anak-anak dananak muda.Orang dengan diabetes tipe 1 membutuhkan suntikan insulin setiap hariuntuk mempertahankan tingkat glukosa dikisaran normal. Tanpa insulin, mereka tidak bisa bertahan. Namun, dengan melakukan suntikan insulin harian sesuaipengobatan, pemantauan glukosa darah rutin, edukasi dan dukungan, mereka bisa hidup sehatdan menunda atau mencegah terjadinya komplikasiterkait dengan diabetes. b. Diabetes Mellitus Tipe 2. Pada diabetes tipe 2, hasilnya adalah hiperglikemia, keadaan dimana sel-sel tubuh tidakmampu untuk meresponsepenuhnya terhadap insulin, atau disebut juga resistensi insulin. Diabetes tipe 2 sering dialami oleh orang dewasa tua, seiring berjalannya waktu diabetes tipe 2 ini terjadi pada anak-anak, remaja, dandewasamuda karena meningkatnya kejadian obesitas, malas melakukan olahraga, dan pola makan yang tidak baik. c. Hiperglikemia pada kehamilan. Diklasifikasikan sebagai diabetes gestasional (GDM) yaitu ketika hiperglikemia yang pertama kali terjadi selama kehamilan dan dapat terjadi kapan saja selama kehamilan (biasanya terjadi setelah 24 minggu). Diabetes gestasional berlaku untuk wanita hamil yang sebelumnya pernah menderita diabetes atau mengalami hiperglikemia yang pertama kali didiagnosis selama kehamilan dan dalam keadaan tidak hamil. Diabetes gestasional juga dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, termasuk trimester pertama. d. Diabetes tipe lain. World Health Organization baru-baru ini menerbitkan tentang klasifikasi diabetes mellitus yaitu tipe spesifik lainnya termasuk diabetes monogenik yang dulu disebut diabetes sekunder. Sesuai dengan namanya, diabetes monogenik dihasilkan dari satu gen, tidak ada kontribusi dari banyak gen dan faktor lingkungan seperti yang ada pada diabetes tipe 1 dan tipe 2. C. Etiologi 1. Kelainan genetic Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin. 2. Usia Manusia pada umumnya mengalami penurunan fisiologis yang secara draatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin. 3. Gaya hidup stress Stress akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pancreas. Beban yang tinggi membuat pancreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin. 4. Pola makan yang salah Malnutrisi dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. 5. Obesitas Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh pada penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas terjadi karena peningkatan beban untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak. 6. Infeksi Masuknya bakteri atau virus kedalam pancreas akan berakibat rusaknya sel-sel pancreas (Riyadi 2013). D. Manifestasi klinis diabetes mellitus Ada tiga hal yang tidak bisa dipisahkan dari gejala klasik diabetes mellitus yaitu : a. Polyuria (banyak kencing). Terjadi sebagai akibat kehilangan cairan berlebih yang dihubungkan dengan deuresis osmotic. Gula bersifat menarik air sehingga bagi penderitanya akan mengalami kencing banyak. b. Polydipsia (banyak minum). Karena banyak nya urin yang keluar maka mekanisme tubuh yang lain melakukan penyeimbangan dengan cara memunculkan rasa ingin minum yang banyak. c. Polyphagia (banyak makan). Penderita diabetes mellitus mengalami keseimbangan kalori negative, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar. Beberapa gejala lain yang ditimbulkan dari diabetes mellitus yaitu : a. Sering mengantuk b. Gatal-gatal pada daerah kemaluan c. Pandangan mata kabur d. Berat bada berlebihan unutk diabetes tipe 2 e. Mati rasa atau rasa sakit pada bagian tubuh bagian bawah f. Infeksi kulit, terasa disayat, gatal-gatal pada kaki g. Penurunan berat badan secara drastic untuk diabetes mellitus tipe 1 h. Cepat naik darah i. Cepat lelah j. Mual dan muntah k. Terdapat gula pada air seni l. Peningkatan kadar gula dalam darah (Novitasari, 2017). E. Patifisiologi diabetes mellitus Dalam patofisiologi diabetes mellitus tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu : 1. Resistensi insulin. 2. Disfungsi sel B pancreas. Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes mellitus tipe 1. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Restyana, 2015). F. Pemeriksaan diagnostic Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi diabetes mellitus yaitu : a. TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Hasil dari tes TTGO berupa : 1) Kadar gula darah sesudah puasa selama 8-10 jam lebih dari 126mg/dl. 2) Kadar gula darah 2 jam sesudah minum 75 gram glukosa lebih dari 200 mg/dl. b. IFG (Impaired Fasing Glucose). Yaitu kadar gula puasa yang terganggu yakni gula darah setelah puasa 8-10 jam antara 100 mg/dl sampai >126 ml/dl c. IGT (Impaired Glucose Tolerance). Yaitu toleransi glukosa terganggu yakni apabila TTGO, 2 jaqm sesudah minum 75 gram glukosa, hasil gula darah berada antara 140 mg/dlm (Novitasari, 2017). G. Komplikasi diabetes mellitus Menurut Maghfuri (2016) komplikasi kronis yang bisa timbul pada pasien diabetes mellitus yaitu : a. Mata : retinopati diabetic, katarak. b. Ginjal : glomeruloklerosis intrakapiler, infeksi. c. Saraf : neuropati perifer, neuropati cranial, neuropati otonom. d. Kulit : dermopati diabetic, nekrobiosis lipoidika diabetikorum, kandidiasis, tukak kaki dan tungkai. e. System kardiovaskuler : penyakit jantung dan gangrene pada kaki. f. Infeksi tidak lazim : fasilitis dan miositis nekrotikans, meningitis mucor, kolesistitis eemfisematosa, otitis eksterna maligna (Maghfuri, 2016). H. Penatalaksanaan diabetes mellitus Tujuan dari penatalaksanaan diabetes mellitus yaitu menormalkan kembali aktivitas insulin dan kadar gula darah untuk mengurangi komplikasi yang akan ditimbulkan akibat diabetes mellitus. Menurut Damayanti (2016), penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari 5 komponen, yaitu : a. Manajemen Diet. Penatalaksaan status gizi dimulai dari menilai kondisi pasien, salah satunya menilai status gizi. Penilaian tersebut dengan cara menghitung indeks masa tubuh (IMT) = BB (kg)/TB² dengan tujuan untuk melihat apakah pasien diabetes mellitus tersebut mengalami obesitas, normal, atau kurang gizi. Nilai normal IMT pada orang dewasa yaitu antara 18-25. Standar komposisi yang dianjurkan oleh konsensus Perkeni (2006) yaitu : 1) Karbohidrat 45-65% 2) Protein 10-20% 3) Lemak 20-15% 4) Kolestrol <300mg/hari 5) Serat 25g/hari 6) Garam dan pemanis dapat digunakan secukupnya b. Latihan Fisik (Olahraga). Prinsip melakukan aktivitas fisik pada pasien DM yaitu sama dengan prinsip latihan jasmani pada umumnya, yaitu mengikuti prinsip sebagai berikut : 1) F (Frekuensi) = 3-5x/minggu secara teratur 2) I (Intensitas) = ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate) 3) D (Durasi) = 30-60 menit setiap melkukan aktivitas jasmani 4) J (Jenis latihan fisik) = aerobic (tujuan dari aerobic yaitu untuk meningkstkan stamina seperti jalan kaki, jogging, berenang, senam kelompok, dan bersepeda. Khusus pada diabetisi yang menggunakan insulin, ada beberapa petunjuk olahraga yang perlu diperhatikan : 1) Monitor kadar gula darah sebelum dan sesudah melakukan olahraga 2) Hindari olahraga ketika kadar gula darah rendah, dengan cara mengkonsumsi karbohidrat ekstra sebelum olahraga 3) Hindari melakukan olahraga berat selama reaksi puncak insulin 4) Hindari melakukan suntik insulin pada area yang digunakan untuk olahraga aktif 5) Mengurangi dosis insulin ketika akan melakukan olahraga yang melelahkan atau lama 6) Olahraga dapat menurunkan kadar gula darah selama beberapa jam untuk dilakukan pemeriksaan kadar gula darah secara periodic. c. Monitoring kadar gula darah. Pemantauan kadar gula darah secara mandiri (Self- monitoring blood glucose) bertujuan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya hiperglikemia atau hipoglikemia sehinga bisa menurunkan resiko komplikasi diabetic jangka panjang. Tidak hanya monitoring kadar gula darah saja, pasien diabetes juga harus melakukan monitoring kadar glukosa urin, keton darah, dan keton urin. Pengkajian tambahan seperti cek berat badan secara regular, pemeriksaan fisik teratur, pendidikan tentang diet, kemampuan monitoring diri, injeksi, pengetahuan umum tentang diabetes, dan perubahan-perubahan dalam diabetes. d. Terapi farmokologi. Tujuan dari terapi farmakologi pada pasien DM yaitu untuk menjaga kadar gula darah normal atau mendekati normal. Pada pasien DM tipe 2 terapi insulin terkadang dilakukan secara jangka panjang untuk mengendalikan kadar gula darah dalam batas normal, jika dengan cara diet, olahraga, dan Obat Hipoglikemi Oral (OHO) tidak dapat menjaga kadar gula darah dalam rentan normal. Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 3 golongan : 1) Memicu produksi insulin : sulfonilurea dan golongan glinid (meglitined, repaglinid, dan neteglinid) 2) Meningkatkan kerja insulin (sensitivitas terhadap insulin) : biguanid, tiazolidinedion, dan rosiglitazine (Avandia) 3) Penghambat enzim alfa glukosidase :akarbose. Indikasi penggunaan insulin pada DM tipe 2 yaitu : 1) Ketoasidosi, koma hiperosmolar dan asidosis laktat 2) Stress berat (infeksi sistemik, operasi berat) 3) Berat badan yang menurun dengan cepat 4) Kehamilan atau diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makanan 5) Tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal atau ada kontra indikasi dengan OHO. e. Pendidikan kesehatan. Pasien diabetes mellitus sangat memerlukan pendidikan kesehatan karena penatalaksanaan diabetes mellitus memerlukan perilaku penanganan khusus seumur hidup. Beberapa hal yang harus dimengerti oleh pasien diabetes mellitus yaitu : 1) Nutrisi 2) Manfaat dan efek samping terapi 3) Latihan 4) Perkembangan penyakit 5) Strategi pencegahan 6) Teknik pengontrolan kadar gula darah 7) Penyesuaian terhadap terapi (Damayanti, 2016). I. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan a. Riwayat Keperawatan 1) Riwayat Penyakit Sekarang Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman. Lingkungan pasien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan atau kelangsungan hidup pasien. Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cedera yang akan mempenngaruhi rasa aman dan nyaman pasien. 2) Riwayat Penyakit Dahulu Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/bedah menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secar langsung pada reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman pasien. 3) Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat ini bisa dapat menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman, karena dengan adanya riwayat penyakit maka klien akan beresiko terkena penyakit sehingga menimbulka rasa tidak nyaman seperti nyeri. b. Pemeriksaan Fisik 1) Kepala, Bentuk simetris, warna rambut hitam, persebaran rambut merata, kebersihan cukup, benjolan tidak ada, nyeri tekantidak ada. 2) Wajah, Bentuk simetris, agak pucat, edema tidak ada, nyeri tidak ada. 3) Mata, Konjungtiva anemis, reflek pupil ishokor, benjolan tidak ada,nyeri tekan tidak ada. 4) Hidung, Bentuk simetris, secret tidak ada 5) Telinga, Serumen tidak ada, bentuk simetris, nyeri tekan tidak ada. 6) Mulut dan Gigi, Bentuk simetris, mukosa mulut kering, kebersihan cukup,lidah bersih, pembesaran tonsil tidak ada. 7) Leher, Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, distensi vena jugularis tidak ada 8) Thorak, Bentuk dada simetris, suara nafas wheezing dan krekel tidak ada, retraksi otot dada tidak ada 9) Abdomen, Bentuk simetris, lesi tidak ada, peristaltic usus 8 x/menit,pembesaran hati tidak ada, nyeri lepas dan nyeri tekan tidak ada, asites tidak ada. 10) Ekstermitas, Edema tidak ada, sianosis tidak ada, pergerakan terkoordinir tetapi lemah. 2. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul a. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b. Gangguan integritas kulit/jaringan c. Resiko infeksi d. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh e. Resiko ketidakseimbangan cairan f. Resiko cidera 3. Intervensi keperawatan a. Kridakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemi Tujuan : kadar glukosa darah menjadi stabil atau berada pada rentan normal Kriteria hasil SLKI : 1) Kesadaran meningkat 2) Kadar glukosa darah membaik 3) Pusing menurun 4) Lelah/lesu menurun Intervensi SIKI : 1) Identifikasi penyebab hiperglikemi 2) Monitor kadar gula darah 3) Monitor tanda dan gejala hiperglikemi 4) Berikan asupan cairan oral 5) Konsultasi dengan medic jika tanda dan gejala hiperglikemi tetap atau memburuk 6) Anjurkan monitoring kadar gula secara mandiri 7) Kolaborasi pemeberian insulin 8) Kolaborasi pemberian cairan b. Gangguan integritas kulit/jaringan beruhungan dengan perubahan sirkulasi, neuropati perifer ditandai dengan diabetes mellitus Tujuan : integritas kulit membaik Kriteria hasil SLKI : 1) Kerusakan jaringan menurun 2) Nekrosis menurun Intervensi SIKI : 1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit 2) Monitor karakteristik luka 3) Monitor tanda-tanda infeksi 4) Lakukan perawatan luka 5) Jelaskan tanda gejala infeksi 6) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi protwin dan kalori 7) Kolaborasi prosedur debridement 8) Kolaborasi pemberian antibiotic c. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis diabetes mellitus Tujuan : tidak ada tanda dan gejala infeksi Kriteri hasil SLKI : 1) Kerusakan jaringan menurun 2) Nekrosis menurun Intervensi SIKI : 1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit 2) Monitor karakteristik luka 3) Monitor tanda-tanda infeksi 4) Lakukan perawatan luka 5) Jelaskan tanda gejala infeksi 6) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi protwin dan kalori 7) Kolaborasi prosedur debridement 8) Kolaborasi pemberian antibiotic d. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolism protein dan lemak Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria Hasil SLKI : 1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan. 2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan. 3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. 4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. Intervensi SIKI : 1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi. 2) Auskultasi bising usus, cacat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dngan indikasi. 3) Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering. 4) Libatkan keluarga pasien pada pengawasan diet. 5) Observasi tanda–tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala. 6) Kolaborasi pemeriksaan gula darah. 7) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin. 8) Kolaborasi dengan ahli diet untuk mengetahui diet yang tepat. e. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan diuresis osmosis Tujuan : Kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi. Kriteria hasil SLKI : 1) Kekurangan volume cairan teratasi dibuktikan dengan keseimbangan cairan. 2) Pasien menunjukan hidrasi yang adekuet dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, tugor kulit dan pengisian kapiler baik, haluan urine tepet secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi SIKI : 1) Pantau tanda–tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah. 2) Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul (pernafasan yang berbau keton). 3) Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan. 4) Kaji tugor kulit dan membran mukosa. 5) Pantau input dan output cairan. 6) Catat hal–hal seperti mual, muntah, dan distensi lambung. 7) Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan dan nadi tidak teratur. 8) Kolaborasi: Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K). f. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan Tujuan : Pasien tidak mengalami cedera. Kriteria Hasil SLKI : 1) Resiko cedera menurun, yang dibuktikan oleh keamanan personal pengendalian resiko dan lingkungan rumah yang aman. 2) Pasien dapat memenuhi kebutuhanya tanpa mengalami cedera. Intervesi SIKI : 1) Hindari lantai yang licin. 2) Gunakan bed yang rendah. 3) Orientasikan klien dengan ruangan. 4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari–hari. 5) Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi. DAFTAR PUSTAKA
Yogyakarta : Nuha Medika H.R, Hasdianah. 2018. Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak- anak dengan Solusi herbal. Yogyakarta : Nuha Medika. International Diabetes Federation. 2019. IDF Diabetes Atlas Ninth edition 2019. International Diabetes Federation. Maghfuri, Ali. 2016. Buku Pintar Perawatan Luka Diabetes Mellitus. Jakarta : Salemba Medika. Novitasari, Retno. 2017. Diabetes Mellitus. Yogyakarta : Nuha Medika. Restyana Noor Fatimah. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Lampung :Jurnal Majority Volume 4 Nomor 5 Riyadi, Sujono. 2013.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Graha Ilmu : Yogyakarta. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : DPP PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : DPP PPNI
Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Di Wisma Anggrek Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulia 01 Ciracas Jakarta