Anda di halaman 1dari 39

SISTEM HEMATOLOGI

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Gawat Darurat
Yang dibina oleh Ns. Sasmiyanto,S.Kep.,M.M.Kes

/,

Oleh
Windi Meilia A. (1811011060) Rummaisya Milhan A. (18110110)
Mifatkhul Arif (18110110) Frysha Allayna (1811011076)
Muhammad Faruq (18110110) Dwi Resti Alfioni (18110110)
Dicky Tirania (18110110) Sintanur Fadilah (1811011078)
Fawzi Nurrahman (18110110) Nur Dyah Ayu Pitaloka (18110110)
Kurniawan Dwi P (1811011057) Nadia Sabillah Utami (1811011079)
Muttimatur Rifah (18110110) Sofiyatun (1811011064)
Meidy Berlian S (1811011069) Chintya Tri Utami S (1811011080)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU K EPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
Mei, 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala,


Rabb Penguasa alam, Rabb yang tiada henti-hentinya memberikan kenikmatan
dan karunia kepada semua makhluk-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas
makalah kesehatan ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, serta
orang-orang yang mengikuti risalahnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, dengan izin Allah saya telah menyelesaikan tugas makalah
kesehatan tentang ”Sistem Hematologi”. Penyusunan makalah ini dapat terwujud
tak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak.
Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, karena
keterbatasan kemampuan maupun pengalaman kami.Maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki kekurangan
ataupun kekeliruan yang ada.Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca untuk menambah wawasan di bidang kesehatan.

Jember, 23 Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan .........................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
2.1 Pengertian Sistem Hematologi.......................................................................
2.2Anatomi Sistem Hematologi......................................................................
2.3 Fisiologi Sistem Hematologi.....................................................................
2.4 Kelainan Sistem Hematologi.....................................................................
2.4.1 Pengertian Sickle Cell Disease......................................................
2.4.2 Pengertian Leukimia.....................................................................
2.4.3 Pengertian Hemophilia..................................................................
2.4.4 Peengertian DIC............................................................................
2.5 Etiologi Pada Kelainan Sistem Hematologi .............................................
2.5.1 Etiologi Sickle Cell Disease..........................................................
2.5.2 Etiologi Leukimia..........................................................................
2.5.3 Etiologi Hemophilia......................................................................
2.5.4 Etiologi DIC..................................................................................
2.6 Patofisiologi Pada Kelainan Sistem Hematologi .....................................
2.6.1 Patlofisiogi Sickle Cell Disease....................................................
2.6.2 Patofisiologi Leukimia..................................................................
2.6.3 Patofisiologi Hemophilia...............................................................
2.6.4 Patofisiologi DIC...........................................................................
2.7 Manifestasi Klinis Pada Kelainan Sistem Hematologi..................................
2.7.1 Manifestasi Sickle Cell Disease....................................................
2.7.2 Manifestasi Leukimia...................................................................
2.7.3 Manifestasi Hemophilia................................................................
2.7.4 Manifestasi DIC............................................................................
2.8 Pemeriksaan Penunjang Pada Kelainan Sistem Hematologi..........................
2.8.1 Pemeriksaan Penunjang pada Sickle Cell Disease........................
2.8.2 Pemeriksaan Penunjang pada Leukimia........................................
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang pada Hemophilia....................................
2.8.4 Pemeriksaan Penunjang pada DIC................................................
2.9 Penatalaksanaan Pada Kelainan Sistem Hematologi.....................................
2.9.1 Penatalaksanaan pada Sickle Cell Disease.......................................
2.9.2 Penatalaksanaan pada Leukimia.......................................................
2.9.3Penatalaksanaan pada Hemophilia....................................................
2.9.4 Penatalaksanaan pada DIC...............................................................
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN ........................................................
3.1 Pengkajian.................................................................................................
3.2 Diagnosis...................................................................................................
3.4 Intervensi...................................................................................................
3.5 Evaluasi.....................................................................................................
BAB IV PENUTUP.......................................................................................
4.1 Kesimpulan................................................................................................
4.2 Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem Hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk didalamnya sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ
khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah
merupakan medium transpor tubuh, volume darah manusia sekitar 75-10% berat
badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada setiap
orang itu berbeda-beda tergantung pada usia, pekerjaan , serta keadaan jantung
atau pembuluh darah (Handayani dan Hribowo,2012).
Hematologi merupakan salah satu ilmu kedokteran yang mempelajari
tentang darah dan jaringan pembentuk darah. Darah merupakan salah satu organ
penting bagi tubuh manusia karena didalamnya terkandung berbagai macam
komponen, baik komponen cairan berupa plasma darah, maupun komponen padat
berupa sel sel (Firani,2018). Darah juga memiliki peranan di dalam makhluk
hidup khususnya untuk mengankut zat-zat yang penting untuk proses
metabolisme, prses metabolisme tubuh akan terjadi gangguan ika darah
mengalami gangguan. Kelainan pada darah adalah kondisi yang
mempengaruhisalah satu atau beberapa bagian dari darah sehingga menyebabkan
darah tidak dapat berfungsi secara normal. Dampak kelainan darah akan
mengganggu fungsi dari bagian-bagian darah tersebut.Kelainan darah dapat terjadi
pada anak-anak maupun dewasa, kelainan pada darah diantaranya yaitu kelainan
eritrosit seperti anemia, kelainan pada leukosit seperti leukimia, kelainan pada
trombosit seperti trombositopenia dan kelainan hemostasis seperti hemophilia.
Data di Indonesia menunjukkan 3,5 juta anak di Indonesia menderita
leukimia.Prevalensi leukimia di provinsi jawa barat pada kelompok usia anak dan
remaja usia 5-14 tahun adalah sebesar 18,8% dari 100%. Maka dari ituperlu
diterapkan asuhan keperawatan untuk mempertahankan keadaan kesehatan klien
yang optimal. Dalam hal ini peran perawat sebagai elaksana, pendidik, pengelola,
dan peneliti yang sangat komprehensif dari aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual.
Dimana peran perawat untuk kasus leukimia pada ana adalah asuhan keperawatan
yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yaitu adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan, pencegahandan pemulihan kesehatan pada
masyarakat khususnya pada anak.
Berdasarkan hal itu maka penulis tertarik untuk membahasnya kedalam
Makalah dengan judul “Sistem Hematologi”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Sistem Hematologi ?
2. Bagaimana anatomi pada Sistem Hematologi ?
3. Bagaimana fisiologi pada Sistem Hematologi ?
4. Apa saja Kelainan pada Sistem Hematologi ?
5. Bagaimana Etiologi pada kelainan Sistem Hematologi ?
6. Bagaimana Patofisiologi pada kelainan Sistem Hematologi ?
7. Bagaimana Manifestasi Klinik pada Kelainan Sistem Hematologi ?
8. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang pada Kelainan Sistem Hematologi ?
9. Bagaimana Penatalaksanaan pada Kelainan Sistem Hematologi ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengetahuan Sistem Hematologi
2. Untuk mengetahui Anatomi pada Sistem Hematologi
3. Untu mengetahui Fisiologi pada Sistem Hematologi
4. Untuk mengetahui Kelainan pada Sistem Hematologi
5. Untuk mengetahui Etiologi pada kelainan Sistem Hematologi
6. Untuk mengetahui Patofisiologi pada kelainan Sistem Hematologi
7. Untuk mengetahui Manifestasi klinis pada Kelainan Sistem Hematologi
8. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang pada Kelainan Sistem
Hematologi
9. Untuk mengatahui penatalaksanaan pada Kelainan Sistem Hematologi
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini dibuat untuk menjadi bahan belajar bagi rekan -rekan serta
teman sejawat serta untuk meminimalisir kesalahan tindakan praktik keperawatan
yang disebabkan oleh ketidakpahaman dalam anatomi fisiologi serta patofisiologi
sistem hematologi sehingga berpengaruh besar terhadap kehidupan klien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sistem Hematologi


Hematologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari mengenai
darah, organ pembentuk darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan –
kelainan yang timbul darinya. Hematologi mempelajari baik keadaan fisiologi
maupun patologi organ-organ sehingga hematologi meliputi bidang ilmu
kedokteran dasar.
Sistem Hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk didalamnya sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ
khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah
merupakan medium transpor tubuh, volume darah manusia sekitar 75-10% berat
badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada setiap
orang itu berbeda-beda tergantung pada usia, pekerjaan , serta keadaan jantung
atau pembuluh darah (Handayani dan Hribowo,2012).

2.2 Anatomi Sistem Hematologi


Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk  sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang
berbeda dengan organ lainkarena berbentuk cairan.Darah merupakan medium
transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7% - 10% berat badan normal dan
berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada tiap-tiap orangtidak sama,
bergantung pada usia, pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah.
Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut :
1. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit,
dan protein darah.
2. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen-komponen
berikut ini
a). Eritrosit : sel darah merah (SDM = Red Blood Cell)
b). Leukosit : sel darah putih (SDP = White Blood Cell)
c). Trombosit : Butir pembeku darah = Platelet

1. Sel Darah Merah (Eritrosit)


Sel darah merah merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar 7
mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel
secara cepaidengan jarak yang pendek antara membran dan inti sel. Warna
kuning kemerahan merahan, karena di dalamnya mengandung suatu zat yang
dsebut Hemoglobin. Komponen eritrosit adalah membrane eritrosit, sistem
enzim, enzim G6PD ( Glucose6-Phosphatedehydrogenase) dan hemoglobin
yang terdiri atas heme dan globin.Jumlah entrosit normal pada orang dewasa
kira kira 11,5-15 gr dalam 100 cc darah. Normal Hb wanita 11,5 mg"o dan Hb
laki laki 13,0 mg?o. Antigen sel darah merah Sel darah merah memiliki
bermacam antigen :
- Antigen A, B dan O
- Antigen Rh Proses penghacuran sel darah merah terjadi karena proses
penuaan dan proses patologis. Hemolisis yang tejadi pada eritrosit
akan mengakibatkan terurainyakomponen hemoglebin yaitu komponen
protein dan komponen heme.
2. Sel Darah Putih (Leukosit)
Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki
kapsupseudopodia). Mempunyai macam-macam inti sel, sehingga ia dapat
dibedakan menurut inti selnya serta warna bening (tidak berwarna). Sel darah
putih dibentuk di sumsum tulang dari sel sel bakal. Jenis jenis dari golongan
sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan B : monosit
dan makrofag, serta golongan yang bergranula yaitu :
- Eosinofil
- Basofil
- Neutrofil
- Fungsi sel darah putih :
Sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh kuman dan memakan bibit
penyakit, bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (sistem
retikulo endotel).
- Sebagai pengangkut, yaitu mengangkut/ membawa zat lemak dari
dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah.
- Jenis sel darah putih

1) Agranulosit Memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya, memiliki


diameter 10-12mikron. Dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan
pewarnaannya:
a) Neutrofil Granula yang tidak berwama mempunyai inti sel yang
terangkai, kadangseperti terpisah pisah, protoplasmanya banyak
berbintik bintik halus/granula, serta banyaknya sekitar 60 702.
b) Eusinofil
Granula berwarna merah, banyaknya kira kira 2-4%. Eusinofil
berhubungan denganparasit, dan merusak sel kanker. Fungsinya
dalam merespon alergi ( tempat bagihistamin, serotonin, heparin).
c) Basofil Granula berwama biru dengan pewarnaan basa, sel ini
lebih kecil daripadaeosinofil, tetapi mempunyai inti yang
bentuknya teratur.
Eusinofil, neutrofil dan basofil berfungsi sebagai fagosit dalam
mencerna dan menghancurkan mikroorganisme dan sisa sisa sel.

2) Granulosita
a. Limfosit
Lirnfosit memiliki nucleus bear bulat dengan menempati sebagian
besar sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe.
 LimfositT Limfosit T meninggalkan sumsum tulang dan
berkembang lama,kemudian bermigrasi menuju timus. Setelah
meninggaikan timus, sel sel ini beredar dalam darah sampai
mereka bertemu dengan antigen dimana mereka telah di program
untuk mengenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya, sel sel
ini menghasilkan bahan bahankimia yang menghancurkan
mikrooranisme dan memberitahu sel darah putih lainnya bahwa
telah terjadi infeksi.
 Limfosit B Terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam
darah sampaimenjumpai  antigen  dimana mereka telah diprogram
untuk mengenalinya. Pada tahap ini limfosit B mengalami
pematangan lebih lanjut dan menjadi el plasma serta menghasilkan
antibodi.
b. Monosit
Monosit dibentuk dalam bentuk imatur dan mengalami proses
pematanganmenjadi makrofag setelah msuk ke jaringan. Fungsinya
sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di sel
darah putih.

3) Keping Darah (Trombosit) Trombosit adalah bagian dari beberapa sel sel
besar dalam sumsum tulang yang terbentuk cakram bulat, oval,
bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10 hari. Trombosit berperan
penting dalam pembentukan bekuan darah. Fungsi lam dalam trombosit
yaitu untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan
pembuluh darah yang cedera.
4) Plasma darah Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya
bening kekuning kuningan. Hampir 90% plasma terdiri atas air. Plasma
diperoleh dengan memutar sel darah, plasma diberikan secara
intravenauntuk: mengembalikan volume darah, menyediakan substansi
yang hilang dari darah klien.
5) Limpa, merupakan organ ungu lunak kurang lebih berukuran satu kepalan
tangan.limpa terletak pada pojok atas kiri abdomen dibawah kostae.
Limpa memiliki permukaan luar konveks yang berhadapan dengan
diafragma dan permukaan medialyang konkaf serta berhadapan dengan
lambung, fleksura, linealis kolon dan ginjal kiri Limpa terdiri atas
kapsula jaringan fibroelastin, folikel limpa (masa jaringan limpa),dan
pilpa merah (jaringan ikat, sel eritrost, sel leukosit). Suplai darah oleh
arterilincalis yang keluar dari arteri coeliaca. Fungsi limpa :
- Pembentukan sel eritrosit (hanya pada janin).
- Destruksi sel eritrosit tua.
- Penyimpanan zat besi dari sel sel yang dihancurkan.
- Produksi bilirubin dari eritrosit.
- Pembentukan limfosit dalam folikel limpa
- Pembentukan immunoglobulin.
- Pembuangan partikel asing dari darah.

2.3 Fisiologi Sistem Hematologi


A. Plasma darah Komposisi : air 91%, albumin, globulin, fibrinogen 7%,
zat terlarut (ion, nutrien, produk sisa enzim, hormon) 2 %. Plasma
darah mengandung protein-protein penting seperti fibrinogen
(pembekuan darah), globulin (antibodi dan komplemen penting dalam
respon imun /pertahanan tubuh ), albumin (membantu aliran darah /
keseimbangan cairan antara darah dan jaringan serta mengatur tekanan
osmosis darah), dan lipoprotein. Fungsi plasma darah: -Sebagai pelarut
bahan-bahan kimia. -Membawa mineral-mineral terlarut, seperti
glukosa, asam amino, vitamin, CO2, dan bahan buangan lain.
-Menyebarkan panas dari organ yang lebih hangat ke organ yang lebih
dingin. -Menjaga keseimbangan antara cairan di dalam sel dan cairan
di luar sel.
B. Eritrosit Sel darah merah merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar 7
mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel
secara cepatdengan jarak yang pendek antara membran dan inti sel. Warna
kuning kemerahan-merahan, karena di dalamnya mengandung suatu zat yang
dsebut Hemoglobin. Komponen eritrosit adalah membrane eritrosit, sistem
enzim; enzim G6PD ( Glucose6- Phosphatedehydrogenase) dan hemoglobin
yang terdiri atas heme dan globin.Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa
kira-kira 11,5-15 gr dalam 100 cc darah. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan Hb
laki-laki 13,0 mg%. Sel darah merah memiliki bermacam antigen : Antigen A, B
dan O Antigen Rh Proses penghacuran sel darah merah terjadi karena proses
penuaan dan proses patologis. Hemolisis yang tejadi pada eritrosit akan
mengakibatkan terurainyakomponen hemoglobin yaitu komponen protein dan
komponen heme. Fungsi dari sel darah merah : -Mentranspor O2 ke jaringan
melalui pengikatan Hb terhadap O2 -Mentranspor CO2 ke paru melalui
pengikatan Hb + CO2 . Sebagian lagi dalam bentuk ion bikarbonat -Berperan
dalam pengaturan pH darah. Karena ion bikarbonat dan Hb merupakan buffer
asam-basa
C. Leukosit Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan
kaki kapsul(pseudopodia). Mempunyai macammacam inti sel, sehingga ia dapat
dibedakan menurut inti selnya serta warna bening (tidak berwarna). Sel darah
putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis jenis dari golongan sel
ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan B ; monosit dan
makrofag; serta golongan yang bergranula yaitu eosinofil, basofil, neutrofil
Fungsi sel darah putih : Sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh kuman dan
memakan bibit penyakit, bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES
(sistem retikulo endotel)/ pagositosis, Sebagai pengangkut, yaitu mengangkut/
membawa zat lemak dari dinding usus mealui limpa terus ke pembuluh darah.
Jenis sel darah putih
1) Agranulosit Memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya, memiliki
diameter 10-12mikron. Dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan pewarnaannya :
a Neutrofil Granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang
terangkai, kadangseperti terpisah pisah, protoplasmanya banyak
berbintik-bintik halus/granula, serta banyaknya sekitar 60-70%.
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap bakteri.
Fungsinya sebagai fagosit
b Eusinofil Granula berwarna merah, banyaknya kira-kira 2-4%.
Eusinofil berhubungan dengan parasit, dan merusak sel kanker.
Fungsinya dalam merespon alergi ( tempat bagi histamin, serotonin,
heparin) - Basofil Granula berwarna biru dengan pewarnaan basa,
banyak nya kira kira 0,5 - 1 % , sel ini lebih kecil daripadaeosinofil,
tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur. Basofil ini juga
berhubungan dalam merespon alergi. Fungsinya juga sebagai tempat
untuk histamin, serotonin dan heparin.
2) Granulosita
a) Limfosit Limfosit memiliki nucleus bear bulat dengan menempati
sebagian besar sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe.
a Limfosit T meninggalkan sumsum tulang dan berkembang
lama,kemudian bermigrasi menuju timus. Setelah
meninggalkan timus, sel-sel ini beredar dalam darah sampai
mereka bertemu dengan antigen dimana mereka telah di
program untuk mengenalinya. Setelah dirangsang oleh
antigennya, sel-sel ini menghasilkan bahan-bahankimia
yang menghancurkan mikrooranisme dan menghasilkan
limfokin serta memberitahu sel darah putih lainnya bahwa
telah terjadi infeksi.
b Limfosit B Terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi
dalam darah sampaimenjumpai antigen dimana mereka
telah diprogram untuk mengenalinya. Pada tahap ini
limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi
el plasma serta menghasilkan antibodi. - Monosit Monosit
dibentuk dalam bentuk imatur dan mengalami proses
pematanganmenjadi makrofag setelah msuk ke jaringan.
Fungsinya sebagai fagosit, mencerna sel-sel rusak/ mati,
memberi perlawanan immunologis terhadap penyebab
penyakit. Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di
sel darah putih
D. Trombosit Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum
tulang yang terbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup
sekitar 10 hari. Trombosit berperan penting dalam pembentukan bekuan darah.
Fungsi lain dalam trombosit yaitu untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah
berikatan dengan pembuluh darah yang cedera
a Limpa Limpa merupakan organ ungu lunak kurang lebih berukuran satu
kepalan tangan.Limpa terletak pada pojok atas kiri abdomen dibawah
kostae. Limpa memiliki permukaan luar konveks yangberhadapan
dengan diafragma dan permukaan medialyang konkaf serta berhadapan
dengan lambung, fleksura, linealis kolon dan ginjalkiri.Limpa terdiri
atas kapsula jaringan fibroelastin, folikel limpa (masa jaringan
limpa),dan pilpa merah ( jaringan ikat, sel eritrost, sel leukosit). Suplai
darah oleh arterilinealis yang keluar dari arteri coeliaca. Fungsi limpa :
1. Pembentukan sel eritrosit (hanya pada janin).
2. Destruksi sel eritrosit tua.
3. Penyimpanan zat besi dari sel-sel yang dihancurkan.
4. Produksi bilirubin dari eritrosit.
5. Pembentukan limfosit dalam folikel limpa.
6. Pembentukan immunoglobulin. - Pembuangan partikel asing dari
darah.
b Sumsum tulang Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons
dan bagian tengah rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4%
sampai 5% berat badan total, sehingga merupakan yang paling besar
dalam tubuh. Sumsum bisa berwarna merah dan kuning. Sumsum merah
merupakan tempat produksi sel darah merah aktif dan merupakan organ
hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedang sumsum kuning,
tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen
darah. Selama masa kanak – kanan, sebagian besar sumsum berwarna
merah. Sesuai dengan pertambahan usia, sebagian besar sumsum tulang
panjang mengalami perubahan menjadi sumsum kuning, namun masih
mempertahankan potensi untuk kembali berubah menjadi jaringan
hematopoetik apabila diperlukan. Sumsum merah pada orang dewasa
terbatas terutama pada rusuk, kolumna vertebralis, dan tulang pipih
lainnya. Sumsum sangat banyak mengandung pembuluh darah dan
tersusun atas jaringan ikat yang mengandung sel bebas. Sel paling
primitif dalam populasi sel bebas ini adalah sel stem yang merupakan
prekursor dari dua garis keturunan sel yang berbeda. Garis keturunan
mieloid meliputi eritrosit, berbagai jenis lekosit, dan trombosit. Garis
keturunan limfoid berdiferensiasi menjadi limfosit.

2.4 Kelainan Sistem Hematologi

2.4.1 Pengertian Sickle Cell Disease

2.4.2 Pengertian Leukimia

2.4.3 Pengertian Hemophilia

2.4.4 Peengertian DIC

2.5 Etiologi Pada Kelainan Sistem Hematologi


Penyebab kelainan darah tergantung pada jenis kelainan darah itu sendiri.
Terdapat beberapa jenis kelainan darah yang terbagi berdasarkan komponen
darah yang diserang.
 Sel darah merah
Kelainan pada sel darah merah dapat berupa kurangnya sel darah merah
(anemia) atau kelebihan sel darah merah (polisitemia).
Kondisi anemia dapat disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah
kekurangan zat besi, kekurangan vitamin B12, kekurangan asam folat, dan
gangguan pada sumsum tulang (anemia aplastik). Selain itu juga bisa
disebabkan karena kondisi autoimun, kelainan bawaan (talasemia).
Sementara itu, polisitemia disebabkan oleh mutasi genetik menyebabkan
sumsum tulang terlalu aktif menghasilkan sel darah merah.

 Sel darah putih


Kelainan sel darah putih paling sering disebabkan oleh adanya tumor. Di
antaranya adalah:

o Limfoma
Limfoma merupakan kanker yang terjadi di kelenjar getah bening.
Hal ini akan menyebabkan sel darah putih akan berkembang secara
berlebihan dan tidak terkontrol.

o Leukemia
Leukemia merupakan kanker darah yang ditandai dengan produksi
sel darah putih yang berlebihan di sumsum tulang.

o Myelodysplastic syndrome (MDS)
MDS merupakan kelainan sumsum tulang yang ditandai dengan
banyaknya sel darah yang belum matang. Hal ini menyebabkan sel
blast (sel darah putih muda) meningkat jumlahnya. MDS sering
berkembang menjadi leukemia.

 Keping darah
Kelainan keping darah dapat berupa kurangnya keping darah, jumlah
keping darah berlebihan, atau keping darah satu dengan yang lain tak mau
melekat.
Kurangnya keping darah dapat terjadi pada penyakit demam berdarah
dengue dan penyakit immune thrombocytopenia purpura. Keping darah
berlebihan disebut sebagai trombositosis esensial, disebabkan karena
sumsum tulang menghasilkan keping darah berlebihan.
Gangguan perlekatan keping darah umumnya disebabkan oleh penyakit
von Willebrand. Penyakit ini diturunkan secara genetik, ditandai dengan
kurangnya faktor von Willebrand, yaitu protein yang melekatkan keping
darah satu sama lain.

2.5.1 Etiologi Sickle Cell Disease

Penyakit sel sabit merupakan hemoglobinopati yang disebabkan


mutasi rantai β globin berupa subsitusi asam amino ke-6 yaitu asam
glutamat menjadi valin. Mutasi tersebut menyebabkan terbentuknya
sel sabit pada keadaan deoksigenasi.(Kesehatan & Abdurrab, n.d.)
2.5.2 Etiologi Leukimia
Leukemia adalah kanker dari sel-sel pembentuk darah;
sebagian besar merupakan kanker dari leukosit, tetapi dapat juga
dapat berawal dari sel darah jenis lain. Leukemia dimulai di sumsum
tulang yang merupakan tempat pembentukan sel-sel darah.Etiologi
leukemia masih belum diketahui pasti. Para ahli menemukan bahwa
terdapat hubungan antara leukemia dengan beberapa faktor risiko
seperti faktor-faktor genetik, lingkungan (termasuk ionization
radiation), dan orang tua yang peminum alkohol atau perokok.(Yenni,
2014)
Leukemia adalah kanker dari sel-sel pembentuk darah;
sebagian besar merupakan kanker dari leukosit, tetapi dapat juga
dapat berawal dari sel darah jenis lain. Leukemia dimulai di sumsum
tulang yang merupakan tempat pembentukan sel-sel darah.Etiologi
leukemia masih belum diketahui pasti. Para ahli menemukan bahwa
terdapat hubungan antara leukemia dengan beberapa faktor risiko
seperti faktor-faktor genetik, lingkungan (termasuk ionization
radiation), dan orang tua yang peminum alkohol atau perokok.(Yenni,
2014)

2.5.3 Etiologi Hemophilia


Hemofilia A dan B adalah suatu penyakit perdarahan X-linked
resesif yang disebabkan oleh mutasi dari gen faktor VIII dan faktor
IX. Selain hemofilia A dan B yang paling sering, terdapat juga
hemofilia C yang diturunkan dengan cara autosomal resesif dan
merupakan defek atau kekurangan pada faktor XI, dan hemofilia
didapat yang terjadi disebabkan oleh sebuah proses autoimun.
(Blackburn, 2004)

2.5.4 Etiologi DIC


Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan
akut atau kronis. DIC pun dapat merupakan akibat dari kelainan
tunggal atau multipel.
DIC akut:
 Infeksi : Bakteri (gram negatif, gram positif, ricketsia),
virus (HIV, varicella, CMV, hepatitis, virus dengue), fungal
(histoplasma), parasit (malaria)
 Keganasan : Hematologi (AML), Metastase (mucin
secreting adenocarcinoma)
 Trauma berat : aktivasi tromboplastin jaringan.
 Reaksi Hemolitik, Reaksi transfuse, Gigitan ular, Penyakit
hati, Acute hepatic failure, luka bakar.

DIC kronik:
 Keganasan : rumor solid, lekemi,
 Obstetri : intrauterin fetal death, abrasio plasenta
 Hematologi : sindrom mieloproliferatif
 Vaskular : rematoid artritis, penyakit raynaud
 Cardiovascular
 infark miokard
 Inflamasi ulcerative colitis, penyakit crohn, sarcoidosis

Pada kasus infeksi, sepsis, endotoksin mengaktivasi system


koagulasi merangsang pelepasan sitokin tumor necrosis alpha (TNF -α),
interleukin (IL-1) dan komplemen yang menyebabkan gangguan/
kerusakan endotel. Pada viremia, mekanisme yang berkaitan dengan DIC
adalah reaksi antigen-antibodi yang mengaktivasi faktor XII, reaksi
pelepasan trombosit atau pengelupasan endotel dengan melibatkan kolagen
sub endotel dan membrana basalis.Pada kasus keganasan terutama tumor
padat, keadaan ini disebabkan oleh penekanan oleh tumor tersebut, factor
jaringan dan factor koagulan yang dilepaskan oleh sel tumor tersebut atau
melalui aktivasi sel endotel oleh sitokin (IL1,vascular endothelial growth
factor/VEGF, TNF)(Franchini,2006).Pada pasien dengan kasus obstetri
seperti solusio plasenta, jaringan atau enzim dari plasenta dilepaskan ke
dalam uterus dan sirkulasi sistemik, menyebabkan aktivasi sistem
koagulasi.Beberapa penyakit autoimun, penyakit kardiovaskular dapat
menyebabkan DIC derajat ringan (low-grade DIC) atau DIC kompensata.
Mekanisme terjadinya tidak jelas, tetapi mungkin disebabkan oleh syok,
hipoksia, dan asidosis yang mengakibatkan gangguan endotel aktivasi
faktor pembekuan(Bick, 2002).

2.6 Patofisiologi Pada Kelainan Sistem Hematologi

2.6.1 Patlofisiogi Sickle Cell Disease

2.6.2 Patofisiologi Leukimia

2.6.3 Patofisiologi Hemophilia

2.6.4 Patofisiologi DIC

2.7 Manifestasi Klinis Pada Kelainan Sistem Hematologi

2.7.1 Manifestasi Sickle Cell Disease

2.7.2 Manifestasi Leukimia

2.7.3 Manifestasi Hemophilia

2.7.4 Manifestasi DIC

2.8 Pemeriksaan Penunjang Pada Kelainan Sistem Hematologi

2.8.1 Pemeriksaan Penunjang pada Sickle Cell Disease


2.8.2 Pemeriksaan Penunjang pada Leukimia

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang pada Hemophilia

2.8.4 Pemeriksaan Penunjang pada DIC

2.9 Penatalaksanaan Pada Kelainan Sistem Hematologi

2.9.1 Penatalaksanaan pada Sickle Cell Disease


1.Hidroksiurea
Terapi dengan hidroksiurea direkomendasikan untuk dilakukan
secara rutin pada pasien dengan anemia sel sabit. Hidroksiurea
meningkatkan kadar hemoglobin total dan fetal pada anak dengan penyakit
sel sabit, sehingga gelasi dan penyabitan dari sel darah merah mampu
dihambat. Hidroksiurea juga menurunkan kadar leukosit di sirkulasi,
sehingga menurunkan perlengketan ke endotel yang akan menurunkan
frekuensi episode nyeri dan acute chest syndrome.
2.Transfusi Darah

Terapi transfusi ini bertujuan untuk menambahkan jumlah


hemoglobin normal dalam darah sehingga dapat mencegah proses
polimerisasi. Bila penderita kerap kali mengalami krisis, terutama
vasooklusi, maka terapi ini perlu dilakukan dalam jangka panjang. Akan
tetapi, perlu diperhatikan pula efek samping dari terapi transfusi ini, yaitu
terjadinya hyperviscosity, yang disebabkan karena penambahan hematokrit
berbanding lurus dengan dengan viskositas darah, hypersplenism,
keracunan besi, dan kemungkinan infeksi, yang disebabkan karena
screening darah yang kurang akurat.
3.Terapi gen

Terapi gen ini menggunakan stem cell dan virus sebagai vektornya,
Human Immunodefiency Virus (HIV), dan Human Foamy Virus
(HFV).
 Transplantasi sumsum tulang
 Mengaktifkan sintesa HbF
 Pemberian agen anti sickling
 Penurunan MCHC

Jika terjadi krisis, berikan suasana hangat, infus salin fisiologik 3 L/hari,
atasi infeksi, berikan analgesik secukupnya. (Hospital, 2013)

2.9.2 Penatalaksanaan pada Leukimia


a. Transfuse darah
Diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g % pada trombositopenia yang
berat dan pendarahan yang masif, dapat diberikan transfuse trombosit dan
bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
b. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason,)
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
c. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti
vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-
asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin.Umumnya sitostatika
diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednisone.
d. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam
kamar yang bebas hama)
e. Imunoterapi
Merupakan cara pngobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah.Imunoterapi mulai diberikan,
pengobatan yang spesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG
atau dengan corynae bacterium dan bertujuan agar terbentuk antibody
yang dapat memperkuat daya tahan tubuh.Pengobatan spesifik dikerjakan
dengan penyuntikan radiasi.
2.9.3 Penatalaksanaan pada Hemophilia
a.Tata laksana Perdarahan Akut Pada Hemofilia.
Tata laksana perdarahan akut terutama bertujuan untuk
mengembalikan hemostasis normal sehingga tidak terjadi
koagulopati.Pada perdarahan akut, derajat perdarahan dan lokasi
harus segera dinilai. Selanjutnya, pasien diberikan terapi pengganti
faktor pembekuan dengan high-dose clotting factor concentrate
(CFC) berupa faktor VIII atau IX..Dosis konsentrat faktor VIII
adalah 50 IU/kg.Dosis faktor IX adalah 100-120 IU/kg.
b.Tata Laksana Profilaksis Pada Hemofilia
Terapi profilaksis pada hemofilia terbukti efektif mencegah
kejadian hemartrosis, perdarahan intrakranial, dan intramuskular,
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.Terapi
profilaksis dilakukan dengan pemberian konsentrat faktor
pembekuan.Terdapat 2 protokol pemberian yang dapat dilakukan,
yaitu protokol Malmo dan Utrecht.
 Protokol Malmo
Pada pasien hemofilia A, faktor VIII infus diberikan dengan dosis
25-40 IU/kg pada hari berselang, minimal 3 kali seminggu.Pada
pasien hemofilia B, faktor IX diberikan dalam dosis 20-40 IU/kg 2
kali seminggu.
 Protokol Utrecht
Pada pasien hemofilia A, faktor VIII diberikan sebanyak 15-30
IU/kg 3 kali seminggu. Sementara itu, untuk pasien hemofilia B,
dosis sama 15-30 IU/kg dan diberikan 2 kali seminggu.
c.Terapi Nyeri pada Hemofilia
Manajemen nyeri pada pasien hemofilia diberikan
berdasarkan etiologi. Pada nyeri yang disebabkan oleh perdarahan
otot atau sendi, dapat dilakukan terapi Rest, Immobilization
Compression, and Elevation (RICE)
2.9.4 Penatalaksanaan pada DIC

a. Terapi farmakologis yang bersifat supportive dapat diberikan


1. Antigulan
Secara teoritis pemberian antigulan heparin akan menghentikan proses
pembekuan baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab
lain. Meski pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan
menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien
DIC, heparin tidak menunjukkan komplikasi perdarahan yang
signifikan, dosis heparin yang diberikan adalah 300-500 u/jam dalam
infus kontinu. Indikasi
 Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat
 Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah dilatasi
 Terdapat tanda-tanda thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal
ginjal, gagal hati, sindroma, dan gagal nafas.
Dosis 100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250
iu/jam) kontinu, dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai
aPTT 1,5-2 kali control low molecular weight heparin dapat
menggantikan unfractionated heparin.
2. Plasma dan trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersikap
selektif.Trombosit diberikan hanya kepada pasien KID dengan
pendarahan atau pada prosedur invasive dengan kecendrungan
pendarahan.Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan, karena
didalam plasma hanya berisi factor-faktor pembekuan tertentu saja.
3. Penghambat pembekuan (AT III)
AT III merupakan suatu preparat anti-koagulan alamiah dan dan
memiliki sifat anti-inflamasi.
4. Obat-obat antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, contoh
obat tersebut adalah antihemofilik, antitrombin III, asam
traneksamat,etamsilat, dll.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sering kali memberi tanda pertama
yang menunjukkan adanya penyakit neoplastik. Keluhan yang samar seperti
perasaan letih, nyeri pada ekstermitas, berkeringat dimalam hari, penurunan selera
makan, sakit kepala, dan perasaan tidak enak badan dapat menjadi petunjuk
pertama leukimia,
Adapun pengkajian yang sistematis pada sistem hamatologi (leukemia) meliputi :
1. Biodata
a. Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, dan
pendidikan.
b. Identitas penanggung : nama, umur, jenis kelamin, agama, tingkat
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan alamat.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Adanya kerusakan pada organ sel darah/sum-sum tulang.
b. Gejala awal biasanya terjadi secara mendadak panas dan perdarahan.
3. Riwayat kesehatan sebelumnya
a. Riwayat kehamilan/persalinan.
b. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
c. Riwayat pemberian imunisasi.
d. Riwayat nutrisi, pemberian makanan yang adekuat.
e. Infeksi-infeksi sebelumnya dan pengobatan yang pernah dialami
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Meliputi : Baik, jelek, sedang.
b. Tanda-tanda vital
- TD : Tekanan Darah
- N : Nadi
- P : Pernapasan
- S : Suhu
c. Antropometri
- TB : Tinggi Badan
- BB : Berat Badan
d. Sistem pernafasan
Frekuensi pernapasan, bersihan jalan napas, gangguan pola napas, bunyi
tambahan ronchi dan wheezing.
e. Sistem cardiovaskular
Anemis atau tidak, bibir pucat atau tidak, denyut nadi, bunyi jantung,
tekanan darah dan capylary reffiling time.
f. Sitem Pencernaan
Mukosa bibir dan mulut kering atau tidak, anoreksia atau tidak, palpasi
abdomen apakah mengalami distensi dan auskultasi peristaltik usus adakah
meningkat atau tidak.
g. Sistem Muskuloskeletal
Bentuk kepala, extermitas atas dan ekstermitas bawah.
h. Sistem Integumen
Rambut : Warna rambut, kebersihan, mudah tercabut atau tidak.
Kulit : Warna, temperatur, turgor dan kelembaban.
Kuku : Warna, permukaan kuku, dan kebersihannya.
i. Sistem endokrin
Keadaan kelenjar tiroid, suhu tubuh dan ekskresi urine.
j. Sitem Pengindraan
Mata : Lapang pandang dan visus.
Hidung : Kemampuan penciuman.
Telinga : Keadaan telinga dan kemampuan pendengaran.
k. Sistem reproduksi
Observasi keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem reproduksi.

1) Sistem Neurologis
a. Fungsi cerebral
b. Status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa.
c. Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan menggunakan
Gaslow Coma Scale (GCS).
d. Kemampuan berbicara.
e. Fungsi Karnial :
 Nervus I (Olfaktorius) :
Suruh Klien menutup mata dan menutup salah satu lubang
hidung, mengidentifikasi dengan benar bau yang berbeda
(misalnya jeruk dan kapas alkohol).
 Nervus II (Optikus) :
Persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa diskus optikus,
penglihatan perifer.
 Nervus III (Okulomotorius) :
Kelopak mata terhadap posisi jika terbuka, suruh anak
mengikuti cahaya.
 Nervus IV (Troklearis) :
Suruh Klien menggerakkan mata kearah bawah dan kearah
dalam.
 Nervus V (trigemenus) :
Lakukan palpasi pada pelipis dan rahang ketika Klien
merapatkan giginya dengan kuat, kaji terhadap kesimetrisan
dan kekuatan, tentukan apakah anak dapat merasakan sentuhan
diatas pipi (bayi muda menoleh bila area dekat pipi disentuh),
dekati dari samping, sentuh bagian mata yang berwarna dengan
lembut dengan sepotong kapas untuk menguji refleks berkedip
dan refleks kornea.
 Nervus VI (Abdusen) :
Kaji kemampuan Klien untuk menggerakkan mata secara
lateral.
 Nervus VII (Fasialis) :
Uji kemampuan Klien untuk mengidentifikasiLarutan manis
(gula), Asam (jus lemon), atau hambar (kuinin) pada lidah
anterior. Kaji fungsi motorik dengan meminta anak yang lebih
besar untuk tersenyum, menggembungkan pipi, atau
memperlihatkan gigi, (amati bayi ketika senyum dan
menangis).
 Nervus VIII (akustikus) :
Uji pendengaran Klien.
 Nervus IX (glosofharingeus) :
Uji kemampuan Klien untuk mengidentifikasi rasa larutan pada
lidah posterior.
 Nervus X (vagus) :
Kaji Klien terhadap suara parau dan kemampuan menelan,
sentuhkan spatel lidah ke posterior faring untuk menentukan
apakah refleks muntah ada (saraf cranial IX dan X
mempengaruhi respon ini), jangan menstimulasi refleks muntah
jika terdapat kecurigaan epiglotitis, periksa apakah ovula pada
posisi tengah.
 Nervus XI (aksesorius) :
Suruh Klien memutar kepala kesamping dengan melawan
tahanan, minta anak untuk mengangkat bahu ketika bahunya
ditekan kebawah.
 Nervus XII (hipoglosus) :
Minta Klien untuk mengeluarkan lidahnya. periksa lidah
terhadap deviasi garis tengah, (amati lidah bayi terhadap
deviasi lateral ketika anak menangis dan tertawa). Dengarkan
kemampuan anak untuk mengucapkan “r”. letakkan spatel lidah
di sisi lidah anak dan minta anak untuk menjauhkannya, kaji
kekuatannya.
f. Fungsi motorik :
Massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot.
g. Funsi sensorik :
Respon terhadap suhu, nyeri, dan getaran.
h. Funsi cerebrum :
Kemampuan koordinasi dan keseimbangan.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap :
Menunjukkan normostik, anemia normostik.
Hemoglobin : Dapat kurang dari 10 g/ 100 ml.
Retikulosit : Jumlah biasanya rendah.
Jumlah trombosit : Mungkin sangat rendah (<50.000/ mm).
SDP : Mungkin lebih dari 50.000/ cm dengan peningkatan SDP imatur
(“menyimpang ke kiri”), mungkin ada sel blast leukemia.
b. PT/ PTT : Memanjang.
c. LDH : Mungkin meningkat.
d. Asam urat serum/ urine : Mungkin meningkat.
e. Muramidase serum (lisozim) : Penikngkatan pada leukemia monositik
Akut dan mielomositik.
f. Copper serum : Meningkat.
g. Zink serum : Menurun.
h. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50% atau lebih
darin sel blast, dengan prekusor eritroid, sel imatur, dan megakariositis
menurun
i. Foto dada dan biospy nodus limfe : Dapat mengidentifikasi derajat
keterlibatan.

3.2 Diagnosis
Menurut buku NANDA (2015) dan buku Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia atau SDKI (2016 & 2017), diagnosa keperawatan yang akan muncul
adalah :
1. Nyeri Kronik berhubungan dengan Agen Injury Biologi.
2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Kurangnya Suplai O2 Ke
Jaringan Otak.
3. Intolenransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan.
4. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Kelemahan.
5. Resiko Infeksi berhubungan dengan Pertahanan Sekunder Inadekuat
(penurunan Hb).
6. Resiko Kurang Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan Berlebihan
(muntah, perdarahan, diare), penurunan pemasukan cairan (mual, anoreksia).
7. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Anoreksia.
8. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan Alopesia.
9. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Informasi.

3.4 Intervensi
N Diagnosa Keperawatan NOC NIC
o
1 Diagnosa : Tujuan : 1. Lakukan pengkajian nyeri
Nyeri Kronik berhubungan Setelah dilakukan intervensi 3x 24 secara komprehensif termasuk
dengan Agen Injury jam, diharapkan Nyeri Kronik lokasi, karakteristik, durasi,
Biologi. berkurang dan teratasi. frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
DS : Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal
1. Laporan secara verbal 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu dari ketidaknyamanan.
penyebab nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga
DO : menggunakan tehnik untuk mencari dan
1. Posisi untuk menahan nonfarmakologi untuk menemukan dukungan.
nyeri. mengurangi nyeri, mencari 4. Kontrol lingkungan yang
2. Tingkah laku berhati- bantuan). dapat mempengaruhi nyeri
hati. 2. Melaporkan bahwa nyeri seperti suhu ruangan,
3. Gangguan tidur (mata berkurang dengan pencahayaan dan kebisingan.
sayu, tampak capek, menggunakan manajemen 5. Kurangi faktor presipitasi
sulit atau gerakan kacau, nyeri. nyeri.
menyeringai. 3. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
4. Terfokus pada diri intensitas, frekuensi dan tanda untuk menentukan intervensi.
sendiri. nyeri). 7. Ajarkan tentang teknik non
5. Fokus menyempit 4. Menyatakan rasa nyaman farmakologi: napas dala,
(penurunan persepsi setelah nyeri berkurang. relaksasi, distraksi, kompres
waktu, kerusakan proses 5. Tanda vital dalam rentang hangat/ dingin.
berpikir, penurunan normal. 8. Berikan analgetik untuk
interaksi dengan orang 6. Tidak mengalami gangguan mengurangi nyeri: ……...
dan lingkungan). tidur. 9. Tingkatkan istirahat.
6. Tingkah laku distraksi, 10. Berikan informasi tentang
contoh : jalan-jalan, nyeri seperti penyebab nyeri,
menemui orang lain berapa lama nyeri akan
dan/atau aktivitas, berkurang dan antisipasi
aktivitas berulang- ketidaknyamanan dari
ulang). prosedur.
7. Respon autonom (seperti 11. Monitor vital sign sebelum
diaphoresis, perubahan dan sesudah pemberian
tekanan darah, analgesik pertama kali.
perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil).
8. Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku).
9. Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah).
10. Perubahan dalam nafsu
makan dan minum.
2 Diagnosa : Tujuan : 1. Posisikan pasien untuk
Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi 3x 24 memaksimalkan ventilasi.
beruhubungan dengan jam, diharapkan Pola Nafas 2. Auskultasi suara nafas, catat
Kurangnya Suplai O2 Ke Kembali Efektif. adanya suara tambahan.
Jaringan Otak. 3. Monitor respirasi dan status
Kriteria Hasil : O2.
DS : 1. Mendemonstrasikan batuk 4. Pertahankan jalan nafas yang
1. Dypnea. efektif dan suara nafas yang paten.
2. Nafas Pendek. bersih, tidak ada sianosis dan 5. Atur peralatan oksigenasi.
dyspneu (mampu mengeluarkan 6. Monitor adanya kecemasan
DO : sputum, mampu bernapas pasien terhadap oksigenasi.
1. Penurunan tekanan dengan mudah, tidak ada pursed 7. Monitor TD, nadi, suhu, dan
inspirasi/ ekspirasi. lips). RR sesudah dan sebelum,
2. Penurunan pertukaran 2. Menunjukkan jalan nafas yang selama, dan setelah aktivitas.
udara per menit. paten (klien tidak merasa 8. Monitor pola pernapasan
3. Menggunakan otot tercekik, irama nafas, frekuensi abnormal.
pernafasan tambahan. pernapasan dalam rentang 9. Monitor suhu, warna, dan
4. Orthopnea. normal, tidak ada suara nafas kelembapan kulit.
5. Pernafasan pursed-lip. abnormal). 3. Tanda-tanda vital 10. Monitor sianosis perifer.
6. Tahap ekspirasi dalam rentang normal (tekanan
berlangsung sangat darah, nadi, pernafasan).
lama.
7. Penurunan kapasitas
vital.
8. Respirasi < 11-
24x/menit.
3 Diagnosa : Tujuan : 1. Observasi adanya pembatasan
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan intervensi 3x 24 klien dalam melakukan
berhubungan dengan jam, diharapkan pasien mampu aktivitas.
Kelemahan. beraktivitas dengan normal. 2. Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan.
DS : Kriteria Hasil : 3. Monitor nutrisi dan sumber
1. Melaporkan secara 1. Berpartisipasi dalam aktivitas energi yang adekuat.
verbal adanya kelelahan fisik tanpa disertai peningkatan 4. Monitor pasien akan adanya
atau kelemahan. tekanan darah, nadi, dan RR. kelelahan fisik dan emosi
2. Adanya Dyspnue atau 2. Mampu melakukan aktivitas secara berlebihan.
ketidaknyamanan saat sehari-hari (ADLS) secara 5. Monitor respon
beraktivitas. mandiri. kardiovaskuler terhadap
3. Keseimbangan aktivitas dan aktivitas (tacikardi, disritmia,
DO : istirahat. sesak nafas, diaporesis, pucat,
1. Respon abnormal dari perubahan hemodinamik).
tekanan darah atau nadi 6. Monitor pola tidur dan
terhadap aktifitas. lamanya tidur/ istirahat
2. Perubahan ECG : pasien.
aritmia, iskemia. 7. Kolaborasikan dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi
yang tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan.
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial.
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan.
11. Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda krek.
12. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai.
13. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang.
14. Bantu pasien/ keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas.
15. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas.
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan.
17. Monitor respon fisik, emosi,
sosial, dan spiritual.
4 Diagnosa : Tujuan : 1. Monitor kebutuhan Klien
Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan intervensi 3x 24 untuk alat-alat bantu untuk
berhubungan dengan jam, diharapkan Defisit Perawatan kebersihan diri, berpakaian,
Kelemahan. Diri pasien teratasi. berhias, yoileting, dan makan.
2. Sediakan bantuan sampai
DS : Kriteria Hasil : Klien mampu secara utuh
1. Laporan secara verbal. 1. Klien terbebas dari baun badan. untuk melakukan self-care.
2. Menyatakan kenyamanan. 3. Ajarkan Klien/ Keluarga
DO : 3. Dapat melakukan ADLS untuk mendorong
1. Perhatikan Hign pasien. dengan bantuan. kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
4. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
5. Dorong Klien untuk
melakukan aktivitas sehari-
hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
6. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
5 Diagnosa : Tujuan : 1. Pertahankan teknik aseptif.
Resiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi 3x 24 2. Batasi pengunjung bila perlu.
berhubungan dengan jam, diharapkan Defisit Perawatn 3. Cuci tangan setiap sebelum
Pertahanan Sekunder Diri pasien teratasi. dan sesudah tindakan
Inadekuat (penurunan Hb). keperawatan.
Kriteria Hasil : 4. Gunakan baju, sarung tangan
Faktor-faktor resiko : 1. Klien bebas dari tanda dan sebagai alat pelindung.
1. Prosedur Infasif. gejala infeksi. 5. Ganti letak IV perifer dan
2. Kerusakan jaringan dan 2. Menunjukkan kemampuan diressing sesuai dengan
peningkatan paparan untuk mencegah timbulnya petunjuk umum.
lingkungan. infeksi. 6. Gunakan kateter intermiten
3. Malnutrisi. 3. Jumlah leukosit dalam batas untuk menurunkan infeksi
4. Peningkatan paparan normal. kandung kencing.
lingkungan patogen. 4. Menunjukkan perilaku hidup 7. Tingkatkan intake nutrisi.
5. Imonusupresi. sehat. 8. Berikan terapi antibiotik.
6. Tidak adekuat 5. Status imun, gastrointestinal, 9. Monitor tanda dan gejala
pertahankan sekunder genitouria dalam batas normal. infeksi sistemik dan lokal.
(penurunan Hb, 10. Pertahankan teknik isolasi
Leukopenia, penekanan k/p.
respon inflamasi). 11. Inspeksi kulit dan membran
7. Penyakit kronik. mukosa terhadap kemerahan,
8. Imunosupresi. panas, drainase.
9. Malnutrisi. 12. Monitor adanya luka.
10. Pertahanan primer tidak 13. Dorong masukan cairan.
adekuat (kerusakan 14. Dorong istirahat.
kulit, trauma jaringan, 15. Ajarkan pasien dan keluarga
gangguan peristaltik). tanda dan gejala infeksi.
16. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam.
6 Diagnosa : Tujuan : 1. Timbang popok/pembalut jika
Resiko Kurang Volume Setelah dilakukan intervensi 3x 24 diperlukan.
Cairan berhubungan jam, diharapkan Volume cairan 2. Pertahankan catatan intake
dengan Kehilangan terpenuhi. dan output yang akurat.
Berlebihan (muntah, 3. Monitor status hidrasi
perdarahan, diare), Kriteria Hasil : (kelembaban membran
penurunan pemasukan 1. Mempertahankan urine output mukosa, nadi adekuat,
cairan (mual, anoreksia). sesuai dengan usia dan BB, BJ tekanan darah ortostatik ), jika
urine normal, HT normal. diperlukan.
Faktor Risiko : 2. Tekanan darah, nadi, suhu 4. Monitor vital sign.
1. Kehilangan volume tubuh dalam batas normal. 5. Monitor masukan makanan /
cairan aktif. 3. Tidak ada tanda-tanda cairan dan hitung intake kalori
2. Kurang pengetahuan. dehidrasi, Elastisitas turgor harian.
3. Penyimpangan yang kulit baik, membran mukosa 6. Kolaborasikan pemberian
mempengaruhi absorbs lembab, tidak ada rasa haus cairan IV.
cairan. yang berlebihan. 7. Monitor status nutrisi.
4. Penyimpangan yang 8. Berikan cairan IV pada suhu
mempengaruhi akses ruangan.
cairan. 9. Dorong masukan oral.
5. Penyimpangan yang 10. Berikan penggantian
mempengaruhi asupan nesogatrik sesuai output.
cairan. 11. Dorong keluarga untuk
6. Kehilangan bertebihan membantu pasien makan.
melalui rute normal (mis, 12. Tawarkan snack (jus buah,
diare). buah segar).
7. Usia lanjut. 8. Berat 13. Kolaborasi dengan dokter.
badan ekstrem. 14. Atur kemungkinan tranfusi.
9. Faktor yang 15. Persiapan untuk tranfusi.
mempengaruhi kebutuhan
cairan (mis, status
hipermetabolik).
10. Kegagalan fungsi
regulator.
11. Kehilangan cairan
melalul rute abnormal
(mis, slang menetap).
12. Agens farmasutikal
(mis., diuretik).
7 Diagnosa : Tujuan : 1. Kaji Intake dan Output Klien.
Nutrisi Kurang dari Setelah dilakukan intervensi 3x 24 2. Tingkatkan intake makan
Kebutuhan berhubungan jam, diharapkan pemenuhan melalui :
dengan Anoreksia nutrisi klien terpenuhi. a) Kurangi gangguan dari luar.
b) Sajikan makanan dalam
DS : 1. Laporan adanya Kriteria Hasil : kondisi hangat.
sedikit aktivitas atau tidak 1. Pemenuhan nutrisi Klien c) Selingi makan dengan
ada aktivitas. terpenuhi. minum.
2. BB Klien meningkat. d) Jaga kebersihan mulut
DO : 1. BB 20 % di atas 3. IMT 18,5. Klien.
ideal untuk tinggi dan 4. Tidak terjadi mual dan muntah. e) Berikan makan sedikit tapi
kerangka tubuh ideal. 2. 5. Nafsu makan klien meningkat. sering.
Konsentrasi intake 6. Porsi makan Klien habis. 3. Kolaborasi dengan ahli gizi
makanan pada menjelang diet dan makanan yang
malam. disukai bila ada.
4. Kaji adanya alergi Klien
terhadap makanan.
5. Memberikan makan sedikit
tapi sering kepada Klien.
8 Diagnosa : Tujuan : 1. Kaji secara verbal dan non
Gangguan Citra Tubuh Setelah dilakukan intervensi 3x 24 verbal respon klien terhadap
berhubungan dengan jam, diharapkan Gangguan Citra tubuhnya.
Alopesia. Tubuh teratasi. 2. Monitor frekuensi mengkritik
dirinya.
Faktor Yang Kriteria Hasil : 3. Jelaskan tentang pengobatan,
Berhubungan: 1) Body image positif. perawatan, kemajuan dan
1) Biofisik, Kognitif. 2) Mampu mengidentifikasi prognosis penyakit.
2) Budaya, Tahap kekuatan personal. 4. Dorong klien
perkembangan. 3) Mendiskripsikan secara faktual mengungkapkan perasaannya.
3) Penyakit, Cedera. perubahan fungsi tubuh. 5. Identifikasi arti pengurangan
4) Perseptual, Psikososial, 4) Mempertahankan interaksi melalui pemakaian alat bantu.
Spiritual. sosial. 6. Fasilitasi kontak dengan
5) Pembedahan, Trauma. individu lain dalam kelompok
6) Terapi penyakit. kecil.
9 Diagnosa : Tujuan : Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan
Kurang Pengetahuan intervensi 3x 24 jam, diharapkan pasien dan keluarga.
berhubungan dengan mengetahui tentang proses 2. Jelaskan patofisiologi dari
Kurang Informasi. penyakit. penyakit dan bagaimana hal
Kriteria Hasil : ini berhubungan dengan
Data Subjektif : 1. Pasien dan keluarga anatomi dan fisiologi,
Menyatakan secara verbal menyatakan pemahaman dengan cara yang yepat.
adanya masalah. tentang penyakit, kondisi, 3. Gambarkan tanda dan gejala
prognosis, dan program yang biasa muncul pada
Data Objektif : pengobatan. penyakit, dengan cara yang
Ketidak akuratan mengikuti 2. Pasien dan keluarga mampu tepat.
instruksi, perilaku tidak melaksanakan prosedur yang 4. Gambarkan proses penyakit,
sesuai. dijelaskan secara benar. dengan cara yang tepat.
3. Pasien dan keluarga mampu 5. Identifikasi kemungkinan
menjelaskan kembali apa yang penyebab, dengan cara yang
dijelaskan perawat/ tim tepat.
kesehatan lainnya. 6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat.
7. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang
tepat.
8. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan.
9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan.
10. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat.

3.5 Evaluasi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Handayani W, Haribowo AS. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Hematologi. Jakarta: Selemba Medika; 2012

Firani, N. K. (2018). Mengenal Se-Sel Darah dan Kelainan Darah. Malang: Tim
UB Press.

Al Husna, C. H., Ns, S. K., Solichati, S. K., & Suprawati, N. D. MODUL BLOK
8 SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI.

Bick, R. L. (2002). Disseminated intravascular coagulation: A review of etiology,


pathophysiology, diagnosis, and management: Guidelines for care.
Clinical and Applied Thrombosis/Hemostasis, 8(1), 1–31.
https://doi.org/10.1177/107602960200800103

Blackburn, S. (2004). Review article. Australian Feminist Studies, 19(44), 241–


243. https://doi.org/10.1080/0816464042000226438

Franchini, M., Lippi, G., & Manzato, F. (2006). Recent acquisitions in the
pathophysiology, diagnosis and treatment of disseminated intravascular
coagulation. Thrombosis Journal, 4, 1–9. https://doi.org/10.1186/1477-
9560-4-4

Kesehatan, I., & Abdurrab, U. (n.d.). jKM. 1(2), 130–135.

Yenni, . (2014). Rehabilitasi Medik Pada Anak Dengan Leukemia Limfoblastik


Akut. Jurnal Biomedik (Jbm), 6(1), 1–7.
https://doi.org/10.35790/jbm.6.1.2014.4156

Hospital, S. (2013). Anemia Sel Sabit. E-Jurnal Medika Udayana, 2(9), 1478–
1489.
Terwilliger, T. & Abdul-Hay, M. (2017).Acuve Lymphoblastic leukemia: A
Comprehensive review and 2017 Update. Blood Cancer journal, 7(6),pp.
e577.

Mehta P, Reddivari AKR. Hemophilia. [Updated 2020 Jun 10]. In: StatPearls.
TreasureIsland(FL):StatPearlsPublishing;2020Jan-.Availablefrom:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551607/
Wang H, Kaye A, Toh CH. 2017. Disseminated Intravascular Coagulatin. BMJ
Available at: https://bestpractice.bmj.com/topics/en-gb/184.
Wong, L.D., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelsein, M.L., & Schawrtz, P.
(2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6 vol2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai