Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA


SISTEM ENDOKRIN KAD DAN HHS

Dosen Pengampu:
Taufan Arif, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh :
Shaniya Vira Lingga P (P17212215009)
Khuriyatul Ummah Safitri (P17212215015)
Maharani Puspita (P17212215022)
Rohmatis Sania (P17212215027)
Nevy Velliana (P17212215031)
Sisca Nofiyanti Setya Rahayu (P17212215050)
Dinda Triyuni Rahmawati (P17212215060)
Diofani Kurnia Hayati Putri (P17212215070)
Tiara Anggita Putri (P17212215080)
Irfan Iskandar (P17212215089)
Muhammad Rizky (P17212215108)
Muhammad Syarwanie (P17212215109)
Norma Laili (P17212215110)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat-Nya


kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam kami
limpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW beserta
pengikutnya serta sahabatnya, atas jasa beliau kita sebagai umat islam bisa
melihat dunia di sekitarnya yang memenuhi akhlak mulia, rahmat dan kasih
sayang yang selalu tumbuh diantara umatnya.
Ucapan terimakasih kami berikan kepada bapak Taufan Arif, S.Kep., Ns.,
M.Kep selaku dosen pembimbing kami seta teman-teman yang ikut memberikan
motivasi kepada kami.
Kami menyusun makalah ini mengenai Asuhan Keperawatan Kritis Pada
Sistem Endokrin (KAD DAN HHS). Oleh karena itu kami meminta maaf apabila
didalam penulisan makalah ini ada kesalahan yang kami sengaja maupun tidak
kami sengaja. Dan kami mengharap kritikan serta saran dari pembaca, agar kami
dapat menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan untuk menjadikan
makalah kami lebih baik dan lebih sempurna serta bermanfaat di lingkungan
masyarakat.

Malang, 04 Agustus 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN

i
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 LatarBelakang.............................................................................................1
1.2 RumusanMasalah...................................................................................2
1.3 TujuanPenulisan.....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................4
2.1 HYPEROSMOLAR HYPERGLYCEMIC STATE (HHS)...........................4
2.1.1 Definisi..................................................................................................4
2.1.2 Etiologi............................................................................................4
2.1.3 Tanda dan Gejala............................................................................4
2.1.4 Patofisiologi.....................................................................................5
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang.................................................................6
2.1.6 Penatalaksanaan.............................................................................7
2.1.7 Komplikasi.......................................................................................8
2.2 KONSEP MEDIS KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD).............................9
2.2.1 Definisi..................................................................................................9
2.2.2 Etiologi............................................................................................9
2.2.3 Tanda Dan Gejala.........................................................................10
2.2.4 Patofisiologi...................................................................................10
2.2.5 PemeriksaanPenunjang................................................................12
2.2.6 Penatalaksanaan...........................................................................13
2.2.7 Komplikasi.....................................................................................14
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................15
3.1 Pengkajian............................................................................................15
3.1.1 Pengkajian Primer..............................................................................15
3.1.2 Pengkajian Sekunder....................................................................16
3.1.3 Pemeriksaan Laboratorium...........................................................18
3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik................................................................20
3.1.5 Diagnosa Keperawatan.................................................................21
3.2 RENCANA INTERVENSI......................................................................21
BAB IV PENUTUP..............................................................................................38
4.1 Kesimpulan...........................................................................................38
4.2 Saran....................................................................................................39

ii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................40

DAFTAR TABEL

iii
HALAMAN
Tabel 3.2 Rencana Intervensi................................................................. 22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa
insiden KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok
umur, sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar
13,4/1000 pasien DM per tahun. Sumber lain menyebutkan insiden KAD
sebesar 4,6 – 8/1000 pasien DM per tahun. KAD dilaporkan bertanggung
jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika
Serikat. Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden
KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM
tipe 1 yang rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari
data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2 (Tarwoto,2016).
Menurut hasil data artikel menunjukan angka mortalitas hiperosmolar
hiperglikemik sindrom sangat tinggi, hiperosmolar hiperglicemik sindrom
(HHS)adalah masalah bagi ahli endokrinologi di Amerika serikat.Tercatat
angka kejadian HHS mencapai 17,5 persen dari 100.000 penduduk di
amerika serikat, dengan angka kejadian mortalitas 10- 20% .
sedangkan di Indonesia Sendiri lebih menakutkan dengan angka
prevalensi hiperosmolar hiperglicemik sindrom (HHS)di Jakarta dengan
angka mortalitas mencapai 430 -50% dari populasi 1000 pasien HHS setiap
tahunnya, yang artinya akan ada 300-500 pasien yang akan meninggal
setiap tahunnya. (artikel dokterpost, 2015). Maka dari itu hiperosmolar
hiperglikemik harus di waspadai sebagai penyakit komplikasi DM tipe 2
yang mengancam jiwa.
Komplikasi akut yang bisa terjadi dari diabetes mellitus (DM) adalah
Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hiperosmolar Hiperglikemia State (HHS).
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah gangguan metabolic akut yang ditandai
dengan peningkatan badan keton dalam sirkulasi yang berlanjut menjadi
ketoasidosis berat dengan hiperglikemia tidak terkontrol akibat defisiensi
insulin. Faktor pencetus tersering dari KAD yaitu infeksi(pneumonia, infeksi
saluran kencing, pancreatitis, infark jantung, cva, dll). Pada infeksi akan
terjadi peningkatan sekresi kortisol dan glukagon sehingga terjadi
peningkatan kadar gula darah (Miarta dkk, 2019).

1
2

Sedangkan yang dimaksud Hiperosmolar Hiperglikemia State (HHS)


adalah gangguan metabolic akut yang ditandai dengan hiperglikemia,
hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. HHS dimulai
dengan adanya diuresis glukosuria, glukosuria menyebabkan kegagalan
pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, hilangnya air yang
lebih banyak dibanding natrium menyebabkan kegagalan hiperosmolar.
Faktor pencetus ini antara lain infeksi(pneumonia, infeksi saluran
kencing,sepsis), penyakit vaskular akut, trauma,luka bakar, hematom
subdural, kelainangastrointestinal, obat-obatan(Oktaliani & Zamri, 2019).
Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas tentang Ketoasidosis
Diabetik (KAD) dan Hiperosmolar Hiperglikemia State (HHS).

1.2 RumusanMasalah
1. Apa definisi dariKetoasidosis Diabetik (KAD) danHyperosmolar
Hyperglycemic State (HHS)?
2. Apa etiologi dari Ketoasidosis Diabetik (KAD) danHyperosmolar
Hyperglycemic State (HHS)?
3. Apa saja tandadangejaladari Ketoasidosis Diabetik (KAD)
danHyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)?
4. Bagaimana patofisiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD) danHyperosmolar
Hyperglycemic State (HHS)?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang Ketoasidosis Diabetik (KAD)
danHyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis Ketoasidosis Diabetik (KAD)
danHyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)?
7. Apa komplikasi dari Ketoasidosis Diabetik (KAD) danHyperosmolar
Hyperglycemic State (HHS)?

1.3 TujuanPenulisan
1. Untuk mengetahui definisi dariKetoasidosis Diabetik (KAD)
danHyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)
2. Untuk mengetahui etiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD)
danHyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)
3. Untuk mengetahui tandadangejaladari Ketoasidosis Diabetik (KAD)
danHyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)
3

4. Untuk mengetahui patofisiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD)


danHyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada Ketoasidosis Diabetik
(KAD) danHyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada Ketoasidosis Diabetik
(KAD) danHyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)
7. Untuk mengetahui komplikasi pada Ketoasidosis Diabetik (KAD)
danHyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HYPEROSMOLAR HYPERGLYCEMIC STATE (HHS)


2.1.1 Definisi
Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS)merupakan gangguan
metabolik akut yang dapat terjadi pada pasien diabetes melitus, yang
ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa
adanya ketoasidosis(Semarawima, 2017). HHS adalah suatu keadaan
darurat diabetes yang mengancam nyawa, sering terjadi pada penderita
usia lanjut. Angka kematian keseluruhan diperkirakan 20%, yaitu sekitar
10 kali lebih besar dari Ketosidosis Diabetik. Diagnosa HHS dapat
ditegakkan jika ditemukan keadaan: 1. Hypovolemia 2. Hiperglikemia ( ≥
30 mmol/L atau 540 mg/dL) tanpa tanda hiperketonemia (7.3 , bikarbonat
>15 mmol/L) 3. Osmolaritas ≥ 320 mOsm/Kg (Zamri, 2019).
2.1.2 Etiologi
Faktor pencetus HHS antara lain infeksi (bronkopneumonia, infeksi
saluran kencing, sepsis), penyakit vaskular akut (penyakit sere-
brovaskular, infark miokard akut, emboli paru), trauma, luka bakar,
hematom subdural, kelainan gastrointestinal (pankreatitis akut,
kholesistitis akut, obstruksi intestinal), obatobatan (diuretik, steroid, agen
antipsikotikatipikal, glukagon, interferon, agen simpatomimetik seperti
albuterol, dopamin, dobutamin, dan terbutalin). Faktor predisposisi
terjadinya HSS paling umum adalah infeksi pada 40-60% pasien, dan
infeksi yang paling sering adalah bronkopneumonia (Zamri, 2019).
2.1.3 Tanda dan Gejala
Gejala klinis pasien HHS ialah: rasa lemah, gangguan
penglihatan, atau kaki kejang, dapat pula ditemukan keluhan mual dan
muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang,
pasien datang dengan disertai keluhan saraf, disorientasi, hemiparesis,
kejang atau koma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda
dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata
cekung dan perabaan ektremitas yang dingin serta denyut nadi yang
cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak

4
5

terlalu tinggi, dapat pula dijumpai distensi abdomen yang membaik


setelah rehidrasi adekuat (Zamri, 2019).
6

2.1.4 Patofisiologi
7

HHS dimulai dengan adanya diuresis glukosuria. Glukosuria


menyebabkan gagalnya ginjal dalam mengkonsentrasikan urin.
Keadaan ini semakin diperberat dengan derajat kehilangan cairan.
Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa di batas
ambang tertentu. Namun demikian, penurunan volume intravaskular
atau pada penyakit ginjal yang telah ada akan menurunkan laju filtrasi
gromerulus semakin menyebabkan kadar glukosa meningkat.
Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium menyebabkan
keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk
menurunkan kadar glukosa darah, terlebih jika terdapat resistensi
insulin.
Pasien HHS jarang mengalami ketoasidosis. Faktor yang diduga
ikut berpengaruh antara lain adalah keterbatasan ketogenosis karena
keadaan hiperosmolar, kadar asam lemak bebas yang rendah untuk
ketogenosis. Ketersediaan insulin yang cukup hanya menghambat
ketogenosis namun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia.
Berkurangnya insulin menyebabkan timbulnya hiperglikemia,
penurunan pemakaian glukosa olehjaringan perifer termasuk oleh sel
otot dan sel lemak serta ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai
glikogen dalam otot dan hati dan terjadi stimulasi glukagon pada sel
hati untuk glukoneogenisis menyebabkan semakin naiknya kadar
glukosa darah. Pada keadaan dimana insulin tidak tercukupi, maka
besarnya kenaikan kadar glukosa darah juga dipengaruhi oleh status
hidrasi dan masukan karbohidrat oral. Adanya hiperglikemi
mengakibatkan timbulnya diuresis osmotik, dan mengakibatkan
menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vascular, dimana
glukoneogenesis dan masukan makanan terus menambah glukosa,
kehilangan cairan akan menambah hiperglikemi dan hilangnya volume
sirkulasi. Hiperglikemia dan peningkatan konsentrasi protein plasma
yang mengikuti hilangnya cairan intravascular menyebabkan keadaan
hiperosmolar.
Adanya keadaan hiperosmolar akan memicu sekresi hormone anti
diuretik dan timbul rasa haus. Apabila keadaan hiperglikemia dan
hiperosmolar yang menyebabkan kehilangan cairan ini tidak diatasi,
8

maka akan timbul dehidrasi dan kemudian menjadi hipovolemia.


Hipovolemia akan menyebabkan hipotensi dan akan mengakibatkan
gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan suatu
stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini, karena telah terjadi
gangguan elektrolit berat dan hipotensi(Zamri, 2019).
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Semarawima, 2017) diagnosis HHS dapat ditegakkan
dari klinis, yaitu dengan melakukan pemeriksaan laboratorium antara lain:
1. Glukosa plasma darah (GDA) : lebih dari 600 mg/dl
2. Blood gas analisis (BGA): pH arteri lebih dari 7,3
3. Serum elektrolit (SE): bikarbonat serum lebih dari 15 mEq/L,
osmolalitas serum lebih dari 320 mOsm/ kg
4. Urin : keton urin derajat ringan
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut (Semarawima, 2017) tujuan dari terapi KAD dan HHS adalah
penggantian volume sirkulasi dan perfusi jaringan, penurunan secara
bertahap kadar glukosa serum dan osmolalitas plasma, koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, perbaikan keadaan ketoasidosis pada KAD,
mengatasi faktor pencetus, melakukan monitoring dan melakukan
intervensi terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal dan
susunan saraf pusat. Antara lain:
a. Terapi Cairan
Pasien dengan HHS memerlukan rehidrasi dengan estimasi cairan
yang diperlukan 100 ml/kgBB. Terapi cairan awal bertujuan
mencukupi volume intravaskular dan restorasi perfusi ginjal. Terapi
cairan saja dapat menurunkan kadar glukosa darah.NaCl 0,9%
dimasukkan secara intravena dengan kecepatan 500 sampai dengan
1000 ml/jam selama dua jam pertama. Perubahan osmolalitas serum
tidak boleh lebih dari 3 mOsm/ jam. Namun jika pasien mengalami
syok hipovolemik, maka cairan isotonik ketiga atau keempat dapat
digunakan untuk memberikan tekanan darah yang stabil dan perfusi
jaringan yang baik.
b. Terapi Insulin
Pemberian insulin dengan dosis yang kecil dapat mengurangi risiko
terjadinya hipoglikemia dan hipokalemia. Fungsi insulin adalah untuk
9

meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer,


menurunkan produksi glukosa oleh hati sehingga dapat menurunkan
konsentrasi glukosa darah. Selain itu, insulin juga berguna untuk
menghambat keluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa dan
mengurangi ketogenesis. Pada pasien dengan klinis yang sangat
berat, insulin reguler diberikan secara kontinyu intravena. Bolus
insulin reguler intravena diberikan dengan dosis 0,15 U/kgBB, diikuti
dengan infus insulen regular dengan dosis 0,1 U/kg BB/jam (5-10
U/jam). Hal ini dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan
kecepatan 65-125 mg/jam. Jika glukosa darah telah mencapai 250
mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL pada HHS, kecepatan pemberian
insulin dikurangi menjadi 0,05 U/kg BB/jam (3-5 U/ jam) dan
ditambahkan dengan pemberian dextrosa5-10% secara intravena.
Pemberian  insulin tetap diberikan untuk mempertahankan glukosa
darah pada nilai tersebut sampai keadaan ketoasidosis dan
hiperosmolalitas teratasi. Ketika protokol KAD atau HHS berjalan,
evaluasi terhadap glukosa darah kapiler dijalankan setiap 1-2 jam
dan darah diambil untuk evaluasi elektrolit serum, glukosa, BUN,
kreatinin, magnesium, fosfos, dan pH darah setiap 2-4 jam.
c. Terapi Kalium
Secara umum, tubuh dapat mengalami defisit kalium sebesar 3-5
mEq/kg BB. Namun kadar kalium juga bisa terdapat pada kisaran
yang normal atau bahkan meningkat. Peningkatan kadar kalium ini
bisa dikarenakan kondisi asidosis, defisiensi insulin dan
hipertonisitas. Dengan terapi insulin dan koreksi keadaan asidosis,
kadar kalium yang meningkat ini dapat terkoreksi karena kalium akan
masuk ke intraseluler. Untuk mencegah terjadinya hipokalemia,
pemberian kalium secara intravena dapat diberikan. Pemberian
kalium intravena (2/3 dalam KCl dan 1/3 dalam KPO4 ) bisa diberikan
jika kadar kalium darah kurang dari 5 mEq/L.7,10 Pada pasien
hiperglikemia dengan defisit kalium yang berat, pemberian insulin
dapat memicu terjadinya hipokalemia dan memicu terjadinya aritmia
atau kelemahan otot pernafasan. Oleh karena itu, jika kadar kalium
kurang dari 3,3 mEq/L, maka pemberian kalium intravena harus
segera diberikan dan terapi insulin ditunda sampai kadarnya lebih
10

atau sama dengan 3,3 mEq/L.


2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada HHS diantaranya adalah
koma, gagal jantung, gagal ginjal, gangguan hati, iskemia/infark organ,
hipoglikemia, hiperglikemia, hipokalemia, hiperkalemia, edema serebri,
dan kelebihan cairan.

2.2 KONSEP MEDIS KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)


2.2.1 Definisi
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan
ketidakseimbangan antara tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai
oleh hiperglikemi dan  berkaitan  berkaitan dengan abnormalitas
abnormalitas metabolisme metabolisme karbohidrat, karbohidrat, lemak
dan protein. protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada
perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik dan
kardiovaskuler.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus
yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. KAD
memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat, mengingat angka
kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan upaya penting untuk
menghindari terjadinya KAD.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin
dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
Keadaan ini terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan
gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan
insulin.
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi
yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis
Diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II).

2.2.2 Etiologi
Insulin Insulin Dependen Dependen Diabetes Melitus Diabetes
Melitus (IDDM) atau diabetes m diabetes melitus tergantung insulin
disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat  proses
11

autoimun. Sedangkan  proses autoimun. Sedangkan non insulin


dependen non insulin dependen diabetik melitus diabetik melitus (NIDDM)
(NIDDM) atau diabetes melitus tidak tergantung insulin disebabkan
kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensu insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya.
Artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada perangsangan perangsangan sekresi
sekresi insulin, insulin, berarti berarti sel B pankreas pankreas mengalami
mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat
hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-
faktor:
1. Infeksi
2. Stress fisik dan emosional : respon hormonal terhadap stress
mendorong  peningkatan proses katabolic. Menolak terapi insulin
2.2.3 Tanda Dan Gejala
Gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien KAD adalah:
1. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
2. Terdapat keton di urin
3. Banyak buang air kecil sehingga dapat dehidrasi
4. Sesak nafas (nafas cepat dan dalam)
5. Nafas berbau aseton
6. Badan lemas
7. Kesadaran menurun sampai koma
8. KU lemah, bisa penurunan kesadaran
9. Polidipsi, poliuria
10. Anoreksia, mual, muntah, nyeri perut
11. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis
osmotic
12. Kulit kering
13. Berkeringat
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya KAD adalah:
1. Infeksi, stres akut atau trauma
12

2. Penghentian pemakaian insulin atau obat diabetes


3. Dosis insulin yang kurang
2.2.4 Patofisiologi

Asupan insulin tidak cukup, infeksi

Sel beta pankreas rusak/terganggu

Produksi insulin menurun

Glukagon Lipolisis

Hiperglikemi Glukosa intra sel menurun As. Lemak bebas

Glukosuri teroksidasi Hiperosmolalitas Proses pembentukan ATP/energi terganggu As. Lemak teroksidasi

Deuresis osmotik Koma Kelelahan/keletihan Ketonemia

Poliuri Kalori keluar Ketonuria

Syok Dehidrasi Rasa Lapar Ketoasidosis

Rasa haus Polifagi Ph Asidosis Metabolisme

Kekurangan volume Polidipsi Perubahan nutrisi Mual, muntah CO2 meningkat

cairan dan elektrolit > dari kebutuhan


Defisit nutrisi pCO2 meningkat

Nafas cepat dangkal

Pola nafas tidak efektif

4
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin.
Karena dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan
energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan
tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya
terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya
sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat
lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam
perkembangan ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi,
infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada
ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi
langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh
akan menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria.
Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi
asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi
(diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis
metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat
dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan
menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok
hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh pernapasan.
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan
mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Sehingga,
perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk
membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang
memasuki sel akan berkurang juga . Disamping itu produksi
glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan

4
5

menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan


glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit
(seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai
oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan
dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis
diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan
sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida
selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam- asam lemak bebas dan gliserol. Asam
lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang
berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara
normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan
keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah,
badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.

2.2.5 PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan Diagnostik meliputi :
1. Glukosa darah : meningkat 200 –  100 mg/dl atau lebih
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkaat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l Pemeriksaan Osmolalitas = 2[Na+K] + [GDR/18] +
[UREUM/6]
5. Elektrolit : Natrium : mungkin normal , meningkat atau menurun
6. Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan selular),
selanjutnya akan menurun
7. Fosfor : lebih sering menurun
8. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4
bulan terakhir
6

9. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan


penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
10. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat atau normal (dehidrasi),
leukositosis, hemokonsentrasi sebagai rrespons terhadap stress
atau infeksi
11. Ureum/kreatinin: Mungkn meningkaatt atau
normal(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
12. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan
adanya  pankreatitis akut sebagai penyebab DKA
13. Urin : gula dan aseton positif , berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat
14. Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya infeksi saluran
kemih,  pernafasan dan pada luka

2.2.6 Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi,
hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit
penyerta yang ada. Adapun penatalaksaanan pada kasus KAD iniialah:
1. REHIDRASI  
NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm
selama 4  jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2. INSULIN
4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi minimal
3. Infus K (TIDAK BOLEH BOLUS)
a) Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L  
b) Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
c) Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri
25mEq/L 25mEq/L
d) Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
4. Infus Bicarbonat
a) Bila pH< 12mEq/L  
b) Berikan 44-132 mEq dalam 500cc NaCl Berikan 44-132
mEq dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm 0.9%, 30-80 tpm
Pemberian Bicnat = [ 25 - HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
7

5. Antibiotik dosis tinggi.


Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
reduksi Fase II/maintenance:
1. Cairan maintenance
a) Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% berg  Nacl 0.9% atau
D5 atau maltose 10% bergantian
b) Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
2. Kalium
a) Perenteral bila K+<4mEq
b) Peroral (air tomat/kaldu 1-2 gelas, 12 jam
3. Insulin reguler 4-6U/4-6jam sc
4. Makanan lunak karbohidrat

2.2.7 Komplikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah:
1. Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa
setelah koma.
2. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.
3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang
berat, seperti: renjatan (syok), stroke, dll.
4. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya
penatalaksanaan KAD.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian Primer
a. Airway
Perkenalkan namamu dan jeaskan pemeriasaan apa yang akkan
kamu lakukan. Respon verbal yang baik ari pasien meunjukkan airway
bebas. Jika pasien kesulitan memberikan respon verbal, lakukan
pemeriksaan au upaya membuka airway (head till, chin lift ). Jika airway
tidak ada gangguan namun pasien mengaami kesulitan memberikan
respon verbal, maka evaluasi di breathing.
b. Breathing
Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien
dengan kesadaran / koma (GCS <8) mempertimbangkan intubasi dan
ventilasi. Pada pasien tsb sementara saluran napas dapat dipertahankan
oleh penyisipan Guedel's saluran napas. Pasang oksigen melalui
masker Hudson atau non-rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan
tabung nasogastrik dan biarkan drainase jika pasien muntah atau jika
pasien telah muntah berulang. Airway, pernafasan dan tingkat kesadaran
harus dimonitor di semua treatment DKA.
c. Circulation
Penggantian cairan. Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien
yang menderita dehidrasi berat bisa berlanjut pada shock hipovolemik.
Oleh sebab itu, cairan pengganti harus dimulai segera. Cairan resusitasi
bertujuan untuk mengurangi hiperglikemia, hyperosmolality, dan
counterregulatory hormon, terutama dalam beberapa jam pertama,
sehingga mengurangi resistensi terhadap insulin. Terapi Insulin paling
efektif jika didahului dengan cairan awal dan penggantian elektrolit. Defisit
cairan tubuh 10% dari berat badan total maka lebih dari 6 liter cairan
mungkin harus diganti. Resusitasi cairan segera bertujuan untuk
mengembalikan volume intravaskular dan memperbaiki perfusi ginjal
dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa digunakan jika pasien dalam
syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling sesuai.
Idealnya 50% dari total defisit air tubuh harus diganti dalam 8 jam

8
9

pertama dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati pemantauan


status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil setiap 15
menit), fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan diperlukan
untuk menghindari overload cairan.(Elisabeth Eva Oakes, RN. 2007.
Diabetic Ketoacidosis DKA)
1) Periksa denyut nadi, tekanan darah dan CRT. Pasang EKG jika
perlu dan pulse oximetry untuk monitoring
2) Pasang 1-2 kanul cairan intraena jika terdapat tanda-tanda
syok (takikari, hipitensi, pemanjangan CRT) dan berikan IV bolus
3) Pertimbangkan untuk mengusulkan beberapa pemeriksaan di
bawah ini
a) Urea (BUN), serum kretinin
b) Serum elektrolit
c) Darah lengkap
d) Tes fungsi hati
e) Amylase
f) Serum eton
g) Laktat dan kultur darah jika pasien demam
4) Pertimbangkan pemasangan kateter urine untuk memantau
produksi urin 24 jam. Jika pasien demam dan penyebabnya tidak
diketahui, mulailah memberikan anibiotik spectrum luas. Bila
memungkinkan, usulkan pemeriksaan keon urin. Jika hasilnya
positif, akan sangat menunjang diagnosis ketoasidosis diabetes.
d. Disability
Lakukan penilaian AVPU atau GCS. Periksa apakah puil isokor dan
memberikan respons terhadap penyinaran.
e. Exposure
Buka pakaian pasien, cari tanda ruam, perdarahan atau edema.
Lakukan inspeksi dan palpasi abdomen untuk mendapatkan tanda-tanda
klinis lain.
3.1.2 Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas / Istirahat
 Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istirahat/tidur
10

 Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan


istirahat atau aktifitas, Letargi/disorientasi, koma, penurunan
kekuatan otot
b. Sirkulasi
 Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas
dan kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama, Takikardia.
 Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi
yang menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena
jugularis, Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
c. Integritas/ Ego
 Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi.
 Tanda : Ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi
 Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia,
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK
baru/berulang, Nyeri tekan abdomen, diare.
 Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia
berat), Urin berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras,
adanya asites, Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
e. Nutrisi/Cairan
 Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi
diet, peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan
berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan
diuretic.
 Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi
abdomen, muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
f. Neurosensori
 Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan.
11

 Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap


lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental,
Refleks tendon dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap
lanjut dari DKA)
g. Nyeri/kenyamanan
 Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
 Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-
hati
h. Pernapasan
 Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa
sputum purulent (tergantung adanya infeksi/tidak).
 Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
Frekuensi pernapasan meningkat
i. Keamanan
 Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
 Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi,
Menurunnya kekuatan umum/rentang erak, Parestesia/paralisis
otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam)
j. Seksualitas
 Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten
pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
k. Penyuluhan/pembelajaran
 Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid,
diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan
kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat
diabetik sesuai pesanan
 Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengatuan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan
terhadap glukosa darah
3.1.3 Pemeriksaan Laboratorium
 Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah
12

dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000


mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami
asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200
mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400-500 mg/dl.
 Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat
natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa
turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
 Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat
dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung
ekstrem di tingkat potasium.
 Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH
yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)
terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton
dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya
dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
 Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
 Gas darah arteri (ABG).
pH sering 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330
mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
 Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain
itu,ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan
yangmendasarinya.
13

 β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk
mengikutirespons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar
dari 0,5 mmol / L
dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan
kebutuhanuntuk ketoasidosis diabetik (KAD).
 Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk
mendeteksiinfeksi saluran kencing yang mendasari.
 Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN
(mg /dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada
dalam keadaankoma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg
H2O. Jika osmolalitas
kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada
kondisi koma.
 Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
 Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
 Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan,
kenaikan kadarkreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan
dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat
dilakukan dengan cara: a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih
besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
a. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
b. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
c. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
14

d. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat


menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan
peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
e. Aseton plasma: Positif secara mencolok
f. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
g. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F
turun
h. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
i. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3
(asidosismetabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
j. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis,
hemokonsentrasi
k. Ureum/creatinin: meningkat/normal m. Amilase darah:
meningkat mengindikasikan pancreatitis akut
l. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut.
3.1.5 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas
2. Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
4. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b.d disfungsi pancreas
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
6. Hipertermiab.d dehidrasi
7. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
8. Risiko aspirasi b.d penurunan tingkat kesadaran
9. Risiko luka tekan b.d penurunan mobilisasi
10. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasive
11. Risiko defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
12. Nausea b.d mual dan muntah
15

3.2 RENCANA INTERVENSI


Tabel 3.2 Rencana Intervensi
Standar
Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
Keperawatan Keperawatan Indonesia Indonesia
Indonesia

Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Napas


napas tidak keperawatan diharapkan (I.01011)
efektif b.d benda bersihan jalan nafas Observasi
asing dalam jalan meningkat dengan kriteria 1. Monitor pola napas
napas hasil : (frekuensi, kedalaman, usaha
L.01001 Bersihan Jalan napas)
Nafas 2. Memonitor bunyi napas
1. Produksi sputum menurun tambahan (misal gurgling,
2. Wheezing menurun mengi, wheezing, rinki kering)
3. Sianosis menurun Terapeutik
4. Frekuensi nafas membaik 1. Pertahankan kepatenan jalan
5. Pola nafas membaik napas
2. Posisikan semi fowler / fowler
3. Berikan minuman hangat
4. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 menit
5. Lakukan hiperogsigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
6. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
7. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
16

brinkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

Pemantauan Respirasi (I.01014)


