DI SUSUN OLEH :
Kelompok 3
Akhdes Kumala Dyan (211211771) Linda Marlina (211211797)
Anisa Usugra (211211773) Nadia Defira (211211803)
Aprlioni Tri Sugiarti (211211774) Nurli Pertiwi (211211805)
Bunga Latifa (211211776) Rebi Nur Haqqi (211211811)
Fania Eldisya Laiya (211211786) Selvi Lovita Sari (211211816)
Jelvia Lestari (211211793) Sofia Nahyu Guswita (211211819)
Khairunisa Aswin (211211794) Wulan Sani Efendi (211211826)
Kelas 2A
Dosen Pengampu:
Ns. Fitri Wahyuni. S, M.Kep., Sp.Kep.An
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
2023
KATA PENGANTAR
i
Harapan dan tujuan penulis semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat bermanfaat untuk semua pihak termasuk penulis, dan
semoga apa yang telah penulis pelajari diberkahi oleh Allah SWT, Aamiin
allahhuma aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................6
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................7
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Tetralogy Of Fallot........................................................................9
1. Anatomi Fisiologi Jantung..................................................................................9
2. Definisi................................................................................................................9
3. Etiologi................................................................................................................10
4. Patofisiologi........................................................................................................11
5. Klasifikasi...........................................................................................................14
6. Manifestasi Klinis...............................................................................................14
7. Komplikasi..........................................................................................................17
8. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................18
9. Penatalaksanaan..................................................................................................19
10. Pathway...............................................................................................................24
11. Konsep Anak ......................................................................................................24
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Tetralogy Of Fallot.......................................27
1. Pengkajian Teoritis................................................................................................28
2. Diagnosa Keperawatan Teoritis............................................................................31
3. Intervensi Keperawatan Teoritis............................................................................32
4. Implementasi Keperawatan Teoritis......................................................................35
5. Evaluasi Keperawatan Teoritis..............................................................................36
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................38
B. Saran......................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................40
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetralogi of fallot (kelainan jantung bawaan) adalah penyakit jantung
kongentinal yang merupakan suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang ada
sejak lahir dan terjadi karena kelainan perkembangan dengan gejala sianosis
karena terdapat kelainan VSD (Defek Septum Ventrikel), stenosis pulmonal
(penyempitan pada pulmonalis), hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot
ventrikel kanan), dan overiding aorta (katup aorta membesar) Nursalam dkk
(2006).
Di Amerika Serikat, 10% kasus penyakit jantung kongenital adalah
Tetralogy Of Fallot (TOF), sedikit lebih banyak laki-laki dibandingkan
perempuan. Seiring dengan meningkatnya angka kelahiran di Indonesia,
jumlah bayi yang lahir dengan penyakit jantung juga meningkat. Dua per tiga
kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia memperlihatkan gejala pada
masa neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit jantung bawaan yang
memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan pertama
v
usianya jika tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien TOF yang tidak
diterapi akan meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal
sampai usia 4 tahun, 70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95%
meninggal sampai usia 40 tahun, Anonim (2012).
Kelainan ini lebih sering muncul pada laki-laki daripada perempuan. Dan
secara khusus katup aorta bikuspid bisa menjadi tebal sesuai usia, sehingga
stenosis bisa timbul. Hal ini dapat diminimalkan dan dipulihkan dengan
operasi sejak dini. Sehingga deteksi dini penyakit ini pada anak – anak sangat
penting dilakukan sebelum komplikasi yang lebih parah terjadi, Guyton dan
Arthur C (2006).
Jika dibiarkan kelainan jantung bawaan pada anak ini akan menimbulkan
beberapa komplikasi antara lain adalah sebagai berikut, yaitu :
1) trombosis serebri;
2) abses otak;
3) endokarditis bakterialis;
4) gagal jantung kongestif;
5) hipoksia.
Berdasarkan data yang diambil dari catatan medik RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda di ruang Melati terhubung mulai Januari 2016 sampai
dengan bulan Mei 2016 jumlah penderita Tetralogy Of Fallot sebanyak 11
orang pasien yang dirawat.
Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik membuat makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Kelainan
Kongenital pada Sistem Kardiovaskular yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka rumusan
masalah pada penulisan makalah ini adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Teoritis pada klien Anak dengan kelainan kongenital pada
sistem kardiovaskular yaitu Tetralogy Of Fallot (TOF)?”.
vi
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan ini adalah untuk
memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan secara teoritis
pada Anak dengan Kelainan Kongenital pada Sistem Kardiovaskular yaitu
Tetralogy Of Fallot (TOF).
2. Tujuan Khusus
vii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
viii
malformasi glands dan skrotum tidak sempurna pada sisi ventral dengan
penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan,
penis berbelok kearah ventral atau yang disebut chordee dan uretra penis
lebih pendek secara progresif, tetapi jarak antara meatus dan glands tidak
dapat bertambah secara signifikan sampai chordee dikoreksi. Karenanya,
klasifikasi hipospadia didasarkan atas dasar meatus. Pada beberapa kasus,
meatus terletak pada sambungan penoskrotal. Pada kasus ekstrem, uretra
bermuara pada perineum, skrotum bifida dan meluas ke basis dorsal penis
(transposisi skrotum) dan chordee (pita jaringan fibrosa). Pada 10 % anak
laki-laki dengan hipospadia biasanya testis tidak turun (Kyle & Carman,
2014).
2. Etiologi
Penyebab hipospadia sangat bervariasi dan dipengaruhi banyak
faktor, namun belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini.
Beberapa kemungkinan dikemukakan oleh para peneliti mengenai
etiologi hipospadia. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya
hipospadia yaitu :
ix
merupakan kelainan yang kerap kali ditemukan bersamaan
dengan hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).
b. Faktor hormonal
Perkembangan genitalia pada laki laki merupakan proses
yang kompleks dan melibatkan berbagai gen serta interaksi
hormon yang ada pada ibu hamil. Proses pembentukan saluran
uretra ini terjadi pada minggu ke-6 trimester pertama dan
bersifat androgendependent, sehingga ketidak normalan
metabolisme 8 androgen seperti defisiensi reseptor androgen di
penis, kegagalan konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron,
serta penurunan ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor
androgen mungkin dapat menyebabkan terjadinya hipospadia
(Noegroho et al., 2018).
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor
penyebab hipospadia seperti terdapat paparan estrogen atau
progestin pada ibu hamil di awal kehamilan, paparan estrogen
tersebut biasanya terdapat pada pestisida yang menempel pada
buah, sayuran, tanaman, dan obat obatan yang dikonsumsi oleh
ibu hamil. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti
epilepsi seperti asam valporat juga diduga meningkatkan resiko
hipospadia tetapi untuk pil kontrasepsi yang mengandung
hormon estrogen dan progestin diketahui tidak menyebabkan
hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).
d. Lain-lain
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-
cystolasmic sperm Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization
(IVF) memiliki insiden yang tinggi pada hipospadia (Krisna &
Maulana, 2017). Selain itu faktor ibu yang hamil dengan usia
terlalu muda atau terlalu tua juga sangat berpengaruh, diketahui
x
bayi yang lahir dari ibu yang berusia >35 tahun beresiko
mengalami hipospadia berat. Kelahiran prematur serta berat bayi
lahir rendah, bayi kembar juga sering dikaitkan dengan kejadian
hipospadia (Widjajana, 2017).
3. Patofisiologi
xi
4. Klasifikasi
xii
mediana yaitu lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari
batang penis, serta hipospadia tipe distal peneana yaitu lubang
kencing berada di bawah bagian ujung batang penis.
c. Tipe Posterior
Pada tipe posterior, biasanya akan mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan penis, seringkali disertai dengan skrotum bifida,
meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Yang
termasuk hipospadia posterior dianataranya yaitu hipospadia tipe 10
perenial, lubang kencing berada di antara anus dan skrotum, dan
hipospadia tipe scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan
skrotum.
5. Manifestasi Klinis
xiii
b. Sering disertai dengan korde atau penis melengkung ke arah bawah.
c. Lubang kencing terletak dibagian bawah dari penis.
Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kalainan. Secara
umum jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun cenderung
berkaitan dengan masalah kosmetik karena letak muara uretra pada bagian
ventral penis. Biasanya juga ditemukan kulit luar bagian ventral lebih tipis
atau bahkan tidak ada, dimana kulit luar di bagian dorsal menebal. Pada
hipospadia sering ditemukan adanya 11 chorda (Sigumonrong, 2016). Chorda
adalah adanya pembengkokan menuju arah ventral dari penis. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari
tunica albuginea dan facia di atas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia
buck, perlengketan antara uretra plate ke corpus cavernosa. Keluhan yang
mungkin ditimbulkan adalah adanya pancaran urin yang lemah ketika
berkemih, nyeri ketika ereksi, dan gangguan dalam berhubungan seksual.
Hipospadia sangat sering ditemukan bersamaan dengan cryptorchismus dan
hernia inguinalis sehingga pemeriksaan adanya testis tidak boleh terlewatkan
(Krisna & Maulana, 2017).
6. Komplikasi
Terdapat komplikasi yang serius dari TOF apabila tidak ditangani dengan
segera. Berikut komplikasi dari TOF :
xiv
hiperviskositas akan muncul bila kadar hematokrit > 65% dengan gejala
berupa sakit kepala, nyeridada, iritabel, anoreksia, dispnu dan intoleransi
aktivitas. Pengobatan hiperviskositas pada PJB sianotik masih
kontroversial. Dari data yang ada plebotomi berpotensi untuk
meningkatkan kemampuan latihan, mengurang gejala hiperviskositas serta
mengurangi penyakit vasooklusi. Tetapi plebotomi yang dilakukan
berulang ulang dan cepat dapat menyebabkan defisiensi besi sehingga
terjadi microcytic erytrocytes yang justru dapat menginduksi peningkatan
viskositas dengan segala konsekuensinya. Oleh karena itu plebotomi
hanya dilakukan untuk mengatasi keadaan akut sindrom hiperviskositas
saja (Paul DA, Karen L, 2007).
2. Stroke/Cerebrovaskular Accident
Insiden stroke/cerebrovaskular accident pada anak dengan PJB
adalah 1,5%-2%. PJB sianotik yang paling sering menyebabkan stroke
adalah TOF, Stroke dapat disebabkan karena trombosis atau emboli.
Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya stroke adalah pirau
kanan ke kiri yang memungkinkan terjadinya paradoksikal emboli ke otak
dan peningkatan viskositas darah. Hasil otopsi memperlihatkan terjadi
oklusi baik vena maupun arteri serebral. Onset defisit neurologik dapat
terjadi selama anak menderita demam dan dehidrasi. gejala yang paling
sering ditemukan adalah hemiplegi, kejang fokal, diikuti defisit motorik,
buta kortikal (Perloff et all, 1993).
3. Abses Cerebri
Abses serebri adalah infeksi supuratif lokal pada parenkim otak.
Abses serebri merupakan penyulit infeksi yang serius pada PJB sianotik
terutama TOF. mekanisme terjadinya abses serebri adalah secara
hematogen. Patogenesis penting terjadinya abses serebri pada PJB sianotik
adalah pirau dari kanan ke kiri yang menyebabkan tidak terjadinya
filterring effect di paru terhadap darah dari sistem vena sehingga otak
menjadi lebih sering terpapar dengan episode bakterimia. Polisitemia juga
xv
berperan dalam peningkatan viskositas darah yang dapat mencetuskan
microinfark yang menyediakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berproliferasi dan supuratif. Biasanya lesi berbentuk soliter dan multipel.
Pada stadium awal dijumpai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
yang non spesifik seperti sakit keapala, letargi dan perubahan tingkat
kesadaran.. Dengan progresifnya abses serebri sakit kepla dan letragi akan
makin menonjol dan dapat diikuti defisit neurologik. Tanda- tanda fokal
seperti hemiparesis, kejang lokal, dan gangguan penglihatan. Kuman yang
paling sering ditemukan pada abses serebri dengan penderita PJB adalah
strepkokus mileri (Atiq M, et all, 2006)
4. Hiperpnea dengan sianosis berat dapat berakibat tidak sadarkan diri
dan meninggal.
7. Pemeriksaan penunjang
1. Rongten
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai
dengan kelainan kongenital ginjal
4. Kultur urine (anak – hipospadia).
8. Penatalaksanaan
Penanganan hipospadia dilakukan dalam 2 tahapan :
1. Operasi reseksi chorda (chordectomy atau release chorda )
a. Bertujuan aar penis tidak melengung ketika ereksi.
b. Tahap pertama dilakukan pada usia 2 tahun ( dapat ditunda ),
dengan syarat dilakukan tes endokrinologi anak (kadar hormon
xvi
testoteron ) terlebih dahulu karena pada hipospadia biasanya
disertai undescensus testis.
c. Jika kadar hormon rendah sebaiknyya segera di operasi, bila
normal maka operasi dapat di tunda 6 bulan lagi.
2. Uretroplasty
a. Dilakukan 6 bulan setelah chordectomy, untuk menempatkan
OUE pada tempatnya.
b. Sebelum usia 4 tahun seluruh tahapan operasii harus selesai,
karena bila tidak dapat enyebabkan gangguan psikis anak.
9. Pathway
Gambar 2.3 Web Of Caussation Hipospadia
1. Pengkajian
xvii
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga diketahui
permasalahan yang dialami oleh klien.
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, berat badan lahir serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak,
anak ke berapa, jumlah saudara dan identitas orangtua.
Nama : sesuai nama klien
Umur : sering terjadi pada bayi
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : mulai dari pendidikan rendah hingga tinggi
Pekerjaan : berpotensi pada semua jenis pekerjaan
Diagnosa medis : Hipospadia.
2) Keluhan Utama
Biasanya orang tua klien mengeluh dengan kondisi anaknya
karena penis yang tidak sesuai dengan anatomis penis biasa karena
melengkung kebawah dan terdapat lubang kencing yang tidak pada
tempatnya.
3) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang
Pada klien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan belum diketahui
dengan pasti penyebabnya.
(2) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat ketidakseimbangan hormon dan faktor
lingkungan yang mempengaruhi kehamilan ibu, seperti 13 terpapar
dengan zat atau polutan yang bersifat tertogenik yang
menyebabkan terjadinya mutasi gen yang dapat menyebabkan
pembentukan penis yang tidak sempurna.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
xviii
Terdapat riwayat keturunan atau genetik dari orang tua atau
saudara kandung dari klien yang pernah mengalami hipospadia.
4) Pemeriksaan Fisik
(1) Tanda- tanda vital
Nadi umumnya normal 120-130 x/menit namun dapat juga teraba
cepat, pernafasan cepat sehingga anak tampak sesak nafas dan sulit
beraktivitas, suhu umumnya normal jika tidak terdapat infeksi.
(2) Kepala
Umumnya ditemukan rambut mudah rontok.
(3) Wajah
Wajah tampak lemah pucat, kelelahan dan ikterik.
(4) Mata
Anak mengalami anemis konjungtiva, sclera ikterik karena adanya
udem di hepar, kornea arkus sinilis dan jaundice.
(5) Hidung
Pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun anak
akan mengalami napas pendek, bunyi napas ronki kasar dan cuping
hidung.
(6) Mulut
Pemeriksaan mulut didapat bibir pucat atau membiru, lidah berwarna
merah hati.
(7) Leher
Ditemukan pelebaran tiroid (hipertiroid), dan distensi vena jugularis.
(8) Jantung
Pada ASD dapat di jumpai takikardia, jantung berdebar, denyut arteri
pulmonalis dapat diraba di dada dengan bunyi jantung abnormal.
Bunyi jantung abnormal dapat terdengar murmur, akibat peningkatan
aliran darah yang melalui katup pulmonalis, juga dapat terdengar
akibat peningkatan aliran darah yang mengalir melalui trikuspidalis
pada pira yang besar. Pembesaran jantung terkadang mengubah
xix
konfigurasi dada. Batas jantung terdapat pada RIC 2 dan 3 yang
disebut diastole dan RIC 5 dan 4 disebutsistole.
(9) Paru
Biasanya pada anak dengan Tof, hasil inspeksi tampak adanya retraksi
dinding dada akibat pernafasan yang pendek dan dalam dan tampak
menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan. Palpasi mungkin teraba
desakan dinding paru yang meningkat terhadap dinding dada, pada
perkusi mungkin terdengar suara redupkarena peningkatan volume
darah paru dan untuk auskultasi akan terdengar ronkhi basah atau
krekels sebagai tanda adanya edema paru pada komplikasi kegagalan
jantung. Bayi yang baru lahir saat di auskultasi akan terdengar suara
nafas mendengkur yang lemah bahkantakipneu.
(10) Kulit
Kulit tampak kemerahan (rubella), lembab, turgor kulit jelek.
(11) Ekstremitas
Ditemukan pada ekstremitas teraba dingin bahkan dapat terjadi
clubbing finger akibat kurangan oksigen ke perifer, kuku tampak
sianosis, telapak tangan pucat, udem pada tibia punggung kaki.
5) Pemeriksaan Penunjang
1) Foto polos dada : adanya kelainan letak, ukuran, bentuk jantung,
vaskularisasi paru, edema paru, parenkim paru, letak lambung dan
hepar
2) Elektrokardiografi : adanyanya kelainan, frekuensi
3) Ekokardiografi
Pemeriksaan EKG pad TOF didapatkan hasil sumbu QRS hampr
selalu berdevisiasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan
(Aspiani, 2015).
4) Pemeriksaan laboratorium
Terdapat nilai hemoglobin menurun dan peningkatan nilai
hematrokit, pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan
hematokrit antara 50-65%. Nilai gas darah arteri menunjukkan
xx
peningkatan tekanan persial karbondioksida (PCO2), penurunan
tekanan parsial oksigen (PO2).
xxi
irama jantung. meningkat,dengan kriteria penurunan curah jantung
hasil : - Identifikasi tanda/gejala sekunder
1. Palpitasi membaik penurunan curah jantung
2. Bradikaria normal - Monitor tekanan darah
3. Kelelahan menurun - Monitor intake dan output cairan
4. Edema menurun - Monitor berat badan setiap hari
5. Dipsnea membaik pada waktu yang sama
6. Gambaran EKG aritmia - Monitor saturasi oksigen
membaik - Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG 12 sedapan
- Monitor aritmia
Terapeutik
- Posisikan pasien semi fowler atau
fowler dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai
- Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress jika perlu
Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
- Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia
xxii
dengan anak lain
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
xxiii
pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan
Edukasi
- Ajarkan pasuen dan keluarga cara
menggunaka oksigen dirumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan keperawatan, selama 1x24 jam Observasi
ketidakadekuatan diharapkan tingkat infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi
pertahanan tubuh menurun dengan kriteria hasil: local dan sistemik
sekunder. 1. Demam menurun
2. Nyeri menurun Terapeutik
3. Kemerahan menurun - Batasi jumlah pengunjung
4. Bengkak menurun - Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunitas,
jika perlu
xxiv
6. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi
efektif berhubungan keperawatan 1x24 jam, Observasi
dengan aliran arteri diharapkan perfusi perifer - Periksa sirkulasi perifer
dan/ vena meningkat dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor risiko
1 Pergerakan ekstreminas gangguan sirkulasi
meningkat - Monitor panas, kemerahan, nyeri
2 Kekuatan otot meningkat atau bengkak pada ekstremitas
3 Rentang gerak meningkat
4 Kelemahan fisik menurun Terapeautik :
- Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan
pemasangan touniquet pada area
yang cidera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan
kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi :
- Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dialporkan
xxv
1) Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan
Ssetelah memvalidasi rencana.
2) Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan dengan
kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai.
3) Keamanan fisik dan psikologi pasien dilindungi.
4) Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan dan renana asuhan
xxvi
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan (Setiadi,
2012).
xxvii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lippincot William dan Wilkins, 2008 mendefinisikan tetralogy of
fallot (TOF) sebagai suatu gangguan yang terjadi pada jantung dengan
ditemukannya 4 jenis kelainan secara anatomi pada jantung yang terdiri
dari Ventricular Septal Defect (VSD), Overriding Aorta, Pulmonal
Stenosis Infundibular dengan atau tanpa PS Valvular serta Hipertropy
Ventrikel Kanan. Para ahli berpendapat bahwa penyebab faktor endogen
dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung
bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah multi faktor.
Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum
akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu kedelapan
kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Anak
dengan Tetralogy Of Fallot adalah :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung
2. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek
ketidakmampuan fisik
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
5. Resiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder
6. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena
7. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
xxviii
terkhusunya dalam pemberian asuhan keperawatan yang terencana dan
dapat dilakukan dengan baik dan sesuai dengan kode etik keperawatan
yang ada sehingga dapat memenuhi kebutuhan dari klien anak tersebur.
B. Saran
Asuhan keperawatan teoritis ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan, keterampilan dan wawasan penulis sendiri dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan pneumonia . Diharapkan penulis dapat
melakukan pengkajian sampai dengan intervensi keperawatan secara teoritis
agar asuhan keperawatan dapat tercapai tepat sesuai dengan masalah yang
ditemukan pada klien.
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis menyarankan bahwa:
1. Diharapkan kepada perawat dalam mengumpulkan data agar
menggunakan berbagai sumber informasi dengan menggunakan
teknik-teknik wawancara, observasi, pengkajian fisik dan
dokumentasi agar data yang terkumpul akurat dan komprehensif.
2. Untuk meningkatkan mutu keperawatan maka diperlukan
pendokumentasian proses keperawatan sebagai salah satu bukti
pertanggung jawaban terhadap usaha yang telah diberikan maka
sebaiknya rumah sakit menyiapkan format untuk
pendokumentasian
3. Dalam menetapkan diagnose keperawatan diharapkan perawat
agar memperhatikan respon klien yang berbeda-beda terhadap
masalah kesehatan melalui pengkajian biopsikososial spiritual dan
cultural yang komprehensif.
xxix
DAFTAR PUSTAKA
Patricia, Nicky. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Dengan Penyakit Jantung Bawaan Diruangan
Irna Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M.Djamil Padang. Diakses pada 26 Maret 2023. Di
akses dari https://pustaka.poltekkespdg.ac.id/repository/KTI_NICKY_PATRICIA___.pdf
Putri, Della Amanda. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Anak. S Yang Mengalami Tetralogy Of
Fallot di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Di akses pada 26 Maret 2023. Di akses dari
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1117/DELLA%20AMANDA
%20PUTRI%20KTI.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Tim Pokja SDKI DPD PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPD PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPD PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1, Jakarta
Selatan: DPP PPNI
xxx