Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THALASEMIA

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
pada Semester Ganjil (3)
Dosen Pengampu : Tatang Kusmana,M.Kep

Disusun oleh :

1. Cica Nur Komalasari / NIM E1914401017


2. Rifkie Malik Fhadiera / NIM E1914401018
3. Fitri Novita / NIM E1914491019

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SAW, karena berkat rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak
dengan Thalasemia”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan anak.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Mulyanti,M.Kep selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada kami, dengan ini kami
bisa mengetahui dan mengerti tentang penyakit thalassemia beserta asuhan
keperawatannya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Tasikmalaya, 26 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
1.3 Metode Penulisan....................................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan..................................................................................2
BAB II KONSEP DASAR....................................................................................... 4
2.1 Definisi Thalasemia................................................................................... 4
2.2 Etiologi Thalasemia....................................................................................4
2.3 Klasifikasi Thalasemia................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis Thalasemia................................................................... 6
2.5 Pemeriksaan Penunjang Thalasemia.......................................................... 7
2.6 Patofisiologi Thalasemia............................................................................ 8
2.7 Penatalaksaan Thalasemia......................................................................... 8
BAB III V KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN........................................... 11
3.1 Pengkajian................................................................................................ 11
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................. 16
3.3 Intervensi Keperawatan............................................................................ 16
3.4 Implementasi............................................................................................ 19
3.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................................. 20
BAB IV PENUTUP.................................................................................................21
4.1 Simpulan.................................................................................................. 21
4.2 Saran......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA` 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek kurang dari 100 hari (Ngastiyah, 2005). Hb pascanatal yang
normal tersusun dari rantai polipeptida 2 alfa dan 2 beta. Pada penyakit beta
thalasemia terdapat defisiensi parsial atau total pada sintesis rantai beta dalam
molekul Hb. Sebagai akibatnya terdapat kompensasi berupa peningkatan sintesis
rantai alfa, sementara produksi rantai gama tetap aktif, menghasilkan
pembentukan Hb yang cacat. Unit polipeptida yang tidak seimbang ini sangat
tidak stabil; ketika terurai, polipeptida akan menghancurkan sel darah merah,
menghasilkan anemia berat (Wong,2009).
Penderita thalassemia mayor di Negara Indonesia sudah tercatat sekitar
lima ribu orang, selain yang belum terdata atau kesulitan mengakseslayanan
kesehatan. Angka penderita di dunia lebih besar, yaitu setiap tahunnya ada sekitar
seratus ribu penderita baru yang lahir dari pasangan pembawa gen. Begitu
banyak penderita thalassemia di Indonesia, akan tetapi layanan kesehatan di
Indonesia masih sulit diakses oleh penderita thalassemia (Ngastiyah,2005).
Penyebab thalassemia, thalassemia merupakan penyakit herediter yang
diturunkan orang tua kepada anaknya. Anak yang mewarisi gen thalassemia dari
salah satu orang tua dan gen thalassemia dari salah satu orang tua dan gen normal
orang tua lain adalah seorang pembawa (carrier). Orang dengan thalassemia
bawaan/carriers adalah orang yang menderita thalassemia tetapi tidak sakit.
Mereka adalah orang-orang yang sehat dan normal tetapi mereka sedikit
menderita anemia. Kebanyakan orang dengan thalassemia bawaan/carriers tidak
mengetahui bahwa mereka memilikinya, mereka baru dapat mengetahuinya jika
dilakukan pemeriksaan darah khusus, atau jika sudah memiliki anak dengan
thalassemia mayor. Thalassemia bawaan/carriers sudah ada sejak lahir, dan akan
tetap ada sepanjang hidup orang yang menderita dan dapat diturunkan dari orang
tua ke anak-anak mereka (Ulfa,2014).