Observasi
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya nafas
2. Memonitor pola nafas
3. Memonitor kemampuan
batuk efektif
4. Memonitor adanya produksi
sputum
5. Memonitor adanya sumbatan
jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Aukultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AG D
10. Monitor hasil x-ray thorax
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Hipovolemia b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipovolemia
kekurangan keperawatan diharapkan Observasi
intake cairan hipovolemia membaik 1. Observasi tanda-tanda vital
dengan kriteria hasil : dan gelaja hipovolemia
2. Monitor intake dan output
17

L.03028 Status Cairan cairan 2


Terapeutik
1. Frekuensi Nadi
membaik ( 70-120 1. Hitung kebutuhan cairan
x/menit ), 2. Berikan asupan cairan oral
2. Suhu tubuh membaik Edukasi
( 36,5 – 37,50C )
1. Anjurkan memperbanyak
3. Turgor kulit membaik
asupan cairan oral
4. Intake cairan
membaik ( 8-8,5 Kolaborasi
cc/kgBB/hari )
1. Kolaborasi pemberian cairan
5. Membrane mukosa
IV isotonis (mis. NaCl, RL)
membaik
2. Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (mis. Glukosa
2,5%, NaCl 0,4% )
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. Albumin,
plasmanate)

Pemantauan cairan (I.03121)


Observasi
1. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi napas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu pengisian
kapiler
6. Monitor elastisias dan turgor
kulit
7. Monitor jumlah, warna, dan
berat jenis urine
8. Monitor kadar albumin dan
protein total
9. Monitor hasil pemeriksaan
18

serum
10. Monitor intake dan output
cairan
11. Identivikasi tanda-tanda
hipovolemi
12. Monitor tanda-tanda
hipervolemi
13. Identifikai faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dikumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan

Gangguan Setelah dilakukan asuhan Dukungan Ventilasi I.01002


pertukaran gas keperawatan diharapkan Observasi
b.d gangguan pertukaran gas 1. Identifikasi adanya kelelahan
meningkat dengan kriteria otot bantu napas
hasil : 2. Identifikasi perubahan posisi
terhadap status pernapasan
L.01003 Pertukaran Gas
3. Monitor status repirasi dan
1. Dipsnea menrun oksigenasi (mis. frekuensi dan
2. Bunyi napas tambahan kedalaman napas,
menurun penggunaan otot bantu napas,
3. PCO2 membaik bunyi napas tambahan,
4. PO2 membaik saturasi oksigen)
5. Takikardia membaik Terapeutik
6. pH arteri membaik
19

7. Pertahankan kepatenan jalan


napas
8. Berikan posisi semi fowler
atau fowler
9. Fasilitasi posisi senyaman
mungkin
10. Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis nasal kanul,
masker wajah, masker
rebreathing, atau non-
rebreathing)
Edukasi

1. Ajarkan melakukan teknik


relaksasi napas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi

1. Kolaborasi tim medis untuk


pemberian terapi oksigen, diuretik,
dan brokodilator

Manajemen Asam Basa (I.02036)

Observasi

1. Identifikasi penyebab
ketidakseimbangan asam basa
2. Monitor frekuensi dan
kedalaman nafas
3. Monitor status neurologis
(missal tingkat kesadaran dan
status mental)
4. Monitor irama dan frekuensi
jantung
20

5. Monitor perubahan PH PaCo2


dan HcO3

Terapeutik

1. Ambil specimen darah arteri


untuk pemeriksaan AGD
2. Berikan oksigen sesuai indikasi
Edukasi

Jelaskan penyebab dan mekanisme


terjadinya gangguan asam basa

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian fentilasi


mekanik, jika perlu

Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hiperglikemi


Kadar Glukosa keperawatan diharapkan (I.03115)
Darah b.d ketidakefektifan kadar Observasi
disfungsi glukosa darah meningkat 1. Identifikasi kemungkinan
pancreas dengan kriteria hasil : penyebab hiperglikemi
2. Identifikasi situasi yang
Kestabilan Kadar Glukosa
menyebabkan kebutuhan
Darah (L.03022)
insulin meningkat (mis.
1. Kesadaran meningkat penyakit kambuh)
2. Mengantuk menurun 3. Monitor kadar glukosa darah
3. Lelah menurun 4. Monitor tanda dan gejala
4. Keluhan lapar menurun hiperglikemia
5. Kadar glukosa dalam 5. Monitor intake dan output
darah membaik cairan
6. Monitor keton urin, kadar
21

analisa gas darah, elektrolit,


tekanan darah ortostatik dan
frekuensi nadi
Terapeutik

1. Berikan asupan cairan oral


2. Konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian insulin


2. Kolaborasi pemberian cairan
IV
3. Kolaborasi pemberian kalium
jika perlu
Intoleransi Setelah dilakukan asuhan Terapi Aktivitas (I.05186)
aktivitas b.d keperawatan diharapkan Observasi
kelemahan intoleransi aktivitas 1. 1. Identifikasi deficit tingkat
meningkat dengan kriteria aktifitas
hasil : 2. identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas
Toleransi Aktivitas
tertentu
(L.05047)
3. identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang diinginkan

1. Frekuensi nadi
meningkat Terpeutik
2. Saturasi oksigen
1. Fasilitasi focus pada
meningkat
kemampuan, bukan deficit yang
3. Kemudahan dalam
dialami
melakukan aktivitas
2. Sepakati komitmen untuk
sehari-hari meningkat
meningkatkan frekuensi dan
4. Kekuatan tubuh
22

bagian atas dan rentang aktifitas


bawah meningkat 3. Libatkan keluarga dalam
5. Dyspnea saat dan aktifitas
setelah aktivitas
menurun
Edukasi

