Dosen Pengajar:
Disusun Oleh:
FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Anak II dengan judul “Asuhan Keperawatan
Anak Pada Anak: Thalasemia”
Penyusun berharap makalah ini dapat diterima dan dipahami bagi para pembaca dan
penyusun juga mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak terutama yang bersifat
membangun, guna terciptanya kesempurnaan makalah ini. Bila didalam makalah ini terdapat
kesalahan dan kekurangan mohon dimaafkan. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.
Kelompok
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Thalasemia beta diturunkan dari kedua orang tua pembawa thalassemia dan
menunjukkan gejala klinis yang paling berat, keadaan ini disebut juga thalasemia mayor.
Penderita thalasemia mayor akan mengalami anemia dikarenakan penghancuran hemoglobin
dan membuat penderita harus menjalani transfusi darah seumur hidup setiap bulan sekali.
Transfusi darah yang terus menerus seumur hidup mengakibatkan penumpukan zat besi pada
organ hati dan ginjal, sehingga dapat mengganggu fungsi organ tersebut. Penderita
thalasemia semakin lama mendapat transfusi akan semakin berpengaruh terhadap fungsi
organ tersebut. (Hidayat Alimul Aziz. A, 2010).
RSUD NTT merupakan salah satu rumah sakit yang mengikuti program
JAMPELTAL (jaminan pelayanan thalasemia). Penderita thalasemia mayor di RSUD NTT
pada tahun 2010 berjumlah 15 orang dan sampai bulan Desember 2014 mengalami
peningkatan menjadi 30 orang (Data RSUD NTT 2014). Program JAMPELTAL sangat
membantu penderita thalasemia mayor karena seluruh biaya ditanggung oleh pemerintah,
dengan adanya program ini dapat meringankan beban penderita yang sebagian besar berasal
dari kalangan kurang mampu. Penderita juga diharapkan rutin melakukan pengobatansetiap
bulannya sehingga dapat meminimalkan terjadinya komplikasi. (Heni Wati, Hasbullah
Thabrany. 2014)
BAB II
PEMBAHASAN
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan dan ditandai oleh defisiensi
produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi dan Yuliani, 2010)
Sebagian besar penderita thalasemia terjadi karena faktor turunan genetik pada sintesis
hemoglobin yang diturunkan oleh orang tua (Wijayaningsih Sari Kartika, 2012).
Sementara menurut Hidayat Alimul Aziz. A, 2009. Penyebab kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal (hemoglonopatis) dan kelainan hemoglobin ini karena
adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh gangguan struktural pembentukan
hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada HbS, HbF, HbD dan sebagainya, selain
itu gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin seperti pada thalasemia.
Menurut Wijayaningsih Sari Kartika, 2012. Patofisiologi dari thalassemia yaitu normal
hemoglobin terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai a dan dua rantai B. Pada beta
thalassemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang
mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompesator yang
meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defective. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi
hemolysis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada thalassemia beta dan kelebihan rantai beta
dan gamma ditemukan pada thalassemia alpa. Kelebihan rantai polipeptidia ini mengalami
prespitasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta , atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolysis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik
aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan
dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kekebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan
mudah pecah atau rapuh
PATOFLODIAGRAM
2.5 Manifestasi Klinis Thalasemia
Pada penyakit thalassemia mayor gejala klinis telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun yaitu: lemah, puccat, pertumbuhan fisik dan perkembangannya
terhambat, penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, BB kurang, dan tidak
dapat hidup tanpa tranfuse. Gejala yang tampak ialah anak yang besar sering dijumpai
adanya gizi buruk, perut membucit, karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah
diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak si pasien karena
kemampuannya terbatas. Limpa yang membesar ini akan mudah pecah/robek hanya karena
trauma ringan saja (Alice C.Murr, 2018).
Gejala lain yang khas ialah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan oleh
adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak, keadaan kulit pucat kekuning-
kuningan. Jika pasien telah sering mendapat transfuse darah kulit menjadi kelabu secara
serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi dalam
jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan fatal alat-
alat tersebut (Ngastiyah, 2009).
2.6 Pemeriksaan Penunjang Thalasemia
Pemeriksaan Penunjang untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan
definitive test.
1. Screening Test
a. Interpretasi Apusan Darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan
apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi
kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan Osmotic Fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira.
c. Indeks Eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan.
d. Model Matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti
0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan
MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia
defisiensi besi dengan Thalassemia β. Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC
digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi
besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita
Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak
ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit
normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut.
2. Definitive Test
a. Elektroforesis Hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb
A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan
neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis
Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada
negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J.
b. Kromatografi Hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran
Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia
bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi
dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2.
c. Molecular Diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah
dapat juga menentukan mutasi yang berlaku.
1. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%,
atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg
berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam
satu tahun.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dl.
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan
oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2012)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2009)
1) Pengkajian
a) Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya
lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
b) Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
c) Pertumbuhan dan Perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
d) Pola Makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
e) Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
f) Riwayat Kesehatan Keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka
anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit
yang mungkin disebabkan karena keturunan.
g) Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami
oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
h) Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
Keadaan Umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
Kepala dan Bentuk Muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung
pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat
lebar.
Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
(hepatosplemagali).
Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya.
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
2) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang
menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
3) Intervensi Keperawatan
No DIAGNOSA
pernafasan. pernapasan
Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi
Aktifitas:
- Monitor GCS
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
2. Monitor Nutrisi
Aktifitas:
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Berkat kerjasama yang kompak dari kelompok kami, Alhamdulillah makalah ini kami
susun dan dapat kami selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Namun, kami
sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan (memiliki kekurangan). Oleh karena
itu, kami membutuhkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak
agar kami dapat lebih menyempurnakan lagi untuk ke depannya. Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E. Doenges, Marry Frances Moorhouse & Alice C.Murr, 2018. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda NIC NOC Jilid 2. Yohyakarta : Mediaction Publishing.
Suriadi S.Kep dan Yuliana Rita S.Kep. 2010. Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta : PT.
Fajar Interpratama
Wijayaningsih Sari Kartika, 2012. Asuhan Keperawatan Anak. Trans Info Media.