1
Dampak yang terjadi pada Penyakit thalasemia yaitu anemi yang berat dan
lama, sering menyebabkan gagal jantung. Transfusi darah yang beulang-ulang
dan proses hemolisis menyebabkan kadar zat besi dalam sangat tinggi, sehingga
ditimbun di dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung
dan lain-lain. Pada anank sering dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit,
karena adanya pembesaran limfa dan hati yang mudah diraba. Gejala lain yang
khas yaitu bentuk muka mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal hidung, jafak
antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal itu berdampak pada
gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak (gambaran radiologis tulang
memperlibatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekulakasar). Keadaan
kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapatkan transfusi
darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam
jaringan kulit (Ngastiyah,2005). Selain berdampak buruk bagi anak penyakig
thalasemia ini pun juga berdampak pada keluarga. Dampak pada keluarga yang
dijumpai antara lain yaitu : permasalahan perawatan dirumah, permasalahan
keuangan, dampak psikis keluarga dimana keluarga takut anaknya meninggal
dunia dan adanya tekanan yang relative pada keluarga (Wong,2009). Upaya yang
dilakukan untuk mendeteksi dini gejala-gejala penyakit thalasemia begitu perlu
sebagai langkah menentukan terapi dan perawatannya. Di Negara barat, jika
ternyata kehamilan akan melahirkan anak dengan thalasemia dianjurkan aborsi
(deteksi dini dilakukan lada kehamilan 10-20 mg), tindakan ini sudah tentu
dilakukan dengan memberikan penyuluhan terlebih dahulu mengenai penyakit
thalasemia dan akibat-akibatnya (Slamet Suyono,2001).
Usaha pencegahan dan penanganan dilakukan sedini mungkin agar dapat
mempertahankan kondisi penderita. Untuk mencegah perkawinan diantara pasien
thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan
antara 2 heterozigot (carrier) menghasilkan keturunan 25% thalasemia, 50%
carrier (heterozigot) dan 25% normal. Pernikahan penderita thalasemia carrier
menyebabkan penurunan penyakit thalasemia secara resesif, berupa gangguan
sintesis globin alfa dan beta ( Slamet Suyono,2001). Kurangnya pengetahuan
keluarga terhadap penyakit thalasemia menjadi salah satu penyebab rendahnya
rasa kepedulian terhadap peningkatan derajat kesehatan anak dengan thalasemia.
2
Sehingga, keluarga membutuhkan mental, psikis, dan biaya yang tidak sedikit
untuk meningkatkan kualiatas kesehatan anak agar mampu mempertahankan
hidup dan melangsungkan kehidupan. Peran perawat sangat penting dalam
memberikan asuhan keperawatan tidak hanya menyangkut aspek biologis, tetapi
juga aspek psikologis, sosial dan spiritual.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi thalasemia ?
2. Mengapa thalassemia bisa terjadi pada anak ?
3. Bagaimana patofisiologi thalasemia ?
4. Bagaimana masalah yang timbul pada anak penderita thalassemia ?
5. Bagaimana penatalaksanaan thalassemia ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mampu menjelaskan tentang konsep dasar penyakit
2. Mampu mengkaji tanda dan gejala penyakit thalasemia
3. Mampu menentukan masalah yang paling sering dialami
4. Mampu menentukan perencanaan tindakan
1.4 Manfaat Penulisan
1. Menambah informasi dan menambah wawasan penulis dalam melakukan
studi kasus dan mengaplikasikan ilmu tentang asuhan keperawatan anak
dengan Thalasemia.
2. Meningkatkan pengetahuan mengenai thalassemia
3. Agar pembaca dapat mengetahui tanda dan gejala penyakit talasemia,
sehingga mereka lebih menjaga kesehatan.