1. Jelaskan metode aktivitas


fisik sehari- hari jika perlu
2. Anjurkan melaukan aktivitas
fisik, social, spiritual, dan
kognitif dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
3. Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan terapis


okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
Hipertermia b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipertermi (I.15506)
dehidrasi keperawatan diharapka Observasi
hipertermia membaik 1. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil : hipertermi
2. Monitor suhu tubuh
Termoregulasi (L.14134)
3. Monitor kadar elektrolit
1. Suhu tubuh membaik
4. Monitor haluaran urin
2. Suhu kulit membaik
5. Monitor komplikasi akibat
hipertermi
Terapeutik

1. Sediakan lingkungan yang


dingin
23

2. Berikan intake cairan oral


3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Gantikan linen setipa hari
atau lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis
5. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
6. Hindai pemberian antipiretik
atau aspirin
7. Beri oksigen jika perlu
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
cairan
dan elektrolit intravena

2. Kolaborasi pemberian obat


Defisit Setelah dilakukan asuhan Dukungan perawatan diri
perawatan diri keperawatan diharapkan (I.11348)
b.d kelemahan defisit perawatan diri Observasi
meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi kebiasaan aktifitas
hasil : perawatan diri sesuai usia
2. Monitor tingkat kemandirian
L.11103 Perawatan Diri
3. Identifikasi kebutuhan alat bantu,
1. minat melakukan kebersihan diri, berpakaian,
perawatan diri meningkat berhias, dan makan

2. mempertahan kebersihan
Terapeutik
diri meningkat
1. Sediakan lingkungan yang
3. mempertahankan terapeutik ( misalnya
kebersihan mulut meningkat suasana hangat, rilex,
privasi)
2. Siapkan keperluan pribadi
24

misalnya, paarfum, sikat


gigi, dan sabun mandi
3. Damping dalam melakukan
perawatan diri sampai
mandiri
4. Fasiltasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
5. Fasilitasi kemandirian,
bantuan jika tidak mampu
melakukan perawtan diri
6. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi

Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan

Kolaborasi

Kolaborasi dalam melakukan cara


perawatan diri

Risiko aspirasi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas (I.01011)


b.d penurunan keperawatan diharapkan Observasi
tingkat risiko aspirasi meurun
1. Monitor pola nafas ( frekuensi,
kesadaran dengan kriteria hasil :
kedalaman, usaha nafas)
L.01006 Tingkat Aspirasi
2. monitor bunyi nafas tambahan
1. tingkat kesadaran misalnya, gurgling, mengi
meningkat wheziing, ronkhi kering
3. monitor sputum ( jumlah,
2. kemampuan menelan
warna dan aroma)
meningkat

3. kebersihan mulut
25

meningkat Terpeutik

4. dispnea menurun . 1. Pertahankan kepatenan jalan


nafas dengan head-tilt dan chin-lift
5. kelemahan otot menurun
( jaw-thrust jika curiga trauma
Akumulasi secret menurun servikal)

3. Posisikan semi-fowler
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan benda padat
dengan forcep McGill
8. Bersihkan oksigenasi ika
perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari , jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
3. Kolaborasi pemberian bronco
dilator , exspektoran,
mkolitik jika perlu
Risiko luka tekan Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Luka Tekan (I.14543
b.d penurunan keperawatan diharapkan )
mobilisasi
risiko luka tekan meningkat
Observasi :
dengan kriteria hasil :
1. Periksa luka tekan
(L. 14125) Integritas Kulit dan Jaringan
menggunakan skala (skala
1. elastisitas meningkat
noton, skala braden)
2. tekstur membaik 2. Periksa adanya luka tekan
26

3. perfusi jaringan sebelumnya


meningkat 3. Monitor status kulit harian
4. Monitor ketat area yang
4. nyeri menurun
memerah
5. kerusakan jaringan 5. Monitor aktivitas dan mobilitas
menurun individu
Terapeutik :
6. kerusakan lapisan kulit
menurun 1. Keringkan daerah kulit yang
lembab akibat keringat, cairan
luka, dan inkontinensia fekal
atau urin
2. Buat jadwal perubahan posisi
3. Gunakan kasur khusus jika
perlu
4. Hindari pemberian lotion pada
daerah luka atau kemerahan
5. Pastikan asupan makanan yang
cukup terutama protein, vitamin
B, C, zat besi dan kalori
Edukasi :

1. Jelaskan tanda-tanda
kerusakan kulit.
2. Anjurkan melapor jika
menemukan tanda-tanda
kerusakan kulit
3. Ajarkan cara merawat kulit

Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi (I.14539)


efek prosedur keperawatan diharapkan Observasi :
invasive
risiko infeksi meurun dengan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
kriteria hasil : lokal dan sistemik
Terapeutik :
(L.14137) Tingkat Infeksi
1. berikan perawatan kulit pada
27

1. nyeri menurun daerah edema

2. kemerahan menurun 2. cuci tangan sebelum dan


sesudah kontak dengan pasien
3. bengkak menurun
dan lingkungan pasien
4. demam menurun
3. Pertahankan teknik aseptik
pada pasien beresiko tinggi

4. Batasi jumlah pengunjung

Edukasi :

1. Jelaskan tanda dan gejala


infeksi
2. Anjurkan cara memeriksa luka
atau luka operasi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan mencuci tangan
dengan benar
6. Ajarkan etika batuk
Kolaborasi :

1. kolaborasi pemberian imunisasi


jika perlu

Risiko defisit Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi (1.03119)


nutrisi b.d keperawatan diharapkan Observasi :
ketidakmampuan
menelan risiko deficit nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi
makanan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan
(L.03030) Status Nutrisi
3. Identifikasi makanan disukai
1. Berat badan membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrien
2. Frekuensi makan
5. Identifikasi perlunya
membaik
penggunaan selang nasogastrik
28

3. Nafsu makan membaik 6. Monitor asupan makanan


7. Monitor berat badan
4. Membran mukosa
membaik
Terapeutik :
5. IMT membaik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
6. bising usus membaik
makan , jika perlu
7. porsi makan yang
2. Sajikan makanan dengan
dihabiskan meningkat
menarik dan suhu yang sesuai

3. Berikan makanan tinggi serat


untuk mencegah konstipasi

4. Berikan makanan tinggi kalori


dan protein

5. Berikan suplemen makanan, jika


perlu

Edukasi :

1. Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan (contoh: pereda
nyeri, antiemetik) jika perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan
jika perlu

Nausea b.d mual Setelah dilakukan asuhan Manajemen Mual (I.03117)


dan muntah keperawatan diharapkan Observasi :
tingkat nausea menurun 1. Identifikasi pengalaman mual
2. Identifikasi faktor penyebab mual
29

dengan kriteria hasil : (mis pengobatan dan prosedur)


3. Monitor mual (mis, frekuensi,
(L.08065) Tingkat Nausea
durasi, dan tingkat keparahan)
1. Keluhan mual menurun 4. Monitor asupan nutrisi dan kalori
Terapeutik :
2. Perasaan ingin muntah
1. Kendalikan faktor lingkungan
menurun
penyebab mual (mis bau tak
3. Frekuensi menelan sedap, suara, dan rangsangkan
menurun visual yang tidak menyenangkan)
2. Kurangi atau hilangkan keadaan
4. nafsu makan meningkat
penyebab mual (mis kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
3. Berikan makanan dalam jumlah
kecil dan menarik
4. berikan makanan dingin, cairan
bening, tidak berbau dan tidak
berwarna, jika perlu)
Edukasi :
1. Anjurkan istirahat dan tidur yang
cukup
2. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika menrangsang
mual
3. Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak
4. anjurkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk mengatasi
mual (biofeedback, hypnosis,
relaksasi, terapi music,
akupresure)

Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian antiemetic,
jika perlu
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah adalah kasus kedaruratan
endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut.
Ketoasidosis diabetik diakibatkan oleh hiperglikemia dan ketosis, dengan
faktor risiko infeksi, stress, dan pemakaian insulin yang kurang maupun
berlebihan. KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia (> 240 mg/dl),asidosis
metabolik,peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi,
terdapat keton di urin, nafas berbau aseton, polidipsi, polyuria, badan lemas,
muntah, dan nyeri perut.
Hiperosmolar Hiperglikemia State (HHS) adalah gangguan metabolik akut
yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa
adanya ketoasidosis. Faktor risiko HHS diakibatkan oleh infeksi, penyakit
vaskular akut, trauma, luka bakar, hematom subdural, dan kelainan
gastrointestinal. Tanda gejala yang nampak berupa glukosa
plasma:>800mg/dl, penurunan kesadaran, hipotensi, pucat,kering disertai
turgor kulit menurun.
Pemeriksaan pada KAD dan HHS pada umumnya meliputi pemeriksaan
fisik, dan juga berupa pemeriksaan laboratorium glukosa plasma darah
(GDA), analisa gas darah (BGA), serum elektrolit (SE), urine. Prinsip terapi
KAD dan HHS adalah dengan mengatasi dehidrasi dengan terapi cairan,
mengatasi hiperglikemia dengan terapi insulin, dan koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Komplikasi yang dapat terjadi pada KAD dan HHS adalah
hipoglikemi/hypokalemia, edema serebral, ARDS, dan thrombosis vaskuler.
4.2 Saran
Pentingnya edukasi kepada pasien mengenai pemantauan konsentrasi
gula darah mandiri, minum obat secara teratur, dan penggunaan insulin
dengan benar. Selain itu pemeriksaan fisik lengkap mulai dari kepala sampai
kaki yang dan juga pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan secara
komprehensif agar tidak terjadi salah diagnose dan dapat diberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada pasien komplikasi DM khusunya pada kasus
KAD dan HHS.

30
31
DAFTAR PUSTAKA

Oktaliani, R., Zamri, A,. (2019). Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS). JMJ
Volume VII, Nomor 1, Hal:50-55.
Huang, Ian. (2016). Tatalaksana Penurunan Kesadaran Pada penderita Diabetes
Melitus. Medicinus Volume VI, No.1. pISSN: 1978-3094.
Miarta, A., Zulkifli., Zulfariansyah, A,. (2019). Tatalaksana Pasien Ketoasidosis
Diabetikum yang Disertai Syok Sepsis. Jurnal Anestesia dan Critical Care
Volume 37, No.3.
Riduan, R., Mustofa, S,. (2017). Penatalaksanaan KAD dan DM tipe 1 pada Anak
Usia 15 Tahun. J Medula Unila Volume VII, Nomor 2.
Ridwan,dkk (2015) Ketoasidosis Diabetik di Diabetes Melitus Tipe 1 Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 22, No. 2 Maret
2016: 200–203
Restyana NF, (2015) Diabetes Militus Tipe 2 J Majority,Vol 4 Nomor 5 Februari
2015
Nugroho, T., Putri, T. B., & Putri, D. K. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Semarawima, G. (2017). Status Hiperosmolar Hiperglikemik. Medicina Journal,
48(1), 49. https://doi.org/10.15562/medicina.v48i1.25
Zamri, A. (2019). Diagnosis dan penatalaksanaan hiperosmolar hyperglycemic state
(HSS). Jmj, 7(2), 151–160.Santoso, et al. 2016. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Ketoasidosiss Diabetik Berulang: Laporan Kasus Berbasis
Bukti. Jurnal Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia (1990), Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit , EGC, Jakarta.
Kitabchi,etal.,2001.Managementofhyperglycemiccrisesin patientswith
diabetes.Vol.24,pp.131-153
Kitabchi,etal.,2004.HyperglycemicCrisesinDiabetes.Suplement1:Diabetes
Care,Vol.27,pp.S94-S102
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta. DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia;
Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia;
Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II.. Jakarta. DPP
PPNI.

32
33

Tarwanto, Wartono, Taufiq I. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


Endokrin Jakarta :CV Trans Info Media;2016

Anda mungkin juga menyukai