DI SUSUN OLEH :
Kelompok 3
Akhdes Kumala Dyan (211211771) Linda Marlina (211211797)
Anisa Usugra (211211773) Nadia Defira (211211803)
Aprlioni Tri Sugiarti (211211774) Nurli Pertiwi (211211805)
Bunga Latifa (211211776) Rebi Nur Haqqi (211211811)
Fania Eldisya Laiya (211211786) Selvi Lovita Sari (211211816)
Jelvia Lestari (211211793) Sofia Nahyu Guswita (211211819)
Khairunisa Aswin (211211794) Wulan Sani Efendi (211211826)
Kelas 2A
Dosen Pengampu :
Ns. Velga Yazia, M.Kep
i
semoga apa yang telah penulis pelajari diberkahi oleh Allah SWT, Aamiin
allahhuma aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
25
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
komplikasi awal: perdarahan, hematologic, infeksi pada luka operasi,
wound dehiscence, kerusakan kulit, infeksi saluran kemih, retensi urin. Hasil
penelitian Nurrarif & Kusuma (2015) menyatakan bahwa masalah keperawatan
yang terjadi pada Hypospadia adalah gangguan eliminasi urin, ansietas,
defisiensi pengetahuan, resiko infeksi, nyeri akut, disfungsi seksual, hambatan
mobilitas fisik.
Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik membuat makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Kelainan
Kongenital pada Sistem Perkemihan yaitu Hipospadia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka rumusan
masalah pada penulisan makalah ini adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Teoritis pada klien Anak dengan Kelainan Kongenital pada
Sistem Perkemihan yaitu Hipospadia”.
2
C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menidentifikasi konsep penyakit pada Anak dengan
Kelainan Kongenital pada Sistem Perkemihan yaitu Hipospadia.
b. Untuk mengidentifikasi pengkajian keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Perkemihan
yaitu Hipospadia.
c. Untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Perkemihan
yaitu Hipospadia.
d. Untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Perkemihan
yaitu Hipospadia.
e. Untuk mengidentifikasi implementasi keperawatan teoritis pada
Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem
Perkemihan yaitu Hipospadia.
f. Untuk mengidentifikasi evaluasi keperawatan teoritis pada Anak
dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Perkemihan yaitu
Hipospadia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penyakit Hipopasdia 1.
Defenisi
Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh
adanya kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase organogenesis
di trimester pertama. Hipospadia merupaka salah satu kelainan bawaan sejak
lahir pada alat genetalia laki-laki. Kata
Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang berarti dibawah,
dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020). Hipospadia dapat
3
didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak di ventral atau
proksimal dari lokasi yang seharusnya.
Kelainan terbentuk pada masa embrional karena adanya gangguan pada
masa perkembangan alat kelamin dan sering dikaitkan dengan gangguan
pembentukan seks primer maupun gangguan aktivitas seksual saat dewasa
(Snodgrass & Bush, 2016).
Klasifikasi hipospadia paling ringan adalah meatus uretra yang bermuara
pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glands
dan skrotum tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu
kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok
kearah ventral atau yang disebut chordee dan uretra penis lebih pendek secara
progresif, tetapi jarak antara meatus dan glands tidak dapat bertambah secara
signifikan sampai chordee dikoreksi. Karenanya, klasifikasi hipospadia
didasarkan atas dasar meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada
sambungan penoskrotal. Pada kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum,
skrotum bifida dan meluas ke basis dorsal penis (transposisi skrotum) dan
chordee (pita jaringan fibrosa). Pada 10 % anak laki-laki dengan hipospadia
biasanya testis tidak turun (Kyle & Carman, 2014).
2. Etiologi
Penyebab hipospadia sangat bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor,
namun belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa
kemungkinan dikemukakan oleh para peneliti mengenai etiologi
hipospadia. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya hipospadia yaitu
:
a. Faktor genetik dan embrional
Genetik merupakan faktor risiko yang diduga kuat
mempengaruhi proses terjadinya hipospadia. Penelitian
menyebutkan bahwa anak laki-laki yang memiliki saudara yang
mengalami hipospadia beresiko 13,4 kali lebih besar mengalami
hipospadia, sedangkan anak yang memiliki ayah dengan riwayat
hipospadia beresiko 10,4 kali mengalami hal yang sama (Van der
Zaden et al., 2012). Selama masa embrional, kegagalan dalam
4
pembentukan genital folds dan penyatuanya diatas sinus
urogenital juga dapat menyebabkan terjadinya hipospadia.
Biasanya semakin berat derajat hipospadia ini, semakin besar
terdapat kelainan yang mendasari.Kelainan kromosom dan
ambigu genitalia seperti hermafrodit maupun pseudohermafrodit
merupakan kelainan yang kerap kali ditemukan bersamaan
dengan hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).
b. Faktor hormonal
Perkembangan genitalia pada laki laki merupakan proses
yang kompleks dan melibatkan berbagai gen serta interaksi
hormon yang ada pada ibu hamil. Proses pembentukan saluran
uretra ini terjadi pada minggu ke-6 trimester pertama dan bersifat
androgendependent, sehingga ketidak normalan metabolisme 8
androgen seperti defisiensi reseptor androgen di penis, kegagalan
konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron, serta penurunan
ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor androgen
mungkin dapat menyebabkan terjadinya hipospadia (Noegroho et
al., 2018).
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor
penyebab hipospadia seperti terdapat paparan estrogen atau
progestin pada ibu hamil di awal kehamilan, paparan estrogen
tersebut biasanya terdapat pada pestisida yang menempel pada
buah, sayuran, tanaman, dan obat obatan yang dikonsumsi oleh
ibu hamil. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti
epilepsi seperti asam valporat juga diduga meningkatkan resiko
hipospadia tetapi untuk pil kontrasepsi yang mengandung hormon
estrogen dan progestin diketahui tidak menyebabkan hipospadia
(Krisna & Maulana, 2017).
d. Lain-lain
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program
Intracystolasmic sperm Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization
5
(IVF) memiliki insiden yang tinggi pada hipospadia (Krisna &
Maulana, 2017). Selain itu faktor ibu yang hamil dengan usia
terlalu muda atau terlalu tua juga sangat berpengaruh, diketahui
bayi yang lahir dari ibu yang berusia >35 tahun beresiko
mengalami hipospadia berat. Kelahiran prematur serta berat bayi
lahir rendah, bayi kembar juga sering dikaitkan dengan kejadian
hipospadia (Widjajana, 2017).
3. Patofisiologi
6
4. Klasifikasi
7
dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi. Yang termasuk golongan
hipospadia tipe ini adalah hipospadia sub coronal atau lubang kencing
berada pada sulcus coronarius penis (cekungan kepala penis), dan
hipospadia tipe granular yaitu lubang kencing sudah terdapat di kepala
penis namun posisinya berada di bawah kepala penisnya.
b. Tipe Penil/ Tipe Middle
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke
bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini,
diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit
di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak
dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya. Terdapat beberapa tipe hipospadia yang
termasuk dalam tipe middle diantaranya yaitu hipospadia tipe
penoscrotal atau lubang kencing terletak di antara skrotum dan batang
penis, hipospadia tipe peneana proksimal yaitu lubang kencing berada
di bawah pangkal penis, hipospadia tipe mediana yaitu lubang kencing
berada di bawah bagian tengah dari batang penis, serta hipospadia tipe
distal peneana yaitu lubang kencing berada di bawah bagian ujung
batang penis.
c. Tipe Posterior
Pada tipe posterior, biasanya akan mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan penis, seringkali disertai dengan skrotum bifida, meatus
uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Yang termasuk
hipospadia posterior dianataranya yaitu hipospadia tipe 10 perenial,
lubang kencing berada di antara anus dan skrotum, dan hipospadia tipe
scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan skrotum.
8
Gambar 2.2 Klasifikasi Hipopasdia berdasarkan letak lubang
saluran kemih
5. Manifestasi Klinis
9
berhubungan seksual. Hipospadia sangat sering ditemukan bersamaan
dengan cryptorchismus dan hernia inguinalis sehingga pemeriksaan adanya
testis tidak boleh terlewatkan (Krisna & Maulana, 2017).
6. Komplikasi
Komplikasi pasca operasi yang sering terjadi dibedakan dalam
jangka waktu pendek (edema, perdarahan, nekrosis glans penis, dehisiensi
luka operasi) dan jangka waktu panjang (fistel uretrokutan, stenosis muara
uretra, striktur uretra, torsio penis). Fistel uretrokutan merupakan
komplikasi yang cukup sering terjadi. Secara umum fistel terjadi kurang dari
10%, namun resiko fistel pada hipospadia yang berat kurang lebih 40%.
nekrosis glans penis biasanya terjadi karena tidak adekuatnya suplai darah
pada daerah distal uretra, hal ini lebih mudah dicegah daripada diperbaiki.
Bila vaskularisasi kurang baik, teknik operasi pada waktu menutup lapisan
flap harus bagus, sehingga dapat menjamin kekurangan vaskularisasi tadi.
Untuk menghindari timbulnya komplikasi maka teknik pembedahan
harus baik dan hati-hati, pemilihan benang yang tepat dan penutupan jahitan
yang baik dengan lapisan kulit. Antibiotika pasca operasi diberikan sampai
stent atau kateter dilepas.
7. Pemeriksaan penunjang
10
8. Penatalaksanaan
Penanganan hipospadia dilakukan dalam 2 tahapan :
1. Operasi reseksi chorda (chordectomy atau release chorda )
a. Bertujuan aar penis tidak melengung ketika ereksi.
b. Tahap pertama dilakukan pada usia 2 tahun ( dapat ditunda ),
dengan syarat dilakukan tes endokrinologi anak (kadar hormon
testoteron ) terlebih dahulu karena pada hipospadia biasanya
disertai undescensus testis.
c. Jika kadar hormon rendah sebaiknyya segera di operasi, bila
normal maka operasi dapat di tunda 6 bulan lagi.
2. Uretroplasty
a. Dilakukan 6 bulan setelah chordectomy, untuk menempatkan
OUE pada tempatnya.
b. Sebelum usia 4 tahun seluruh tahapan operasii harus selesai,
karena bila tidak dapat enyebabkan gangguan psikis anak.
3. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan
kelainan kongenital ginjal
9. Pathway
Gambar 2.3 Web Of Caussation Hipospadia
11
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipospadia
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien diberbagai
layanan kesehatan yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat
humanistik, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif pasien untuk mengatasi
masalah yang dihadapi pasien.
Proses keperawatan adalah suatu mode yang sistematis dan
terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, hal ini difokuskan pada
12
reaksi dan respon individu terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik
aktual maupun potensial sehingga kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga diketahui
permasalahan yang dialami oleh klien.
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, berat badan lahir serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak,
anak ke berapa, jumlah saudara dan identitas orangtua.
Nama : sesuai nama klien
Umur : sering terjadi pada bayi
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : mulai dari pendidikan rendah hingga tinggi
Pekerjaan : berpotensi pada semua jenis pekerjaan
Diagnosa medis : Hipospadia.
2) Keluhan Utama
Biasanya orang tua klien mengeluh dengan kondisi anaknya
karena penis yang tidak sesuai dengan anatomis penis biasa karena
melengkung kebawah dan terdapat lubang kencing yang tidak pada
tempatnya.
3) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang
Pada klien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan belum diketahui
dengan pasti penyebabnya.
(2) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat ketidakseimbangan hormon dan faktor
lingkungan yang mempengaruhi kehamilan ibu, seperti 13 terpapar
dengan zat atau polutan yang bersifat tertogenik yang menyebabkan
13
terjadinya mutasi gen yang dapat menyebabkan pembentukan penis
yang tidak sempurna.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat riwayat keturunan atau genetik dari orang tua atau
saudara kandung dari klien yang pernah mengalami hipospadia.
14
10) Persepsi diri dan konsep diri
Klien biasanya tidak percaya diri dengan kelainan yang dialaminya
11) Pola eliminasi
Pada saat buang air kecil, pada klien hipospadia mengalami kesulitan
karena penis yang bengkok mengakibatkan pancaran urin mengarah
kearah bawah dan menetes melalui batang penis (Krisna & Maulana,
2017).
5) Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Pada pemeriksaan darah akan diketahui apakah terjadi tanda infeksi
atau tidak
2) USG
USG Ginjal disarankan untuk mengetahui adanya kelainan lainnya pada
saluran kemih.
2. Diagnosa Keperawatan Teoritis
15
jaringat atau lapisan kulit, perdarahan, kemerahan, hematoma, dan
nyeri.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dengan tanda dan
gejala yang mungkin muncul yaitu merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat, sulit berkonsenstrasi, tampak gelisah,
tampak tegang, sulit tidur
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dengan
tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu menolak melakukan
perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan perawatan diri
kurang
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu mengeluh sulit
tidur, engeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh
pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup
6. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
3. Intervensi Keperawatan Teoritis
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Teoritis.(SIKI, 2016) (SLKI,
2016) (SDKI, 2016).
NO SDKI SLKI SIKI
16
1. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam Observasi
dengan agen diharapkan nyeri akut teratasi - Identifikasi lokasi,
pencedera fisik ,dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
(prosedur operasi) 1. Nyeri berkurang dari 4 frekuensi, kualitas dan
(D.0077) menjadi 2 intensitas nyeri (PQRST)
2. Meringis berkurang dari - Identifikasi respon nyeri
4 menjadi 2 non verbal
3. Sikap protektif
berkurang dari 4 menjadi Terapeutik
2 - Ajarkan teknik
4. Gelisah berkurang dari 5 nonfarmakologi untuk
menjadi 2 mengurangi nyeri (teknik
5. Frekuensi nadi normal relaksasi nafas dalam)
70-120x/menit
Edukasi
- Edukasi pada klien dan
keluarga terkait penyebab,
periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian analgetik
2. Defisit perawatan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan
diri berhubungan keperawatan, selama 1x24 jam Diri
dengan diharapkan deficit perawatan Observasi:
kelemahan diri teratasi, dengan kriteria - Monitor tingkat
(D.0109) hasil : kemandirian
1. Kemampuan mandi - Identifikasi kebutuhan alat
meningkat bantu kebersihan diri,
2. Kemampuan berpakaian berpakaian, berhias, dan
meningkat makan
3. Kemampuan toileting
meningkat Terapeutik:
- Siapkan keperluan pribadi
(air hangat, waslap, sabun
mandi, pakaian, parfum
dll)
- Bantu klien dalam
memenuhi kebutuhan
perawatan diri sampai
mandiri
Edukasi:
- Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
17
konsisten sesuai
kemampuan
3. Gangguan pola Setelah dilakukan intervensi Dukungan Tidur
tidur keperawatan, selama 1x24 jam Observasi :
berhubungan diharapkan pola tidur - Identifikasi pola aktivitas
dengan hambatan dan tidur
membaik ,dengan kriteria
lingkungan - Identifikasi faktor
hasil: pengganggu tidur
(D.0055) 1. Keluhan sulit tidur
membaik Terapeutik :
2. Keluhan pola tidur - Modifikasi
membaik lingkungan
Istirahat cukup (misal:
meningkat - pencahayaan, kebisingan,
suhu, matras dan tempat
tidur)
- Lakukan prosedur
untuk meningkatkan
kenyamanan
Edukasi :
- Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
4. Gangguan Setelah dilakukan intervensi Perawatan Luka
Integritas keperawatan, selama 1x24 Observasi
Kulit/Jaringan jam diharapkan difisit - Monitor tanda-tanda
berhubungan perawatan diri, dengan infeksi
dengan perubahan kriteria hasil :
sirkulasi 1. Keluhan nyeri menurun Terapeutik
(D.0129) 2. Perdarahan menurun - Bersihkan luka
3. Kemerahan menurun dengan carian NaCl
- Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka
- Ganti balutan sesuai
jumlah jenis luka
Edukasi
- Anjurkan klien
mengonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian
antibiotic
18
5. Ansietas Setelah dilakukan intervensi Reduksi Ansietas
berhubungan keperawatan, selama 1x24 jam Observasi
dengan krisis diharapkan tingkat ansietas - Identifikasi saat tingkat
situasional menurun dengan kriteria hasil: ansietas berubah (mis.
(D.0080) 1. Perilaku gelisah menurun Kondisi, waktu, stressor)
2. Perilaku tegang menurun - Identifikasi kemampuan
3. Frekuensi nadi mengambil keputusan
normal - Monitor tanda ansietas
70120x/menit (verbal dan non verbal)
4. Pola tidur membaik
Terapeutik
- Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
- Pahami situasi yang
membuat ansietas
- Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan Edukasi
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perl
- Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi
ketegangan 10. Latih
teknik relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
anti anxietas, jika perlu
19
- Pertahankan teknik aseptic
pada klien
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi kepada klien dan
keluarga
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
kepada klien dan keluarga
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian antibiotik
4. Implementasi Keperawatan Teoritis
Implementasi merupakan suatu penerapan atau juga sebuah
tindakan yang dilakukan dengan berdasarkan suatu rencana yang
telah/sudah disusun atau dibuat dengan cermat serta juga terperinci
sebelumnya. Pendapat lain juga mengatakan bahwa pengertian
implementasi merupakan suatu tindakan atau juga bentuk aksi nyata
dalam melaksanakan rencana yang sudah dirancang dengan matang.
Dengan kata lain, implementasi ini hanya dapat dilakukan apabila sudah
terdapat perencanaan serta juga bukan hanya sekedar tindakan semata
(Setiadi, 2012).
20
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. (Kodim,2015).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan.
Format evaluasi
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O :Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif. P :
Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis. Tugas dari
evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data sesuai dengan
kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk membuat
keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan (Setiadi, 2012).
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh
adanya kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase organogenesis
di trimester pertama. Hipospadia merupaka salah satu kelainan bawaan sejak
lahir pada alat genetalia laki-laki.
Kata Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang berarti
dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020).
Hipospadia dapat didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak
di ventral atau proksimal dari lokasi yang seharusnya.
21
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Anak dengan
Hipospadia adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu
tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaforesis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu kerusakan
jaringat atau lapisan kulit, perdarahan, kemerahan, hematoma, dan
nyeri.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dengan tanda dan
gejala yang mungkin muncul yaitu merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat, sulit berkonsenstrasi, tampak gelisah,
tampak tegang, sulit tidur
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dengan
tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu menolak melakukan
perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan
5. pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan
perawatan diri kurang
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu mengeluh sulit
tidur, engeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh
pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup
7. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
22
dengan baik dan sesuai dengan kode etik keperawatan yang ada sehingga
dapat memenuhi kebutuhan dari klien anak tersebur.
B. Saran
Asuhan keperawatan teoritis ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan, keterampilan dan wawasan penulis sendiri dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan hipospadia . Diharapkan penulis dapat
melakukan pengkajian sampai dengan intervensi keperawatan secara teoritis
agar asuhan keperawatan dapat tercapai tepat sesuai dengan masalah yang
ditemukan pada klien.
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan bahwa:
1. Diharapkan kepada perawat dalam mengumpulkan data agar
menggunakan berbagai sumber informasi dengan menggunakan
teknik-teknik wawancara, observasi, pengkajian fisik dan
dokumentasi agar data yang terkumpul akurat dan komprehensif.
2. Untuk meningkatkan mutu keperawatan maka diperlukan
pendokumentasian proses keperawatan sebagai salah satu bukti
pertanggung jawaban terhadap usaha yang telah diberikan maka
sebaiknya rumah sakit menyiapkan format untuk pendokumentasian
3. Dalam menetapkan diagnose keperawatan diharapkan perawat agar
memperhatikan respon klien yang berbeda-beda terhadap masalah
kesehatan melalui pengkajian biopsikososial spiritual dan cultural
yang komprehensif.
23
DAFTAR PUSTAKA
Avikaningrum, Mita. 2016. Studi Dokumentasi Gangguan Eliminasi Urin pada pasien An “M”
dengan Hipospadia Type Coronal Post Chordestomy dan Ureplasty. Di akses pada 2 April
2023. Di akses dari http://repository.akperykyjogja.ac.id/299/.
Tim Pokja SDKI DPD PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPD PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta Selatan
: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPD PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan: DPP PPNI
24