Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

TALASEMIA

RUKAIYA

Nim. 201801264

KELAS PASANGKAYU

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIDYA NUSANTARA PALU

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena dengan rahmat

dan hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Talasemia”.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah

membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna,

maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang telah

membaca makalah ini, demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Pasangkayu, Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................1

B. Rumusan Masalah .........................................................................1

C. Tujuan Penulisan.............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Leukemia..........................................................................3

B. Etiologi Leukemia...........................................................................3

C. Manifestasi Klinis.............................................................................4

D. Patofisiogi.........................................................................................4

E. Penatalaksanaan Medis.....................................................................6

F. Diagnosa

Keperawatan..............................................................................11

G. Perumusan NANDA NIC-NOC...........................................12

BAB III PENUTUP

A. Simpulan........................................................................................23

B. Saran...............................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut.

Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit

ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama

sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas .

Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel

darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek

(kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)

Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini

merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama

meliputi daerah- daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika,

timur tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 %

orang Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam

Amerika membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah Asia

Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen

thalasemia. (Kliegam,2012).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh

orangtua kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam

menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin

adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan

nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh
dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya.

(Kliegam,2012)

Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis

thalassemia ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan

oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia.

Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier,

atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia).

Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua

sifat gen, di mana satu dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit

thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak

mewarisi dua sifat gen.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian penyakit Talasemia?

2. Bagaimanakah etiologi penyakit Talasemia?

3. Bagaimanakah Gambaran Klinik Penyakit Talasemia?

4. Bagaimanakah Patofisiologi penyakit Talasemia?

5. Bagaimanakah Pemeriksaan Penunjang Penyakit Talasemia?

6. Bagaimanakah Penatalaksanaan Medis Penyakit Talasemia?

7. Bagaimanakah Pencegahan dari Penyakit Talasemia?

8. Bagaimanakah Pengkajian Penyakit Talasemia?

9. Bagaimanakah Diagnosa keperawatan Penyakit Talasemia?

10. Bagaimanakah Rencana Asuhan Keperawatan Nanda Noc-Nic Penyakit

Talasemia?
C. Tujuan

Untuk Mengetahui:

1. pengertian penyakit Talasemia.

2. etiologi penyakit Talasemia.

3. Gambaran Klinik Penyakit Talasemia.

4. Patofisiologi penyakit Talasemia.

5. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Talasemia.

6. Penatalaksanaan Medis Penyakit Talasemia.

7. Pencegahan dari Penyakit Talasemia.

8. Pengkajian Penyakit Talasemia.

9. Diagnosa keperawatan Penyakit Talasemia.

10. Rencana Asuhan Keperawatan Penyakit Talasemia.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Talasemia

Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi

kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit

menjadi pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 : 377).

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan

secara resesif. (Mansjoer, 2000 : 497).

Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul

akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand,

2005).

Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh

defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 : 23).

Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,

dikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul

hemoglobin(Muscari, 2005).

Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang

disebabkanoleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau

dekat gen globin (Nurarif, 2013 : 549)

B. Etiologi

Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat

ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap


thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001 : 24).

Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan

secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut

sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia

kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur

pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya

sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat

thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat,

sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi

dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan

pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom,

dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang

sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa

sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen

globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang

tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap

pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si

anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak

dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak

hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya

membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen

globin beta normal dari kedua orang tuanya.


C. Gambaran Klinik

Pada talasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru

berumur kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak adalah anak lemah, pucat,

perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada

anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit,

karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba. Adanya

pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak pasien karena

kemampuan terbatas, limpa yang membesar ini akan mudah ruptur hanya

karena trauma ringan saja.

Gejala lain (khas) ialah bentuk muka mongoloid, hidung pesek tanpa

pangkal hidung; jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.

Hal ini disebabkan karena adanya gangguan perkembangan tulang muka dan

tengkorak. (Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang

besar, korteks tipis dan trabekula kasar).

Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering

mendapat tranfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat

penimbunan besi dalam jaringan kulit.

Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada

hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan fatal alat-alat tersebut

(hemokromatosis) (Ngastiyah, 1997 : 378).

D. Patofisiologi

Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai

alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai

beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan

ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam

rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga

menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini

memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel

darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau

hemosiderosis.

Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan

kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan

rantai polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai

polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan

heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam

hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC

diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus

menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi

RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan

produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan

mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 : 23-24)

E. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening

test dan definitive test.

1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai

gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

a. Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada

kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.

Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis

Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.

b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara

dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida

dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas

formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut

order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007).

Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan

dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah

91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false

negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).

c. Indeks eritrosit

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya

dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai

diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit,

2007).

d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan

parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose

seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,

MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk

membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β

(Wiwanitkit, 2007).

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang

diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan

<13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait

kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun

ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal

ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).

2. Definitive test

a. Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di

dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb

A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar

ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal

bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia

minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2%

dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal

membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J

(Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb

C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid

chromatography  (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb

A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna

untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi

hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat

terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).

c. Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis

Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe

Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku

(Wiwanitkit, 2007).

F. Penatalaksanaan Medis

Menurut (Suriadi, 2001:26) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara

lain :

1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari

pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan

terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.

Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine

(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh

(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena,


namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan

secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.

2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen

dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari

suplemen (transfusi).

3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan

pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,

harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat

oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa

menyebabkan keracunan.         Pada bentuk yang sangat berat,

mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik

masih dalam tahap penelitian.

G. Pencegahan

Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka

pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan.

Program pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni (1)

penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi genetik

(genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat

dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif

berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari

populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah

menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita

Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi


dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu

program pencegahan yang baik untuk Talasemia seharusnya mencakup

kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat

dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang,

karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar

itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara

berkembang dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan

lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program

prospektif.

1. Penapisan (Screening)

Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:

a. Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah,

penapisan populasi dan konseling tentang pasangan bisa

dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa

menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.

b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir,

pasangannya bisa diperiksa dan bila termasuk karier,

pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi

kehamilan pada fetus dengan Talasemia β berat.

2.  Diagnosis Prenatal

Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat

dilakukan dengan berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian

sintesis rantai globin pada sampel darah janin dengan


menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun

pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan

analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi chorion

(CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12

minggu.Tindakan ini berisiko rendah untuk menimbulkan

kematian atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).

H. Pengkajian

1. Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah

(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,

thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan

penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur

Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah

terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada

thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru

datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.

3. Riwayat kesehatan anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas

infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang

berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan perkembangan


Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan

terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya

pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi

terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil

untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,

seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan

anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia

minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5. Pola makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,

sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan

usianya.

6. Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur

/ istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa

lelah

7. Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang

tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita

thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh

karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena

berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan

karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)

Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya

faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.

Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai

risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk

memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.

9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya

adalah:

a. Keadaan umum

Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak

selincah aanak seusianya yang normal.

b. Kepala dan bentuk muka

Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk

khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid,

yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan

tulang dahi terlihat lebar.

c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

e. Dada

Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya

pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.

f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa

dan hati ( hepatosplemagali).

g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang

dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan

dengan anak-anak lain seusianya.

h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas

Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya

pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin

anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia

kronik.

i. Kulit

Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering

mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti

besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit

(hemosiderosis)

I. Diagnosa keperawatan

1. Defisiensi pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan

dengan kesalahan interprestasi informasi

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya

komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi

3. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen

4. Gangguan citra tubuh

5. Resiko infeksi
6. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru

7. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

J. Rencana Asuhan Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
No DIAGNOSA
1. Defisiensi NOC NIC

Pengetahuan  Knowledge : Theaching : disease

mengenai kondisi dan disease process Process

pengobatan  Knowledge : 1. Berikan penilaian

berhubungan dengan health behavior tentang tingkat

kesalahan Kriteria Hasil. pengetahuan pasien

interprestasi 1. Pasien dan tentang proses

informasi keluarga penyakit yang spesifik.

menyatakan 2. Jelaskan patofisiologi

pemahaman dari penyakit dan

tentang penyakit, bagaimana hail ini

kondisi, prognosis berhubungan dengan

dan program anatomi dan fisiologi,

pengobatan. dengan cara yang

2. Pasien dan tepat.

keluarga mampu 3. Gambarkan tanda dan

melaksanakan gejala yang bias

prosedur yang muncul pada penyakit,


dijelaskan secara dengan cara yang

benar. tepat.

3. Pasien dan 4. Gambarkan proses

keluarga mampu penyakit dengan cara

menjelaskan yang tepat.

kembali apa yang 5. Identifikasikan

dijelskan kemungkinan

perawat/tim penyebab, dengan cara

kesehatan lainnya. yang tepat.

6. Sediakan informasi

pada pasien tentang

kondisi, dengan cara

yang tepat.

7. Hindari jaminan yang

kosong.

8. Sediakan bagi keluarga

atau SO informasi

tentang kemajuan

pasien dengan cara

yang tepat.

