Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THALASEMIA DI


RUANG SITI FATIMAH RSI IBNU SINA BUKITTINGGI

Disusun Oleh:

HANA KURNIA (P031914401015)

TINGKAT 2A

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU

TP. 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN THALASEMIA . Laporan pendahuluan ini disusun guna memenuhi tugas dari
Pembimbing. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ns. Asria Sari selaku clinical
instruktur. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang ditekuni penulis. Penulis menyadari laporan pendahuluan ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi, 23 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................................................................

2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………………...3
1. Latar Belakang………………………………………………………………………………………………………………………………4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………..5


A. konsep medik …………………………………………………………………………………………………………………………..5
1. Definisi………………………………………………………………………………………………………………………………5
2. Anatomi fisiologi.....................................................................................................................5

3. Etilogi…………………………………………………………………………………………………………………………………6
4. Patofisiologi .............................................................................................................................6

5. Patoflowdiagram……………… …………………………………………………………………………………………….7

6. Manifestasi Klinis……………………………………………………………………………………………………………..8
7. Komplikasi………………………………………………………………………………………………………………………..9
8. Pemeriksanaan diagnostik……………………………………………………………………………………………….9
9. Penatalaksanaan…………………………………………………………………………………………………………….10
B. Konsep Asuhan Keperawatan …………………………………………………………………………………………..11
1. pengkajian..……………………………………………………………………………………………………………………………11

2. Diagnosa Keperawatan……………………………………………………………………………………………………..…..13

3. Intervensi Keperawatan…………………………………………………………………………………………………….….13

4. Evaluasi……………………………………………………………………………………………………………………………….…13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………………………………….17

3
Latar Belakang

Talasemia merupakan penyakit darah yang diturunkan secara autosomal resesif


dengan karakteristik adanya penurunan atau tidak adanya sintesis rantai globin sehingga
mengakibatkan penurunan dari kadar hemoglobin pada sel darah merah, penurunan
produksi dari sel darah merah dan anemia. Anemia pada talasemia bersifat kronis
sehingga memerlukan transfusi berulang. Transfusi berulang mengakibatkan
penumpukan besi dalam tubuh dan beberapa organ seperti jantung. Kondisi tersebut
memungkinkan untuk terjadinya disfungsi jantung dan gagal jantung sehingga
meningkatkan angka morbiditas pada talasemia.

Prevalens talasemia pada anak meningkat setiap tahunnya di seluruh dunia.


United Nations International Children’s Emergency Foundation (UNICEF)
memperkirakan sekitar 29,7 juta pembawa talasemia-β berada di India dan sekitar 10.000
bayi lahir dengan talasemia-β mayor (Shivashankara, 2008). Jumlah penderita talasemia
mayor di Indonesia diperkirakan sekitar 8 juta orang dan di Pusat Talasemia Jakarta pada
akhir bulan Maret 2007 tercatat sebanyak 1264 pasien dengan 80-100 pasien baru setiap
tahun (Setiabudi, 2007). Penderita talasemia di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar periode 2000-2005 sebanyak 10 orang dan jumlahnya meningkat menjadi 15
orang pada tahun 2011 (Mudita, 2007; Arimbawa dan Ariawati, 2011).

4
A. Konsep Medik
1. Definisi

Talasemia adalah sejenis penyakit darah keturunan yang bercirikantidak adanya


atau berkurangnya produksi hemoglobin normal. (Steven A.Dowshen, 2002 : 217)

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadikerusakan sel


darah merah didalam pembuluh darah sehingga umureritrosit menjadi pendek (kurang
dari 100 hari). (Padila, 2013 : 297)

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yangditurunkan


secara resesif, secara molekular dibedakan menjadi thalasemiaalfa dan beta, sedangkan
secara klinis dibedakan menjadi thalasemiamayor dan minor (Mansjoer, Kapita Sekekta
Kedokteran, 2000 : 497).

Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi yaitu diwariskan dari keluarga


kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam sel darah merah menjadi
tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit Thalasemia tidak dapat menghasilkan
haemoglobin yang mencukupi dalam darah mereka. Haemoglobin adalah bagian sel
darah merah yang mengangkut oksigen dari pada paru-paru keseluruh tubuh. Semua
tubuh manusia memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah yang normal
akan menyebabkan pesakit kelihatan pucat karena hemoglobin (Hb) yang rendah
(anemia).

2. Anatomi dan Fisiologi

a. Pengertian Hemoglobin

Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi terdapat dalam sel
darah merah dan berfungsi terutama dalam pengangkutan oksigen dari paru- paru ke semua
sel jaringan tubuh. (Pearce, 2009).

b. Tahap Pembentukan Hb

Tahap pembentukan Hb dimulai dalam eritroblast dan terus berlangsung sampai


tingkat normoblast dan retikulosit. Dari penyelidikan dengan isotop diketahui bahwa
bagian hem dari hemoglobin terutama disintesis dari asam asetat dan glisin. Sebagian
besar sintesis ini terjadi didalam mitokondria. Langkah awal sintesis adalah pembentukan
senyawa pirol, selanjutnya 4 senyawa pirol bersatu membentuk senyawa protoporfirin
yang kemudian berikatan dengan besi membentuk molekul hem, akhirnya keempat
molekul hem berikatan dengan satu molekul globin. Satu globin yang disintesis dalam
ribosom retikulom endoplasma membentuk Hb ( Azhar, 2009).

5
3. Etiologi

Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara


genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami
kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat
thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan
normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang
memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom,
dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit
tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia.
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan
sebelah lagi dari ayahnya.

Faktor genetic yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yangmenghasilkan


keturunan thalassemia (homozigot), Thalasemia bersifatprimer dan sekunder:

1. Primer :Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidakefektif


disertaipenghancuran sel-sel eritrosit intra medular
2. Sekunder :Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intravascular yang
mengakibatkan hemodilusi dan destruksieritrosit oleh system retikulo endotellar

4. Patofisiologi

Hemoglobin pasca kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alfa dan beta
polipeptide. Dalam beta thalsemia, ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam
proses sintesis molekul/hemoglobin rantai beta. Konsekuensi adanya peningkatan
compensatory dalam proses pensintesisan rantai alfa dan produksi rantai gamma tetap
aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptida yang tidak
seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel menanggulangi proses
hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya sumsum
tulang ditekan dengan proses transfusi. Kelebihan Fe dari pertambahan RBCs d;am
transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif disimpan dalam berbagai organ.

Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta
polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam
proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan
compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap
aktif, dan mengakibatkan ketidaksempurnaan deretan hemoglobin.

6
5. Patoflowdiagram

6. Manifestasi Klinik

Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni

7
1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom.
2) Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah.
3) Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor.
4) Talasemia-β pembawa sifat tersembunyi (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).

Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada nomor
gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom
tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait
(Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis)
(Atmakusuma, 2009).

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu

a. Thalasemia Mayor:

1) Pucat,
2) lemah,
3) anoreksia,
4) sesak napas,
5) peka rangsang
6) Tebalnya tulang kranial
7) Pembesaran hati dan limpa / hepatospenomegali
8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9) Disritmia
10) Epistaksis
11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12) Kadar Hb kurang dari 5 gram / 100 ml
13) Kadar besi serum tinggi
14) Ikterik
15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular, mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.

b. Thalasemia Minor:

1) Pucat
2) Hitung sel darah merah normal
3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram / 100 ml di bawah kadar normal
sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

8
7. Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah
yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang
thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis,
diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis,
karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

8. Pemerikasaan diagnostik

Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

 Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi


darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi
yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
 Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan
rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
 Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan
asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan
obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan
bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas,
2002; Herdata, 2008)

1. Medikamentosa

 Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.

9
 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
 Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah

2. Bedah

Splenektomi, dengan indikasi:

 limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture
 hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.

Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia
dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada
anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok
dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

3. Suportif

Tranfusi Darah

Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,
dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah
dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

9. Penatalaksanaan Medis

a) Transfusi sel darah merah (SDM) hingga kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah
merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
b) Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone
merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun keuntungannya lebih rendah dari
desferal dan memperlihatkan ancaman fibrosis hati.
c) Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama kalau ada tanda – tanda
hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau lantaran sangat besarnya limpa.
d) Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.

10
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

1. Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).


Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak
dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur

Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.

3. Riwayat kesehatan anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya.
Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan perkembangan

Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap


tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak
adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti
tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.

5. Pola makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

6. Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

7. Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya

11
perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.

8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)

Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor
resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh
anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke
dokter.

9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:

a. Keadaan umum

Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.

b. Kepala dan bentuk muka

Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu


kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.

c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

e. Dada

Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.

f. Perut

Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).

g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.

h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas

12
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap
adolesense karena adanya anemia kronik.

i. Kulit

Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi
dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2. Diagnosa Keperawatan

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang


menghambat ekspansi paru dan penurunan energi
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kosentrasi
hemoglobin

3. Intervensi Keperawatan

Dx 1: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang


menghambat ekspansi paru dan penurunan energi

1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas


klien membaik

Kriteria Hasil :

a) Frekuensi nafas membaik

b) Fungsi paru dalam batas normal

c) Tanda- tanda vital dalam batas normal

2) Intervensi

Observasi

a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya

b) Monitor pola nafas (seperti bradipnea, Takipnea,

hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)

c) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

13
d) Auskultasi bunyi Nafas

a) Monitor saturasi oksigen

Terapeutik

a) Posisikan semi fowler atau fowler

b) Berikan Oksigen jika perlu

Dx 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen

1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi


aktivitas meningkat

Kriteria Hasil :

a) Keluhan lelah menurun

b) Perasaan lemah menurun

c) Tenaga Meningkat

2) Intervensi :

Observasi

a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan lelah

b) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas,catat kelelahan dan


kesulitan dalam beraktivitas

c) Monitor kelelahan fisik dan emosional

d) Catat respon terhadap tingkat aktivitas

Terapeutik

a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus

b) Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan

c) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpidah atau
berjalan

d) Libatkan keluarga dalam aktvitas, jika perlu

14
Edukasi

a) Anjurkan Tirah baring

b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

c) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas

Dx 3: Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan


kosentrasi hemoglobin

1) Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi


perifer meningkat

Kriteria hasil :

a) Warna Kulit pucat menurun

b) Pengisian kapiler membaik

c) Akral membaik

d) Turgor kulit membaik

2) Intervensi :

Observasi

a) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian

kapiler, warna, suhu, anklebrachial index)

b) Monitor panas,kemerahan,nyeri, atau bengkak pada extermitas

c) Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan

atau gelisah

Terapeutik

a) Lakukan pencegahan infeksi

b) Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya

(terlalu panas atau dingin)

Edukasi

15
a) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit

terbakar

b) Anjurkan perawatan kulit yang tepat (mis.melembabkan kulit

kering pada Kaki)

16
Daftar Pustaka

https://www.coursehero.com/file/63703976/LP-TALASEMIA-FIXdocx/

http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-
thalasemia.html#.YFoVka9Kg2w

https://www.academia.edu/18075400/LAPORAN_PENDAHULUAN_THALASEMIA

17

Anda mungkin juga menyukai