3
BAB II
KONSEP DASAR

2.1 Definisi Thalasemia


Istilah thalasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan memiliki
makna “laut”, digunakan pada sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai
defisiensi pada kecepatan produksi rantai globin yang spesifik dalam Hb (Wong,
2009).
Thalasemia adalah penyakit bawaan dimana sistem tubuh penderitanya
tidak mampu memproduksi hemoglobin yang normal (Pudjilestari, 2003).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur erirosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari ). ( Ngastiyah, 1997 : 377 ).
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin
(Sudoyo aru).
2.2 Etiologi Thalasemia
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada
di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai
energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada,
maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak
dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi
menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok penyakit
keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia

4
adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit
kelainan pembentukan sel darah merah.
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).
Thalasemiaamerupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel 
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya
gangguan pembentukan yang disebabkan oleh :
a. Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hb abnormal)
b. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada
Thalasemia)
Penyebab Thalasemia β mayor:
 Thalasemia mayor terjadi apabila gen yang cacat diwarisi oleh kedua
orang tua. Jika bapa atau ibu merupakan pembawa thalasemia,mereka boleh
menurunkan thalasemia kepada anak-anak mereka. Jika kedua orang tua
membawa ciri tersebut maka anak-anak mereka mungkin pembawa atau mereka
akan menderita penyakit tersebut.
2.3 Klasifikasi Thalasemia
Thalasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis hemoglobin yang
mengalami gangguan menjadi Thalasemia alfa dan beta. Sedangkan berdasarkan
jumlah gen yang mengalami gangguan, Hockenberry & Wilson (2009)
mengklasifikasikan Thalasemia menjadi :
a. Thalasemia minor (Trait)
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang
sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-
anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada sepanjang
hidup penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah dalam hidupnya.
b. Thalasemia mayor
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila kedua
orang tua mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-anak
dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita
kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia mayor akan
5
memerlukan transfuse darah secara berkala seumur hidupnya dan dapat
meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun apabila penderita tidak
dirawat penderita Thalasemia ini hanya bertahan hidup sampai 5-6 tahun
(Potts & Mandleco, 2007). (Bakta, 2003;Permono,dkk,2006;Hockenberry &
Wilson, 2009). Thalasemia mayor biasanya menjadi bergejala sebagai anemia
hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi darah
reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat
dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia (Nelson,2000).
c. Thalasemia Intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan
minor. Penderita thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah secara
berkala, dan penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup sampai
dewasa.
2.4 Manifestasi Klinis Thalasemia
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi.
Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih
berat, misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka
terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum
tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang,
terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan
mudah patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat
dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang
normal.
1. Thalasemia Minor/Thalasemia Trait : tampilan klinis normal,splenomegaly
dan hepatomegaly ditemukan pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid
stipples ringan sampai sedang pada sumsum tulang, bentuk homozigot,
anemia ringan, MCV rendah. Pada penderita yang berpasangan harus
diperiksa. Karena karier minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan
keturunan dengan thalassemia mayor.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya :
a. Gizi buruk
b. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
6
c. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali)
limpa yang besar ini mudah rupture karena trauma ringan saja
2. Thalasemia Mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun, yaitu :
a. Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya kadar
hemoglobin fetal.
b. Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang
berinti pada darah perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb rendah
mencapai 3 atau 4g%.
c. Lemah,pucat
d. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan
tulang tengkorak, splenomegaly, ulkus pada kaki, dan gambaran
patognomonik “hair on end”.
e. Berat badan kurang
f. Tidak dapat hidup tanpa transfuse
3. Thalasemia Intermedia
a. Anemia mikrositik, bentuk heterozigot
b. Tingkat keparahannya berada diantara thalassemia minor dan thalassemia
mayor,masih memproduksi sejumlah kecil HbA.
c. Anemia agak berat 7-9g/dL dan splenomegaly
d. Tidak tergantung pada transfuse
Gejala khas adalah :
a. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak
antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
b. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan besi.
2.5 Pemeriksaan Penunjang Thalasemia
1. Darah tepi :
a. Hb, gambaran morfologi eritrosit
b. Retikulosit meningkat
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :

7
a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
b. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

3. Pemeriksaan khusus :
a. Hb F meningkat : 20% - 90% Hb total
b. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
c. Pemeriksaan pedigree : keduan orang tua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
2.6 Patofisiologi Thalasemia
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder.Primer
adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritroipoeisis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit.Sedangkan sekunder ialah karena defisiensi asam
folat, bertambahnya volume palsma intravaskular yang mengakibatkan
hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan
hati.Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen
sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Molekul
globin terdiri atas sepasang rantai- α dan sepasang rantai lain yang menentukan
jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A, Hb F, dan HbA2.
Pada thalassemia- β, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan
pembentukan α2β2 (Hb A); kelebihan rantai- α akan berikatan dengan rantai-γ
yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar
diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit
mudah rusak (ineffective erythropoesis).
2.7 Penatalaksanaan Thalasemia
1. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas 10
g/dL. Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata
8
memungkinkan aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi
sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan
perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan
osteoporosis.
2. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus di kerjakan untuk mencegah
alloimunisasi dan mencegah reaksi transfuse. Lebih baik digunakan PRC
yang relative segar (kurang dari 1 minggu dalam antikoalgulan CPD)
walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat trasfusi
lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunaan eritrosit yang
direkonstitusi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan
pemberian antipiretik sebelum transfuse.
3. Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan dalam
kematian awal penderita.Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan
dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi (iron chelating
drugs) deferoksamin yang membentuk kompleks besi yang dapat di
ekskresikan dalam urin.Kadar deferoksamin darah yang dipertahankan tinggi
adalah perlu untuk ekresi besi yang memadai. Obat ini diberikan subkutan
dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portable kecil (selama
tidur), 5 atau 6 malam/minggu penderita yang menerima regimen ini dapat
mempertahankan kadar ferritin serum kurang dari 1000 mg/mL yang benar-
benar di bawah nilai toksik. Komplikasi mematika siderosis jantung dan hati
dengan demikian dapat dicegah atau secara nyata tertunda.Obat pengkhelasi
besi peroral yang efektif, deferipron, telah dibuktikan efektif serupa dengan
deferoksamin.
4. Terapi hipertransfusi mencegah splenomegaly massif yang disebabkan oleh
eritropoesis ekstra medular.Namun splenektomi akhirnya diperlukan karena
ukuran organ tersebut atau karena hipersplenisme sekunder. Splenektomi
meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena itu operasi harus
dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus ditunda selama
mungkin.Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatkan
kebutuhan transfusi yang menunjukkan unsur hipersplenisme.Kebutuhan
9
transfusi melebihi 240 ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan bukti
hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan
splenektomi.
5. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.influensa
tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapakan, dan terapi
profilaksis penisilin juga dianjurkan.Cangkok sumsus tulang (CST) adalah
kuratif pada penderita yang telah menerima transfusi sangat banyak.Namun,
prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan mortalitas dan biasanya
hanya digunakan untuk penderita yang mempunyai saudara kandung yang
sehat (yang tidak terkena) yang histokompatibel.

10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Identitas
1. Nama : An. D
2. Usia : 8 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Nama Ayah : Tn. P
5. Pekerjaan : Swasta
6. Pendidikan : SMA
7. Nama ibu : Ny.Y
8. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
9. Pendidikan : SMA
10. Agama : Islam
11. Suku Bangsa : Jawa
12. Alamat : Jenar RT 03 RW 01, Jenar, bogor
13. Tanggal masuk : 30 April 2020
14. Tanggal pengkajian: 1 Mei 2020
B. Alasan Dirawat
1. Keluhan Utama
Muka pucat dan badan terasa lemah, tidak bisa beraktifitas dengan normal
2. Riwayat Penyakit Sekarang
11
Klien datang ke Poliklinik anak RS. Dr Sardjito dengan keluhan muka pucat
dan badan terasa lemah. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 5,2 gr/dl, leuko
9200/mmk, Trombosit 284.000,segmen 49 %, Limfosit 49%, batang 1%.
Atas keputusan dokter akhirnya klien dianjurkan rawat inap untuk
mendapatkan tranfusi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit waktu kecil : Pada waktu kecil klien jarang sakit dan setelah
berumur 2 tahun ketahuan anak menderita Talasemia.
Pernah dirawat dirumah sakit : Anak sering dirawat di RS karena Talasemia
terakhir Bulan Oktober 2004
Obat-obatan yang digunakan : Anak belum pernah diberikan obat sendiri
selain dari petugas kesehatan
Tindakan (operasi) : Belum pernah pernah dilakukan operasi pada An. B
Alergi : Tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat- obatan
Kecelakaan : Anak belum pernah mengalami kecelakaan
Imunisasi : Lengkap
 Hepatitis B I,II,III umur 12 bulan,14 bulan dan 20 bulan
 BCG 1 Kali umur 1 bulan
 DPT I,II,III umur 2,3,4 bulan
 Polio I,II,III,IV umur 2,3,4,5 bulan
 Campak 1 kali umur 9 bulan
C. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1. Prenatal
Selama hamil ibu klien memeriksakan kehamilannya secara teratur
sebanyak 15 kali,Ibu mendapat multivitamin dan zat besi,Imunisasi TT 1x
dan selama kehamilan tidak ada keluhan.
2. Intra Natal
Anak lahir pada umur kehamilan cukup bulan,lahir di puskesmas setempat
secara spontan, pervaginam letak sungsang,lahir langsung menangis BBL
2900 gram dan PB 51 cm dan kondisi saat lahir sehat.
3. Post Natal

12
Pemeriksaan bayi dan masa nifas dilakukan di RS Puskesmas setempat.
Kondisi klien pada masa itu sehat.
D. Kesehatan Fungsional
1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan
Orang tua klien bila anaknya sakit selalu memeriksakan kesehatan anaknya
pada petugas kesehatan di Rumah Sakit.
2. Nutrisi
Makanan yang disukai : Anak suka makan nasi dengan daging ayam
Alat makan yang dipakai : Sendok dan piring
Pola makan/jam : Selama di RS anak makan 3 kali sehari masing-masing
habis setengah porsi
Jenis makanan : Nasi TKTP
3. Aktivitas
Aktivitas klien di RS terbatas di tempat tidur, berbaring, duduk dan
membaca buku di tempat tidur.
4. Tidur
Pola tidur anak cukup 8-9 jam.
5. Eliminasi
BAB : Anak BAB 1 kali sehari konsistensi lembek warna kecoklatan
BAK : Anak BAK 6-8 kali sehari warna kuning.
6. Pola hubungan
Yang mengasuh : Anak diasuh sendiri oleh orang tuanya.
Hubungan dengan anggota keluarga: baik.
Hubungan anak dengan orang tua : baik.
Pembawaan secara umum : Anak berpenampilan rapi.
Lingkungan rumah : Lingkungan rumah bersih,rumah permanen milik
sendiri ventilasi cukup sinar matahari cukup,lantai keramik atap genteng.
7. Koping keluarga
Stressor pada anak/keluarga : Anak dan keluarga cukup familiar dengan
petugas dan rumah sakit karena sudah sering dirawat di RS.
8. Kognitif dan persepsi
Pendengaran : Anak tidak mengalami gangguan pendengaran.

13
Penglihatan : Penglihatan anak normal.
Penciuman : Penciuman anak baik.
Taktil dan pengecapan : Anak dapat membedakan halus dan kasar.
9. Konsep diri
Selama ini anak merasa tidak ada masalah dengan penampilan dan
pergaulannya dengan teman-temannya. Klien termasuk anak yang mudah
bergaul dan disukai oleh teman-temannya.
10. Seksual
Anak berjenis kelamin laki-laki tidak ada kelainan genetalia.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Ku : lemah, kesadaran : Compos Mentis.
2. TB/BB
TB/ BB/ : 125 Cm/23 Kg
3. Lingkar kepala
54 Cm.
4. Mata
Conjuctiva anemis,Sklera ikterus.
5. Hidung
Tidak ada kelainan.
6. Mulut
Mukosa mulut pucat ,mulut bersih.gigi caries (+)
7. Hidung
tidak ada kelainan struktur Gerakan cuping hidung tidak ada..
8. Telinga
Telinga klien bersih dan tidak ada kelainan.
9. Tengkuk
Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran limfe.
10. Dada
Bentuk simetris, ictus cordis tak tampak.
11. Jantung
Bunyi jantung I S1 tunggal, S2 split tak konstan,bising jantung (-).

14
12. Paru-paru
Suara nafas vesikuler,Wheezing tidak ada
13. Perut
Pembesaran Hepar tak teraba,
Pembesaran Lien : (+) Distensi abdomen(-), kembung(-), peristaltic usus
(+)
14. Genitalia
Tidak ada kelainan.
15. Ekstremitas
Tangan kanan terpasang infus, gerakan ekstemitas bebas, tonus otot
normal, tidak ada edema,akral agak dingin.
16. Kulit
Kulit bersih,turgor kulit normal,hiperpigmentasi (-)
17. Tanda-tanda vital
Suhu 36,4°C, Nadi 94x/mnt, Respirasi 24 x/mnt
F. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DS : Klien mengatakan Proses penyakit Anemia
badannya lemah.
Do : Klien tampak anemis,
kongjungtiva anemis, HB : 5,2 gr
%, mukosa bibir pucat.
2 DS : Klien mengatakan Tidakseimbangan Fatique/kelemahan
badannya lemah. kebutuhan pemakaian dan
DO : Aktivitas sehari- hari klien suplai oksigen/penurunan
diabtu oleh keluarga. intake nutrisi
3 DS : ibu pasien mengatakan Tindakan invasive dan Resiko infeksi
badan anknya lemah. penurunan daya tahan
DO : Terpasang infus, klien tubuh
tampak pucat, kongjungtiva
anemis,
HB : 5,2 gr%, mukosa bibir
pucat.
4 DS : Ibu mengatakan nafsu Intake inadekuat Keseimbangan
makan anaknya menurun. nutrisi kurang dari
DO : Porsi makan yang kebutuhan
disediakan hanya habis ½ porsi.

15
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Anemia berhubungan dengan proses penyakit
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Intake inadequat
c. Fatique/Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen/penurunan intake nutrisi
d. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur/tindakan invasive/penurunan
status imunitas klien.
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Anemia NOC : NIC :
Setelah Dilakukan Asuhan 1. Kaji Tanda-Tanda Terjadinya
Keperawatan Selama 3 X 24 Anemia, Wajah Pucat, Sklera
Jam Diharapkan Icteric, Konjungtiva Anemis.
Meminalkan Atau 2. Monitor TTV.
Komplikasi Anemia Tidak 3. Pantau Perubahan Fungsi
Terjadi Dengan Kriteria Mental, Gelisah, Kulit Dingin
Hasil : Atau Lembab.
1. Hb > Atau Sama 4. Kolaborasi Dengan Dokter
Dengan 10 Gr%. Terapi Intravena Dan Tranfusi
2. Konjungtiva Tidak Darah.
Anemis. 5. Kolaborasi Pemberian Diet.
3. Tidak Sianosis.
2 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
Nutrisi Kurang Dari Setelah Dilakukan Asuhan 1. Kaji Keadaan Umum Klien
Kebutuhan Tubuh Keperawatan Selama 3 X 24 Dan Kaji Tanda- Tanda Gejala
B/D Intake Jam Diharapkan Dehidrasi Dan Observasi
Inadequat keseimbangan Nutrisi Tanda- Tanda Vital Sign.
Tercapai Dengan Kriteria 2. Berikan Cairan IV Sesuai
Hasil: Indikasi.
1. Tidak Terjadi 3. Kolaborasi Dengan Ahli Gizi
Penurunan Atau Jumlah Kalori Dan Tipe Nutrisi
Peningkatan BB Yang Dibutuhkan.
Dengan Cepat. 4. Monitor Jumlah Kalori Dan
2. Turgor Kulit Normal Intake Nutrisi.
Tanpa Udema. 5. Bantu Klien Menerima
3. Melaporkan Program Nutrisi Yang Dibuat

16
Peningkatan Selera Dirumah Sakit.
Makan. 6. Diskusikan Makanan Kesukaan
Dan Tidak Disukai.
3 Resiko Infeksi NOC : NIC :
Setelah Dilakukan Asuhan 1. Terapkan Pencegahan
Keperawatan Selama 3 X 24 Universal.
Jam Diharapkan Kontrol 2. Berikan Hiegine Yang Baik
Terhadap Resiko Dengan Lingkungan Atau Personal.
Kriteria Hasil : 3. Batasi Jumlah Pengunjung Dan
1. Bebas Dari Tanda Dan Anjurkan Cuci Tangan Ketika
Gejala Infeksi. Kontak Dengan Klien.
2. Mampu Menjelaskan 4. Monitor Tanda Dan Gejala
Tanda Dan Gejala Infeksi Lokal/Sistemik.
Infeksi. 5. Pertahankan Tekhnik Aseptic
3. Leukosit Dalam Batas Dalam Perawatan Klien.
Normal. 6. Pantau Suhu Tubuh Setiap 8
4. Tanda Vital Dalam Jam.
Batas Normal.

7. Anjurkan Untuk Menjaga


Kesehatan Personal Untuk
Melindungi Dari Infeksi.
8. Pengendalian Infeksi : Ajarkan
Tekhnik Cuci Tangan.
9. Anjurkan Untuk Lapor
Perawat/Dokter Bila Dirasakan
Muncul Tanda-Tanda Infeksi.
4 Fatique/Kelemahan NOC : NIC :
Setelah Dilakukan Asuhan 1. Tempatkan Perawatan Mandi
Keperawatan Selama 3 X 24 Di Dekat Bed Pasien.
Jam Diharapkan Aktivitas 2. Monitor Kebersihan Gigi Dan
Sehari-Hari Adekuat Kuku.
Dengan Kriteria Hasil : 3. Libatkan Keluarga Dalam
1. Kemampuan Klien Membantu Klien.
Dalam Memenuhi 4. Identifikasi Kebutuhan
ADL. Toileting.
2. Toleransi Terhadap 5. Jaga Privaci Klien.
Tanda-Tanda Vital. 6. Libatkan Keluarga Dalam
Membantu Klien

3.4 Implementasi

17
a) Perubahan Perfusi Jaringan
1. Memonitor TTV
2. Meninggikan posisi kepala dari tempat sesuai dengan toleransi
3. Mengawali upaya pernafasan, auskultasi bunyi nafas, memperhatikan
bunyi nafas adventius
4. Menyelidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
5. Mencatat keluhan  rasa dingin, mempertahankan suhu lingkungan dan
tubuh hangat sesuai indikasi.
6. Mengajarkan untuk menghindari penggunaan bantalan
penghangat/botol air panas.
7. Memberikan PRC dan mengawasi komplikasi transfuse
8. Memberikan oksigen tambahan
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
2. Mengobservasi dan mencatat masukan makanan
3. Menimbang BB tiap hari
4. Mengobservasi dan mencatat kejadian mual muntah, flatus dan gejala
lain yang berhubungan
5. Memberikan dan membantu higiene mulut dengan baik
6. Mengkonsulkan atau mendiskusikan dengan ahli gizi
c) Intoleransi Aktivitas
1. Mengkaji kemampuan px untuk melakukan tugas
2. Mengkaji kehilanngan / gangguan keseimbangan gaya jalan,
kelemahan otot
3. Memonitor dan mencatat perkembangan TTV
4. Mengubah posisi px dengan perlahan dan pemantau terhadap pusing
5. Memberi bantuan dalam ambulasi
6. Mengajukan px unttuk mengehentikan aktivitas bila palpitasi nyeri
dada,  nafas pendek kelemahan atau pusing terjadi.
d) Resiko Tinggi infeksi
1. Meningkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan
pasien
2. Mengobservasi TTV
3. Mengkaji tanda dan gejala infeksi
4. Mengkaji tanda reaksi pirogenik
5. Memeriksa tempat dilakukannya prosedur infasif
6. Mengambil spesimen untuk kultur / sensitivitas sesuai indikasi
7. Mempertahankan teknik-teknik aseptik ketat pada prosedur /
perawatan luka
8. Mengantar pasien ke laboratorium untuk pengambilan spesimen
e) Konstipasi atau diare

18
1. Melakukan observasi,warna feses,konsistensi, frekwensi,dan jumlah
2. Mengawasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada
makanan/cairan
3. Mendorong asupan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
4. Mengingatkan pasien untuk menghindari makanan yan membentuk
gas
5. Mengkonsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang
6. Memberikan pelembek fese,stimulan ringan
7. Memberikan obat antidiare
f) Kerusakan Integritas kulit
1. Mengkaji integritas kulit,catat perubahan pada turgor, gangguan
warna,hangat local,eritema,ekskoriasi
2. Mengubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila
pasien tidak bergerak atau di tempat tidur
3. Membantu bergerak pasif atau aktif
4. Membetahukan kepada pasien untuk membatasi pengunaan sabun
5. Memberi saran kepada pasien untuk pengguunakan alat pelindung
g) Nyeri (akut)
1. Menyelidiki keluhan nyeriMengawasi tanda verbal, pantau petunjuk
non verbal, mis; tegangan otot
2. Gelisah
3. Memberikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh
stressMenempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, dan
ekstrimitas dengan bantal/bantalanMemberikan analgesik
h) Deficit pengetahuan
1. Memberikan informasi tentang penyakit anaknya, pengertian, tanda
dan gejala, penyebab tau pengobatannya.
2. Memberikan kesempatan pada orang tua untuk megajukan pertanyaan
dan mengajukan masalah
3. Menganjurkan orang tua untuk memeriksakan Hb atau
darahnyaMenunjukkan indikator positif pengobatan
i) Gangguan Citra Diri
1. Mendiskusikan arti kehilangan /perubahan dengan pasien. Identifikasi
persepsi situasi/harapan yang akan datang.
2. Mencatat bahasa tubuh non-verbal,

3.5 Evaluasi Keperawatan


a. Meminalkan atau komplikasi anemia tidak terjadi.
b. Keseimbangan nutrisi tercapai.
c. Kontrol terhadap resiko.

19
d. Aktivitas sehari-hari adekuat.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Thalasemia adalah penyakit bawaan dimana sistem tubuh penderitanya
tidak mampu memproduksi hemoglobin yang normal (Pudjilestari, 2003).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari ). ( Ngastiyah, 1997 : 377 ).
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya. Thalasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis
hemoglobin yang mengalami gangguan menjadi Thalasemia alfa dan beta.
Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan, Hockenberry &
Wilson (2009) mengklasifikasikan Thalasemia menjadi 3 yaitu Thalasemia
minor/Thalasemia trait, Thalasemia mayor, dan Thalasemia Intermedia.
Tingkat keparahan dari talasemia intermedia berada diantara talasemia
minor dan talasemia mayor. Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi
beratnya bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan.
Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit
kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan
pembesaran limpa. Penatalaksanaan Thalasemia :
1. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas 10
g/dL.
2. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu.

20
3. Terapi hipertransfusi mencegah splenomegaly massif yang disebabkan oleh
eritropoesis ekstra medular. Kebutuhan transfusi melebihi 240 ml/kg
PRC/tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi
untuk mempertimbangkan splenektomi.
4. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.influensa
tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapakan, dan terapi
profilaksis penisilin juga dianjurkan.
4.2 Saran
Dengan tersusunnya makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca
maupun penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan, karena kami
sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna dan kami sangat
mengharapkan kritik dan saran itu dari pembaca untuk penulisan makalah
selanjutnya yang lebih baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

www.academia.edu/8364738/Asuhan_Keperawatan_Thalasemia_Pada_Anak
https://www.academia.edu/35216148/ASKEP_THALASEMIA_PADA_ANAK
http://docshare03.docshare.tips/files/17138/171385082.pdf
http://repository.ump.ac.id/2968/3/Mega%20Septiana%20Putri%20BAB%20II.pdf
http://eprints.unipdu.ac.id/272/1/BAB%20I.pdf
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/313/1/1.%20%20COVER%20DEPAN
%20%2814%20files%20merged%29.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai