Anda di halaman 1dari 24

Makalah Asuhan Keperawatan THALASEMIA

(Keperawatan Anak II)

KELOMPOK 14

NAMA NPM
Intan S. Nainggolan 12114201200098
Frensca M Tita 12114201200076
Astry Patty 12114201190026
Febrianty C Tumansery 12114201200067

Progam Studi Keperawatan


Fakultas Kesehatan
Universitas Kristen Indonesia Maluku
2022

1
Kata Pengantar

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah
nya kepada kami, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.
Makalah Keperawatan Anak II yang berjudul ”Asuhan Keperawatan
Talasemia Pada Anak” ini dilakukan untuk memahami secara jauh tentang asuhan
keperawatan pada anak dengan penderita talasemia.
Dengan demikian penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, yang tak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Harapan kami
kepada pembaca agar dapat memahami makalah asuhan keperawatan Thalasemia
ini dan memberikan masukan yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Ambon,10 okt 2022

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

CAVER DEPAN …………………………………………………………………1


KATA PENGANTAR …………………………………………………………...2
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………..4
A. LATAR BELAKANG ……………………………………………………4
B. TUJUAN ………………………………………………………………….4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….5
A. DEFINISI …………………………………………………………………5
B. ETIOLOGI ………………………………………………………………..5
C. MENIFESTASI KLINIS ………………………………………………....5
D. PATOFISIOLOGI ………………………………………………………...7
E. KOMPLIKASI …………………………………………………………....8
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG …………………………………………9
G. PENATALAKSANAAN MEDIS ……………………………………….11
BAB III ANALISA KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN …………….13
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………………..22
A. KESIMPULAN ………………………………………………………….22
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anak ialah insan yang berusia 0 sampai dengan 18 tahun dimana ia
merupakan individu yang unik, tidak dianggap lagi sebagai bentuk kecil
dari orang dewasa dan telah memiliki kebutuhan spesifikk yang berbeda
dengan orang dewasa. Anak bukanlah harta orang tua yang dinilai dari
sudut pandang sosial dan ekonomi, tetapi anak merupakan harapan masa
depan bangsa yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang
komprehensif (Supartini,2004).
Pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dapat diraih oleh
seorang anak apabila anak memiliki kondisi fisik, mental serta sosial yang
sehat. Gangguan yang terjadi pada komponen tersebut akan menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan yang tidak optimal (Supartini, 2004).
Gangguan yang dapat dialami oleh anak berupa penyakit kronis salah
satunya adalah thalasemia.
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang disebabkan oleh
gangguan produksi hemoglobin, sehingga jumlah hemoglobin berkurang
(Rund & Rachmilewitz, 2005). Thalasemia adalah penyakit anemia
hemolitik, yang menyebabkan terjadinya kerusakan sel darah merah dalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek atau kurang dari
120 hari. Eritrosit yang rusak menyebabkan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringansehingga berisiko mengalami gangguan pertumbuhan.
Gangguan pertumbuhan pada pasien thalasemia disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain faktorhormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar
endokrin dan hipoksia jaringan pada anemia (Nursalam, Susilaningrum, &
Utami, 2008b).

B. TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
1. Memahami Definisi, Etiologi, Menifestasi
Klinis,Patofisiologi,komplikasi,Pemeriksaan
Penunjang,Penatalaksanaan Medis pada Thalasemia
2. Memahami Asuhan Keperawatan Thalasemia pada anak

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang
diwariskan (inherited) dan merupakan kelompok penyakit
hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan
hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah
mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih
pendek dari normal yaitu berusia 120 hari (Marnis, Indriati, & Nauli,
2018).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai
oleh defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin (Suriadi, 2010).
Penyakit thalasemia merupakan salah satu penyakit genetik tersering di
dunia. Penyakit genetic ini diakibatkan oleh ketidakmampuan sumsum
tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin (Potts & Mandleco, 2007). Hemoglobin merupakan protein
kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh (McPhee &
Ganong, 2010) dalam (Rosnia Safitri, Juniar Ernawaty, 2015)
B. ETIOLOGI
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia). Sebagian besar penderita thalassemia terjadi karena
factor turunan genetic pada sintesis hemoglobin yang diturunkan oleh
orang tua (Suriadi, 2006).
Sementara menurut Ngastiyah (2006) Penyebab kerusakan tersebut
karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan
hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan
oleh gangguan structural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal) misalnya pada HbS, HbF, HbD dan sebagainya, selain itu
gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin seperti pada
thalassemia.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen

5
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
C. MENIFESTASI KLINIS
Pada beberapa kasus Thalassemia dapat ditemukan gejala-gejala
seperti: badan lemah, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat lelah,
denyut jantung meningkat, tulang wajah abnormal dan
pertumbuhan terhambat serta permukaan perut yang membuncit
dengan pembesaran hati dan limpa.
Pasien Thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejalagejala fisik
berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut
membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas, frontal
bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, dan
maloklusi gigi. Perubahan ini terjadi akibat sumsum tulang yang
terlalu aktif bekerja untuk menghasilkan sel darah merah, pada
Thalassemia bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang
terutama tulang kepala dan wajah, selain itu anak akan mengalami
pertumbuhan yang terhambat. Akibat dari anemia kronis dan transfusi
berulang, maka pasien akan mengalami kelebihan zat besi yang
kemudian akan tertimbun di setiap organ, terutama otot jantung, hati,
kelenjar pankreas, dan kelenjar pembentuk hormon lainnya, yang
dikemudian hari akan menimbulkan komplikasi. Perubahan tulang yang
paling sering terlihat terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah.
Kepala pasien Thalassemia mayor menjadi besar dengan penonjolan
pada tulang frontal dan pelebaran diploe (spons tulang) tulang tengkorak
hingga beberapa kali lebih besar dari orang normal.

6
D. PATOFISIOLOGI

7
E. KOMPLIKASI
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita thalassemia.
a. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat
menyebabkan penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung,
aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya
cairan di jaringan jantung. Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus
dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap
enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali
pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik
jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan
terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat
penghambat enzim konversi angiotensin.
b. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang
akibat tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi
tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1) Nyeri persendian dan tulang
2) Osteoporosis
3) Kelainan bentuk tulang
4) Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi
rendah.
c. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang
sel darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada
meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa
tumbuh lebih besar. Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel
darah yang sehat akan menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar
dan menjadi terlalu aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang
sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa merupakan
satusatunya cara untuk mengatasi masalah ini.Vaksinasi untuk mengatasi
potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan
untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan
limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi.
Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti
nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
d. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan

8
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis
hati atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal
menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh
karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi
hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi
obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah
dapat dilakukan terapi khelasi.
e. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif
terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun
telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan system
hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin
diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang
terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa
komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas
seperti berikut ini:
1) Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
2) Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus
dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali
untuk mengukur pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan
pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki masa pubertas
dilakukan tiap satu tahun sekali

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test. Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik
perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Screening test
1) Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi
pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent
carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada
diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit.
Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium
klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui
probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi

9
mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis
(Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat
diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di
Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false
positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit,
2007).
3) Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi
hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang
memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan
(Wiwanitkit, 2007).
4) Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah
dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV)
²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya
digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007). Sekiranya Indeks Mentzer =MCV/RBC
digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah
defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada
penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan
anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV
rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut
(Yazdani, 2011).
b. Definitive test
1) Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb
A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan
kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal
bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada
Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb
H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara
tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb
S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
2) Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan
Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual
Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini

10
berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung
konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit,
2007).
3) Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku
(Wiwanitkit, 2007).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan Thalasemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan
dari gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta
Thalasemia cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan
sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat tiga standar perawatan umum
untuk Thalasemia tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah,
terapibesi dan chelation, serta menggunakan suplemen asam folat. Selain
itu,terdapat perawatan lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang
belakang, pendonoran darah tali pusat, dan HLA (Children's Hospital &
Research Center Oakland, 2005).
a. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini
merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita Thalasemia
sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena
dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk
mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan
secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati.
Khusus untuk penderita beta Thalasemia intermedia, transfusi darah
hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk
beta Thalasemia mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan secara
teratur (Children's Hospital & Research Center Oakland, 2005). Terapi
diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10
g/dl (Arnis, 2016).
b. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein.
Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan
penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati,
jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini,
terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari

11
tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam terapi khelasi
besi menurut National Hearth Lung and Blood Institute (2008) yaitu:
1) Deferoxamine
Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit
secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil
yang digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini memakan
waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek samping dari
pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan
pendengaran.
2) Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek
sampingnya adalah sakit kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi,
dan kelelahan.
c. Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel
darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping
melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
1) Transplantasi sum-sum tulang belakang Bone Marrow
Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah
dan sumsum transplantasi sel induk normal akan menggantikan selsel
induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel- sel di dalam
sumsum tulang yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk
adalah satu-satunya pengobatan yang dapat
menyembuhkan Thalasemia. Namun, memiliki kendala karena
hanya sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan yang
baik antara donor dan resipiennya (Okam, 2001).
2) Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood) Cord
Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta.
Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk,
bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan
dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif,
tidak nyeri, lebih murah dan relatif sederhana (Okam, 2001).
d. HLA (Human Leukocyte Antigens)
Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang
terdapat pada sel dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita
mengenali sel kita sendiri sebagai 'diri' dan sel „asing' sebagai lawan
didasarkan pada protein HLA ditampilkan pada permukaan sel kita.
Pada transplantasi sumsum tulang, HLA ini dapat mencegah
terjadinya penolakan dari tubuh serta Graft versus Host Disease
(GVHD). HLA yang terbaik untuk mencegah penolakan adalah
melakukan donor secara genetik berhubungan dengan penerima.

12
BAB III
ANALISA KASUS & ASUHAN KEPERAWATAN

Analisa Kasus :
Pada tanggal 8 Juli,pasien An.K dibawa ke RS.Ibu pasien mengatakan
tahun dan rutin menjalankan transfusi darah,serta pasien tidak nafsu
makan dan BBnya sulit naik.Pasien tampak pucat,konjutiva
anemia,bibir pucat, kurus,dengan ttv: TD:100/70 Mmhg
N:65x/m,S:36,2°,RR:21x/m,BB:11kg, TB: 120cm,
hasil,labolatorium:HB:8,5 HT:18 Lekosit:9200/mm²
Trombosit:240.000/mm²

A. PENGKAJIAN

1. PENGKAJIAN POLA UMUM


Tanggal MRS : 8 Juli 2022
DX Medis : Thalasemia
Tanggal pengkajian : 8 Juli 2022/jam 12:30 wit
2. Identitas Klien
Nama : An.D
Tanggal lahir : 30 Januari 2002
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Batu Meja
Agama : Kristen Protestan
No.RM : 012……..
Tanggal masuk : 8 Juli 2022
3. Identitas Penanggung Jawab :
Nama : Ny.P
Usia : 30 tahun
Alamat : Batu Meja
Agama : Kristen Protestan
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan dengan pasien : Orang tua(Ibu)
4. Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan anaknya pucat,dan juga anaknya didiagnosa
thalasemia sejak usia 3 tahun dan rutin menjalankan transfusi darah.
5. Riwayat penyakit sekarang
Ibu pasien mengatakan anaknya pucat , pada tanggal 8 Juli 2015 jam
08.00 wib ibu pasien membawa anaknya ke poli anak, kemudian
dianjurkan untuk cek laboraturium dan hasilnya Hb kurang (7,6 g/dl),

13
pada jam 12.00 wib pasien di antar ke ruangan anggrek untuk rawat
inap dan melakukan transfusi darah.
6. Riwayat penyakit dahulu
Ibu pasien mengatakan asien menderita thalasemia sudah ±9 tahun dan
kini usianya 12 tahun. Pada usia 3 tahun pasien di diagnosa thalasemi
dengan keluhan saat itu pasien terlihat pucat dan lemas. Mulai saat itu
setiap bulannya pasien rutin melakukan transfusi darah sampai
sekarang.
7. Riwayat kesehatan keluarga
1) Riwayat kesehatan ibu
Ibu pasien mengatakan pernah menderita sakit ringan seperti batuk,
pilek, dan demam. Tidak pernah menderita penyakit seperti yang
diderita pasien (thalasemia).
2) Riwayat kesehatan keluarga
Ibu pasien mengatakan paman pasien menderita peyakit yang sama
dengan pasien (thalsemia).
8. Riwayat Imunisasi

NO Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Reaksi Setelah


Pemberian

1. BCG Lupa Lupa

2. DPT (I,II,III) Lupa Lupa

3. Polio (I,II,III,IV) Lupa Lupa

4. Campak Lupa Lupa

5. Hepatitis B Lupa Lupa


(I,II,III)

Keterangan : Ibu pasien mengatakan lupa dan buku KMSnya sudah


hilang.
9. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1) Pertumbuhan fisik
a) BB saat ini : 39 kg, TB : 132 cm, LK : 50 cm, LLA : 20 cm
b) BB lahir : 3 kg 3 ons , panjang lahir : 132 cm
c) Waktu tumbuh gigi : 9 bulan.
2) Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat
a) Berguling : 4 bulan
b) Duduk : 7 bulan

14
c) Merangkak : 9 bulan
d) Berdiri : 12 bulan
e) Berjalan : 14 bulan
f) Senyum kepada orang lain pertama kali : 3 bulan
g) Bicara pertama kali : 6 bulan
h) Berpakaian tanpa bantu : 4 tahun
10. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Cukup
2. Tanda-tanda vital
 TD : 100/70 Mmhg
 RR : 65x/mnt,
 Suhu : 36,2 o C
 N : 21x/ menit
3. Pemeriksaan tubuh
a. Kulit : Putih pucat
b. Kepala : Rambut hitam, tipis, tidak ada lesi, dan
kepala simetris
c. Mata : Ikterik
d. Hidung : Simetris tidak ada lesi, tidak ada bengkak
dan nyeri tekan
e. Mulut : keadaan mukosa bibir kering dan pucat,
tidak ditemukan stomatitis
f. Telinga : Tidak ada deformitas, lubang telinga
bersih, dan simetris
g. Leher : Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
h. Abdomen : Simetris, tidak ada lesi
i. Genetalia : Tidak ada kelainan
j. Anus : Tidak di kaji
11. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 8 Juli 2022
Hb : 8,5 gr/dl
HT : 18%
Lekosit : 9200/mm²
Trombosit : 240.000/mm²
12. Penatalaksanaan dan terapi
Tanggal 8 Juli 2022
Infus NaCl 0,9 % (Pz) 10 tpm makro
Injeksi Pycin 3 x 1 gr (IV)

15
Obat oral Perifrox 3 x 1 tablet
Transfusi PRC 1 x 125cc (125 cc/hari)

Tanggal 9 Juli 2022


Pasien hanya pakai venflon
Injeksi Pycin 3 x 1 gr (IV)
Obat oral Perifrox 3 x 1 tablet
Transfusi PRC 2 x 125cc (250 cc/hari)

A. Anlisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1 DS : PERUBAHAN Penurunan suolai O2 ke
-Ibuklien PERFUSI Jaringan
mengatakan JARINGAN
anaknya pucat
-Ibu klien
mengatakan
didiagnosa sakit
thalassemia sejak 3
tahun dan rutin
transfuse darah
DO :
-Pasien pucat
-Konjungtiva
anemis
-Bbibir pucat
TD: 100/70 Mmhg

RR: 65x/mnt,

Suhu: 36,2 o C

N: 21x/ menit

2 DS : Gangguan tumbuh Efek ketidakmampuan fisik


-Pasien selalu kembang
mengeluh pengen
cepat pulang dan
masuk sekolah
-Pasien cemas dan
sering betanya-tanya
tentang
perkembangan
kesehatannya

16
DO:
-Ekspresi wajah
pasien murung dan
gelisah

-Pasien cemas dan


sering bertanya-
tanya tentang
perkembangan
kesehatannya

B. Diagnosa Keperawatan

No DIAGNOSA KEPERAWATAN TTD


1. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan suplai Kelompok 14
O2 ke jaringan
2. Gangguan tumbuh kembang b.d efek Kelompok 14
ketidakmampuan fisik.
C. Intervensi

Rencana Perawatan

No.DX
Tujuan & Kriteria
Hasil Intervensi TTD

D.0009 Setelah dilakukan 1.Observasi TTV Kel 14


tindakan 2.Tinggikan kepala ditempat tidur
keperawatan 2 x 3.Pertahankan suhu lingkungan agar
tetap hangat
24 jam diharap
4.Batasi aktivitas pasien
jaringan adekuat 5.Kolaborasi dengan dokter dalam
dengan kriteria pemberiaan terapi dan transfusi
hasil : darah
-pasien tidak
pucat
-konjungtiva
tidak anemis
-TTV:
TD: 90-120/ 60-
80 MmHg
N:80-100 x/m
S: 36,5-37,5°C
RR:20-30 x/m

17
D.0106 Tujuan : 1. Berikan diet tinggi nutrisi Kel 14
Setelah dilakuka yang seimbang
tindakan 2. Pantau tinggi dan berat
badan gambarkan pada
keperawatan
grafik pertumbuhan
selama 2×24 jam 3. Dorong aktifitas yang sesuai
maka diharapkan dengan usia pasien
keluarga dapat 4. Ajarkan kedua orang tua
memonitor bagaimana cara
tumbuh kembang mengstimulus tumbuh
pasien dengan kembang anak.
kriteria hasil :
1. Pengetahu
an orang
tua
terhadap
perkemba
ngan anak
meningkat
.
2. Orang tua
dapat
mengstim
ulus anak
secara
mandiri .
3. Tumbuh
kembang
sesuai
dengan
usia.

18
Tanggal Implementasi HASIL
/Jam
08.07.2022
12.30 1. Menghitung nadi dan mengukur suhu N:65x/m&S:36,2°C
tubuh

Ibu mengatakan pasien hanya tidur


13.00 2. Mengopservasi adanya batasan pasien ditempat tidue
dalam beraktifitas
Ibu memahami anjuran dari perawat
13.10 3. Menganjurkan makan sedikit tapi sering

13.15 4. Menganjurkan makan makanan yang kaya Ibu memahami anjuran dari perawat
akan serat

BB pasien 39 kg
13.20 5. Mengukur berat badan
Ibu memahami anjuran dari perawat
13.22 6. Menganjurkan kepada orang tua untuk
meningkatkan asupan nutrisi pasien
Pasien tampak lemah berbaring
13.28
7. Memonitor nutrisi dan sumber energy ditempat tidur

8. Mempertahankan lingkungan aseptic Perawat sudah melakukan dengan


13.45 selama melakukan tindakan baik

14.00 9. Mendorong asupan nutrisi yang cukup Ibu memahami anjuran dari perawat

14.30
10. Mengukur suhu tubuh S:35,9°C
15.00 11. Memberikan tranfusi darah menggunakan
infus pump PRC 90 cc habis dalam waktu 2 jam
17.00
12. Mengukur BB dan TB pasien BB: 40 Kg TB:120

13. Mrngajarkan kepada orang tua cara


mengstimulus anak Keluarga dapat memahami

09.09.2022
07.40 1. Menghitung nadi dan mengukur suhu N:43x/m&S:35,5°C
08.00
2. Menanyakan adanya alergi makanan Ibu mengatakan pasien tidak ada alergi

19
makanan
08.06 3. Mengopserfasi adanya paseien dalam
beraktifitas Pasien tampak duduk ditempat tidur
08.10 4. Menganjurkan makan sedikit tapi sering sambil bermain

5. Menganjurkan makan makanan yang kaya Ibu memahami anjuran dari perawat
08.15 akan serat Ibu memahami anjuran dari perawat

08.20 6. Mengukur Berat badan BB:41,2Kg

08.25 7. Menganjurkan kepada orang tua untuk Ibu memahami anjuran dari perawat
meningkatakan asupan nutrisi pasien
Pasien tampak bermain ditempat tidur
08.30
8. Memonitor pasien akan adanya kelelahaan Pasien hanya makan 3-4x sehari saja
fisik
08.40 Tidak ada tanda&gejala infeksi
9. Memonitorr nutrisi dan sumber energi
yang adekuat Perawat sudah melakukan dengan baik
09.10
10. Meemonitor tanda daan gejala infeksi Ibu memahami anjuran dari perawat
09.30
11. Meempertahaankan lingkungan aseptic Keluarga dapat memahami
selama melakukaan tindakan tanda&gejala infeksi
09.40 12. Mendorong asupan nutrissi yang cukup Keluarga dapat memahami ajuran dari
perawat
10.00 13. Mengajarkan kepada paasien daan
keluarga tanda dan gejalaa infeksi
10.15
14. Membaatasi pengunjung yang datang

D. Implementasi

E. Evaluasi

No Hari/ Dx EVALUASI
Jam
1 Hari 1 (D.0009) S:Ibu pasien mengatakan pasien masih
tampak pucat daan lemah
O:Pasien tampak pucat,pasien tampak lemah

A:Masalah belum teratasi

P:Lanjutkaan intervensi

20
2 Hari 2 (D.0106) S:Ibu pasien mengatakan BB pasien
beertambah

O:Pasien tampak lebih segar.

A:Masalah belum teratasi semuanya

P:Lanjutkaan intervensi

21
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Thalasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan memiliki makna laut,
digunakan pada sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai defisiensi
pada kecepatan produksi rantai globin yang spesifik dalam Hb (Wong, 2009).
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis
yang utama adalah : 1. Alfa Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa
Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal
membawa 1 gen). 2. Beta Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta
Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. Pada
talasemia β minor, terdapat sebuah gen globin β yang normal dan sebuah gen
abnormal. Talasemia mayor adalah penyakit yang mengancam jiwa.
Talasemia mayor β disebabkan oleh mutasi titik (kadang-kadang delesi) pada
kedua gen globin β, menyebabkan terjadinya anemia simtomatik pada usia 6-
12 bulan, seiring dengan turunnya kadar hemoglobin fetal. Tingkat keparahan
dari talasemia intermedia berada diantara talasemia minor dan talasemia
mayor. Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi.sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada
bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit
kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan
pembesaran limpa. Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal
jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam
berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal
ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis).

Prosedur Penatalaksanaan Transfusi darah rutin Splenektomi Transplantasi


sel induk hemopoietik merupakan satu-satunya pilihan kuratif (hanya
direkomendasikan untuk anak yang memiliki donor saudara yang sesuai).
Risiko kerusakan organ akibat kelebihan beban zat besi setelah transfusi rutin
dapat diminimalkan dengan pemberian jangka panjang obat kelasi, seperti
desferioksamin, yang berikatan dengan zat besi dan memungkinkan zat besi
diekskresikan kedalam urine (Chris Brooker, 2009). Pemeriksaan Penunjang
riwayat keluarga dan klinis Hb, MCV, MCH, hitung eritrosit, apus darah; tes
solubilitas untuk HbS; elektroforesis Hb: kadar HbS dan HbA 2. 3.6 Saran
Dengan tersusunnya Askep ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca

22
maupun penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan, karena
penulis sadar bahwa penyusunan Askep ini jauh dari kata sempurna.dan kami
sangat mengharapkan kritik dan saran itu dari pembaca.untuk penulisan
Askep selanjutnya yang lebih baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Apsari, Nurliana. Cipta. (2016). Pendampingan Bagi Anak Penyandang


Thalasemia Dan Keluarganya. Share : Social Work Journal.
Arnis, Yuliastati. & Amelia. (2016). Keperawatan Anak. Jakarta Selatan:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Dahnil, Fitriayi, Ai Mardhiyah, dan Efri Widianti.(2017). Kajian Kebutuhan
supportive care pada orang tua anak penderita thalasemia.
Ghofur, yustiana olfah abdul. (2016). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta
Selatan: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Hera Hijrian.(2018). Pengaruh Psychoeducational Parenting Terhadap Kecemasan
Orang tua yang Mempunyai Anak Penyandang Thalasemia Mayor. Journal
of Chemical Information and Modeling.
nurvitasari, Julvia, Ai mardhiyah, dan Ikeu nurhidayah. (2019). Masalah
Psikososial Pada Penyandang Thalasemia Usia Sekolah Di Politeknik
Thalasemia Rsud Sumedang.

24

Anda mungkin juga menyukai