Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA ANAK DENGAN


KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM GENITOURINARY
YAITU TUMOR WILMS

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyarattn Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal

DI SUSUN OLEH :

Kelompok 3
Akhdes Kumala Dyan (211211771) Linda Marlina (211211797)
Anisa Usugra (211211773) Nadia Defira (211211803)
Aprlioni Tri Sugiarti (211211774) Nurli Pertiwi (211211805)
Bunga Latifa (211211776) Rebi Nur Haqqi (211211811)
Fania Eldisya Laiya (211211786) Selvi Lovita Sari (211211816)
Jelvia Lestari (211211793) Sofia Nahyu Guswita (211211819)
Khairunisa Aswin (211211794) Wulan Sani Efendi (211211826)
Kelas 2A
Dosen Pengampu :
Ns. Velga Yazia, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES


MERCUBAKTIJAYA PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang


mana atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya dan semoga sholawat beserta salam
yang senantiasa tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga
dan para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir
zaman. Dengan begitu penulis dapat menyusun makalah asuhan keperawatan yang
berjudul Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Kelainan Kongenital
pada Sistem Pencernaan yaitu Tumor Wilms. Laporan asuhan keperawatan ini
disusun untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak Sakit
Kronis dan Terminal.

Dalam penyusunan laporan asuhan keperawatan ini, tidaklah lepas dari


kendala dan hambatan yang penulis hadapi, namun penulis menyadari kelancaran
dalam penyusunan makalah asuhan keperawatan ini tidak lain berkat dorongan,
bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala dan hambatan yang penulis
hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ns.Velga Yazia.M.Kep. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak


Sakit Kronis dan Terminal.
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesaikannya laporan asuhan
keperawatan ini
3. Rekan-rekan seperjuangan dengan program studi S1 Keperawatan yang
saling mengingatkan dan memotivasi penulis dalam penyusunan makalah
asuhan keperawatan ini

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak


kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Untuk
itu kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah yang akan
datang.

i
Harapan dan tujuan penulis semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat bermanfaat untuk semua pihak termasuk penulis, dan
semoga apa yang telah penulis pelajari diberkahi oleh Allah SWT, Aamiin
allahhuma aamiin.

Padang, 02 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Tumor Wilms ................................................................................ 5
1. Definisi ............................................................................................................... 5
2. Klasifikasi ........................................................................................................... 5
3. Etiologi ............................................................................................................... 7
4. Manifestasi Klinis ............................................................................................... 8
5. Patofisiologi ........................................................................................................ 9
6. Pathway .............................................................................................................. 10
7. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 10
8. Penatalaksanaan ................................................................................................. 12
9. Komplikasi ......................................................................................................... 14
10. Konsep tumbuh kembang ................................................................................... 15
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Tumor Wilms ............................................... 16
1. Pengkajian Teoritis ............................................................................................... 16
2. Diagnosa Keperawatan Teoritis ............................................................................ 19
3. Intervensi Keperawatan Teoritis ........................................................................... 19
4. Implementasi Keperawatan Teoritis ..................................................................... 23
5. Evaluasi Keperawatan Teoritis ............................................................................. 23
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 25
B. Saran...................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumor merupakan pertumbuhan sel-sel yang tidak normal dalam tubuh


yang tumbuh secara terus-menerus, tidak terbatas, dan tidak terkoordinasi
dengan jaringan di sekitarnya, serta tidak berguna bagi tubuh. (Kemenkes RI,
2015). Tumor Abdomen adalah pembengkakan atau adanya benjolan yang
disebabkan oleh neoplasma dan infeksi yang berada di abdomen berupa massa
abnormal di sel-sel yang berpoliferasi yang bersifatautonom (tidak terkontrol),
progresif (tumbuh tidak beraturan), tidak berguna. Seiring dengan pertumbuhan
dan perkembang biakannya, sel tumor dapat membentuk suatu massa dari
jaringan yang ganas dan kemudian dapat menjadi dan dapat bermetastasis
keseluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian. Tumor intra abdomen
antara lain tumor hepar, tumor limpa, tumor lambung atau usus halus, tumor
kolon, tumor ginjal (hipernefroma), tumor pankreas. Pada anakanak dapat
terjadi tumor ginjal (Oswari, 2009). Tumor/kanker adalah suatu penyakit yang
bersifat tidak menular, atau NCD (Non communicable diseases) yang menjadi
penyebab kematian terbesar manusia diseluruh dunia apabila tidak segara
dilakukan tindakan. Sampai saat ini, tumor merupakan salah satu masalah
kesehatan di dunia termasuk Indonesia (Oktavionita, 2017).

Tumor abdomen disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat seperti
konsumsi makanan yang diasinkan, diasapi dan jarang mengkonsumsi
buahbuahan serta sayuran. Gejala pada penyakit Tumor abdomen sangat sulit
untuk dideteksi karena sangat sedikit gejala yang terjadi. Gejala tumor abdomen
dapat dideteksi cenderung pada saat mencapai stadium lanjut seperti nafsu
makan menurun, penurunan berat badan, cepat kenyang, mules atau gangguan
pencernaan, mual, muntah darah, pembengkakan pada perut karena
penumpukan cairan, dan anemia (Oktavionita, 2017).

1
Tumor/kanker adalah salah satu penyebab morbiditas dan kematian di
seluruh dunia, dengan sekitar 14 juta kasus baru di tahun 2018. Jumlah kasus
baru diperkirakan meningkat sekitar 70% selama 2 dekade ke depan.

Kanker adalah penyebab utama kematian kedua di dunia (Kemenkes RI, 2015).

Menurut (WHO, 2018), angkah kejadian tumor atau kanker adalah


penyebab utama kematian kedua di dunia, sekitar 8,8 juta kematian pada 2 tahun
2015. Data kematian tumor abdomen sebesar 754.000 kematian. Salah satu
faktor resiko terjadinya kematian akibat tumor adalah penggunaan tembakau
sekitar 22%.

Data Globocan menyebutkan di tahun 2018 terdapat 18,1 juta kasus baru
dengan angka kematian sebesar 9,6 juta kematian, dimana 1 dari 5 lakilaki dan
1 dari 6 perempuan di dunia mengalami tumor. Data tersebut juga menyatakan
dari 8 laki-laki dan 1 dari 11 perempuan, meninggal karena tumor. Angka
kejadian penyakit tumor di Indonesia (136.2/100.000 penduduk) berada pada
urutan 81 di Asia Tenggara, sedangkan Asia urutan ke 23 (Kemenkes, 2018).
Prevalensi kejadian tumor di Indonesia menunjukan adanya peningkatan dari
1.4 per 1000 penduduk tahun 2013 menjadi 1,79 per 100.000 penduduk pada
tahun 2018. Prevalensi tumor tertinggi adalah pada Propinsi DI Yogyakarta 4;86
per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk
(Riskesdas, 2018).

Terdapat beberapa pendekatan yang telah banyak digunakan untuk


mengobati Tumor yaitu pembedahan, radiasi dan kemoterapi. Penggunaan
metode tersebut tergantung pada jenis tumor dan stadium perkembangannya.
Pembedahan adalah suatu penanganan medis secara invasive yang dilakukan
untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit, injuri, atau deformitas tubuh.
Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.
Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan.
Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan
perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.

2
Perawat harus mempunyai bekal untuk mendukung pasien dan
keluarga melewati rentang krisis, emosional, sosial, budaya, dan spiritual yang
luas. Pencapaian hasil-hasil yang di inginkan meliputi pemberian dukungan
yang realistik pada mereka yang menerima asuhan keperawatan 3 dan dengan
menggunakan standar-standarpraktik dan proses keperawatan sebagai dasar
asuhan (Nainggolan, 2013).

Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik membuat makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Kelainan
Kongenital pada Sistem Pencernaan yaitu Tumor Wilms.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka rumusan
masalah pada penulisan makalah ini adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Teoritis pada klien Anak dengan kelainan kongenital pada sistem
pencernaan yaitu tumor wilms?”.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan ini adalah untuk


memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan secara teoritis
pada Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Pencernaan yaitu
Tumor Wilms.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk menidentifikasi konsep penyakit pada Anak dengan Kelainan
Kongenital pada Sistem Pencernaan yaitu Tumor Wilms.
b. Untuk mengidentifikasi pengkajian keperawatan teoritis pada Anak
dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Pencernaan yaitu Tumor
Wilms.
c. Untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan teoritis pada Anak
dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Pencernaan yaitu Tumor
Wilms.

3
d. Untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan teoritis pada Anak
dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Pencernaan yaitu Tumor
Wilms.
e. Untuk mengidentifikasi implementasi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Pencernaan yaitu
Tumor Wilms.
f. Untuk mengidentifikasi evaluasi keperawatan teoritis pada Anak
dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Pencernaan yaitu Tumor
Wilms.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Kasus Penyakit Tumor Wilms


1. Definisi
Tumor wilms adalah tumor padat intraabdomen yang paling sering
dijumpai pada anak. Tumor ini merupakan neoplasma embrional dari
ginjal, biasanya munculsebagai massa asimtomatik di abdomen atas atau
pinggang. Tumor sering ditemukan saat orang tua memandikan atau
mengenakan baju anaknya atau saat dokter melakukan pemeriksaan fisik
terhadap anak yang tampak sehat (Basuki, 2011). Tumor Wilms adalah
tumor ginjal padat yang dapat dijumpai pada anak berusia di bawah 10
tahun (10%) dengan kemungkinan risiko terkena yang hampir sama pada
laki-laki maupun perempuan. Tumor Wilms paling sering dijumpai pada
anak berusia 3 tahun dan sekitar 10% merupakan lesi bilateral. Tumor
Wilms mungkin ditemukan pada anak dengan kelainan anridia (tidak
memiliki iris), dan sindrom BeckwithWiedemann (makroglosia,
omfalokel, viseromegali, dan hipoglikemia neonatal) (Hartanto, 2014).
Tumor Wilms adalah keganasan pada ginjal yang menyerang
anakanak. Tumor Wilms' biasanya menyerang hanya 1 ginjal (unilateral),
dan hanya 5% kasus yang menyerang kedua ginjal (bilateral) 1-3
Walaupun tumor ini hanya merupakan 6% dari keganasan pada anak, tetapi
merupakan 90% keganasan ginjal pada anak. Tumor Wilms' merupakan
keganasan keempat terbanyak pada anak setelah leukemia akut, tumor
otak, dan neuroblastoma. Tumor Wilms' merupakan tumor malignan dari
metanephric blastema primitive (Sutedja, 2017),

2. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan stadium menurut National Wilm's Tumor
Study Group yang ke-V (NWTSG-V):
1. Stadium 1 (43% pasien)

5
Untuk tumor Wilms stadium 1. harus didapatkan satu atau
lebih kriteria di bawah ini:
a. Tumor terbatas pada ginjal dan telah
dieksisi seluruhnya
b. Permukaan kapsula renalis intak
c. Tumor tidak ruptur atau telah dibiopsi (biopsi terbuka
atau biopsi jarum)sebelum pengangkatan.
d. Tidak ada keterlibatan pembuluh darah sinus renalis.
e. Tidak ada sisa tumor yang terlihat di belakang batasbatas
eksisi
2. Stadium II (23% pasien)
Untuk tumor Wilms stadium II. harus didapatkan satu atau
lebih kriteria di bawah ini:
a. Tumor meluas ke luar dari ginjal tetapi telah
dieksisi seluruhnya.
b. Terdapat ekstensi regional tumor (misalnya penetrasi ke
kapsula renalis atau invasi ekstensif ke sinus renalis).
c. Pembuluh darah sinus renalis dan/atau di luar parenkim ginjal
mengandung tumor.
d. Tumor sudah pernah dibiopsi sebelum pengangkatan atau
terdapat bagian tumor yang pecah selama operasi yang
mengalir ke pinggang, tetapi tidak melibatkan peritoneum
3. Stadium III (23% pasien) Terdapat tumor residual non hematogen
dan melibatkan abdomen dengan satu atau lebih dari kriteria di
bawah ini dapat ditemukan:
a. Tumor primer tidak dapat direseksi karena adanya infiltrasi
lokal ke struktur struktur vital.
b. Metastasis ke kelenjar getah bening abdominal atau pelvis
(hilus renalis. paraaorta, atau di belakangnya).
c. Tumor telah berpenetrasi ke permukaan peritoneum.
d. Dapat ditemukan implan-implan tumor di
permukaan peritoneum.

6
e. Tetap ditemukan tumor baik secara makroskopis maupun
mikroskopis pasca operasi.
f. Pecahnya tumor yang melibatkan permukaan peritoneum baik
sebelum atau saat operasi, atau trombus tumor yang transeksi.
4. Stadium IV (10% pasien)
Tumor Wilms stadium IV didefinisikan sebagai adanya
metastasis hematogen(paru-paru, hepar, tulang, atau otak), atau
metastasis kelenjar getah bening di luar regio abdominopelvis
5. Stadium V (5% pasien)
Tumor Wilms stadium V didefinisikan sebagai ditemukannya
keterlibatan ginjal bilateral pada saat seseorang didiagnosis
pertama kalinya. Pada pasien dengan tumor Wilms bilateral,
stadium untuk masing-masing ginjal sesuai dengan kriteria di atas
(stadium I-III) harus ditentukan berdasarkan luasnya penyakit
sebelum dilakukan biopsy (Hartanto, 2014).

3. Etiologi
Penyebab pasti tumor Wilms tidak diketahui, tetapi tampaknya
penyakit ini merupakan akibat dari perubahan-perubahan pada satu atau
beberapa gen. Pada sel-sel dari sekitar 30% kasus tumor Wilms didapatkan
delesi yang melibatkan setidaknya dua lokus pada kromosom 11. Delesi-
delesi konstitusional hemizigous pada satu dari lokus ini, yaitu 11P13, juga
berhubungan dengan dua jenis kelainan yang jarang terjadi yang berkaitan
dengan tumor Wilms, yaitu sindroma WAGR (tumor Wilms. aniridia,
malformasi genitourinarius, dan retardasi mental) dan sindroma Denys-
Drash (tumor Wilms, nefropati, dan kelainan genital).
Keberadaan lokus kedua. 11p15 dapat menjelaskan hubungan antara
tumor Wilms dengan sindroma Beckwith-Wiedemann. suatu sindroma
kongenital yang ditandai dengan beberapa tipe neoplasma embrional,
hemihipertrofi, makroglosia, dan viseromegali. Terdapat kemungkinan
adanya keterlibatan lokus ketiga pada tumor Wilms yang bersifat familial.
Lebih dari 85% tumor Wilms dengan anaplasia didapatkan adanya mutasi

7
pada gen supresor p53, yang hampir tidak pernah ditemukan pada tumor
Wilms tanpa anaplasia (dengan gambaran histologi yang lebih baik)
(Hartanto, 2014).

4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada mayoritas kasus Wilms' tumor berupa :
a. Massa abdomen asimptomatik, namun sebanyak 20-30
persen kasus memiliki gejala nyeri pada abdomen, malaise,
atau hematuria mikroskopik ataupun makroskopik.
b. Pada 25 persen kasus, pasien mengalami hipertensi yang
diduga akibat peningkatan aktivitas renin. Diperkirakan
terdapat 10 persen gejala atipikal pada kasus Wilms' tumor
yang terjadi karena kompresi massa terhadap organ
sekitarnya ataupun infiltrasi vaskuler mencapai vena renalis
ataupun vena kaya inferior yang terjadi sekitar empat persen
dari gejala klinis Wilms tumor.
c. Gejala klinis ekstensi massa pada vaskuler dapat berupa
asites, gagal jantung kongestif ataupun hepatomegali. Pada
beberapa kasus, terjadi gejala akut yang ditandai dengan
pembesaran ukuran massa pada abdomen dengan cepat,
anemia, hipertensi, nyeri dan demam. Gejala akut terjadi
karena massa tumor yang mengalami ruptur. Adanya
varicocele atau abnormalitas dari traktus genitourinaria dapat
terjadi pada kasus Wilms tumor akibat penekanan massa
tumor yang besar pada abdomen.
d. Produksi hormonal corticotrophin-releasing hormone
secreting dari tumor sendiri menyebabkan terjadinya sindrom
paraneoplastik berupa hiperkalsemia dan eritrositosis, serta
terjadi penyakit von Willebrand yang
didapat (Sutedja, 2017)

8
5. Patofisiologi
Tumor Wilm's ini terjadi pada parenkim ginjal. Tumor tersebut
tumbuh dengan cepat di lokasi yang dapat unilateral atau bilateral.
Pertumbuhan tumor tersebut akan meluas atau menyimpang ke luar renal.
Mempunyai gambaran khas berupa glomerulus dan tubulus yang primitif
atau abortif dengan ruangan bowman yang tidak nyata, dan tubulus abortif
di kelilingi stroma sel kumparan. Pertama-tama jaringan ginjal hanya
mengalami distorsi, tetapi kemudian di invasi oleh sel tumor. Tumor ini
pada sayatan memperlihatkan warna yang putih atau keabuabuan
homogen, lunak dan encepaloid (menyerupai jaringan ikat). Tumor
tersebut akan menyebar atau meluas hingga ke abdomen dan di katakan
sebagai suatu massa abdomen. Akan teraba pada abdominal dengan di
lakukan palpasi.
Wilms Tumor seperti pada retinoblastoma disebabkan oleh 2 trauma
mutasi pada gen supresor tumor, Mutasi pertama adalah inaktivasi alel
pertama dari gen suppressor tumor yang menyangkut aspek prozigot dan
postzigot. Mutasi kedua adalah inaktivasi alel kedua dari gen tumor
supresor spesifik. Gen WTI pada kromosom 11p13 adalah gen jaringan
spesifik untuk sel blastema ginjal dan epitel glomerolus dengan dugaan
bahwa sel precursor kedua ginjal merupakan lokasi asal terjadinya Wilms
Tumor. Ekspresi WTI meningkat pada saat lahir dan menurun ketika ginjal
telah makin matur. WTI merupakan onkogen yang dominan sehingga bila
ada mutasi yang terjadi hanya pada 1 atau 2 alel telah dapat menimbulkan
Wilms Tumor. Gen WT2 pada kromosom 11p15 tetap terisolasi tidak
terganggu.
ambaran klasik tumor Wilms bersifat trifasik, termasuk sel epitel,
blastema dan stroma. Berdasarkan korelasi histologis dan klinis, gambaran
histopatologik tumor Wilms dapat dikelompokkan dalam dua kelompok,
yaitu tumor risiko rendah (favourable), dan tumor risiko tinggi
(unfavourable) Munculnya tumor Wilm's sejak dalam perkembangan
embrio dan akan tumbuh dengan cepat setelah lahir. Pertumbuhan tumor

9
akan mengenai ginjal atau pembuluh vena renal dan menyebar ke organ
lain.
6. WOC Gambar 2.1 Web Of Caussation Tumor Wilms

7. Pemeriksaan Diaknostik/ Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Sampel urin dapat diuji untuk melihat apakah ada masalah dengan
ginjal. Urin juga dapat diuji untuk zat yang disebut katekolamin, hal
ini untuk memastikan tidak terdapat tumor lain yang disebut
neuroblastoma. Meningkatnya level metabolit katekolamin dalam
darah dan urin dapat menjadi penanda diagnostik pada kasus
neuroblastoma. Adapun dua metabolit katekolamin yang dapat
dijumpai di darah dan urin penderita neuroblastoma yaitu

10
Homovanillic Acid (HVA) dan Vanillylmandelic acid (VMA)

b. USG
Pemeriksaan ultrasonograf (USG) dapat membedakan massa
padat dan kistik,mendeteksi kemungkinan adanya trombus pada vena
renalis atau vena cava inferior, dan dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hepar dan ginjal kontra-lateral, dapat pula
digunakan sebagai panduan biopsi. Pemeriksaan USG dapat
digunakan sebagai skrining dalam deteksi awal tumor Wilms' dan
memiliki sensitiftas 100% dan spesifsitas 95% dalam mendeteksi
tumor Wilms' stadium 1. USG ginjal akan menunjukkan adanya massa
besar yang heterogen dan area multipel dengan ekogenisitas yang
menurun dan menunjukkan adanya komponen perdarahan, lemak,
kalsifkasi, maupun area nekrosis
c. Computed Tomography (CT)
1. CT abdomen dapat membantu menentukan:
a) asal tumor,
b) keterlibatan limfonodi
c) keterlibatan ginjal bilateral
d) keadaan ginjal kontralateral
e) adanya invasi ke vaskuler besar (misalnya, vena cava
inferior), atrium kanan, maupun ke vaskuler ginjal.
f) adanya metastasis ke organ-organ lain, dan g) diagnosis
banding tumor ginjal lainnya (misalnya, tumor adrenal 2.
CT toraks dapat menentukan adanya metastasis ke paru-
paru (terjadi pada 85% kasus tumor Wilms').
3. Jika gambaran rhabdoid ditemukan, maka CT kepala sebaiknya
dikerjakan untuk mencari adanya metastasis di otak.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI mungkin menjadi modalitas pemeriksaan yang paling akurat
dalam mendeteksi keterlibatan vena cava inferior. Gambaran tumor
tampak heterogen pada semua sekuens dan sering mengandung

11
komponen perdarahan. Gambaran MRI nefroblastoma menunjukan
massa padat berukuran besar yang berasal dari ginjal. Lesi tumor dapat
homogen, namun biasanya dapat menunjukan gambaran yang
heterogen dengan intensitas sinyal sedang (isointens) pada sekuens TI-
weighted dan intensitas sinyal yang tinggi (hiperintens) pada sekuens
T2- weighted 5 Variabilitas pada intensitas sinyal bisa disebabkan
karena adanya perdarahan. jaringan lemak, nekrosis dan kista di dalam
tumor.
Perdarahan intra- tumoral sering terjadi, yaitu pada sekitar 27%
kasus. Setelah pemberian kontras heterogenitas tumor akan
meningkat. Tumor Wilms memiliki pseudo-kapsul yang berbatasan
dengan parenkim ginjal. Pseudo-kapsul ini tampak sebagai batas yang
hipointens pada sekuens T2-weighted dan menekan jaringan ginjal
yang normal. Sumbatan traktus urinarius sering dijumpai pada kaliks
renalis maupun pada pelvis renalis. Dapat pula dijumpai adanya
infltrasi tumor ke dalam ureter dan trans-ureteral (Galuh Ayu dkk,
2018).

8. Penatalaksanaan
Menurut protokol NWTSG, langkah pertama dalam terapi tumor
Wilms adalah menentukan stadium penyakitnya, diikuti dengan
nefrektomi radikal, jika memungkinkan. Dalam penatalaksanaan tumor
Wilms, kunci kesuksesannya terletak pada terapi secara multimodal, yang
terdiri dari operasi, radiasi, dan kemoterapi. NWTSG merekomendasikan
kemoterapi preoperatif dalam kondisi-kondisi seperti berikut ini:
a) Perluasan tumor ke dalam vena cava.
b) Kondisi ini didapatkan pada 5% kasus tumor Wilms, dan
berhubungan dengan terjadinya komplikasi bedah (40% kasus),
meskipun ditangani oleh ahli bedah yang berpengalaman.
Dimulainya kemoterapi setelah menentukan stadium penyakit dan
biopsi dapat menurunkan ukuran tumor dan trombus,

12
c) sehingga menurunkan pula insidens komplikasi bedah hingga
25%.
d) Tumor-tumor yang tidak dapat dioperasi (inoperable)
e) Tumor-tumor yang berukuran besar dan melibatkan
strukturstruktur vital membuat reseksi menjadi sulit, insidens
komplikasinya tinggi dan insidens pecahnya tumor juga tinggi.
Walaupun demikian, ukuran tumor dapat diperkecil dengan
kemoterapi sehingga insidens pecahnya tumor dapat diturunkan
hingga 50%
1. Pembedahan
Reseksi tumor dilakukan dengan dibuatnya insisi abdominal
transversa dan eksplorasi abdomen. Eksplorasi harus mencakup
organ ginjal kontralateral dengan memobilisasi kolon ipsilateral
dan membuka fascia Gerota. Jika terdapat tumor bilateral,
nefrektomi tidak dilakukan tetapi dilakukan pengambilan
spesimen untuk biopsi. Jika terdapat tumor unilateral, dilakukan
nefrektomi dan diseksi atau pengambilan sampel dari nodul
kelenjar getah bening regional. Biopsi dilakukan jika tumor tidak
dapat direseksi dan nefrektomi ditunda hingga kemoterapi, yang
dilakukan pemeriksaan ulang menggunakan pemeriksaan
penunjang, yang diikuti dengan operasi definitif.
2. Terai Ajuvan
Terapi radiasi pada tumor Wilms dilakukan dalam kurun
waktu dua minggu setelah dilakukannya nefrektomi. Radiasi
lokal, tumor bed dan kelenjar paraaorta dengan batas 1 em
menjadi bagian dalam Clinical Target Volume (CTV), Dosis yang
dianjurkan adalah 10,8 Gy dalam 6 fraksi. Dalam kasus dimana
terjadi ruptur pre operasi, penyebaran ke peritoneum, atau
pecahnya tumor pada saat operasi. keseluruhan abdomen harus
diradiasi dengan dosis 10,5 Gy dalam 7 fraksi. Lapangan radiasi
keseluruhan abdomen ini harus mengikutsertakan seluruh
vertebra untuk mencegah terjadinya skoliosis.

13
a. Kemoterapi dan radiasi adjuvant pada tumor Wilms dengan
histologi anaplastik.
Gambar 2.2 Terapi Tumor Wilms berdasarkan Stadium

3. Follow Up
Perawatan follow-up setelah terapi harus dilakukan dalam
jangka waktu yang lama (jika mungkin, seumur hidup) karena
tumor Wilms dapat kambuh setelah beberapa tahun. Follow-up
mencakup pemeriksaan X-ray toraks dan USG abdomen setiap 3
bulan selama 2 tahun pertama, setiap 6 bulan selama 2 tahun
berikutnya, dan selanjutnya 2 tahun sekali (Hartanto, 2014).

9. Komplikasi
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa setidaknya 60% dari
penderita tumor Wilms mengalami komplikasi ketika mereka beranjak
dewasa. Umumnya, komplikasi akhir dapat berupa konsekuensi dari jenis
pengobatan dan intensitas. Saat ini. prosedur nefrektomi yang diikuti
dengan kemoterapi dua jenis agen kemoterapi (vincristine dan actinomycin
D) untuk stadium awal telah membantu meminimalkan komplikasi.
Sebaliknya, pasien dengan stadium yang lebih tinggi sering membutuhkan
anthracyclines selain radioterapi, sehingga dapat meningkatkan risiko
timbulnya komplikasi. Komplikasi dari terapi tumor Wilms meliputi:
1. Efek muskuloskeletal
2. Toksisitas jantung

14
3. Masalah reproduksi
4. Disfungsi ginjal
5. Timbulnya keganasan sekunder (secondary
malignancy)
(Hartanto, 2014).

10. Konsep Tumbuh Kembang


Menurut Hurlock EB dalam Soetjiningsih (2016), tumbuh kembang
anak mempunyai cirri-ciri tertentu, yaitu:
1. Perkembangan melibatkan perubahan (Development
involves change).
2. Perkembangan awal lebih kritis dari pada perkembangan
lanjutannya (Early development more critical than critical than
later development).
3. Perkembangan adalah hasil dari maturasi dan proses belajar
(Development is the product of maturation and the leaning).
4. Pola perkembangan dapat diramalkan (the developmental patent
is predicable).
5. Pola perkembangan mempenyai karakteristik yang dapat
diramalkan (the developmental pattern has predicable
characteristic).
6. Terdapat perbedaan individu dalam suatu perkembangan (there
individual defferences the development).
7. Terdapat periode tahapan dalam pola perkembangan (there are
periods in the development pattern).
8. Terdapat harapan sosial untuk setiap periode perkembangan (there
are social expectation for every developmental period).
9. Setiap area perkembangan mempunyai potensi resiko (every area
of developmens has potensial hazards).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Tumor Wilms 1. Pengkajian
1. Identitas

15
Tumor wilms merupakan tumor ginjal ganas dan tumor intra
abdominal yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak
umumnya terjadi pada anak yang berusia di bawah 10 tahun.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Klien mengeluh kencing
berwama seperti cucian daging, bengkak sekitar perut. Tidak
nafsu makan, mual, muntah dan diare.Badan panas.
b. Riwayat kesehatan dahulu Apakah klien pernah mengeluh
kelainan pada ginjal sebelumnya, atau gejala-gejala tumor
wilms.
c. Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada riwayat keluarga
klien pernah mengidap kanker atau tumor sebelumnya.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolik: Suhu badan normal hanya panas
hari pertama sakit. Klien mudah mengalami infeksi karena
adanya depresi sistem imun.Adanya mual. muntah dan
anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidakadekuat.
b. Pola eliminasi: Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi
uri: gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa
metabolisme tidak dapat dickskresi dan terjadi penyerapan
kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami
gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria
proteinuri. hematuria.
c. Pola Aktifitas dan latihan: Pada Klien dengan kelemahan
malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya
hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena
adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak
selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan
darah sudah normal selama 1 minggu.
d. Pola tidur dan istirahat: Klien tidak dapat tidur terlentang
karena sesak dan gatal karena adanya uremia, keletihan,
kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus.

16
e. Kognitif & perseptual: Peningkatan ureum darah
menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal. Gangguan
penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati
hipertensi. Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan
ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang menurun.
f. Persepsi diri: Anak berharap dapat sembuh kembali seperti
semula.
g. Hubungan peran : Anak tidak dibesuk oleh teman-temannya
karena jauh dan lingkungan perawatann yang baru serta
kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam
4. Pemeriksaan fisik
Melakukan pemeriksaan TTV pada klien, melakukan
pemeriksaan secara head to toe yang harus diperhatikan adalah
palpasi abdomen yang cermat dan pengukuran tekanan darah pada
klien. Tumor dapat memproduksi rennin atau menyebabkan
kompresi vaskuler sehingga mengakibatkan hipertensi pada anak.
Pemerksaan head to toe.
a. Kulit
Warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis, ada
lesi, bintik-bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti apa,
warna, bentuknya ada cairan atau tidak. kelembaban dan
turgor kulit baik atau tidak.
b. Kepala
Ada lesi atau tidak, kebersihan kepala gimana,
apakah ada hydosefalus atau tidak.
c. Wajah
Ada lesi atau tidak, simetris atau tidak.
d. Mata
Apakah simetris atau tidak, konjungtiva anemis,
pupil isokor atau anisokor, sclera anemis.
e. Telinga

17
Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, warna,
ada serumen atau tidak. ada tanda tanda infeksi atau
tidak, palpasi adanya nyeri tekan atau tidak.
f. Hidung
Bentuk. posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi,
sumbatan, perdarahan tanda-tanda infeksi, adakah
pernapasan cuping hidung atau tidak dan nyeri tekan.
Adanya gangguan pernapasan cuping hidung (gangguan
pernapasan).
g. Mulut
Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan
stomatitis. Langit-langit keras (palatum durum) dan
lunak, tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi.
sekret, kesimetrisan bibir dan tanda-tanda sianosis.
h. Dada
Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada,
adakah bunyi napas tambahan (seperti ronchi, wheezing,
crackels), adakah bunyi jantung tambahan seperti (mur
mur), takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi,
kedalaman (pernafasan kusmaul).
i. Abdomen
Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal
adanya nyeri tekan, palpasi hepar, adakah distensi,
massa, dengarkan bunyi bising usus, palpasi seluruh
kuadran abdomen.
j. Genitalia dan rectum
Lubang anus ada atau tidak. Pada laki-laki inspeksi
uretra dan testis apakah terjadi hipospadia atau epispadia,
adanya edema skrotum atau terjadinya hernia serta
kebersihan preputium. Pada wanita inspeksi labia dan
klitoris adanya edema atau massa, labia mayora

18
menutupi labia minora, lubang vagina, adakah secret atau
bercak darah.
k. Ekstremitas Simetris atau tidak, ada edema atau tidak,
ada nyrei tekan atau tidak, cek CRT normal atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu klien, keluarga, dan komunitas terhadap maslaah kesehatan atau
proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial (PPNI, 2016) . Diagnosa keperawatan yang munkin muncul
pada kline Anak dengan Tumoe Wilms adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis.
Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Resiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan penyakit ginjal
dan kelenjer
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan
4. Resiko gangguan pertumbuhan ditandai dengan penyakit kronis
5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek samping terapi
6. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

3. Intervensi Keperawatan Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan SDKI,


SLKI, SIKI
NO SDKI SLKI SIKI

1. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri


berhubungan keperawatan selama 1x24 jam Observasi
dengan agen diharapkan tingkat infeksi - Identifikasi
pencedera menurun ,dengan kriteria hasil karakteristik, lokasi,
fisiologis (mis. : frekuensi, durasi,
Inflamasi, 1. Demam menurun intensitas nyeri kualitas
iskemia, 2. Kemerahan menurun - Indentifikasi skala
neoplasma) 3. Nafsu makan meningkat - Identifikasi respon nyeri
4. Kadar sel darah putih non verbal nyeri

19
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Control lingkungan yang
memberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat
dan tidur

Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetic, jika perlu
2. Resiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan
ketidakseimbangan intervensi Observasi:
cairan ditandai keperawatan, selama 1x24 jam - Monitor status hidrasi
dengan penyakit diharapkan status - Monitor berat badan
ginjal dan kelenjer keseimbangan cairan harian
meningkat, dengan kriteria - Monitor status
hasil : hemodinamik
1. Asupan cairan
meningkat Terapeutik:
2. Haluaran urin meningkat - Catat intake-output dan
3. Dehidrasi menurun hitung balans cairan 24
4. Tekanan darah membaik jam
5. Turgor kulit membaik - Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena,
jika perlu

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
diuretic,jika perlu
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan intervensi keperawatan, Observasi :
dengan selama 1x24 jam - Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan diharapkan status nutrisi - Identifikasi alergi dan
mencerna membaik ,dengan kriteria intoleransi makanan

20
makanan hasil: hasil:
1. Porsi makanan yang 6. Porsi makanan yang
dihabiskan meningkat dihabiskan meningkat
2. Perasaan cepat kenyang 7. Perasaan cepat kenyang
menurun menurun
3. Nyeri abdomen menurun 8. Nyeri abdomen menurun
4. Berat badan membaik 9. Berat badan membaik
5. Indeks massa tubuh (IMT) 10. Indeks massa tubuh (IMT)
membaik membaik
4. Resiko gangguan Setelah dilakukan Skrining Kesehatan
pertumbuhan intervensi keperawatan, Observasi
ditandai dengan selama 1x24 jam - Identifikasi target
penyakit kronis diharapkan populasi skrining
pertukaran status kesehatan
pertumbuhan membaik,
dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Berat badan sesuai - Lakukan informed
usia meningkat consent skrining
2. Panjang/ tinggi badan kesehatan
sesuai dengan usia - Sediakan akses skrining
meningkat kesehatan
3. Asupan nutrisi meningkat - Jadwalkan waktu skrining
kesehatan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur skrining
kesehatan

Kolaborasi
- Rujuk untuk pemeriksaan
diagnostic lanjut

21
5. Gangguan rasa Setelah dilakukan intervensi Pengaturan Posisi
nyaman keperawatan, selama 1x24 jam Observasi
berhubungan diharapkan status kenyamanan - Monitor status oksigenasi
dengan efek meningkat,dengan kriteria sebelum dan sesudah
samping terapi hasil: mengubah posisi
1. Keluhan tidak nyaman - Monitor alat traksi agar
menurun selalu tepat
2. Gelisah menurun
3. Keluhan sulit tidur menurun Terapeutik
4. Pola eliminasi membaik - Tempatkan pada matras
Pola tidur membaik atau tempat tidur
terapeutik yang tepat
- Tempatkan pada
posisi terapeutik
- Sediakan matras yang
kokoh dan padat

- Jadwalkan secara tertulis


untuk perubahan posisi

Edukasi
- Informasikan saat akan
dilakukan perubahan
posisi
Ajarkan cara menggunakan
postur yang baik dan mekanika
tubuh yang baik selama
melakukan perubahan posisi

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
premedikasi sebeluh
mengubah posisi, jika
perlu

22
6. Ansietas Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
berhubungan keperawatan 1x24 jam, Observasi
dengan kurang diharapkan tingkat ansietes - Identifikasi saat tingkat
terpapar menurun, dengan kriteria hasil : ansietas berubah
informasi 1 Perilaku gelisah menurun - Identifikasi kemampuan
2 Perilaku tegang menurun mengambil keputusan
3 Konsentrasi membaik
Pola tidur membaik Terapeautik :
- Ciptakan suasan
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
- Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
- Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Edukasi :
- Jelaskan prosedur
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
- Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
- Latih teknik relaksasi

Kolaborsi
- Kolaborsi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
4. Inplementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu penerapan atau juga sebuah
tindakan yang dilakukan dengan berdasarkan suatu rencana yang
telah/sudah disusun atau dibuat dengan cermat serta juga terperinci
sebelumnya. Pendapat lain juga mengatakan bahwa pengertian
implementasi merupakan suatu tindakan atau juga bentuk aksi nyata
dalam melaksanakan rencana yang sudah dirancang dengan matang.
Dengan kata lain, implementasi ini hanya dapat dilakukan apabila sudah
terdapat perencanaan serta juga bukan hanya sekedar tindakan semata
(Setiadi, 2012).

23
Pedoman implementasi keperawatan menurut (Dermawan, 2012)
1) Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan
Ssetelah memvalidasi rencana.
2) Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan dengan
kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai.
3) Keamanan fisik dan psikologi pasien dilindungi.
4) Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan dan renana asuhan

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang ditentukan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. (Kodim,2015).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan.
Format evaluasi
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O :Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif. P :
Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis. Tugas dari
evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan

24
kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat
keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan (Setiadi, 2012).

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh
adanya kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase organogenesis
di trimester pertama. Hipospadia merupaka salah satu kelainan bawaan sejak
lahir pada alat genetalia laki-laki.
Kata Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang berarti
dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020).
Hipospadia dapat didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak
di ventral atau proksimal dari lokasi yang seharusnya.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Anak dengan
Hipospadia adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu
tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah,
proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaforesis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu kerusakan
jaringat atau lapisan kulit, perdarahan, kemerahan, hematoma, dan
nyeri.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dengan tanda dan
gejala yang mungkin muncul yaitu merasa bingung, merasa khawatir
dengan akibat, sulit berkonsenstrasi, tampak gelisah, tampak tegang,
sulit tidur
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dengan tanda
dan gejala yang mungkin muncul yaitu menolak melakukan
perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan

26
5. pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan
perawatan diri kurang
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu mengeluh sulit
tidur, engeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh
pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup
7. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

Dengan diagnosa keperawata teoritis yang mungkin muncul pada


klien anak dengan Tumor Wilms tersebut, dapat dirancang suatu asuhan
keperawatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan terkhusunya
dalam pemberian asuhan keperawatan yang terencana dan dapat dilakukan
dengan baik dan sesuai dengan kode etik keperawatan yang ada sehingga
dapat memenuhi kebutuhan dari klien anak tersebur.

B. Saran
Asuhan keperawatan teoritis ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan, keterampilan dan wawasan penulis sendiri dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan tumor wilms . Diharapkan penulis dapat
melakukan pengkajian sampai dengan intervensi keperawatan secara teoritis
agar asuhan keperawatan dapat tercapai tepat sesuai dengan masalah yang
ditemukan pada klien.
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan bahwa:
1. Diharapkan kepada perawat dalam mengumpulkan data agar
menggunakan berbagai sumber informasi dengan menggunakan
teknik-teknik wawancara, observasi, pengkajian fisik dan
dokumentasi agar data yang terkumpul akurat dan komprehensif.
2. Untuk meningkatkan mutu keperawatan maka diperlukan
pendokumentasian proses keperawatan sebagai salah satu bukti
pertanggung jawaban terhadap usaha yang telah diberikan maka
sebaiknya rumah sakit menyiapkan format untuk pendokumentasian

27
DAFTAR PUSTAKA

Dimu, Yonathan Yesreli Miha.2019. Di akses pada 2 April 2023. Di akses dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2a
hUKEwiRj9bmvYr,AhWu1jgGHXGXBrQQFnoECB8QAQ&url=http%3A%2F%
2Frepository.poltekeskupang.ac.id%2F519%2F1%2FKTI%2520YONATAN%25
20MIHA%2520DIMU.pdf&usg=AOvVaw2l4mPVzPrZEElunzDvNgM0.
Tim Pokja SDKI DPD PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1,
Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPD PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPD PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan: DPP PPNI

28

Anda mungkin juga menyukai