9. Diskusikan perubahan

gaya hidup yang

mungkin diperlukan
untuk mencegah

komplikasi di masa

yang akan dating dan

atau proses

pengontrolan penyakit.

10. Diskusikan pilihan

terapi atau penaganan.

11. Dukung paien untuk

mengeksplorasi atau

second opinion dengan

cara yang tepat atau

diindikasikan.

12. Rujuk pasien pada

grup atau agensi di

komunitas local,

dengan cara yang

tepat.

13. Intruksikan pasien

mengenai tanda dan

gejala untuk

melaporkan pada

pemberian perawatan

kesehatan, dengan cara


yang tepat.
2. Intoleransi aktifitas NOC NIC

b.d tidak  Konservasi Manajemen energi

seimbangnya Energi Definisi: Mengatur

kebutuhan dan suplai  Perawatan Diri: penggunaan energi untuk

oksigen. ADL mencegah kelelahan dan

Kriteria Hasil: mengoptimalkan fungsi

Klien dapat Aktifitas:

melakukan aktifitas
1. Tentukan
yang dianjurkan
keterbatasan aktifitas
dengan tetap
fisik pasien
mempertahankan
2. Kaji persepsi
tekanan darah, nadi,
pasien tentang
dan frekuensi
penyebab kelelahan
pernafasan dalam
yang dialaminya
rentang normal.
3. Dorong

pengungkapan peraaan

klien tentang adanya

kelemahan fisik

4. Monitor intake

nutrisi untuk

meyakinkan sumber

energi yang cukup


5. Konsultasi dengan

ahli gizi tentang cara

peningkatan energi

melalui makanan

6. Monitor respon

kardiopulmonari

terhadap aktifitas

(seperti takikardi,

dispnea, disritmia,

diaporesis, frekuensi

pernafasan, warna

kulit, tekanan darah)

7. Monitor pola dan

kuantitas tidur

8. Bantu pasien

menjadwalkan istirahat

dan aktifitas

9. Monitor respon

oksigenasi pasien

selama aktifitas

10. Ajari pasien untuk

mengenali  tanda dan

gejala kelelahan
sehingga dapat

mengurangi

aktifitasnya.

Terapi Oksigen

Definisi: Mengelola

pemberian oksigen dan

memonitor keefektifannya

Aktifitas:

1. Bersihkan mulut,

hidung, trakea bila ada

secret

2. Pertahankan kepatenan

jalan nafas

3. Atur alat oksigenasi

termasuk humidifier

4. Monitor aliran oksigen

sesuai program

5. 5. Secara periodik,

monitor ketepatan

pemasangan alat
3. Gangguan citra tubuh NOC NIC

 Body image Body image management

 Self esteem 1. Kaji secara verbal dan


Kriteria Hasil non verbal respon klien

1. Body image terhadap tubuhnya.

positif 2. Monitor frekuensi

2. Mampu mengkritik dirinya.

mengidentifikasi 3. Jelaskan tentang

kekuatan pengobatan, perawatn,

personal. kemajuan dan

3. Mendeskripsikan prognosis penyakit.

secara factual 4. Dorong klien

perubahan fungsi mengungkapkan

tubuh. perasaanya.

4. Mempertahankan 5. Identifikasi arti

interaksi social. pengurangan melalui

pemakaian alat bantu.

6. Fasilitasi kontak

dengan individu lain

dalam kelompok kecil.


4. Ketidakefektifan NOC NIC

perfusi jaringan b.d  Circulation status Peripheral sensation

berkurangnya  Tissue perfusion : management

komponen seluler cerebral (manajemen sensasi

yang menghantarkan Kriteria Hasil: perifer).

oksigen/nutrisi Mendemostrasikan 1. Monitor adanya daerah

status sirkulasi yang tertentu yang hanya


ditandai dengan : peka terhadap

1. Tekanan systole panas/dingin/tajam/tu

dandiastole dalam mpul.

rentang yang 2. Monitor adanay

diharapkan. paretase.

2. Tidak ada 3. Intruksikan keluarga

ortostatik untuk mengobservasi

hipertensi. kulit jika ada isi atau

3. Tidak ada tanda- laserasi.

tanda peningkatan 4. Gunakan sarung

tekanan tangan untuk proteksi.

intracranial (tidak 5. Batasi gerakan kepala,

lebih dari 15 leher, dan punggung.

mmHg). 6. Monitor kemampuan

Mendemostrasikan BAB.

kemampuan 7. Kolaborasi pemberian

kongnitif yang analgesic.

ditandai dengan : 8. Monitor adanya

1. Berkomunikasi trombopleblitis.

dengan jelas dan 9. Diskusikan mengenai

sesuai dengan penyebab perubahan

kemampuan. sensai.

2. Menunjukkan
perhatian,

kosentrasi dan

orientasi.

3. Membuat

keputusan dengan

benar.

Menujukkan fungsi

snsori motori

cranial yang utuh :

tingkat kesadaran

membaik, tidak ada

gerakan-gerakan

involunter.
5. Resiko infeksi NOC NIC

 Immune status Infection control (control

 Knowledge : infeksi)

infection control. 1. Bersihkan lingkungan

 Risk control. setelah dipakai pasien

Kriteria Hasil : lain.

1. Klien bebas dari 2. Pertahankan teknik

tanda dan gejala isolasi.

infeksi. 3. Batasi pengunjung bila

2. Mendeskripsikan perlu.

proses penularan 4. Intruksikan pada


penyakit, faktor pengunjung untuk

yang mencuci tangan saat

mempengaruhi berkunjung dan setelah

penularan serta berkunjung

penatalaksanaann meninggalkan pasien.

ya. 5. Gunakan sabun anti

3. Menujukkan mikroba untuk cuci

kemampuan tangan.

untuk mencegah 6. Cuci tangan setiap

timbulnya infeksi. sebelum dan sesudah

4. Jumlah leukosit tindakan keperawatan.

dalam batas 7. Gunakan baju, sarung

normal. tangan sebagai

Menujukkan perilaku pelindung.

hidup sehat. 8. Pertahankan

lingkungan aseptic

selama pemasangan

alat.

9. Ganti letak IV perifer

dan line central da

dressing sesuai dengan

petunjuk umum.

10. Gunakan kateter


intermiten untuk

menurunkan infeksi

kandung kemih.

11. Tingkatkan intake

nutrisi.

12. Berikan terapi obat

bila perlu.

Infection protection

(proteksi infeksi)

1. Monitor tanda dan

gejala infwksi sistemik

dan local.

2. Monitor hitung

granulosit, WBC.

3. Monitor kerentangan

terhadap infeksi.

4. Batasi pengunjung.

5. Sering pengunjung

terhadap penyakit

menular.

6. Pertahankan teknik

aspeiss pada psien

yang beresiko.
7. Pertahankan teknik

isolasi.

8. Berikan perawatan

kulit pada area

epidema.

9. Inspeksi kulit dan

membrane mukosa

terhadap kemerahan,

panas, drainase.

10. Inspeksi kondisi

luka/insisi bedah.

11. Dorong masukan

cairan.

12. Dorong istirahat.

13. Instruksikan pasien

untuk meminum

antibiotic sesuai

dengan resep.

14. Ajarkan pasien dan

keluarga tanda dan

gejala infeksi.

15. Ajarkan cara

menghndari infeksi.
16. Laporkan kecurigaan

infeksi.

Laporkan kultur positif.


6. Ketidakefektifan pola NOC NIC

napas  Respiratory status Airway management

: ventilitation 1. Buka jalan nafas

 Respiratory status gunakan chin lift atay

: airway patency jaw thrust bila perlu.

 Vital sign. 2. Posisikan pasien untuk

Kriteria Hasil : memaksimalkan

1. Mendemostrasika ventilasi.

n batuk efektif 3. Identifikasiskan pasien

dan suara nafas perlunya pemasangan

yang bersih, tidak alat jalan nafas buatan.

ada sianosis dan 4. Pasang mayo bila

dyspneu, mampu perlu.

bernafas dengan 5. Lakukan fisioterapi

mudah, tidak ada dada jika perlu.

pursed lips. 6. Keluarkan secret

2. Menunjukkan dengan batuk atau

jalan nafas yang suction.

paten (klien tidak 7. Auskultasi suara nafas,

merasatercekik, catat adanya suara

irama nafas, tambahan.


frekuensi 8. Lakukan suction pada

pernafasan dalam mayo.

rentang normal, 9. Berikan bronkodilator

tidak ada suara bila perlu.

abnormal). 10. Berikan pelembab

3. Tanda-tanda vital udara kassa basah Nacl

dalam rentang lembab.

normsl (tekanan 11. Atur intake untuk

darah, nadi, cairan

pernafasan). mengoptimalkan

keseimbangan.

12. Monitor respirasi dan

status O2 Oxygen

therapy.

13. Bersihkan mulut,

hidung dan secret

trakea.

14. Pertahankan jalan

nafas paten.

15. Atur peralatan oksigen.

16. Monitor aliran

oksigen.

17. Pertahankan posisi


pasien.

18. Observasi adanya

tanda-tanda

hipoventilasi.

19. Monitor adanya

kecemasan terhadap

oksigen.

20. Monitor vital sign.

21. Catat adanya fluktuasi

tekanan darah.

22. Monitor vs saat pasien

berbaring., uduk, atau

berdiri.

23. Auskultasi TD pada

tangan dan

bandingkan.

24. Monitor TD, nadi, RR,

sebelum, selama dan

setelah beraktifitas.

25. Monitor kualitas dari

nadi.

26. Monitor frekuensi dan

irama pernafasan.
27. Monitor suara paru.

28. Monitor suara

pernafasan abnormal.

29. Monitor suhu, warna,

dan kelmbaban.

30. Monitor sianosis

perifer.

31. Monitor adanya

cushing triad (tekanan

nadi yang melebar,

bradikardi,

peningkatan sistolik).

32. Identifikasi penyebab

dari perubahan vital

sign.
7. Keterlambatan NOC NIC

pertumbuhan dan  Growth and Peningkatan

perkembangan development. perkembangan anak dan

 Nutrition remaja.

imbalance less 1. Kaji faktor penyebab

than body gangguan

requirements. perkembangan anak.

Kriteria Hasil : 2. Identifikasi dan

1. Anak berfungsi gunakan sumber


optimal sesuai pendidikan untuk

tingkatannya. memfasilitasi

2. Keluarga dan perkembangan anak

anak mampu yang optimal.

menggunakan 3. Berikan perawatan

koping terhadap yang konsisten.

tantangan karena 4. Tingkatkan

adanya komunikasi verbal dan

ketidakmampuan. stimulasi traktil.

3. Keluarga mampu 5. Berikan intruksi

mendapatkan berulang dan

sumber-sumber sederhana.

sarana komunitas. 6. Berikan reinforment

4. Kematangan fisik positif atas hasil yang

wanita : dicapai anak.

perubahan fisik 7. Dorong anak

normal pada melakukan perawatan

wanita yang sendiri.

terjadi transisi 8. Manajemen perilaku

dari masa anak- anak yang sulit.

anak ke dewasa. 9. Dorong anak

5. Kematangan melakukan sosialisasi

fisik : pria kelompok.


perubahan fisik 10. Ciptakan lingkungan

normal pada pria yang aman.

yang terjadi Nutrition management

transisi dari masa 1. Kaji keadekuatan

anak-anak ke asupan nutrisi

dewasa. (misalnya kalori, zat

6. Status nutrisi besi).

seimbang. 2. Tentukan makanan

7. Berat badan. yang disukai anak.

3. Pantau kecenderungan

kenaikan dan

penurunan berat badan.

Nutrition Theraphy :

1. Menyelesaikan

penilaian gizi, sesuai.

2. Memantau

makanan/cairan

tertelan dan

menghitung asupan

kalori harian, sesuai.

3. Memantau kesesuaian

perintah diet untuk

memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari, sesuai.

4. Kolaborasi dengan ahli

gizi, jumlah kalori dan

jenis nutrisi yang

dibutuhkan untuk

persyaratan gizi yang

sesuai.

5. Pilih suplemen gizi,


sesuai.
6. Dorong pasien untuk
memilih makanan
semisoft, jika
kurangnya air liur
menghalangi menelan.
7. Mendorong asupan

makan tinggi kalsium,

sesuai.

8. Mendorong asupan
makan dan cairan
tinggi kalsium, sesuai.
9. Pastikan bahwa diet
termasuk makan tinggi
kandungan serat untuk
mencegah konstipasi.
10. Memberikan pasien

dengan tinggi protein,

tinggi kalori, makan


dan minuman bergizi

jari yang dapat mudah

dikonsumsi, seusuai.

11. Administer menyusui

enteral, sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. Standar Pelayanan Medis. Bajarmasin:


Fakultas KedokteraanUnla / RSUD Ulin.

Hoffband, A, dkk. 2005. Kapita selekta Hematologi. Jakarta: EGC

Kuncara, H.Y, dkk. 2002.  Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran  E d i s i k e - 3


J i l i d 2 . J a k a r t a : Media Aesculapius Fkul.

Merenstein, Gerald B. 2001. Buku pegangan pediatric. Ed. 17. Jakarta: Widya
Medika

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan pediatric. Jakarta: EGC

Nelson, Waldo E. 1999. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol. 2. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit , Edisi I. Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Yogyakarta:
MediaCtion Publishing

Nanda International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp. 2001. Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
Jakrta: PT Fajar Interpratama.

Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Bandung: Penerbit alumni

Wilkinson, Judith M. and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis


Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC

Schwartz,M.William. (2005). PedomanKlinisPediatri,AlihBahasaBrahm U


Pandit.Jakarta :PenerbitBukuKedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai