Anda di halaman 1dari 20

Patofisologi Keganasan Pada System Hematologic Dan Asuhan

Keperawatan Pada Anak Thalasemia


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan
Anak II
Dosen Pengampu Ns. Dwi Kustriyanti, M.Kep

Disusun Oleh :

1. Dicky Candra (1803030)


2. Dinda Nuraini AA (1803032)
3. Khoiriyah (1803054)
4. Novita Rahmawati (1803068)
5. Tasya A (1803098)

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga makalah mengenai “THALASEMIA” dapat kami susun.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Anak II, selain itu juga diharapkan bisa memberikan
wawasan kepada rekan-rekan mahasiswa hkususnya mahasiswa STIKES Karya
Husada Semarang.
Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu memberi bimbingan, dorongan, ilmu, serta saran-saran kepada
kami.
Namun demikian penulis sangat menyadari bahwa makalah ini banyak
kekurangan dan
keterbatasan, sehingga diperlukan adanya masukan demi kesempurnaanya dari
para pembaca dengan kritik dan saran untuk memperbaikinya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya dan semoga
memahaminya.

Semarang, 26 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Tujuan...................................................................................................................5
BAB II MATERI..............................................................................................................6
A. Konsep Teori........................................................................................................6
1. Pengertian.........................................................................................................6
2. Etiologi..............................................................................................................6
3. Manifestasi Klinis.............................................................................................7
4. Patofisiologi.......................................................................................................7
5. Pathway.............................................................................................................9
6. Klasifikasi Thalasemia.....................................................................................9
7. Pemeriksaan Thalasemia...............................................................................10
8. Penatalaksanaan Thalasemia........................................................................10
9. Dampak Transfusi Darah Bagi Thalasemia.................................................11
B. Asuhan Keperawatan pada Anak Thalasemia.................................................12
1. Pengkajian......................................................................................................12
2. Diagnosa Keperawatan....................................................................................14
3. Intervensi.........................................................................................................15
4. Evaluasi...........................................................................................................17
BAB III PENUTUP........................................................................................................18
A. Kesimpulan.........................................................................................................18
B. Saran...................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani thalassa (Laut) dan haema yang
berarti darah penyakit ini pertama kali ditemukan pada orang-orang yang
berasal dari Mediterania. Thalasemia merupakan gangguan sintesis
hemoglobin yang bersifat herediter. Penyakit genetik yang memiliki jenis
dan frekuensi terbanyak di dunia. Gejala yang ditimbulkan bervariasi
mulai dari asimtomatik hingga gejala yang berat (Kemenkes RI, 2018).
Penyakit ini ditandai dengan kondisi sel darah merah (eritrosit) yang
umurnya pendek dari sel darah normal, yaitu 120 hari. Penyakit ini
diturunkan dari orang tua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan
(1)
(Sukri, 2016). Thalasemia adalah salah satu jenis kelainan darah yang
diturunkan atau bersifat genetik. Kondisi ini menyebabkan kerusakan pada
produksi hemoglobin yang menyebabkan turunnya jumlah hemoglobin
dalam tubuh. Hemoglobin adalah protein dalam sel darah yang membawa
oksigen ke sel-sel di seluruh tubuh.(2)
Data dari World Bank menunjukan bahwa 7% dari populasi dunia
merupakan pembawa sifat thalassemia. Setiap tahun sekitar 300.000-
500.000 bayi baru lahir disertai dengan kelainan hemoglobin berat, dan
50.000 hingga 100.000 anak meninggal akibat thalassemia β; 80% dari
jumlah tersebut berasal dari negara berkembang. Indonesia termasuk salah
satu negara dalam sabuk thalassemia dunia, yaitu negara dengan frekuensi
gen (angka pembawa sifat) thalassemia yang tinggi. Hal ini terbukti dari
penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa frekuensi
gen thalassemia beta berkisar 3-10%.(3)
Berdasarkan data Yayasan Thalassemia Indonesia/Perhimpunan
Orang Tua Penderita Thalassemia Indonesia diketahui bahwa penyandang
thalassemia di Indonesia mengalami peningkatan dari 4.896 penyandang
di tahun 2012 menjadi 9.028 penyandang pada tahun 2018. Hingga saat ini
pengobatan untuk thalassemia belum di temukan, akan tetapi penderita
thalassemia dapat melakukan terapi yaitu transfusi darah secara rutin
(Kemenkes RI, 2018). Menurut penelitian Rosnia Safitri tahun 2015
pemberian transfusi darah yang patuh dan tidak patuh memiliki perbedaan
presentasi, yaitu yang patuh melakukan transfusi darah memiliki
pertumbuhan yang baik di bandingkan yang tidak patuh melakukan
transfusi darah (Safitri, 2015).(1)
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui penyakit thalasemia.
2. Untuk mengetahui pathofisiologi terjadinya thalasemia.
3. Untuk mengetahui masalah apa saja yang timbul pada anak
penderita thalasemia.
4. Untuk mengetahui bagaiman cara penatalaksana thalasemia pada
anak.
BAB II

MATERI

A. Konsep Teori
1. Pengertian
Thalasemia berasal dari kata Yunani thalassa (Laut) dan haema
yang berarti darah penyakit ini pertama kali ditemukan pada orang-
orang yang berasal dari Mediterania. Thalasemia merupakan gangguan
sintesis hemoglobin yang bersifat herediter. Penyakit genetik yang
memiliki jenis dan frekuensi terbanyak di dunia. Gejala yang
ditimbulkan bervariasi mulai dari asimtomatik hingga gejala yang
berat (Kemenkes RI, 2018). Penyakit ini ditandai dengan kondisi sel
darah merah (eritrosit) yang umurnya pendek dari sel darah normal,
yaitu 120 hari. Penyakit ini diturunkan dari orang tua kepada anaknya
(1)
sejak masih dalam kandungan (Sukri, 2016). Thalasemia adalah
salah satu jenis kelainan darah yang diturunkan atau bersifat genetik.
Kondisi ini menyebabkan kerusakan pada produksi hemoglobin yang
menyebabkan turunnya jumlah hemoglobin dalam tubuh. Hemoglobin
adalah protein dalam sel darah yang membawa oksigen ke sel-sel di
seluruh tubuh. (2)
2. Etiologi
Penyebab yang dapat memicu terjadinya thalasemia karena 3 faktor,
yaitu :
a. Usia
Pada umumnya, penyakit ini pertama kali menunjukkan tanda-
tanda dan gejala pada penderita ketika berusia 6 hingga 24 bulan.
Namun, kondisi ini biasanya lebih banyak ditemukan pada jenis
beta.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan dari orang tua ke
anak melalui gen hemoglobin yang bermutasi. Jika Anda memiliki
anggota keluarga yang menderita penyakit ini, Anda mungkin
memiliki peluang besar untuk terkena.
c. Etnis Tertentu
Penyakit ini paling banyak ditemukan pada pasien yang
berdomisili atau keturunan dari ras Afrika-Amerika, Afrika, Asia,
dan Mediterania. (2)
3. Manifestasi Klinis
Penyakit Thalasemia pada anak tidak hanya menimbulkan
masalah fisik, tetapi juga menimbulkan masalah psikososial. Menurut
Hockenberry dan Wilson (2009) ; Wong, et.al (2009) manifestasi
klinis thalasemia diantaranya anemia kronik dengan gejala
pusing,pucat, badan lemas, sukar tidur, tidak nafsu makan dan mudah
infeksi. Anak juga mengalami kelainan fisik seperti keterlambatan
pertumbuhan, postur tubuhpendek, wajah spesifik thalasemia (facies
colley) serta pembesaran hati dan limpa (spleenomegali) yang
menyebabkan perutnya tampak menonjol. Komplikasi akibat
hemosiderosis menyebabkan gangguan jantung, hati dan endokrin
yang sering menyebabkan kematian.Anak thalasemia juga mengalami
hambatan di sekolah karena sering dirawat di rumah sakit dan daya
konsentrasi yang rendah menyebabkan prestasi sekolahnya dibawah
ratarata. Perubahan dan kelemahan fisik tersebut berdampak secara
psikososial pada anakthalasemia seperti rendah diri, malu dan tidak
berdaya.
4. Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel
eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin
tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow
memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada
bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar
kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi
RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis
dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder.
Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis
yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler.
Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan
destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen
sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis
yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
5. Pathway

Penyebab Primer Penyebab Sekunder

- Sintesis Hb A << - Defisiensi asam folat


- Entropoisis tidak efektif - Hemodelusi
- Destruksi enritosit intramedular - Destruksi eritosit oleh s.Retukuloendeehal

Mutasi DNA

Produksi Rantai Alfa Dan Beta Hb Berkurang

Kelainan Pada Eritosit

Pengikatan O2 Berkurang

Kompensator Mengikat Pada Rantai A

Rantai B Produksi Terus Menerus

Hb Defektif

Ketidak Seimbangan Polipeptida

Eritosit Tidak Stabil

Hemolisis

Suplay O2<<

Ketidakseimbangan Suplai O2 Dan Kebutuhan Anemia berat

Hipoksi Transfusi Darah Berulang


Dyspne
Resiko Infeksi
Penggunaan Otot Bantu Nafas

Kelelahan
Intoleran

6. Klasifikasi Thalasemia
a. Berdasarkan keadaan klinis talasemia dibedakan menjadi :
1.) Talasemia Minor (Talasemia Trait) yaitu talasemia pembawa
sifat, diturunkan dari salah satu orang tua sehingga bersifat
heterozigot. Klinis dapat tanpa gejala atau disertai anemia
mikrositik ringan yang tidak memerlukan transfusi darah.
2.) Talasemia Intermedia merupakan kelompok kelainan
heterogen dengan derajat berat kelainan bervariasi. Termasuk
di dalamnya kelompok homozigot dan heterozigot ganda
talasemia β+ minor atau talasemia β yang diperberat factor
pemberat genetik berupa triplikasi α homozigot maupun
heterozigot. Menunjukkan fenotif klinis di antara talasemia
mayor dan minor. Pasien dapat mengalami splenomegali, dan
kadar hemoglobin stabil pada 60-90 g/dL tanpa transfusi.
3.) Talasemia Mayor, Atau Anemia Colley merupakan talasemia
akibat penurunan sintesis rantai γ dan rantai β. Pada saat lahir
anak normal, namun saat usia 6-12 bulan dimana terjadi
penurunan hemoglobin akan membutuhkan transfusi darah
teratur
b. Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan molekuler menjadi
dua
1.) Talasemia α disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh
globin rantai alfa yang ada. Talasemia alfa terdiri dari Silent
Carrier State, α Talasemia Trait, Hb H Disease, dan α
Talasemia Mayor.
2.) Talasemia β terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua
rantai globin β yang ada. Talasemia β terdiri dari β Talasemia
T.(4)
7. Pemeriksaan Thalasemia
Pemeriksaan Talasemia dengan laboratorium darah meliputi
pemeriksaan Hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit,
gambaran darah tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit darah tepi
atau sumsum tulang, dan presipitasi HbH. Pemeriksaan khusus juga
diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti talasemia perlu
dilakukan analisis Hemoglobin meliputi : Hb F meningkat 20%-90%,
elektroforesis Hb (Adanya Hb abnormal, termasuk analsis pada pH 6‐7
untuk HbH dan Hb Bart’s. (4)
8. Penatalaksanaan Thalasemia
Penanganan thalassemia bervariasi sesuai jenis thalassemia yang
diderita pasien, dengan cara :
a. Pada Pasien Thalasemia Beta Minor
Pada umumnya tidak membutuhkan terapi khusus. Kadang-
kadang diperlukan transfusi darah pada saat pasien tersebut dalam
keadaan anemia fisiologi yang berat saat hamil, menyusui dan
menstruasi.
b. Pada Thalasemia Beta Mayor
Pengobatan yang paling optimal adalah transfusi darah
seumur hidup untuk mempertahankan kadar Hb selalu sama atau
12 g/dl dan mengatasi akibat samping transfusi darah (Ommeo.
2017).
Pemberian tranfusi pada anak berbeda-beda sesua dengan
tingkat keparahan dari umur sel darah merahnya. Ada anak yang
diharuskan melakukan tranfusi 2 mgg sekali, 3 mgg atau 4 minggu
sekali. Petugas kesehatan atau perawat perlu memperhatikan ketepatan
pemberian transfusi, karena semakin tepat tranfusi diberikan maka
akan semakin menurunkan angka kejadian komplikasi.(5)
9. Dampak Transfusi Darah Bagi Thalasemia
Thalassemia bisa diobati dengan dua metode perawatan, yaitu
dengan transfusi darah tali pusat dan transplantasi sumsum tulang.
Namun metode perawatan ini tidak cocok untuk semua pengidap
thalassemia dan malah dapat menyebabkan terjadinya sejumlah
komplikasi. Transfusi darah secara rutin sangat diperlukan bagi
pengidap thalassemia beta. Namun, hal ini bisa berakibat
menumpuknya zat besi di dalam tubuh dan menyebabkan gangguan
kesehatan yang serius. Perawatan yang bertujuan menyingkirkan zat
besi berlebih di dalam tubuh juga bisa dilakukan dengan terapi khelasi.
Sering kali pasien thalassemia yang melakukan transfusi darah satu
bulan sekali mengalami kelebihan zat besi. Jika dibiarkan,
penumpukan zat besi ini bisa berakibat fatal. Karena itu pengobatan
thalassemia mutakhir saat ini juga disertai dengan terapi kelasi besi.
Terapi kelasi besi merupakan metode di mana zat besi yang berlebih
dalam darah dibuang dengan menggunakan obat deferiprone,
deferasirox, atau desferrioxamine. (2)

B. Asuhan Keperawatan pada Anak Thalasemia


1. Pengkajian
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada
anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak
diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan
pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak
baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb
yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Pada Talasemia Mayor pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk
umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti
tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak
juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,
sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak
tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah
merasa lelah.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling
pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena
keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa
dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan
diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah aanak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya
adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia
kronik
6) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati ( hepatosplemagali).Pertumbuhan fisiknya
terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya.
7) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia
pubertas
8) Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak
adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis.
Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense
karena adanya anemia kronik.
9) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu
seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai O2/
Na ke jaringan yang ditandai dengan klien mengeluh lemas dan
mudah lelah ketika beraktifitas.
b. Resiko terhadap infeksi berhubungna dengan menurunnya
imunitas.

3. Intervensi
Dx SIKI Definisi Tindakan
I Manajemen Mengidentifikasi Observasi
Energi dan mengelola - Identifikasi gangguan fungsi yang
penggunaan mengakibatkan kelelahan
energi untuk - Monitor kelelahan fisik
mengatasi atau - Monitor pola dan jam tidur
meningkatkan dan - Monitor lokasi dan
mengoptimalkan ketidaknyamanan selama
proses pemulihan melakukan aktivitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (cahaya, suara,
kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
- Anjurkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan
II Manajemen Mengidentifikasi Observasi
Imunisasi/V dan mengelola - Identifikasi riwayat kesehatan dan
aksinasi pemberian riwayat alergi
kekebalan tubuh - Identifikasi kontaindikasi
secara katif dan pemberian imunisasi
pasif - Identifikasi status imunisasi setiap
kunjungan ke pelayanan kesehatan
Terapeutik
- Berikan suntikan pada bayi di
bagian paha anterolateral
- Dokumentasikan infromasi
vaksinasi (nama produsen, tanggal
kadaluwarsa)
- Jadwalkan imunisasi pada interval
waktu yang tepat
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi
yang terjadi, jadwal, dan efek
samping
- Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
- Informasikan imunisasi yang
melindungi terhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
- Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus
- Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak berarti
mengulangi jadwal imunsasi
kembali
- Informasikan penyedia layanan
Pekan Imunisasi Nasional yang
menyediakan vaksin gratis

4. Implementasi
Implementasi dapat disesuaikan dengan diagnose yang ada

5. Evaluasi
a. Integritas jaringan baik
b. Tumbuh kembang pada anak optimal
c. Keadekuatan status imun pasien
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Thalasemia merupakan gangguan sintesis hemoglobin yang
bersifat herediter. Penyakit genetik yang memiliki jenis dan frekuensi
terbanyak di dunia. Thalasemia adalah salah satu jenis kelainan darah yang
diturunkan atau bersifat genetik. Kondisi ini menyebabkan kerusakan pada
produksi hemoglobin yang menyebabkan turunnya jumlah hemoglobin
dalam tubuh. Hemoglobin adalah protein dalam sel darah yang membawa
oksigen ke sel-sel di seluruh tubuh. Manifestasi klinis thalasemia
diantaranya anemia kronik dengan gejala pusing,pucat, badan lemas, sukar
tidur, tidak nafsu makan dan mudah infeksi.
Hal-hal yang perlu dikaji pada penderita thalasemia adalah asal
keturunan, umur, riwayat anak, pertumbuhan dan perkembangan, pola
makan, pola aktivitas, riwayat kesehatan keluarga riwayat ibu saat hamil,
dan keadaan fisik anak thalassemia.

B. Saran
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dari para
pembaca demi terciptanya makalah lain yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Di T, Singgah R, Bandar T. HUBUNGAN KEPATUHAN TRANSFUSI


DARAH TERHADAP PERTUMBUHAN ANAK THALASSEMIA DI
RUMAH SINGGAH THALASSEMIA BANDAR LAMPUNG.
2020;4(April):130–6.

2. Jian Bagas Wara S AZF. Pengaruh Transfusi Darah Terhadap Tingkat


Berhasilan Hidup Pasien Thalasemia. 2020;

3. Alfred Taudes U-P, Tian F, Findings K, Little J, Monjelat N, Carretero M,


et al. LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/1/2018 TENTANG
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA
LAKSANA THALASEMIA. Director [Internet]. 2018;15(April):2017–9.
Tersedia pada: https://www.uam.es/gruposinv/meva/publicaciones
jesus/capitulos_espanyol_jesus/2005_motivacion para el aprendizaje
Perspectiva alumnos.pdf
%0Ahttps://www.researchgate.net/profile/Juan_Aparicio7/publication/2535
71379_Los_estudios_sobre_el_cambio_conceptual_

4. Rodiani dan Anggoro A. Talasemia pada Kehamilan Thalassemia on


Pregnancy. JK Unila. 2017;1:580–5.

5. Sugiyono PD. ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH


TAERHADAP KETEPATAN TRANSFUSI PADA ANAK DENGAN
THALASEMIA β MAYOR DI RSU TANGERANG. J Chem Inf Model.
2016;53(9):1689–99.

Omeoo.2017. Penatalaksanaan Thalasemia. Di unduh 27 Februari. Pada


http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/penatalaksanaan-thalasemia
Aulia. 2017. Manifestasi Klinik Thalasemia
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-kanker-
dan-kelainan-darah/manifestasi-klinik-thalassemia-mayor#:~:text=Pada
%20beberapa%20kasus%20Thalassemia%20dapat,dengan%20pembesaran
%20hati%20dan%20limpa. Di unduh sabtu, 26 september 2020

Anda mungkin juga menyukai