Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

“Asuhan Keperawatan Pada Anak: Thalasemia”


disusun untuk memenuhi mata kuliah keperawatan anak II

Dosen Pengajar:

Disusun Oleh:

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMAD HUSNI THAMRIN

TAHUN 2018/2019

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Anak II dengan judul “Asuhan Keperawatan
Anak Pada Anak: Thalasemia”

Penyusun telah berusaha dengan semaksimal mungkin agar dapat menyelesaikan


makalah ini dengan sebaik mungkin dan sebenar-benarnya. Penyusun menyadari makalah ini
jauh dari kesempurnaan baik materi, dan pembahasan. Semua hal ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan yang kurang.

Penyusun berharap makalah ini dapat diterima dan dipahami bagi para pembaca dan
penyusun juga mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak terutama yang bersifat
membangun, guna terciptanya kesempurnaan makalah ini. Bila didalam makalah ini terdapat
kesalahan dan kekurangan mohon dimaafkan. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.

Jakarta, 30 September 2019

Kelompok

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Thalasemia............................................................................................ 3

2.2 Klasifikasi Thalasemia........................................................................................ 3

2.3 Etiologi Thalasemia............................................................................................ 4

2.4 Patoflodiagram Thalasemia................................................................................. 4

2.5 Manifestasi Klinis Thalasemia............................................................................ 7

2.6 Pemeriksaan Penunjang Thalasemia....................................................................7

2.7 Penatalaksanaan Medis Thalasemia.....................................................................9

2.8 Komplikasi Thalasemia....................................................................................... 10

2.9 Asuhan Keperawatan Thalasemia........................................................................11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 19

3.2 Kritik dan Saran................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk
kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sistem
hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globulin (Nurarif, 2013).

Penyakit thalasemia ditemukan di seluruh dunia dengan prevalensi gen thalasemia


tertinggi di beberapa negara tropis (TIF, 2010), kurang lebih 3% dari penduduk dunia
mempunyai gen thalasemia dimana angka kejadian tertinggi sampai dengan 40% kasus
adalah di Asia (Rund, 2009). Adapun di wilayah Asia Tenggara pembawa sifat thalasemia
mencapai 55 juta orang (Thavorncharoensap, et al 2010). Thalasemia adalah penyakit
keturunan terbanyak di dunia. Data WHO menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%)
membawa genetik thalassemia dan 80-90 juta membawa genetik thalasemia beta.
(Wijayaningsih Sari Kartika, 2012).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penduduk pembawa


thalasemia, di mana frekuensi pembawa thalasemia di Indonesia adalah sekitar 3-8%, di
beberapa daerah mencapai 10%. Artinya bahwa 3-8 dari 100 penduduk merupakan pembawa
gen thalasemia, dimana angka kelahiran ratarata 23% dengan jumlah populasi penduduk
sebanyak 240 juta,diperkirakan akan lahir 3000 bayi pembawa gen thalasemia tiap tahunnya
(Bulan, 2009).

Thalasemia beta diturunkan dari kedua orang tua pembawa thalassemia dan
menunjukkan gejala klinis yang paling berat, keadaan ini disebut juga thalasemia mayor.
Penderita thalasemia mayor akan mengalami anemia dikarenakan penghancuran hemoglobin
dan membuat penderita harus menjalani transfusi darah seumur hidup setiap bulan sekali.
Transfusi darah yang terus menerus seumur hidup mengakibatkan penumpukan zat besi pada
organ hati dan ginjal, sehingga dapat mengganggu fungsi organ tersebut. Penderita
thalasemia semakin lama mendapat transfusi akan semakin berpengaruh terhadap fungsi
organ tersebut. (Hidayat Alimul Aziz. A, 2010).

RSUD NTT merupakan salah satu rumah sakit yang mengikuti program
JAMPELTAL (jaminan pelayanan thalasemia). Penderita thalasemia mayor di RSUD NTT
pada tahun 2010 berjumlah 15 orang dan sampai bulan Desember 2014 mengalami
peningkatan menjadi 30 orang (Data RSUD NTT 2014). Program JAMPELTAL sangat
membantu penderita thalasemia mayor karena seluruh biaya ditanggung oleh pemerintah,
dengan adanya program ini dapat meringankan beban penderita yang sebagian besar berasal
dari kalangan kurang mampu. Penderita juga diharapkan rutin melakukan pengobatansetiap
bulannya sehingga dapat meminimalkan terjadinya komplikasi. (Heni Wati, Hasbullah
Thabrany. 2014)

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa Definisi Thalasemia?


2) Bagaimana Klasifikasi dari Thalasemia?
3) Bagaimana Etiologi Thalasemia?
4) Bagaimana Patoflodiagram dari Thalasemia?
5) Bagaimana Manifestasi Klinis Thalasemia?
6) Apa saja Pemeriksaan Penunjang Thalasemia?
7) Bagaimana Penatalaksanaan Medis Thalasemia?
8) Apa saja Komplikasi dari Thalasemia?
9) Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Penyakit Thalasemia?
1.3 Tujuan Masalah
1) Untuk Mengetahui Pengertian Penyakit Thalasemia
2) Untuk Mengetahui Klasifikasi dari penyakit Thalasemia
3) Untuk Mengetahui Etiologi Thalasemia
4) Untuk Mengetahui Patoflodiagram dari Thalasemia
5) Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Thalasemia
6) Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Thalasemia
7) Untuk Mengetahui Penatalaksaan Medis Thalasemia
8) Untuk Mengetahui Komplikasi Thalasemia
9) Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan dari Thalasemia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Thalasemia


Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk
kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sistem
hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globulin (Nurarif, 2013)

Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal


berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau dua raantai Hb kurang atau tidak
terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan hemolitik ini
mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (Indanah, 2010)

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan dan ditandai oleh defisiensi
produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi dan Yuliani, 2010)

2.2 Klasifikasi Penyakit Thalasemia


Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu: (Nucleus Precise, 2010)
a) Thalasemia Mayor
Karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai
dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan
darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan
memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia
mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat
adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak
lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni
batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang
bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia
mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita
thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa
perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-
8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari
berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si
penderita harus menjalani transfusi darah.
b) Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal,
tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah,
namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan
pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.
Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan.
Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup
penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
2.3 Etiologi Thalasemia

Sebagian besar penderita thalasemia terjadi karena faktor turunan genetik pada sintesis
hemoglobin yang diturunkan oleh orang tua (Wijayaningsih Sari Kartika, 2012).

Sementara menurut Hidayat Alimul Aziz. A, 2009. Penyebab kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal (hemoglonopatis) dan kelainan hemoglobin ini karena
adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh gangguan struktural pembentukan
hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada HbS, HbF, HbD dan sebagainya, selain
itu gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin seperti pada thalasemia.

2.4 Patofisiologi Thalasemia

Menurut Wijayaningsih Sari Kartika, 2012. Patofisiologi dari thalassemia yaitu normal
hemoglobin terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai a dan dua rantai B. Pada beta
thalassemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang
mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompesator yang
meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defective. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi
hemolysis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada thalassemia beta dan kelebihan rantai beta
dan gamma ditemukan pada thalassemia alpa. Kelebihan rantai polipeptidia ini mengalami
prespitasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta , atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolysis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik
aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan
dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kekebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan
mudah pecah atau rapuh

PATOFLODIAGRAM
2.5 Manifestasi Klinis Thalasemia
Pada penyakit thalassemia mayor gejala klinis telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun yaitu: lemah, puccat, pertumbuhan fisik dan perkembangannya
terhambat, penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, BB kurang, dan tidak
dapat hidup tanpa tranfuse. Gejala yang tampak ialah anak yang besar sering dijumpai
adanya gizi buruk, perut membucit, karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah
diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak si pasien karena
kemampuannya terbatas. Limpa yang membesar ini akan mudah pecah/robek hanya karena
trauma ringan saja (Alice C.Murr, 2018).
Gejala lain yang khas ialah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan oleh
adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak, keadaan kulit pucat kekuning-
kuningan. Jika pasien telah sering mendapat transfuse darah kulit menjadi kelabu secara
serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi dalam
jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan fatal alat-
alat tersebut (Ngastiyah, 2009).
2.6 Pemeriksaan Penunjang Thalasemia
Pemeriksaan Penunjang untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan
definitive test.
1. Screening Test
a. Interpretasi Apusan Darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan
apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi
kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan Osmotic Fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira.

c. Indeks Eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan.
d. Model Matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti
0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan
MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia
defisiensi besi dengan Thalassemia β. Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC
digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi
besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita
Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak
ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit
normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut.
2. Definitive Test
a. Elektroforesis Hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb
A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan
neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis
Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada
negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J.
b. Kromatografi Hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran
Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia
bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi
dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2.
c. Molecular Diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah
dapat juga menentukan mutasi yang berlaku.

2.7 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Medis Thalasemia menurut (Suriadi, 2010) antara lain :

1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl.


Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan
secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan
secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy
Dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang
hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan
asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi
dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang
berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang.

Penatalaksaan Medis Thalasemia menurut (Herdata, 2009) antara lain:

1. Medikamentosa
 Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%,
atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg
berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
 Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah 
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
 Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
 Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam
satu tahun.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dl.

2.8 Komplikasi Thalasemia

1. Komplikasi Pada Tulang


2. Hepatosplenomegali
3. Gangguan Tumbuh Kembang
4. Hemosiderosis
5. Komplikasi Jantung
6. Hemokromatosis

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan
oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2012)

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2009)

2.9 Asuhan Keperawatan Thalasemia

1) Pengkajian
a) Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya
lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
b) Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
c) Pertumbuhan dan Perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
d) Pola Makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
e) Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
f) Riwayat Kesehatan Keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka
anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit
yang mungkin disebabkan karena keturunan.
g) Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami
oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
h) Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
 Keadaan Umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
 Kepala dan Bentuk Muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung
pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat
lebar.
 Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
 Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
 Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
 Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
(hepatosplemagali).
 Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya.
 Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
 Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen seluler yang
menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

3) Intervensi Keperawatan

No DIAGNOSA

TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)

1. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC


jaringan b.d
· Perfusi Jaringan : 1. Monitor Tanda Vital
berkurangnya komponen
Perifer
seluler yang Definisi: Mengumpulkan dan

menghantarkan · Status sirkulasi menganalisis sistem kardiovaskuler,

oksigen/nutrisi pernafasan dan suhu untuk


Kriteria Hasil:
menentukan  dan mencegah
· Klien menunjukkan komplikasi
perfusi jaringan yang
adekuat yang Aktifitas:
ditunjukkan dengan
- Monitor tekanan darah , nadi, suhu
terabanya nadi perifer,
dan RR tiap 6 jam atau sesuai
kulit kering dan hangat,
indikasi
keluaran urin adekuat,
dan tidak ada distres - Monitor frekuensi dan irama

pernafasan. pernapasan

- Monitor pola pernapasan abnormal

- Monitor suhu, warna dan


kelembaban kulit

- Monitor sianosis perifer

2. Monitor status neurologi

Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi

Aktifitas:

- Monitor ukuran, bentuk, simetrifitas,


dan reaktifitas pupil

- Monitor tingkat kesadaran klien

- Monitor tingkat orientasi

- Monitor GCS

- Monitor respon pasien terhadap


pengobatan

- Informasikan pada dokter tentang


perubahan kondisi pasien
3. Manajemen cairan

Definisi:    Mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah
komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal.

Aktifitas:

- Mencatat intake dan output cairan

- Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi


(turgor kulit jelek, mata cekung, dll)

- Monitor status nutrisi

- Persiapkan pemberian transfusi


( seperti mengecek darah dengan
identitas pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)

- Awasi pemberian komponen


darah/transfusi

- Awasi respon klien selama


pemberian komponen  darah

- Monitor hasil laboratorium (kadar


Hb, Besi serum, angka trombosit)

2. Intoleransi aktifitas b.d NOC NIC


tidak seimbangnya
· Konservasi Energi 1. Manajemen energi
kebutuhan dan suplai
oksigen · Perawatan Diri: ADL Definisi: Mengatur penggunaan
energi untuk mencegah kelelahan
Kriteria Hasil:
dan mengoptimalkan fungsi
Klien dapat melakukan
aktifitas yang dianjurkan
dengan tetap Aktifitas:
mempertahankan
- Tentukan keterbatasan aktifitas
tekanan darah, nadi, dan
fisik pasien
frekuensi pernafasan
dalam rentang normal - Kaji persepsi pasien tentang
penyebab kelelahan yang dialaminya

- Dorong pengungkapan peraaan


klien tentang adanya kelemahan fisik

- Monitor intake nutrisi untuk


meyakinkan sumber energi yang
cukup

- Konsultasi dengan ahli gizi tentang


cara peningkatan energi melalui
makanan

- Monitor respon kardiopulmonari


terhadap aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia, diaporesis,
frekuensi pernafasan, warna kulit,
tekanan darah)

- Monitor pola dan kuantitas tidur

- Bantu pasien menjadwalkan


istirahat dan aktifitas

- Monitor respon oksigenasi pasien


selama aktifitas

-Ajari pasien untuk mengenali  tanda


dan gejala kelelahan sehingga dapat
mengurangi aktifitasnya.
2. Terapi Oksigen

Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya

Aktifitas:

- Bersihkan mulut, hidung, trakea


bila ada secret

- Pertahankan kepatenan jalan nafas

- Atur alat oksigenasi termasuk


humidifier

- Monitor aliran oksigen sesuai


program

- Secara periodik, monitor ketepatan


pemasangan alat

3. Ketidakseimbangan NOC NIC


nutrisi kurang dari
· Status Nutrisi 1. Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh b.d
anoreksia · Status Nutrisi: Energi Definisi: Membantu dan atau
menyediakan asupan makanan dan
· Kontrol Berat Badan
cairan yang seimbang
Kriteria Hasil : Klien
Aktifitas:
menunjukkan
- Tanyakan pada pasien tentang
· Pencapaian berat badan
alergi terhadap makanan
normal yang diharapkan
- Tanyakan makanan kesukaan
· Berat badan sesuai
pasien
dengan umur dan tinggi
badan - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
jumlah kalori dan tipe nutrisi yang
· Bebas dari tanda dibutuhkan (TKTP)
malnutrisi
- Anjurkan masukan kalori yang
tepat yang sesuai dengan kebutuhan
energi

- Sajikan diit dalam keadaan hangat

2. Monitor  Nutrisi

Definisi : Mengumpulkan dan


menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi

Aktifitas:

- Monitor adanya penurunan BB

- Ciptakan  lingkungan nyaman


selama klien makan.

- Jadwalkan pengobatan dan


tindakan, tidak selama jam makan.

- Monitor kulit (kering) dan


perubahan pigmentasi

- Monitor turgor kulit

- Monitor mual dan muntah

- Monitor kadar albumin, total


protein, Hb, kadar hematokrit

- Monitor kadar limfosit dan


elektrolit

- Monitor pertumbuhan dan


perkembangan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk


kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sistem
hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globulin (Nurarif, 2013).

Thalasemia diklasifikasikan menjadi 2 yaitu Thalasemia Mayor dan Thalasemia Minor.


Sebagian besar penderita thalasemia terjadi karena faktor turunan genetik pada sintesis
hemoglobin yang diturunkan oleh orang tua (Wijayaningsih Sari Kartika, 2012). Pemeriksaan
Penunjang untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
Diagnosa Keperawatan Thalasemia adalah 1) Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d
berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi, 2) Intoleransi aktifitas
b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen, dan 3) Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

3.2 Saran

Berkat kerjasama yang kompak dari kelompok kami, Alhamdulillah makalah ini kami
susun dan dapat kami selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Namun, kami
sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan (memiliki kekurangan). Oleh karena
itu, kami membutuhkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak
agar kami dapat lebih menyempurnakan lagi untuk ke depannya. Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E. Doenges, Marry Frances Moorhouse & Alice C.Murr, 2018. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda NIC NOC Jilid 2. Yohyakarta : Mediaction Publishing.

Suriadi S.Kep dan Yuliana Rita S.Kep. 2010. Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta : PT.
Fajar Interpratama

Wijayaningsih Sari Kartika, 2012. Asuhan Keperawatan Anak. Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai