1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An " ini dapat terselesaikan dengan
tepat pada waktunya. Tujuan dibuatnya makalah ini, kami harap dapat menambah pengetahuan
kami lebih mendalam mengenai Asuhan Keperawatan Anak, serta para pembaca dapat menambah
pengetahuan. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak dapat kami selesaikan tanpa
adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Kami sampaikan rasa syukur dan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu.
Kami mengetahui bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
harapkan adanya kritik dan saran. Semoga makalah ini dapat memberikan kelancaran tugas kami
selanjutnya dan dapat berguna bagi semua pihak
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………............i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..........ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………….........….1
1.1. Latar belakang……………………...………………………………………………............4
1.2. Rumusan Masalah………………...………………………………………………..........…6
1.3. Tujuan …………………………………...…………………………………………...........6
BAB 2 TINJAUAN TEORI ………………………………………………………………..........7
2.1 Thalasemia…………………………………………………………………………...........7
A. Pengertian Thalasemia………………....……………………………………………..7
B. Etiologi Thalasemia ……………….....……………………………………………….7
C. Klasifikasi Thalasemia ……………….....……………………………………………8
D. Patofisiologi Thalasemia………………………………………………………….......9
E. Pathway Thalasemia……………………………………………………………..........9
F. Pemeriksaan Penunjang Thalasemia ……………………………………………......10
G. Penatalaksanaan Thalasemia……………………………………………………...…10
2.2 Anemia…………………………………………………………………………..........….12
A. Pengertian Anemia ……………………………………………………………....….12
B. Etiologi Anemia ………………...………………………………………………..…12
C. Klasifikasi Anemia ……………………………………………...………………..…13
D. Patofisiologi Anemia ……………………………………….………………..……...14
E. Pathway Anemia ………………………………………………………………....….15
F. Pemeriksaan Penunjang Anemia………………………………………………....….15
G. Penatalaksanaan Anemia……………………………………………………....…….16
BAB 3 ILUSTRASI KASUS …………………………………………………………...........…17
3.1 Ilustrasi Kasus ……………………………………………………………..............…17
3.2 Asuhan Keperawatan ………………………………………………………...............16
BAB 4 PENUTUP ……………………………………………………………………………....18
6.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………..…29
6.2 Saran…………………………………………………………………………………...…..30
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
Penderita thalasemia mengalami Kelainan hemoglobin yang menyebabkan eritrosit mudah
mengalami destruksi. sehingga usia sel darah merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu
berusia 120 hari. Hal ini menyebabkan penderita thalasemia mengalami anemia dan menurunnya
kemampuan hemoglobin mengikat oksigen (Marnis et al., 2018). thalasemia merupakan penyakit
anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif,secara molekuler dibedakan menjadi
thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor.
Anak yang menderita penyakit ini memiliki kondisi yang baik saat di lahirkan akan tetapi dengan
semakin bertambahnya usia anak akan mengalami anemia baik ringan ataupun berat hal ini di
sebabkan karena ketiadaan parsial atau total hemoglobin. jika keadaan ini tidak segera di atasi akan
menyebabkan kematian dini pada anak. Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala umum
yaitu: anemis, pucat, mudah capek, dan adanya penurunan kadar hemoglobin pembesaran limpa,
dan Fascies Cooley’s (sumsum memproduksi sel darah merah berlebihan sehingga rongga sumsum
membesar menyebabkan penipisan tulang dan penonjolan pada dahi) Hal ini disebabkan oleh
penurunan fungsional hemoglobin dalam menyuplai atau membawa oksigen ke jaringanjaringan
tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga oksigenasi ke jaringan berkurang. Selain
sebagai pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen merah eritrosit sehingga apabila
terjadi penurunan kadar hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat (Ray,
2013). Oleh karena itu, penderita Thalasemia akan mengalami anemia sepanjang hidupnya
(Sawitri & Husna, 2018).
Peran orang tua sangat berpengaruh besar dalam menjalani pengobatan yang berlangsung
terus-menerus dan tidak ada kepastian kesembuhan, terutama pada anak kecil yang memerlukan
perlindungan dan kasih sayang dari orang tua, sehingga anak memiliki keyakinan bahwa orang tua
tidak mengabaikan tentang penyakit yang diderita. Anak thalassemia memerlukan dukungan
keluarga dalam menghadapi masa – masa kritis. selama pasien thalasemia di rawat dirumah sakit
perawat juga memiliki peran yang signifikan untuk memberikan pelayanan dalam proses asuhan
keperawatan maka peran perawat sangat penting untuk dapat meningkatkan kesejahteraan
kesehatan bagi penderita thalassemia Ada beberapa peran perawat dalam memberikan Asuhan
keperawatan dimana peran dan fungsi perawat yang pertama adalah promotif (perawat mampu
memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua dengan gangguan hematologi terutama pada
thalassemia), peran dan fungsi perawat yang kedua preventif (peran perawat disini mampu
melakukan tindakan yang bisa mencegah terjadinya masalah baru misalnya infeksi), peran dan
fungsi perawat yang ketiga kuratif (di tahap ini perawat mampu memberikan pelayanan
keperawatan dengan berkalaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberikan untuk
mengurangi nyeri, antibiotic untuk mencegah terjadinya infeksi), peran dan fungsi perawat yang
keempat rehabilitative (perawat mampu memandirikan pasien sehingga pasien dapat pulih dan
mampu beraktivitas seperti sebelum dirawat di rumah sakit).
5
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa itu Thalasemia dan Anemia?
b. Bagaimana etiologi Thalasemia dan Anemia?
c. Apa saja klasifikasi thalasemia dan anemia pada anak?
d. Bagaimana patofisiologi serta pathway dari Thalasemia dan Anemia?
e. Apa saja pemeriksaan penunjang Thalasemia dan Anemia ?
f. Bagaimana penatalaksanaan Thalasemia dan Anemia pada Anak?
1.3.Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui penyakit Thalasemia dan Anemia
b. Untuk mengetahui etiologi penyakit Thalasemia dan Anemia
c. Untuk mengetahui klasifikasi thalasemia pada anak
d. Untuk mengetahui patofisiologi serta pathway dari Thalasemia dan Anemia
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Thalasemia dan Anemia
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan Thalasemia dan Anemia pada Anak
g. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan yang tepat pada kasus Thalasemia dan Anemia
pada Anak
6
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Thalasemia
A. Pengertian Thalasemia Pada Anak
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan (inherited) dan
merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan
sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan hemoglobin pada
penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel-
sel darah merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu berusia 120 hari (Marnis, Indriati, & Nauli,
2018).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk
rantai globulin pada hemoglobin (Suriadi, 2010). Penyakit thalasemia merupakan salah satu
penyakit genetik tersering di dunia. Penyakit genetic ini diakibatkan oleh ketidakmampuan
sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Potts &
Mandleco, 2012). Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah
merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh (McPhee
& Ganong, 2010) dalam (Rosnia Safitri, Juniar Ernawaty, 2015).
7
diwarisi oleh kedua orang tua. Jika bapa atau ibu merupakan pembawa
thalasemia.mereka boleh menurunkan thalasemia kepada anak- anak mereka. Jika
kedua orang tua membawa ciri tersebut maka anak-anak mereka mungkin pembawa
atau mereka akan menderita penyakit tersebut.
C. Klasifikasi Thalasemia
Thalasemia diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu thalasemia minor atau α-
Thalasemia dan thalasemia mayor atau β-Thalasemia(Resna, 2019).
1. α-Thalasemia
Thalasemia minor ini dapat disebut juga sebagai pasien yang membawa sifat atau
carrier. Kebanyakan tidak bergejala dan pasien tidak tahu bahwa dirinya pembawa sifat
dan tergolong terhadap kelompok individu sehat yang beresiko.
2. β-Thalasemia Pasien dengan thalasemia mayor sudah terdeteksi seblum usia menginjak
satu tahunm. Gejala yang dicurigai sebagai thalasemia mayor adalah anemia
simtomatik pada usia 6-12 bulan, nilai Hb rendah (3-4g%), kelemah, pucat,
pertumbuhan dan perkembangannya terhambat, dan splenomegali (pada anak lebih
besar).Gejala khas yang muncul pada pasien thalasemia mayor adalah bentuk muka
mongoloid (hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara dua mata lebar, tulang
dahi juga melebar) dan kuning atau pucat sampai kehitaman pada kulit ( penimbuanan
besi dari trasfusi)
Menurut (Dara Cynthia Mukti, 2019) Manifestasi Klinis Thalasemia :
1. Thalasemia Minor
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang
sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-
anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada
sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah
dalam hidupnya.
2. Thalasemia Intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan
minor. Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah
secara berkala, dan penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup
sampai dewasa.
3. Thalasemia mayor
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila
kedua orangtua mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-
anak dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan
menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia
mayor akan memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya
dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun apabila
penderita tidak dirawat penderita Thalasemia ini hanya bertahan hidup
8
sampai 5-6 tahun. Thalasemia mayor biasanya menjadi bergejala sebagai
anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan.
Transfusi darah reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia.
9
F. Pemeriksaan Penunjang Thalasemia
Menurut Resna (2019) :
1) Darah tepi
- Hb, gambaran morfologi eritrosit.
- Retikulosit meningkat.
2) Red cell distribution
Menyatakan variasi ukuran eritrosit.
3) Tes DNA dilakukan jika pemeriksaan hematologis tidak mampu menegakkan
diagnosis hemoglobinopita.
4) Pemeriksaan khusus
- Hb F meningkat meningkat: 20%-90% hemoglobin total.
- Elektroforesis hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
- Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalasemia mayor merupakan
trait (carrier) dengan hemoglobin A2 meningkat (<3,5% dari Hb total).
5) Pemeriksaan lain
- Foto rongen tulang belakang: gambaran hair to end, korteks menipis, tulang
pipih melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
G. Penatalaksanaan Thalasemia
Menurut (Nur Rachmi Sausan, 2020) Pengobatan Thalasemia bergantung pada jenis dan
tingkat keparahan dari gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta
Thalasemia cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa
pengobatan. Terdapat tiga standar perawatan umum untuk Thalasemia tingkat menengah atau
berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta menggunakan suplemen asam folat.
Selain itu, terdapat perawatan lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang,
pendonoran darah tali pusat, dan HLA.
1. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan
terapi utama bagi orang-orang yang menderita Thalasemia sedang atau berat.
Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah
dengan hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi
darah harus dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah
akan mati. Khusus untuk penderita beta Thalasemia intermedia, transfusi darah
hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta Thalasemia
mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan secara teratur Terapi diberikan secara
teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl
10
2. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein. Apabila
melakukan transfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat besi
dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung, dan organ-organ lainnya.
Untuk mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang
kelebihan zat besi dari tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam terapi
khelasi besi yaitu:
- Deferoxamine Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit
secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang digunakan
dalam kurun waktu semalam. Terapi ini memakan waktu lama dan sedikit
memberikan rasa sakit. Efek samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan dan pendengaran.
- Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya adalah sakit
kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan.
3. Suplemen Asam Folat Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu
pembangunan sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di
samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
- Transplantasi sum-sum tulang belakang Bone Marrow Transplantation (BMT)
sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah dan sumsum transplantasi sel induk normal
akan menggantikan sel-sel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel- sel di dalam
sumsum tulang yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk adalah
satusatunya pengobatan yang dapat menyembuhkan Thalasemia. Namun, memiliki
kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan yang
baik antara donor dan resipiennya
- Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood)
Cord Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta. Seperti
tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk, bangunan blok dari sistem
kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan dengan pendonoran sumsum tulang, darah
tali pusat non-invasif, tidak nyeri, lebih murah dan relatif sederhana
4. HLA (Human Leukocyte Antigens)
Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang terdapat pada sel
dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita mengenali sel kita sendiri sebagai
'diri' dan sel „asing' sebagai lawan didasarkan pada protein HLA ditampilkan pada
permukaan sel kita. Pada transplantasi sumsum tulang, HLA ini dapat mencegah
terjadinya penolakan dari tubuh serta Graft versus Host Disease (GVHD). HLA yang
terbaik untuk mencegah penolakan adalah melakukan donor secara genetik
berhubungan dengan penerima
11
2.2 Anemia
A. Pengertian Anemia
Anemia adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat
untuk membawa oksigen yang cukup ke jaringan tubuh. Anemia adalah suatu kondisi di mana
konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari biasanya. Kondisi ini mengakibatkan kurangnya
jumlah normal eritrosit dalam sirkulasi. Akibatnya, jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan
tubuh juga berkurang (Jitowiyono, 2018).
Istilah anemia mendeskripsikan keadaan penurunan jumlah sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini, kemampuan darah untuk
membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan oksigen untuk jaringan mengalami
penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik yang paling sering dijumpai pada masa bayi
dan kanak-kanak. (Wong,2015:1115)
Menurut Ngastiyah (2012:328), anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah
hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells
volume) dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi bila terdapat gangguan terhadap keseimbangan antara
pembentukan darah pada masa embrio setelah beberapa minggu dari pada masa anak atau dewasa.
B. Etiologi Anemia
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri
(disease entity) tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (Underlying disease).
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh:
- Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
- Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
- Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
Menurut Jitowiyono (2018) pada dasarnya hanya tiga penyebab anemia yang ada yaitu
kehilangan darah, peningkatan kerusakan sel darah merah (hemolisis), penurunan produksi sel
darah merah. Masing-masing penyebab ini mencakup sejumlah kelainan yang membutuhkan
terapi spesifik dan tepat.
Penyebab anemia defisiensi berdasarkan umur menurut Rena, (2017) : Sampai umur 6 bulan :
1. Defisiensi besi
- Nutrisional
- Malabsorpsi: seliak, intoleransi protein susu sapi
- Kehilangan darah: hematemesis, perdarahan rektal, hematuria, epistaksis. haid
Pacu tumbuh pada remaja
2. Asam folat
- Malabsorpsi: penyakit seliak, stomatitis tropika (tropical sprue), malnutrisi energi
protein, infeksi gastrointestinal
- Anemia hemolitik: sferositosis, sel sabit, thalasemia
- Diet artifisial, susu domba
- Obat-obatan; antikonvulsan, antimetabolit, antituberkulosis, pirimetamin
12
3. B12: Anemia pernisiosa juvenil - vegetarir berat (vegans), sindrom stagnasi usus
(blind loop syndrome), reseksi ileum terminal
4. Vitamin C: Skorbut
C. Klasifikasi Anemia
1. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang mengurangi
pasokan zat besi, mengganggu absorbsinya, meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat
besi atau yang memenuhi sintesis Hb atau anemia defisiensi besi terjai karena
kandungan zat besi yang tidak memadai dalam makanan.
2. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek.
Penyebab hemolisis dapat karena kongenital (faktor eritrosit sendiri, gangguan enzim,
hemoglobinopati) atau didapat (Ngastiyah, 2012:331).
3. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit yang secara kolektif disebut
hemoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HbA) yang normal digantikan sebagian atau
seluruhnya dengan hemoglobbin sabit (HbS) yang abnormal. Gambaran klinis anemia
sel sabit terutama karena obstruksi yang disebabkan oleh sel darah merah yang menjadi
sel sabit dan peningkatan destruksi sel darah merah. Keadaan sel-sel yang berbentuk
sabit yang kaku yang saling terjalin dan terjaring akan menimbulkan obstruksi
intermiten dalam mikrosirkulasi sehingga terjadi vaso-oklusi. Tidak adanya aliran
darah pada jaringan disekitarnya mengakibatkan hipoksia lokal yang selanjutnya
diikuti dengan iskemia dan infark jaringan (kematian sel). Sebagian besar komplikasi
yang terlihat pada anemia sel sabit dapat ditelusuri hingga proses ini dan dampaknya
pada berbagai organ tubuh. Manifestasi klinis anemia sel sabit memiliki intensitas dan
frekuensi yang sangat bervariasi, seperti adanya retardasi pertumbuhan, anemia kronis
(Hb 6-9 g/dL), kerentanan yang mencolok terhadap sepsis, nyeri, hepatomegali dan
splenomegali (Wong, 2016:1121)
4. Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan gangguan akibat kegagalan sumsum tulang yang
menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi selsel darah menurun atau
terhenti. Timbul pansitopenia dan hiposelularitas sumsum. Manifestasi gejala
tergantung beratnya trombositopenia (gejala perdarahan), neutropenia (infeksi bakteri,
demam), dan anemia (pucat, lelah, gagal jantung kongesti, takikardia). (Betz Cecily &
Linda Sowden, 2002:9) Anemia aplastik terbagi menjadi primer (kongenital, atau yang
telah ada saat lahir) atau sekunder (didapat). Kelainan anemia yang paling dikenal
dengan anemia aplastik sebagai gambaran yang mencolok adalah syndrom fanconi
yang merupakan kelainan herediter yang langka dengan ditandai oleh pansitopenia,
13
hipoplasia sumsum tulang dan pembentukan bercak-bercak cokelat pada kulit yang
disebabkan oleh penimbunan melanin dengan disertai anomali kongenital multipel
pada sistem muskuloskeletal dan genitourinarius.
D. Patofisiologi Anemia
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya berkurangnya
eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi). Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil dari proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1
mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalamurin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh
dengan dasar: 1) hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2) derajat proliferasi sel darah merah
muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan
ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia
14
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnosa anemia adalah
(Nurarif & Kusuma, 2015):
1. Pemeriksaan laboratorium:
Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan
pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia
tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini:
kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, MCV, dan MCHC), apusan darah tepi.
2. Pemeriksaan laboratorium non hematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal
hati, dan biakan kuman.
3. Radiologi: thorak, bone survey, USG atau limfangiografi.
4. Pemeriksaan sitogenetik
5. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = Polymerase Chain Raction, FISH =
Fluorescence in Situ Hybridization).
15
G. Penatalaksanaan Anemia
Penatalaksanaan anemia umumnya ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang :
1. Anemia aplastik
- Pemberian steroid androgenik disertai kortikosteroid (misalnya testosteron,
prednison) untuk menstimulasi eritropoiesis.
- Pemberian antibiotikyang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang, misalnya
ALG/ATG.
- Transfusi darah pada saat trombosit <20.000/mm
- Transplantasi sumsum tulang belakang, Terapi ini sangat baik pada pasien yang
masih anak-anak. Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka
keberhasilan lebih dari 80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok.
- Uji dipstik untuk melihat darah dalam urine dan tes guaiac untuk darah dalam feses,
sebagai pemantauan terhadap kecenderungan perdarahan abnormal
- Pantau efek samping terapi steroid (iritasi lambung, edema, infeksi, hipertensi,
peningkatan BB), androgen dan ATG/ALG
2. Anemia pada defisiensi besi
- Mencari penyebab defesiensi
- Menggunakan preparat besi oral : sulfat feros, glukonat, prepara ferosus dan
fumarat ferosus. oral: glukona
- Transfusi (untuk kasus yang berat, kasus infeksi berat, disfungsi jantung, atau
pembedahan darurat)
- Awasi efek samping preparat zat besi : mual, muntah, diare atau konstipasi, feses
berwarna hitam atau hijau, dan perubahan warna gigi
3. Anemia megaloblastik
- Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat
diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
- Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama
hidup pasien yang menderita 'anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi.
- anemia defisiensi asam folat penanganan nya dengan diet dan penambahan asam
folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi
16
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
3.1. Ilustrasi kasus
Pasien seorang anak laki-laki bernama an.U usia 6 bulan. Pasien MRS pada tanggal 31 Mei
2022 dan dilakukan pengkajian pada tanggal 1 Juni 2022. Pasien beragama islam, bahasa yang
sering digunakan adalah bahasa indonesia. Pasien adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien
merupakan anak dari Tn. A 30 tahun dan Ny. A 29 tahun. Pasien tinggal di Pandaan, Jawa Timur.
Orang tua pasien beragama islam dan pekerjaan ayah sebagai karyawan swasta dan ibu sebagai
ibu rumah tangga. An. U laki-laki usia 6 bulan ke rumah sakit Hermina Surabaya untuk operasi
pembuatan anus. Namun, setelah cek laboratorium didapatkan HB nya rendah yaitu 6.0 pasien
masuk IGD tanggal 31 Mei 2022 jam 15.00. Karena HB pasien rendah pasien ditunda operasinya
dan disarankan MRS di Hermina Surabaya. Pasien masuk kamar D2 tanggal 31 Mei 2022 pukul
16.45. Diberikan cairan infus NS 500cc 11 tpm. Saat pengkajian dilakukan pada tanggal 1 juni
2022 pukul 09.00 WIB pasien terpasang 1 bag PRC (B). Didapatkan TTV dengan suhu 36.5 C. N:
120x/m. RR 35x/m. Keadaan umum kesadaran composmentis kulit sedikit pucat, pasien sedikit
lemas CRT 2 detik. Konjungtiva anemis. Pasien di dapatkan terpasang colostomy (dari lahir) saat
pengkajian warna stoma berwarna merah, tidak ada iritasi kulit disekitar luka, pasien terpasang IV
line ditangan kirinya. Nutrisi didapatkan asi dan susu formula oleh keluarganya. Pasien tidak
mendapat obat namun mendapat transfusi dan terapi Ca Glukonas pada pukul 10.00.
17
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Tanggal Pengkajian : Nomor Registrasi : 11-11-12
Diagnosa Medis : Anemia
Pengkaji : Kelompok 5
Tingkat : 3A
2. Natal
a) Tindakan persalinan : Caesar Section
b) Tempat bersalin : RS Hermina Surabaya
c) Penolong persalinan : Dokter
d) Komplikasi : Bayi lahir tanpa anus
18
3. Pots Natal
a) Kondisi kesehatan : Baik
b) BB lahir : 3,1 kg
c) PB lahir : 50 cm
d) Penyakit waktu kecil : Tidak ada
e) Pernah dirawat di RS : Tidak pernah
f) Konsumsi obat/kimia berbahaya : Tidak ada
V. Riwayat Nutrisi
4. Pemberian ASI : masih berjalan
5. Pemberian Susu Formula : Tidak ada
• Alasan pemberian :-
• Jumlah pemberian :-
• Cara pemberian :-
6. Pola Perubahan Nutrisi: Tidak ada
19
Tabel 3.2 Pola Perubahan Nutrisi
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
0-3 bulan ASI s.d sekarang
3 bulan ASI s.d sekarang
6 bulan ASI + Susu Formula s.d sekarang
4 Pola Eliminasi BAK : 4-6 kalo sehari BAK: 4-6 kali sehari
kuning jernih, bau khas kuning jernih, bau khas
BAB: 2 kali sehari BAB : 1 kali sehari
konsistensi kental dan konsistensi tetap
berampas, tidak terlalu
encer
5 Pola Istirahat Sebelum sakit An.U tidur Sesudah sakit An.U tidur
± 10 jam/hari ± 7 jam/hari
20
6. Pola personal Sebelum sakit An.U Selama sakit An.U
hygiene mandi 2 kali sehari mandi 2 kali sehari
namun hanya di lap saja.
7. Pola Aktivitas Sebelum sakit An.U Selama sakit An.U
biasa bermain banyak diam
X. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum
1. Tingkat kesadaran : Composmentis
B. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah : 70/50 mmhg
2. Denyut nadi : 120x/mnt
3. Suhu : 36,5° C
4. Pernafasan : 30x/menit
5. SpO2 : 98%
C. Ukuran anthropometric
1. Tinggi badan : 65 cm
2. Berat badan : 6,4 Kg
3. Lingkar kepala : 42 Cm
D. Kepala
1. Kebersihan : Bersih
2. Warna rambut : Hitam
3. Benjolan : Tidak ada
4. Tekstur rambut : Halus
E. Muka
F. Mata
1. Penglihatan : Normal
2. Kelopak mata : Normal
3. Sklera : Tidak ikterus
4. Pupil : Isokor
5. Konjungtiva : Anemis
21
6. Peradangan : Tidak ada
G. Hidung
1. Struktur : Simetris
2. Fungsi penciuman : Normal
3. Keluhan : Tidak ada
H. Telinga
1. Struktur : Simetris
2. Fungsi : Normal
3. Serumen : Tidak ada
4. Keluhan : Tidak ada
5. Pemakaian alat bantu : Tidak pakai
I. Mulut
1. Gigi : Belum lengkap
2. Gusi : Merah
3. Lidah : Bersih
4. Bibir : Merah kering
J. Tenggorokan
1. Warna mukosa : Merah muda
2. Nyeri tekan : Tidak ada
3. Nyeri telan : Tidak ada
K. Leher
1. Kelenjar thyroid : Tidak membesar
2. Kelenjar limfe : Tidak membesar
3. Kaku kuduk : Tidak ada
M. Jantung
1. Ictus cordis : Tidak teraba
2. Pembesaran jantung : Tidak ada
22
3. BJ I : Negatif
4. BJ II : Negatif
N. Abdomen
1. Bentuk perut : Simentris
2. Nyeri tekan : Tidak ada
3. Kondisi perut : Lembek
4. Bising usus : Normal
R. Status Neurologi
1. Saraf-saraf kranial : Normal
2. Perangsangan selaput otak : Normal
23
XII. Tes Diagnostik
A. Hasil laboratorium meliputi :
1. Hb : 6,0 g/dl (10-14 g/dl)
2. Lekosit : 12.000 ul (4-11 rb/ul)
3. Hematokrit : 23,40% (37-48 %)
4. Eritrosit : 4.760.000 ul (4,5-5,6 jt/ul)
5. Trombosit : 593.000 ul (150-350 rb/ul)
B. Rontgen dada : Tidak ada
Ibu pasien mengatakan anaknya sedikit HB pasien sebelum operasi 6,0 dl/
lemas Pasien sedikit lemas, konjungtiva anemia,
Ibu pasien bertanya tentang anemia yang sedikit pucat, akral teraba dingin
diaami anaknya Pasien tampak menggunakan transfusi
PRC 1bag saat pengkajian
24
XV. Analisa Data
Tabel 3.4 Analisa Data
No Data Penyebab Masalah
25
2. Intoleransi Setelah dilakukan O: 1)Monitor pola dan jam
Aktivitas intervensi keperawatan Tidur
selama 3x24 jam maka T: 2) Sediakan lingkungan
diharapkan Toleransi yang nyaman dan rendah
Aktivitas meningkat stimulus
dengan kriteria hasil: E: 3) Anjurkan Tirah baring
a. Keluhan lelah K: 4) Kolaborasi dengan ahli
membaik gizi tentang cara menigkatkan
b. Warna kulit asupan makanan
membaik
26
3.4 Implementasi Keperawatan
Tabel 3.6 Implementasi Keperawatan
Tanggal/ NO Tindakan Paraf
Jam DX
1/6/2021 1,2 Observasi KU dan TTV pasien Klmpk
07.00 5
KU : kesadaran composmetis, px
agak lemas, sedikit pucat,
konjungtiva ananemis, HB : 6,0
Nadi 120x/mnt, rr 30 suhu 36.5 C.
terpasang IV line dibagian tangan
kiri. Px sedang dilakukan transfusi
PRC 1 bag (B) Dan terpasang
colostomy bag.
27
3.5 Evaluasi Keperawatan
2 1/6/2021 S: -
13.00 O : lemas berkurang
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan
28
BAB 5
PENUTUP
5. 1 Kesimpulan
Thalasemia sangat berhubungan dengan anemia dikarenakan thalasemia adalah suatu
penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai
asam amino yang membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna.
Tubuh tidak dapat membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah
rusak atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia
5. 2 Saran
Disarankan kepada yang memiliki penyakit Thalassemia harus selalu menjaga kesahatan,
menjaga pola makan dan rutin berolahraga serta diharapkan teori yang sudah dikerjakan oleh
penulis dapat memberikan wawasan bagi pembaca makalah ini. Penulis menyadari bahwa masih
kurang dalam pembuatan materi sehingga penulis menerima kritikan dan saran yang membangun
dari pembaca.
29
DAFTAR PUSTAKA
30